Paradise (Segera Terbit)

By ohhhpiiu

2.6M 142K 5.2K

[PART MASIH LENGKAP] "Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua... More

Bab I
Bab II
Bab III
Bab IV
Bab V
Bab VI
Bab VII
Bab VIII
Bab IX
Bab X
Bab XI
Bab XII
Bab XIII
Bab XIV
Bab XV
Bab XVI
Bab XVII
Bab XVIII
Bab XIX
Bab XX
Bab XXI
Bab XXII
Bab XXIII
Bab XXIV
Bab XXV
Bab XXVI
Bab XXVII
Bab XVIII
Bab XXIX
Bab XXX
Bab XXXI
Bab XXXII
Bab XXXIII
Bab XXXIV
Bab XXXV
Bab XXXVI
Bab XXXVII
Bab XXXVIII
Bab XL
Bab XLI
Bab XLII
Bab XLIII
Bab XLIV
Bab XLV
Bab XLVI
Bab XLVII
Bab XLVIII
Bab XLIX
Additional Part 1
Additional Part 2
Additional Part 3
SEGERA TERBIT

Bab XXXIX

42.6K 2.3K 81
By ohhhpiiu

Say yes to Heaven
Say yes to me
Say yes to Heaven
Say yes to me

(Say Yes To Heaven - Lana Del Rey)

***

"Sabar, gue lagi mikirin jalan keluarnya." Dia berdecak kesal ketika seseorang di seberang telepon terus mengoceh dan menyudutkan situasinya. "Ya lo pikir gampang bilang gitu? Dia lagi miskin sekarang. Gue yakin gak lama juga dia balik ke keluarganya."

"Ck. Iya-iya gue gak bakalan kabur. Asalkan barangnya lo kirim sesuai kesepakatan. Udah seminggu gue gak pake lo pikir gue bisa hidup tenang tanpa itu!?"

"Bacot banget anjing. Gue bilang uangnya bakalan dikirim tapi gak sekarang. Awas aja kalo sampe gue gak dapet barang itu."

tut.

Sambungan diputus sepihak. Alya memekik seraya mengacak rambutnya. Kacau sudah hidupnya. Jika tahu akhirnya begini ia tidak akan nekat melakukan kejadian tempo lalu yang malah berimbas pada kelangsungan hidupnya.

Sial. Sial. Sial.

Kenapa tidak ada rencana yang berjalan sesuai keinginannya? Kalau saja Dirga bisa lebih mudah ia hasut dan memiliki simpanan uang yang banyak. Nasibnya tidak akan seperti sekarang.

Alya terus menggigiti kuku hingga kulit jarinya robek. Ia gelisah. Perasaannya berubah menjadi tidak tenang karena orang yang baru saja menelepon mengancam untuk tidak mengirimkan barangnya lagi.

"Gue harus cari cara lain." Alya bergumam, tatapan matanya sayu seperti orang yang sudah tidak tidur berhari-hari, kakinya bergetar sembari mengetuk-ngetuk lantai, ia gusar. "Sialan. Akbar sialan."

Suara pin pintu apartemen berbunyi tak lama kemudian. Alya terkesiap dan segera memperbaiki penampilannya, ia berusaha memasang ekspresi sedih seperti anak anjing kelaparan.

"Sayang."

Sudah ia duga bahwa itu Dirga. Sepertinya lelaki itu baru saja pulang dari urusan pribadinya. Wajahnya terlihat lelah dengan kemeja yang sudah kusut. Ini bukan waktu yang pas bagi Alya untuk memelas meminta uang.

"Kenapa mukanya kusut gitu? Ada masalah?"

"Hm. Ternyata projek yang aku susun bareng dosen pembimbing ditolak dan aku diminta revisi ulang dari awal."

Hampir saja bola mata Alya memutar. Hell ia sungguh tidak perduli dengan cerita itu. Namun demi menjaga image sebagai pacar yang penuh perhatian, tentu saja ia harus berakting totalitas bukan?

