BANDOENG DIKALA MALAM [ON GOI...

By reginanurfa

2.2K 333 65

Hantu? Batari sama sekali tak percaya dengan hal semacam itu. Hingga suatu waktu, ia berubah pikiran setelah... More

00. PROLOG
⚠️TUNGGU⚠️
01. Hal Yang Tertinggal
02. Rumah Tua
03. Hansen Terheide De Vries
04. Sebuah Pertanda
05. Gangguan Dimulai
06. Pribumi Misterius
07. Menjadi Rebutan
08. Tetangga Sebrang
09. Pertanda Kedua
10. Oma Belinda
11. Terus Membuntuti
12. Pertanda Mimpi
13. Kediaman De Vries
14. Meminta Bantuan
15. Tulip Yang Manis
16. Reinkarnasi
17. Si Rambut Pirang
18. Sosok Pendamping
19. Bukan Teka-Teki
20. Sebuah Titik Terang
22. Bukan Hilang Ingatan
23. Terjebak Di 1941
24. Tak Ada Jalan Pulang
25. Mereka Bukan Hantu
26. Babu Sang Gundik
27. Pangeran Kembar
28. Pesona Batari
29. Hansen vs Aryan
30. Tragedi Awalan
31. Tamu Istimewa Si Kembar

21. Menyelami Masa

65 10 0
By reginanurfa

Brakk.

Batari membuka pintu rumah Hansen sedikit kasar. Tanpa banyak bicara, ia mulai menghampiri sumber suara keributan hingga sampai akhirnya menginjak lantai atas. Dengan nafas sedikit tersenggal akibat berlari, kedua mata Batari mengedar ke seluruh sudut ruangan.

"DIA INLANDER!!"

Batari langsung menuju pintu balkon saat mendengar suara teriakan menggelegar. Ketika berusaha membuka pintu ternyata sedikit sulit, entah itu karena macet atau dikunci. Tapi Batari tidak menyerah. Sekuat tenaga, ia terus mendorong pintu hingga akhirnya..

Cklek.

"Kebuka" Gumamnya.

Perlahan Batari membuka kedua sisi daun pintu kayu tersebut hingga terbuka lebar. Tubuhnya langsung membeku ketika pandangannya beradu dengan tiga pasang mata yang balik menatapnya dalam diam.

Sungguh, rasanya Batari ingin berlari saat itu juga. Tapi entah kenapa kedua kakinya malah terasa dipaku ke bumi. Sama sekali tak dapat digerakkan. Bahkan bulir keringat mulai menetes dari dahinya. Matanya bergulir resah, berusaha mencerna situasi yang terjadi saat ini.

"Batari"

Suara itu. Batari sudah cukup lama tak mendengar suara itu beberapa hari ke belakang. Kalau boleh jujur, ia merindukan si pemilik dari suara itu. Sangat. Namun kini maniknya tertuju pada sosok berkebaya yang selalu berada di kamarnya. Sedangkan disisi lain, ia sama sekali tak berani menatap sosok wanita bergaun merah.

"Sari.." Lirih Batari sambil menatap sosok yang berada tak jauh dari pemuda yang baru menyebut lirih namanya.

Ya, sosok berkebaya itu adalah Sari.

Tanpa ada jeda dan tanpa disangka, wanita bermanik hitam penuh yang mengenakan gaun merah tersebut tiba-tiba menghampiri Batari dengan kecepatan tidak wajar. Sosok itu menyeret Batari hingga sampai di ujung balkon dan langsung menjatuhkan dirinya bersamaan dengan Batari.

Sungguh. Bagai mode lamban, Batari hanya bisa membuka lebar kedua mata dan mulutnya bersamaan. Ia tak bisa berbuat apapun ketika sosok bergaun merah yang masih mencekiknya dari belakang tertawa penuh kemenangan. Namun tunggu dulu, tentu saja Sari tak akan membiarkannya begitu saja.

Sosok berkebaya itu ikut terjun dan menyambar tubuh wanita si gaun merah melesat terpisah dari Batari entah kemana. Hal tersebut membuat Batari terjun bebas tanpa penyangga apapun. Mati. Hanya itulah yang ada di kepala Batari saat ini. Ia harus pasrah merelakan hidupnya berakhir di tangan sosok makhluk halus.

"Hansen.." Lirihnya sembari meneteskan air mata.

