Ketua Osis Manja Is Mine

By utiwiutii

4.1K 135 0

Kisah seorang gadis bar bar yang sifat pecicilan nya selalu membuat semua orang mengelus dada sabar. Ara, ga... More

01 || Cowok kutub
02 || menginap
03 || di rumah berdua
04 || MPLS
05 || Cicin permata hitam
07 || Mabar
08 || Kelas baru
09 || marah
10 || Traktiran
11 || Terus menempel
12 || Lomba
SPESIAL CHAPTER
13 || mau coba buatan bunda?
14 || Keluarga besar
15|| candunya Varel
16 || without title

06 || Tanda tangan

176 7 0
By utiwiutii

osis dingin kayak keren aja begitu
-Arabella

Have a nice day

Saat ini Ara tengah berada di butik milik mama nya. Butik yang terkenal dengan desain yang unik dan menarik. Sebulan, bahkan seminggu bisa menjual lebih dari ribuan baju. Ibu ibu sosialita dan ibu ibu hits di kota ini sering menyerbu dan memborong baju kepunyaan Anin.

Ara sedari tadi bolak balik ke kamar ganti, kepalanya sampai pusing karna harus di suruh berganti pakaian tiap detiknya. Mana warna bajunya terang terang banget lagi.

"Maa...udah dongg, adek cape bulak balik mulu ini..."

"Udah kamu diem, sekarang ganti pake baju yang ini, trus yang ini, mama mau liat. Yang itu gaboleh, terlalu kekecilan buat kamu," titah Anin dengan menyodorkan beberapa baju kepada putrinya.

Beberapa pegawai hanya bisa tersenyum kecil melihat itu, ingin tertawa pun takut jika nantinya nona kecil mereka mengamuk seperti waktu itu. Mereka tahu watak Ara yang pecicilan, bar bar, dan cerewet.

Ara keluar dari kamar ganti dengan dress berwarna putih tulang dengan hiasan bunga yang sangat cantik. Cocok sekali dengan tubuh Ara yang putih bersih. Namun, tidak cocok dengan wajahnya, sekarang wajah Ara tertekuk dan sangat tertekan. Dia tidak biasa memakai dress!

"Nahh gini kan cocok! Udah kamu nanti pake yang ini pas mau ke mansion. Nanti saudara kamu yang lain juga bakalan kumpul disana," heboh Anin saat melihat putrinya sangatlah cantik saat mengenakan dress tersebut.

Padahal, Ara adalah satu satunya anak gadis di keluarga Ataxaria. Ya tentu, dirinya akan menjadi yang paling cantik jika kumpul keluarga.

"Mah..." Rengek Ara.

"Kenapa sih? Udah kamu sana main aja, mama lagi sibuk."

"Dahlah bro."

Karna malas berada di butik, Ara berjalan keluar lalu duduk di salah satu kursi yang berada di depan butik mama nya. Udara hari ini lumayan panas, dirinya butuh yang segar segar sekarang.

"Dorr!"

"Astaghfirullah! Anjing lo ya!"

Rasya tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi wajah kaget milik Ara. Cowok itu sampai memegangi perutnya sendiri. Sungguh laknat.

"Jancok, gue lagi ngelamun juga, kaget tau!" Kesal Ara.

"Hehe maap, Ki. Ya lagian lo kebiasaan ngelamun mulu, gue usilin aja," kata Rasya dengan enteng.

"Bapak lo di usilin, jantung gue copot gimana, hah?!"

"Kan ada jantung punya gue, gue siap ko kalo donorin buat lo," ucap Rasya seraya menaik turunkan alisnya.

"Gembel lo, udah bacot ah, buru anter gue ke toko eskrim. Pengen yang seger seger."

"Oke siap tuan putri! Sebentar gue ambil kunci motor dulu."

Seraya menunggu Rasya yang tengah masuk ke dalam butik, Ara membuka ponselnya. Disana terdapat banyak sekali pesan dari grup yang Nisa buat. Entah apa yang mereka bahas, paling juga bergosip ria.