"Oh my god, kamu pasti kesel banget, kan? Sini aku peluk biar ada suntikan tenaga."

Senyum kecil terbit beriringan dengan Dirga yang membalas pelukan Alya. "Thanks aku jauh lebih tenang setelah ketemu kamu."

"Kamu bisa andelin aku, Ga. Inget sekarang kita gak punya siapa-siapa lagi. Aku cuma bisa andelin kamu dan kamu pun begitu."

Dirga menggumam tak jelas dan menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Alya. Kepala Dirga pening. Sejak kapan hidupnya berubah berantakan begini? Sekarang bahkan ia tidak bisa menginjakkan kaki di rumahnya sendiri.

Padahal apa yang Dirga lakukan hanyalah melindungi. Meskipun perlu ia akui bahwa tindakannya pada Qila memang keterlaluan. Ia tak bermaksud membentak adik kecilnya. Dirga kehilangan kontrol dan lepas kendali.

Namun, ia terlalu malu mengakuinya. Dirga takut jika maafnya tidak diterima karena sudah terlalu banyak mengecewakan Qila. Jadi, Dirga lebih memilih kabur dari semua masalahnya. Ia akan menghindar sampai hatinya siap untuk mendengar penolakan.

Ketakutan yang menyerang Dirga sangat kontradiktif dengan keinginannya untuk menemui dan memeluk Qila sekarang juga. Selama ini Dirga selalu bekerja keras agar bisa membawa Qila keluar dari rumah yang menyiksa jiwa dan mental adiknya.

Dirga belajar mati-matian agar bisa lulus dengan hasil memuaskan, agar bisa masuk perusahaan ternama dan mendapat gaji besar hingga bisa menghidupi Qila. Tapi semuanya menjadi kacau. Justru Dirga lah yang kini menjadi penyebab Qila hancur.

Maaf Qi...

"Don't leave me okay? I only have you, Al."

....

"Kenapa? Mau apa?"

"Badan lo pegel? Mau dipijitin?"

Daniel terus saja mengoceh dan merecoki kegiatan yang tengah Qila lakukan sedari tadi. Membuat Qila kesal setengah mati dan berkeinginan kuat untuk menggetok cangkang otaknya dengan keras.

Qila baru saja bangun tidur sejak pulang dari rumah sakit. Ia menghabiskan waktu lima jam beristirahat dan sekarang matanya sudah tidak bisa memejam sekeras apapun Qila berusaha.

Lebih baik ia mempersiapkan peralatan sekolah untuk besok. Siapa tahu begitu dibawa bergerak tubuhnya akan sedikit lelah dan ingin tidur lagi. TAPI ADA SATU MASALAH-

"Tugas sekolah? Sini gue bantu kerjain. Gue juga bisa ngerjain semua makalah lo, simpen aja di meja sana lanjut istirahat."

"Eits jangan main hape." Daniel merebut hape yang baru saja menyala di tangan Qila. "Kalau udah main hape yang ada lo lupa waktu."

Bola mata Qila memutar malas. "Aku bosen loh! Dari tadi kamu larang terus. Gak boleh ini gak boleh itu!"

"Badan lo masih capek abis kemo, kata Dokter Arini harus banyak istirahat, kan?"

"Ya tapi ini kebanyakan!" Qila mendengus. "Aku udah tidur dari sore sampe malam, Daniel!"

"Tidur lagi." Paksa Daniel sambil terus memegang kepala Qila agar tetap menyentuh bantal. "Tidur apa gue gigit?"

"IHHHHHHH." Kaki Qila menendang udara guna melampiaskan kesal. Meski begitu tak urung membuat Daniel bergerak dan membungkus badan Qila menjadi kepompong dengan balutan selimut. "ARGHHH GERAHHH DANIEEELLL."

"MAKANYA TIDUR NANTI BADAN LO SAKIT LAGI KALAU GK BANYAK ISTIRAHAT."

