Paradise (Segera Terbit)

By ohhhpiiu

2.6M 142K 5.2K

[PART MASIH LENGKAP] "Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua... More

Bab I
Bab II
Bab III
Bab IV
Bab V
Bab VI
Bab VII
Bab VIII
Bab IX
Bab X
Bab XI
Bab XII
Bab XIII
Bab XIV
Bab XV
Bab XVI
Bab XVII
Bab XVIII
Bab XIX
Bab XX
Bab XXI
Bab XXII
Bab XXIII
Bab XXIV
Bab XXV
Bab XXVI
Bab XXVII
Bab XVIII
Bab XXIX
Bab XXX
Bab XXXI
Bab XXXII
Bab XXXIII
Bab XXXIV
Bab XXXV
Bab XXXVI
Bab XXXVII
Bab XXXVIII
Bab XXXIX
Bab XL
Bab XLI
Bab XLII
Bab XLIII
Bab XLIV
Bab XLVI
Bab XLVII
Bab XLVIII
Bab XLIX
Additional Part 1
Additional Part 2
Additional Part 3
SEGERA TERBIT

Bab XLV

45.3K 2.7K 68
By ohhhpiiu

Keluarga kita pasti kumpul lagi, gue janji

...

Sudah hampir malam namun ayah belum juga pulang, Qila berulang kali melihat jam di kamarnya, ia lalu menghela napas dan segera bangkit dari posisi tidur. Sudah tiga hari ini kepalanya sakit seperti diperas secara paksa. Selain itu, tubuhnya pun sering terasa ngilu sampai tak bisa beraktivitas seperti biasanya.

Saat sampai di depan kamar Daniel, kepala Qila sedikit melongok ke dalam karena pintu terbuka sedikit, wangi citrus menguar lembut menyamarkan gaya serampangan Daniel yang bertolak belakang dengan kepribadiannya. Sejak mendengar info mengenai Dirga yang ditahan atas tuduhan pembunuhan berencana Daniel berubah. Ia tak lagi cerewet dan bertingkah menyebalkan. Rupanya abang keduanya itu diam-diam menghkawatirkan Dirga lebih besar dari yang Qila pikirkan.

Padahal Daniel dan Dirga seperti tikus dan kucing kalau sedang berdekatan. Jangan tanya siapa yang menjadi tikus dimata Qila, tentu saja Daniel!

"Niel?"

"Daniel?"

Tak ada sahutan dari pemilik kamar meskipun begitu samar Qila dengar terdapat suara musik mengalun dari dalam. "Aku masuk ya?"

Ah, sedang merokok di balkon kamar rupanya.

"Lagi galau ya? Putus dari Kak Rena?" Daniel tersentak kaget sampai langsung membuang rokok ke sembarang arah.

"Ngagetin aja untung jantung gue sehat." Tangannya mengibas-ngibas udara agar asap yang terkumpul hilang, Daniel takut Qila merasa sesak. "Kenapa kesini?"

"Dih sok lembut banget nada suaranya."

"Gue pites ya lo!" Qila tertawa setelah berhasil memancing Daniel untuk misuh. "Nah kalau gini baru Daniel, gak cocok muka kamu sedih gitu, mikirin apa sih?"

"Putus dari Kak Rena?" Qila mengulang pertanyaan sebelumnya yang tidak Daniel jawab.

"MONCONGNYA SEMBARANGAN!?" pekik Daniel melotot.

"Lagian tumben banget sih ngegalau gini." Qila mendekat dan turut menyandarkan kedua tangannya di pembatas balkon. "Hmmm adem."

Daniel melirik kaos tipis yang Qila kenakan. "Kenapa gak pake jaket? Ini udara dingin adem dari mananya sih?!"

Meskipun bibirnya menggerutu namun Daniel tetap melepas kemejanya dan disampirkan pada bahu Qila. "Kalau masuk angin gimana."

Bibir Qila tak berhenti tersenyum, ia bersyukur Daniel begitu memperhatikan dirinya melebihi apapun. "Kan ada kamu, apa gunanya abang kalau gak bisa disusahin."

"Motto hidup lo gak bener!" Daniel menjitak kepala Qila.

"Beneran berantem sama Kak Rena?" Qila masih penasaran. "Gara-gara kamu terlalu sibuk ngurusin aku ya?"