Sedetik setelah Batari menggumamkan nama tersebut, sepasang tangan kokoh nan dingin mendekap tubuhnya dari belakang. Membiarkan badan tegapnya menjadi tameng sebelum pada akhirnya mereka berdua jatuh dan terbentur begitu keras di pekarangan kediaman De Vries.

Brak.

Dan semuanya menjadi gelap..

*****

Bandoeng, 11 November 1941.

"Batari? Banguunnn!! Jangan mati!!"

"Batari, sadarlah! Batari, kamu bisa mendengar suara saya? Batari!"

"Neng, gugah atuh"

Sayup-sayup terdengar seruan tiga suara berbeda ketika seseorang yang namanya dipanggil masih menutup rapat matanya. Gadis yang berbaring lemah diatas ranjang itu kini mengerutkan dahinya perlahan. Hal tersebut membuat tiga orang yang menanti kesadarannya harap-harap cemas.

"Fleur, Batari belum mati?"

William Jade De Vries. Anak laki-laki berusia lima tahun yang memiliki rambut berwarna pirang itu terus memandangi gadis yang belum sadar diatas ranjang. Anak berkulit seputih susu itu beringsut lebih dekat dan duduk tepat disamping gadis berkebaya tersebut. Bulu matanya yang lentik bergerak mengikuti kelopak matanya berkedip.

"Fleur, Batari masih hidup kan?" Tanya William lugu, khas dengan aksennya.

Fleur Adelia De Vries. Gadis berkepang dua yang memakai gaun gading itu mendekat dan berjongkok di hadapan sang adik. Dengan senyum lembut, ia mengusap rambut pirang William penuh sayang. Berusaha menenangkannya walau ia sendiripun belum yakin dengan keadaan gadis yang masih setia berbaring itu.

"Batari akan baik-baik saja. Kamu tidak usah khawatir, percayalah Batari akan segera sadar" Ucapnya berusaha tenang.

Berbeda dengan adiknya yang memiliki aksen khas ketika berbicara, Fleur begitu fasih berbicara bahasa negeri ini. Bahkan ada sedikit aksen sunda ketika gadis cantik itu berucap.

"Non, Neng Batari sadar!" Seru wanita tambun yang sedari tadi setia berdiri.

Mendengar itu, Fleur segera bangkit untuk mengecek. "Batari, kamu sudah sadar?"

Sedangkan gadis berkebaya yang baru saja mengerjapkan kedua matanya itu menyerngit pelan ketika mendengar beberapa suara. Setelah kedua matanya terbuka sempurna, ia terdiam sembari berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi pada dirinya.

"Weh, dimana nih?" Celetuknya kaget.

Batari Nalendra Putri. Ya, gadis berkebaya yang baru sadar itu adalah Batari. Dengan perasaan linglung, ia segera bangkit untuk duduk dan menatap heran tiga orang yang balik menatapnya khawatir. Ia memiringkan kepalanya berusaha mengenali tiga wajah asing dihadapannya.

"Alhamdulillah. Tos gugah gening, Neng" Seru wanita tambun itu senang. Namanya Iyam.

"Ceu Iyam, tunggu disini. Saya telepon Mama dulu" Ucap Fleur yang langsung melesat keluar dari kamar.

Sementara itu, William hanya terdiam memandangi Batari yang tengah memperhatikan isi kamar tersebut. Sedangkan wanita tambun berusia lebih dari kepala lima itu tak hentinya tersenyum, kepalang senang melihat Batari sudah kembali sadar.

"Bu, ini dimana ya?" Tanya Batari setelah puas memperhatikan setiap sudut ruangan berbentuk kubik itu.

"Ya di kamar Neng atuh. Neng, kepalanya teu nanaon kan?"

Batari menyerngitkan dahinya tak mengerti. Kamar? Sejak kapan kamarnya jadi berubah nuansa tua begini? Memang benar rumah kakek dari ayahnya itu peninggalan Belanda, tapi kamar itu terlampau kolot. Dan Batari sangat yakin seribu persen kalau ruangan ini bukanlah kamarnya.

"Bukan Bu, ini mah bukan kamar saya. Terus kenapa saya bisa ada disini ya? Kira-kira kenapa ya? Ibu tau eng-"

"Berisik!" Pekik William sambil menutup kedua telinganya.

Batari merengut kaget ketika William menampilkan wajah masam padanya. "Ih, jangan teriak-teriak dek, kaget tau" Ucapnya.