Girls don't cry!🦀 (5)

Titanic
|Anjayy nama grup nya kece beut

Nisaja
|Woya jelas dong, siapa dulu yang ganti 😎

Titanic
|Nyesel gue muji

Dindasu
|Eh tadi ada yang chat gue njir, no kaga di kenal, plis gue takut banget kalo itu penipuan

Titanic
|Kalo gue mah bales aja njir, siapa tau sugar dady yang kaya nya 7 turunan 8 tanjakan 5 belokan 3 tikungan

Nisaja
|Wah udah ga bener ni anak, duit mulu pikiran nya
|Trus gimana @dindasu siapa no barunya

Dindasu
|Seangkatan, katanya dia juga sekolah di SMAYA. Anak baru, ikut MPLS, ko dia tau no wa gue ya?

Titanic
|Pasti si boncel yang ngasih tau
|@mee keluar gak lo!

Mee
Apaan anjeng|
Ganggu gue aja lo tag tag segala|

Nisaja
|Gaya lo kaya yang sibuk aja, paling lagi maling jambu nya si shaka

Mee
Suuzon bae lo jancok|
Kenapa anjer tag gue?|

Titanic
|Lo yang ngasih no si Nda ke anak MPLS ya?

Dindasu
|Ngaku aja cel, gue udah tau kok, nanti besok tinggal gue ceburin aja ke kolam ikan di taman sekolah

Mee
What!? Gue?|
Kaga anjir yang bener aja lo bedua|
Udah bacot ah gue mau jalan2 bay! |

—————————————————

Ara langsung mematikan data seluler dan tepat saat itu juga Rasya sudah ada di hadapannya. Ara heran kepada para sahabatnya itu, kenapa suka sekali menuduh yang tidak benar. Apakah dirinya ini sangatlah tuduhable?

Yaaaa memang Ara suka sekali memberikan nomor mereka kepada orang-orang, tapi dia juga pilih pilih, mana mungkin memberikan nomor sahabatnya begitu saja. Rata-rata Ara memberikannya hanya pada yang meminta saja, selebihnya tidak.

Pas SMP juga pernah. Ara hanya kasian kepada sahabatnya itu, jomblo terus, sekalinya suka malah sama pacar orang. Mirisnya lagi diantara mereka ada yang pernah di selingkuhi.

Padahal, wajah Nisa, Dinda dan Tita cantik dan mempesona. Siapapun akan terpikat dalam sekejap, mungkin yang selingkuh matanya lagi kondangan jadi buta gak tau mana yang cantik mana yang burik.

Akila juga sama, dia cantik dan anggun. Mirip seperti mendiang ibu nya. Tapi, sayangnya Akila terlalu dingin dan cuek terhadap sekitar. Akila hanya peduli pada orang yang dirinya kenal dan dirinya sayang, contohnya Ara dan yang lain.

"Aca, naik sepeda aja yok? Jangan naik motor, nanti kita gantian, gimana?" Tanya Ara.

"Woaahh! Boleh boleh. Tapi apa nanti lo nya gak cape, Ki? Mending naek motor aja yok."

"Gue pengennya sepeda, Ca. Mau ya? Please..." Ucap Ara seraya tersenyum manis lalu matanya mengerjap lucu.

"Haduhh gabisa gue di giniin. Oke oke kita naik sepeda, gue ambil dulu."

Ara bersorak senang mendengar Rasya yang meng-iyakan ajakan nya untuk mengendarai sepeda.

Rasya memang memanggil Ara dengan sebutan Kiran, diambil dari nama tengah gadis itu. Arabella Kiranita. Katanya dia ingin berbeda saat menyebut nama gadis yang menjadi sahabat nya, seperti panggilan spesial.

Ara pun sama, dia memanggil Rasya dengan sebutan Aca. Gadis itu pernah meleset saat memangil nama sahabatnya menjadi Rasca, dan semenjak saat itu Ara memanggil Rasya dengan sebutan Aca. Sang empu pun tidak keberatan, malah dia senang karna Ara mempunyai panggilan spesial untuk dirinya.

Rasya Saputra, adalah anak dari Rista, salah satu pegawai di butik milik Anin. Rista adalah pegawai pertama dan terlama di butik itu, pekerjaan nya pun sangat rapi dan memuaskan, sehingga Anin mempekerjakannya dengan gaji yang lebih tinggi. Bahkan sekarang, mereka berdua sudah seperti sahabat.