"TAPI PENGAPPP!!!! MATA AKU UDAH GAK BISA TIDUR MAUNYA MELEK!? NGERTI GAK SIH."

"GAK." Daniel tetap bersikukuh dan malah memeluk badan Qila dari samping tak peduli meski badan adiknya itu sudah menggeliat seperti cacing kepanasan.

"Daniel aku nangis nihhhhh!!!" ancam Qila.

"Nangis aja." Daniel malah semakin mengeratkan pelukannya. "Katanya orang kalo abis nangis tidurnya jadi pules."

BENAR-BENAR YA. Qila sudah kehabisan akal untuk membuat Daniel melepas pelukannya. Kalau seperti ini terus yang ada Qila malah kering duluan karena berkeringat banyak.

"SAKAAAAAAA!!!!! AYAAAHHHH!!!"

"DANIELNYA GANGGUIN AKU MULU AH."

"AYAHHHH DANIEL AHAHAHHAHA KELITIKIN AHAHAHHAHA AKU AARGHHHH AHAHAHHAHA AYAAAHHH!!"

Qila menggeliat minta dilepaskan karena Daniel menggelitiki tubuhnya begitu balutan selimut sedikit terbuka. Qila sibuk menghindar dan menghujami tubuh Daniel dengan bantal.

"Rasain jurus andalan ini." Daniel menggosok tangannya ke ketiak dan menangkupkan tangan tersebut ke wajah Qila.

Kontan saja hal itu membuat Qila makin menjerit jijik dengan mata yang berkaca-kaca. JOROK. Qila mau menangis saja karena Daniel malah terlihat begitu puas karena mengerjainya habis-habisan.

"Aaaaaaaa bau huhu." Qila menendang pinggang Daniel hingga abang keduanya jatuh dari ranjang. "JOROK IH JOROKKK."

Mata Qila berkaca-kaca begitu melihat Saka masuk ke dalam kamarnya. Ekspresi wajahnya masih datar, meski begitu ia menendang bokong Daniel yang menutupi pintu kamar.

"Masa dia ketekin muka akuuuuu," adu Qila sambil menangis. "Jorok kan, Ka. Kamu kalo jadi aku juga kesel, kannn."

Saka diam saja mendengarkan rentetan kata-kata Qila. Ia melepas balutan selimut yang masih membungkus setengah tubuh kembarannya. Saka merapihkan rambut Qila yang lepek karena keringat dan melirik Daniel dengan sinis.

"Aku loh udah bilang kalau gak bisa tidur lagi." Qila masih mengadu dengan wajah memelas. "Jahat banget."

"Udah nangisnya." Saka mengusap air mata di wajah Qila ia merentangkan tangan meminta Qila mendekat. "Sini."

"Kamu kenapa juga datengnya lama."

"Iya, maaf." Saka membawa Qila ke dalam pelukannya. "Kenapa gak lo gigit aja sampe berdarah."

"Heh!" Daniel berjenggit kaget. "Psikopat ya lo."

"Mau gue aja yang gigit?" tawa Saka menatap Qila. "Mau gak."

"Mau." Qila menjawab dengan sungguh-sungguh. Telunjuknya mengarah pada Daniel dengan sorot penuh dendam. "Gigit dia sampe biru dan berdarah, Ka."

"Oke."

Daniel tersentak saat Saka berdiri dan menghampirinya. Lebih takut lagi karena bocah itu tidak menampilkan ekspresi apapun. Bulu kuduk Daniel meremang, ia bangkit dan berlari menjauhi Saka.

"Woi Ka! Lo bercanda, kan!" Daniel berjingkrak saat tangan Saka hampir saja menyentuh tubuhnya. Ia terus berlari dan bersembunyi di balik badan Qila yang kecil, menjadikan adiknya itu tameng. "IYA! GAK GUE USILIN LAGI QILANYA. Ampun Ka."