"Kamu yang diam! Banyak bicara" Sungut William sembari melipat kedua tangan mungil di depan dadanya.

Mendengar sentakan itu, Batari menatap sinis William sambil meledek nada bicaranya. "Nyenyenyenye. Lain kali sopan dikit ya dek sama yang lebih tua" Peringatnya.

William langsung melongo dengan mulut terbuka mendengar ucapan Batari. "Babu tidak boleh tinggi suara!"

Tak kalah dengan William, Batari ikut melongo juga. "Heh, dek! Ngomong aja belum jelas, sekarang malah ngatain babu. Sembarangan!" Kini Batari beralih pada Iyam. "Bu, ini anak siapa sih? Engga sopan banget"

Iyam yang sedari tadi hanya berdiri, cengengesan dengan kepala sesekali tertunduk. "Tuan William kan majikan kita, Neng" Jawabnya.

Kedua alis Batari menukik tak mengerti. Majikan? Sejak kapan dirinya mendaftar sebagai asisten rumah tangga? Lalu kenapa anak berambut jagung ini juga memanggilnya dengan sebutan babu? Tunggu, tunggu. Sepertinya Batari menyadari beberapa hal yang aneh pada dirinya sekarang.

Batari turun dari ranjang dan memperhatikan penampilannya sendiri. Rambut dikepang satu yang terlampir di bahu kiri, kebaya gading jadul, jarik batik, dan tanpa alas kaki. Kenapa dirinya mengenakan pakaian seperti ini? Apakah ada acara? Hajatan? Agustusan? Atau karnaval? Sungguh, Batari tidak ingat.

Sementara William yang masih anteng duduk diatas ranjang dan Iyam yang masih setia berdiri, hanya memperhatikan Batari dalam diam.

Setelah merasa ada hal yang janggal, Batari segera menghampiri Iyam. "Bu, emang saya kenapa ya? Terus kenapa tiba-tiba bangun disini? Bisa tolong kasih tau? Saya sama sekali engga inget, Bu"

Iyam yang sedikit latah hanya mengikuti air muka Batari yang kalang kabut. "I-iya, Neng. T-tadi Neng sedang mengasuh Tuan William seperti biasa tapi Ceu Iyam dengar, Neng jatuh dari atas ayunan" Jelasnya.

Membisulah Batari dibuatnya. Jatuh? Dari ayunan? Saat mengasuh William? Tunggu, sejak kapan ia mengasuh anak kecil selain keponakan kembarnya? Itupun sesekali saja ketika mengunjungi rumah kakek neneknya. Lalu siapa William? Ada-ada saja.

"Maaf, Bu. Emang William itu siapa ya?"

Iyam memiringkan kepala sambil menunjuk seseorang dengan ibu jarinya. Batari ikut melihat apa yang ditunjuk, ternyata mengarah pada William yang masih terduduk sila diatas ranjang. Lengkap dengan tatapan lugunya. Menggemaskan.

Sungguh. Kepala Batari pusing rasanya. Ia masih tidak mengerti dengan situasi yang sedang dialaminya sekarang. Hingga tak lama kemudian ada tiga orang datang dan masuk ke dalam kamar tersebut. Alangkah senangnya Batari ketika melihat seseorang yang sangat ia kenali diantara mereka.

"Hansen!"

*****

Udah mulai pindah masa nih gaes. :)

*****

reginanurfa
-01082023-

Continue Reading

You'll Also Like

66.1K 1.3K 33
You're a twitch streamer and YouTuber, you gained a huge following before the one and only DreamWasTaken decided to start colabs, alliance and certai...
45.7K 402 27
Nearly two years have passed since Pip and Ravi broke up, and they're back together and better than ever. Pip glows with every second she spends with...
19.9K 370 40
Y/n L/n,a ordinary girl who meets a boy,Scaramouche. He had a bad attitude,no one truly liked him.Neither did Y/n. But one day,Y/n finds Scaramouche...
589K 4.4K 65
𝙞𝙢𝙖𝙜𝙞𝙣𝙚𝙨 𝙤𝙛 𝙩𝙝𝙚 𝙤𝙣𝙚 𝙖𝙣𝙙 𝙤𝙣𝙡𝙮 𝙘𝙤𝙡𝙗𝙮 𝙗𝙧𝙤𝙘𝙠 ♥️ >>edited