"Ngaco! Rena mana mungkin mikir gitu." Daniel membenarkan letak kemejanya dan kembali menjitak kepala Qila. "Yang ada gue kena damprat kalau main sama dia, terus diomelin 'Daniel lo harusnya perhatiin adek lo lah bla bla bla' sampe pening kepala gue kalau dia udah nyerocos kaya petasan gangsing."

Qila terbahak melihat Daniel yang begitu lancar menirukan perangai Rena. "Aku aduin Kak Rena mampus kamu."

Bukannya takut, Daniel justru memasang wajah mengejek, "Bilangin aja sono."

"Dingin gini kok pada diluar." Suara yang tak kalah dingin datang mengintrupsi pembicaraan mereka berdua.

"Gimana gak dingin, kulkas sih yang dateng," ejek Daniel pada Saka yang memutar bola matanya, kedua tangannya menggengam sebuah selimut karakter keropi.

"Jangan disini, di dalem aja." Saka mendekat dan menyampirkan selimut tersebut hingga membungkus Qila. "Nanti masuk angin, Qi."

"Udah anget kok." Qila tersenyum hingga menampilkan deretan giginya yang rapih. "Sini berjejer bertiga."

Langit-langit malam nampak begitu cerah. "Banyak banget bintangnya."

"Ayah pasti masih di kantor polisi," gumam Qila yang masih bisa di dengar dua saudaranya. "Bang Dirga gimana ya keadaannya?"

Kepala Qila bersandar pada bahu Saka ia lanjut berbicara meski dua orang lainnya berubah seperti batu. "Bang Dirga udah makan belum ya."

"Qi." Daniel menatap lekat Qila yang sedang memandang bintang. "Gak usah pikirin dia, toh Dirga gak pernah mikirin lo." dan kita.

"Dia mikirin kita." Qila mengulas senyum sedih. "Meskipun sedikit berubah tapi dia tetap abang kita."

"Besok kita jenguk abang yuk," ajak Qila yang tak mendapatkan respon dari siapapun. "Niel? Ka?"

"Tanya ayah dulu," jawab Saka sekenanya.

Qila tak bisa memaksa mereka dan ia pun tak sepenuhnya mau melihat wajah Dirga karena sudah bisa ia pastikan akan menangis kencang begitu melihat wajah abang pertamanya itu.

"Aku mau cerita deh." Qila mengeratkan genggamannya pada selimut, lalu menatap wajah Saka dan Daniel bergantian yang tengah menunggu Qila. "Tapi janji dengerin sampe habis dulu baru boleh komentar."

Ia mengulurkan jari kelingking pada keduanya yang langsung diterima tanpa bantahan.

"Sebenernya aku dapet perlakuan gak menyenangkan di sekolah." Qila menegakkan kepalanya dan langsung melotot begitu Daniel terlihat mau membuka mulut. "Dengerin dulu!"

"Dulu waktu pertama masuk aku gak sengaja bikin muka temen kelas aku sobek karena aku tusuk pake pulpen." Ia meringis sendiri membayangkan kejadian lalu. "Aku ngelakuin itu bukan tanpa alasan! Yah, habisnya dia ejek foto bunda yang sering aku simpan itu loh kalian inget, kan?"

Daniel dan Saka mengangguk kompak.

"Mereka ejek itu sambil di oper-operin, aku marah, gak terima sama candaan mereka yang gak lucu sama sekali. Pas mau rebut fotonya, foto itu malah robek. Sebenernya aku gak akan semarah itu kalau misal mereka langsung minta maaf, tapi ngerasa bersalah pun engga, mereka malah ketawa makin keras dan sepelein foto bunda yang udah robek."

"Aku tahu, aku udah buat kesalahan besar sampai bikin dia masuk ke rumah sakit, aku gak sangka masalahnya jadi makin runyam, aku gak punya teman, mereka jauhin aku dan anggap aku kriminal, bahkan waktu mau daftar ekskul aku dapet perlakuan kayak pembantu yang disuruh angkut semua barang, pokoknya mereka semua gak nerima keadaan aku." Qila bercerita dengan nada ringan tanpa beban membuat Saka menahan napasnya sendiri dan merasakan nyeri di ujung hatinya.