Rasya bertemu dengan Ara saat gadis itu tengah bermain sendiri di depan butik bersama dengan mobil mobilan nya, Ara masih duduk di sekolah dasar kelas 5 dan dia masih bermain layaknya anak kecil. Bisa di bilang Rasya itu teman kecil Ara, mereka sudah bersahabat dari dulu.

Kringg..... Kringg....

Ara menoleh saat telinga nya mendengar bunyi lonceng dari samping. Rasya tersenyum seraya melambai ke arah Ara, sekarang Rasya terlihat sangat manis dan tampan, rambut nya yang hitam legam itu berhembus saat angin menerpanya.

Semua akan terpesona kecuali gadis yang kini tengah menatap cowok itu datar. Entah matanya yang sedang kondangan atau apa, tidak bisa melihat ketampanan seorang Rasya Saputra.

"Ayo naik," ajak si cowok itu kepada gadis dihadapannya.

"Ke toko eskrim ya?"

"Siap tuan putri!"

♡♡♡♡

Rasya terkekeh melihat Ara yang lahap memakan eskrim, meskipun sudah belepotan tapi tetap saja tidak menggangu kegiatan gadis itu.

"Pelan pelan, Ki. Kaga ada yang minta ko," tegur Rasya. Dia takut Ara tersedak eskrim.

"Iya iya. Loh Ca? Di makan dong itu eskrim nya, jangan di liatin terus, meleleh nanti," ucap Ara saat Rasya tidak segera memakan eskrim miliknya. Sayang kan, jika tidak di makan kenapa tidak di kasih kepada dirinya saja? Kan lumayan eskrim gratis.

"Iya ini gue makan."

"Hm, Ca. Gue mau nanya, bayam kan mengandung zat besi ya, trus kalo bayam nya di cuci berkarat engga?" Oke seperti biasa, jika sedang makan Ara akan membuat anak orang ikut berfikir.

Rasya yang sudah paham pun hanya bisa tersenyum dengan paksa. Ara tertawa melihat reaksi sahabatnya, sangat lucu.

"Hobi banget ngajak gue mikir, Ki," kata Rasya mengacak rambut Ara gemas.

"Hahaha, soalnya gabut gue, yaudah tebak tebakan aja daripada gosip, iya gak?"

"Iya deh terserah lo aja."

"Dih, kaya perawan lo mainnya terserah terserahan."

"Astaghfirullah iya Ki, iyaaa."

Rasya tiba-tiba mengusap sudut bibir Ara menggunakan tisu, disana terdapat sisa eskrim. Membuat gadis yang tengah santai menjadi refleks menoleh. Dia kaget.

"Ada eskrim, lo makan nya yang bener, kaya anak kecil aja ah."

Menghiraukan omelan Rasya, Ara malah terus melanjutkan acara makan eskrim nya.

Setelah habis, gadis itu bertanya kepada Rasya. "Ca, apa bahasa cina nya orang gabisa jalan?"

Rasya bingung, ingin mentranslate pun sepertinya tidak akan ketemu. Ara itu jika bertanya pasti jawabannya suka di luar nurul.

"Apa ya, gabisa jalan, gatau gue, Ki."

"Phin Chang! Hahahaha! Anjay lucu banget ayok lo ketawa, Ca!" Heboh Ara. Memang kebiasaannya seperti itu. Jadi jangan heran.

"Ha-ha-ha, lucu banget iya haha."

Ara tertawa dengan tangannya yang memukul lengan Rasya, yang menjadi korban hanya pasrah dan tersenyum paksa. Biarlah gadis itu memukulkannya sesuka hati, dia ikhlas, sangat ikhlas!

Ketika mereka berdua tengah tertawa, ralat, Ara yang tertawa dan Rasya yang tertekan. Di ujung meja dekat jendela sana, ada seseorang yang memperhatikan mereka dari awal masuk sampai sekarang. Mata elangnya tidak pernah berpaling.

"Deket sama cowo ternyata."