Meski sudah melihat Daniel memelas pun Saka tak sedikitpun mengurungkan niat untuk membalas perbuatan Daniel. Ia berlari ke belakang dan menangkap kaos yang dikenakan Daniel.

"Arghhhhh." Daniel menjerit saat gigi Saka menancap di lengan atasnya. "BAJINGAN GILAAA LO."

Qila tertawa puas melihat Daniel kesakitan. Ia memeluk perutnya sendiri karena kram akibat terlalu kencang tertawa. Matanya sampai berair saking bahagia melihat Daniel yang menjerit karena di gigit oleh Saka.

Akbar yang sejak tadi memperhatikan di pintu tak tinggal diam. Ia merekam setiap keributan itu di kamera kecilnya. Senyumnya terukir tipis berserta hatinya yang menghangat.

"Ayah! Ayah liat muka Daniel hahaha." Qila menunjuk Daniel yang sudah terkapar di lantai kamar. "Videoin, Yah, nanti aku sebar di akun telegram biar masuk deep web."

"HEHHHH." Daniel semakin memekik namun tak lama menjerit lagi karena Saka menggigit pundaknya. "DASAR MUSANG."

Untuk waktu yang telah ia sia-siakan begitu saja, kenangan ini akan Akbar simpan selamanya. Meski harus ia akui, dibalik kebahagiaan ini tersimpan sendu di ujung hatinya sebab masih ada seseorang yang pergi.

Akbar tidak ingin bersikap kejam. Namun, jika tindakannya ini bisa membuat jera Dirga. Maka ia aka lakukan meski itu semua memberatkan hatinya sendiri.

....

Angkasa tersenyum melihat chat yang baru saja Qila kirim. Entah sudah berapa kali ia memutar ulang video dari aplikasi chat tersebut. Angkasa masih tidak menyangka ternyata jari kecil Qila bisa mengalunkan nada yang begitu indah di atas piano.

Qila: mau liat video aku lagi main piano gak?
Qila: ini rekaman beberapa hari lalu hehe.
Qila: ayah ngasih izin buat pake ruang musik lagi

Angkasa: seneng?

Qila: senenggggg bangettt.
Qila: kata ayah ini hadiah karna aku udh semangat

Angkasa: smgt kenapa tuh kalo boleh tau.

Qila: ada deeehhhh.
Qila: aku kasih tau kamu nanti aja

Angkasa: gue jg ada hadiah buat lo

Qila: apa?

Angkasa: ada deehhhh

Qila:

Tawanya pecah melihat stiker yang Qila kirim. "Kapan dia punya stiker lucu gini."

"Gemes."

Terlalu asik membalas pesan Qila, Angkasa sampai lupa untuk bertemu Ibun untuk meminta izin tidak bisa ikut ke acara pernikahan sepupunya.

tok tok tok

"Bun?" Kepala Angkasa melongok masuk ke dalam ruang kerja Arini. Kosong. Biasanya di jam seperti ini Arini masih duduk di ruang kerja dengan setumpuk materi yang entah membahas apa.

Sudah lama Angkasa tidak masuk, ada beberapa perubahan interior yang cukup mencolok mata. Nuansa putih dan abu yang menenangkan mengingatkan Angkasa akan memori masa kecilnya ketika menemani Arini bekerja. Beberapa berkas terbuka di meja kerja. Hal itu membuat Angkasa tanpa sengaja membaca kalimat ketika sebuah foto menyita perhatiannya.

"Asa?" Arini keluar dari kamar mandi, sebuah handuk kecil di tangannya, wajahnya tak kalah kaget. "Kenapa? Ada yang mau di obrolin sama Ibun?"

Masih dengan keterkejutannya Angkasa balik menatap Arini tak percaya. "Bun?"

"Ah." Arini berlari dan langsung menutup berkas tersebut meskipun sia-sia. "Sudah makan malam? Kamu nungguin ya, sebentar habis ini kita makan bareng ya."