"Untungya ada Angkasa yang masih mau nemenin aku makan siang, dia sampai rela gak ke kantin loh buat nemenin aku biar gak sendirian, kalian jangan galak-galak sama dia makanya!"

Mana bisa. bantin Daniel menjerit paksa namun masih bisa ia tahan.

"Kalau gak ada Angkasa mungkin aku gak akan mau lanjut sekolah disana." Kini raut wajah Qila berubah tak seceria sebelumnya. "Aku gak bisa cerita ini karena kalian pun sibuk sama urusan masing-masing. Ayah selalu sibuk di kantor dan sengaja pulang larut, Bang Dirga jarang pulang katanya biar deket ke kampus, kamu Daniel sering nongkrong diluar dan semua chat yang aku kirim jarang dibales, dan Saka huft jangankan cerita mau ngobrol sama kamu aja susah banget."

Daniel langsung melemparkan pandangannya, hatinya tak sanggup mendengarkan Qila yang terlihat legowo seperti ini. Lebih baik Qila melampiaskan rasa marahnya dengan memukul atau menendang Daniel! Ia jauh lebih menyukai itu daripada melihat Qila yang tetap tersenyum namun matanya terlihat sedih.

"Aku coba bertahan, mungkin besok, mungkin suatu hari nanti aku pasti punya banyak teman yang tulus, mungkin Saka, Ayah, Daniel, dan Bang Dirga kita semua bisa kumpul lagi, dan masih banyak kemungkinan yang aku harapin."

Qila menjeda sebentar sambil memperhatikan bintang-bintang, ia menarik napas dalam, bercerita santai seperti ini pun tetap membuat dadanya sesak.

"Tapi minggu lalu orang yang pernah berlaku jahat ke aku minta maaf, mereka berdua datang sambil bawain aku beberapa bukti yang bisa ngehukum mereka. Kalian tahu perasaan aku gimana?" tanya Qila. "Aku senang sekaligus sedih, gak pernah terbayangkan bakalan ada kejadian itu bahkan diantara kemungkinan yang aku mimpikan pun gak ada."

Kini kedua tangan Qila saling menggenggam tangan Saka dan Daniel sambil mengulas senyum. "Aku bisa balas perlakuan mereka loh tadi siang, mereka datang gerombolan dan aku skak mereka dihadapan banyak orang. Keren gak?"

Saka menatap tangan Qila yang merah karena dingin lalu beralih melihat wajah kembarannya yang tersenyum hingga matanya menyipit seperti bulan sabit. "Keren."

Sementara Daniel tak merespon apapun karena terlalu menyalahkan diri. Seharusnya ia bisa berada saat Qila terpuruk, disaat adiknya membutuhkan sandaran, dan disaat Qila butuh teman untuk mendengarkan.

"Aku cerita gini bukan buat denger maaf dari kalian," kata Qila seperti membaca situasi. "Aku juga gak harepin kalian balas dendam ke mereka karena masalahnya udah selesai, aku yang selesaikan dengan caraku sendiri."

"Sorry," gumam Saka menyenderkan kepalanya pada Qila.

"Kalau merasa bersalah, tolong buat Bang Dirga kembali ke rumah ini. Aku mau kita semua kumpul kayak dulu lagi. Aku mau mulai lembaran baru dan lupain semua luka lama." Qila menatap Daniel yang wajah galaknya sudah berubah merah. "Yang aku butuhin sekarang cuma kalian."

"Daniel." Qila memanggil Daniel agar mau menatapnya.

"Bang." Panggilan itu sukses membuat Daniel menoleh. "Bunda juga pasti pengen hal yang sama."

Saat ini keinginan Daniel untuk menghajar semua orang yang sudah menyakiti Qila meluap, namun, itu berarti ia juga harus menghabisi dirinya sendiri, kan?

"Keluarga kita pasti kumpul lagi, gue janji," ujar Daniel dengan suara rendahnya. "Lo harus sehat biar kita semua kumpul, biar kita semua bisa minta maaf dan perlakuin lo lebih baik lagi."

Daniel turut mendekatkan kepalanya pada Qila. "Sembuh ya, Qi."

"Iya." Qila tersenyum. "Aku pasti sembuh."

Saka memeluk tubuh kecil Qila dari samping. "I'm sorry twins."

"Hmmm maafin enggak ya? Aku maafin kalau kamu manggil aku kakak."

Saka tersenyum tipis dengan tangan yang mengusap kepala Qila. "Maaf ya, Kak."

"Lo keren bisa bertahan sejauh ini, gue bangga punya kakak sehebat lo." Saka sungguh-sungguh mengucapkannya. "Gue sayang lo, kak."

Qila terkikik geli saat Saka mendekatkan wajah dan mencium Qila sekilas. "Kalau aku udah sembuh kalian bakalan bosen dengerin ceritaku tiap hari loh."

"Gak harus nunggu sembuh." Daniel ikut mencium pelipis Qila. "Mulai dari sekarang pun gue sanggup dengerin semua ocehan lo 24/7."

"Ih sok romantis!" Qila memandang Daniel geli. "Gak cocok ah tampang kamu terlalu brengsek buat jadi good boy."

"Oh gitu..."

"Makan nih gelitikan gue!" Daniel langsung menyerang Qila dengan jurus andalannya, membuat tawa Qila menguar di tengah keheningan malam, ia langsung bersembunyi di belakang Saka.

"Balas dia, Ka! Gigit dia!" tunjuk Qila menyuruh Saka. "AAHAHAHHAHA JANGAN AKUUUUU!!!"

Namun, bukannya membalas Daniel seperti yang Qila suruh, Saka malah ikut menggelitiki Qila bersama Daniel. Membuat tawanya menjadi semakin keras dan lepas.

***

"Kamu yakin mau sendiri?"

"Ya." Daniel mengangguk dan melirik Akbar sekilas. "Sono pulang aja jangan lupa bawain titipan makanan buat Qila!"

Akbar hanya tersenyum geli melihat tingkah Daniel yang masih saja galak padanya. "Kalau sudah selesai kabarin ayah."

"Hm." Daniel membalas acuh tak acuh.

Setelah melihat Akbar pergi dengan mobilnya, Daniel segera melangkahkan kaki untuk menengok Dirga. Awalnya Saka juga akan ikut hari ini namun, mendadak jadwal latihan basket untuk perlombaan dimajukan jadilah dia sendirian bertatapan dengan Dirga yang terlihat lemas di depannya.

"Gimana kabar lo?" tanya Daniel sekenanya, bahkan terdengar ketus.

"Baik," jawab Dirga tersenyum tipis, tak menyangka Daniel menjadi orang pertama yang mengunjunginya.

"Ck. Kalau baik pasang senyum dong! Lemes amat lo kayak orang tipes."

"Gimana kabar lo?" Dirga tak membalas justru tersenyum singkat. "... dan yang lain."

"Yah kayak yang lo liat. Gue sangat-sangat baik." Daniel membusungkan dadanya angkuh. "Gue gak pernah sebahagia ini sebelumnya."

"Oh." Dirga mengangguk sekilas dan tampak menantikan kalimat lain.

"Qila juga baik," ujar Daniel ogah-ogahan. "Kemonya lancar yah berkat lo kemarin dia jadi di opname seminggu, thanks deh ya."

Pedas sekali. Akan tetapi Dirga jauh lebih nyaman mendengarkan kalimat sarkas Daniel seperti ini.

"Sorry." Dirga menunduk menatap kedua tangannya di atas meja.

"Minta maaf ke Qila lah ngapain ke gue." Daniel mendengus kesal.

Dirga juga ingin berlari dan memeluk Qila untuk meminta maaf, namun, apa mungkin ia masih diberi kesempatan untuk meminta maaf? Saat ini Dirga bahkan kesulitan untuk tidur karena selalu dibayang-bayangi oleh kematian Alya.

"Cepet keluar dari sini, dan minta maaf yang bener."

Kepala Dirga terangkat matanya langsung menatap wajah adik pertamanya dengan tatapan bingung.

"Mau minta maaf, kan?" tanya Daniel ketus. "Gue gak sudi ya jadi kurir penyampai pesan, kalau mau minta maaf ngomong langsung sama Qila. Dia jauh lebih suka begitu daripada gue yang sampein permintaan maaf lo," ujar Daniel sedikit memelankan suara di kalimat akhir.

Memangnya ... Dirga masih diterima oleh mereka?