Tidak. Bukan itu yang ingin Angkasa dengar saat ini. Kenapa bisa nama orang yang sangat ia kenali tercatat disebuah berkas yang Arini urus. Kenapa harus dia? Dan kenapa Angkasa baru mengetahui ini sekarang.

Arini memejamkan mata, ia tak menyangka Angkasa akan melihat catatan medis Aquila. Ia sengaja membawanya ke Rumah untuk dipelajari, namun malah berakhir seperti ini.

"Bun, aku salah baca, kan?"

Angkasa meminta penjelasan akan tetapi Arini memilih bungkam.

Jadi ini sebabnya pada pertemuan pertama mereka, Angkasa merasa Qila dan Ibun sudah saling mengenal? Tapi kenapa harus Qila? Kenapa juga harus Ibun yang menjadi dokter yang mengurus Qila.

Tidak. Ibun bukan dokter spesialis biasa.

Apakah ini alasan wajah Qila yang selalu murung. Alasan kenapa Qila begitu putus asa menjalani hidup dan berulang kali mengucapkan kata menyerah. Kenapa Angkasa merasa jantungnya seperti ditikam dan sakit sekarang? Memangnya apa hubungan ini semua dengan perasaannya.

Qila pun tidak berniat menceritakan hal ini padanya, kan? Apa Qila tidak percaya padanya?

Bukan.

Memangnya Angkasa ini siapa berani meminta Qila menceritakan hal tersebut. Padahal Angkasa bukan siapa-siapa. Angkasa tidak punya hak apapun untuk mengetahui privasi gadis itu.

Tapi...

Walaupun bukan siapa-siapa. Walaupun Angkasa tak punya tempat di hati Qila, ia ingin mendengar cerita ini langsung dari mulut Qila. Ia ingin menjadi penguat sekaligus orang yang menjadi alasan Qila untuk terus semangat menjalani hidup.

Angkasa ingin. Sungguh. Benar-benar ingin.

"Bun," panggil Angkasa bergetar. "Aku suka Qila. Aku gak mau Qila pergi."

Arini menatap wajah pias putra semata wayangnya. Fakta yang mengalahkan Angkasa dengan telak dan tiba-tiba.

"Tolong jangan biarin Qila pergi, Bun." Tangan Angkasa terkepal, dadanya sesak dan ketakutan terus menyerangnya sedari tadi. "Qila pasti sembuh, kan? Qila pasti bisa lulus SMA bareng aku, bisa masuk kuliah, aku belum lakuin banyak hal sama Qila, Bun."

Sungguh.

Bahkan ia sampai harus memohon pada Ibun yang sama sepertinya, manusia.

Angkasa sangat sangat ingin melindungi Qila dari segala hal yang dapat menyakitinya. Tapi jika menyangkut hal ini, bagaimana bisa Angkasa melindunginya?

Qila: bawa besok aja deh hadianya
Qila: gak blh bikin orang penasaran
Qila: pamali

Angkasa hanya ingin bersama Qila untuk masa kini dan masa depannya.


















....

Continue Reading

You'll Also Like

671K 40.2K 67
[TAHAP REVISI] √ADA BEBERAPA PART YANG DIPRIVAT. √FOLLOW DULU SEBELUM BACA! √PALGIATOR HARAP MENJAUH!! Namaku Lesya Adriana. Cantik bukan? Namun tida...
51.4K 12.9K 68
[ JANGAN LUPA FOLLOW, VOTE DAN COMMENT ] [UDAH SELESAI] Hanya cerita singkat tentang satu insan manusia rapuh, namun berkedok dengan keras dan tidak...
229K 8.2K 47
Rania, seorang gadis yang berharap mendapatkan kebahagiaan kini menemukan kebahagiaannya walau hanya sementara.
143K 4.2K 50
-SCHOOL SERIES (1)- -COMPLETED- Please ya guise... Vote adalah bentuk apresiasi untuk penulis. . "Satu-satu aku sayang Alano..." "Dua-dua juga sayan...