"Gue emang nganggep lo brengsek karena udah ninggalin adek-adek lo disaat terpuruk setelah kehilangan bunda. Tapi gak pernah sekalipun gue harepin lo ada di keadaan kayak gini." Daniel berucap sambil membuang muka. "Gue juga tahu kalau dulu lo cuma remaja yang hilang arah, jangankan ada buat adek-adek lo, buat pertahanin diri sendiri aja lo kesusahan."

"Gue egois karena gak bisa ngertiin posisi lo, gue cuma mau lo perhatiin kita, karena gue juga gak tahu harus gimana setelah bunda gak ada. Ayah pergi dan lo juga sama sedangkan ada Qila dan Saka yang masih terlalu kecil, gue gak tahu harus gimana."

Dirga menunduk mendengarkan Daniel yang berbicara panjang lebar. Daniel adalah yang paling diam, bukan dalam artian pendiam seperti Saka, tapi Daniel adalah anak yang sangat jarang sekali mengeluh padanya, Daniel terbentuk untuk menahan semuanya sendirian hingga membuat sifatnya menjadi keras tanpa disadari.

"Maaf." Dirga merasa kedua matanya memanas. "Gue ... emang bodoh. Gue juga egois dan mentingin diri sendiri. Gue selalu nganggap lo lebih dewasa dan bisa ngatasin semuanya, gue gak peduliin lo dan ninggalin kalian semua, maaf, gue tahu gue bodoh."

"Setelah Qila sakit pun gue malah ngelakuin hal lebih bodoh. Gue sakitin dia lagi, gue gak pantes buat keluarga ini."

Daniel menggigit pipi bagian dalamnya. "Lo tau?" Jemarinya mengetuk diatas meja beberapa kali. "Gue gak pernah nyesel punya abang sehebat lo. Saka dan Qila juga pasti mikir gitu, apalagi Qila. Bahkan setelah semua tindakan tolol yang udah lo lakuin ke dia, Qila masih sempat-sempatnya mikirin keadaan lo."

"Tapi..." Daniel kini berani menatap wajah abangnya, dia tersenyum untuk pertama kali, senyum tipis tanpa ada kebencian. "Kalau harus benci pun, gue juga ada di list orang yang Qila benci karena sama tololnya."

Dada Dirga berdesir, ia merasa semua perasannya campur aduk.

"Cepet balik. Gue tunggu kita semua kumpul lagi kayak dulu." Daniel menyerahkan sebuah surat kepada Dirga. "Ayo buat Qila senyum karena keluarganya kumpul utuh lagi."

Dirga menatap surat tersebut lamat-lamat. Benarkah ia masih jadi bagian dari mereka?

abang semangat.

qila tau bang dirga gak mungkin lakuin itu, qila percaya, kita semua percaya. abang jangan lupa makan dan minum teratur ya, jangan telat dan sampai sakit. maaf qila belum bisa jenguk abang :)

kita semua nunggu abang pulang, abang tenang aja ayah pasti selesein masalah ini secepatnya, jangan lupa pulang abang, qila tunggu abang di rumah.

qila sayang abang.

Tangis Dirga pecah membaca surat yang ditulis oleh Qila. Dia menciumi surat itu sambil berderai air mata. Kepalanya menunduk dalam dipenuhi beragam penyesalan.

tunggu abang pulang, Qila.














update lagi kalau vote chap 44 sama 45 gak jomplang yaaaaa 😉

Continue Reading

You'll Also Like

333K 21.3K 60
Attara Anastasya Ganendra, gadis yang kehidupannya berubah setelah terhantam kenyataan pahit di masa lalu membuat dirinya terhempaskan masuk ke dalam...
8.7K 1.5K 41
Azanna Salsabila telah memendam perasaannya pada Evan Aditama selama satu tahun. Cowok dingin yang irit ngomong dan nggak suka tertawa. Tapi di balik...
2.5K 687 41
[ Part Lengkap ] SMA Foxglove membuka pendaftaran untuk peserta didik baru; Nadine Cattleya salah satunya. Nadine termasuk murid yang ditempatkan di...
8.3K 2K 43
Alana adalah seorang gadis yang ceria tetapi orang-orang tidak tahu bahwa Alana mempunyai penyakit yang berhubungan dengan jiwanya dan memiliki traum...