♡♡♡♡

Ara melambaikan tangannya ke arah Rasya dan Rista yang tengah bersiap untuk pulang ke rumahnya. Butik sudah tutup dan pekerja lain juga sudah pulang duluan. Namun, Rista dan Anin harus menunggu lebih lama disini karna kedua anak mereka yang masih saja asik bermain.

Sampai akhirnya terlihat lah batang hidung kedua nya.

"Terimakasih ya Rasya sudah mengajak Ara bermain," ucap Anin tersenyum lembut.

"Sama sama Tante."

"Ca, pulang dulu ya! Dadahhh!"

"Dadahhh tuan putri!"

"Ta, aku duluan ya," pamit Anin kepada Rista.

"Iya, An, aku juga pamit pulang, sampai bertemu besok."

Keduanya berpisah lalu Anin dan Ara masuk kedalam mobil, sedangkan Rista dan Rasya menaiki motor mereka. Keduanya berpisah arah karna memang rumah keduanya berlawanan.

"Kemana aja tadi sama Aca, hm?" Tanya Anin. Dia mengelus surai lembut Ara, gadis itu kini tengah bersandar kepada sang mama.

"Ara pergi ke toko eskrim, ma. Kita main di sana sampe lupa waktu, hehe maaf ya?"

"Tidak apa-apa, sayang. Mama tadi cuma khawatir sama kamu, syukurlah kamu tidak kenapa-kenapa."

"Ara sudah besar, ma. Gak usah sekhawatir itu, Ara bisa jaga diri."

"Iya mama tau. Tapi di mata mama kamu tetap anak kecil yang jika tidak di jaga maka akan sangat berbahaya. Kamu bisa hilang, dan mama gamau itu terjadi."

"Iya mama ku sayang...." Mendengar itu membuat Anin tersenyum. Di kecup nya kedua pipi tembam itu membuat sang empu ikut tersenyum juga.

"Ma, Ara ngantuk, boleh Ara tidur?"

"Boleh, sayang. Nanti mama bangunkan kalo udah sampe rumah."

Fyi, Anin memesan grab untuk mereka pulang, sebenarnya tadi ia di antarkan oleh suaminya saat hendak pergi ke butik. Namun Arion ada hal mendadak di kantor jadinya tidak bisa menjemput, sedangkan Mahesa tengah kuliah dan Gibran hp nya tidak aktif. Mungkin sedang tidur.

"Pak, titip dulu putri saya sebentar ya? Saya mau memanggil putra saya yang ada di dalam rumah, saya tidak kuat untuk menggendongnya ke dalam," ucap Anin kepada pak supir.

"Oh iya Bu silahkan. Saya jagain putrinya, ibu silahkan ke dalam saja."

"Terimakasih, pak."

Anin sedikit berlari masuk ke dalam rumah nya. Menaiki tangga dan membuka pintu kamar milik Gibran. Melihat putranya yang tengah asik bermain game membuat Anin berkacak pinggang. Pantas saja telpon tidak di angkat, tau taunya malah lagi ngagame.

"Siapa yang buka pin—eh mamah, hehe. Kok udah pulang?" tanya Gibran seraya menyengir.

"Udah jangan banyak tanya kamu, sekarang ke depan dan gendong Ara masuk ke dalam."

"Loh Ara kenapa, ma? Dia kecelakaan? Jatuh? Atau gimana?" Tanya Gibran secara beruntun. Panik melanda nya saat mendengar perintah Anin untuk menggendong sang adik, dia takut terjadi sesuatu kepada Ara.

"Hus ah, kamu pikiran nya negatif banget. Ara ketiduran di dalem mobil, mama pulang pesen grab tadi. Udah sana buruan ke depan, kasian adik kamu."

"Ohh begitu.... Oke ma, otewe ke depan!" Dengan secepat kilat Gibran melesat pergi dari hadapan sang mama.

"Maaf pak, permisi saya mau ambil adik saya yang ada di dalem mobil," ucap Gibran setelah dirinya berada di hadapan pak supir.

"Oh iya silahkan, mas. Kasian adek nya, daritadi gerak gerak terus pasti ga nyaman itu tidurnya."

"Iya, pak. Makasih ya udah mau jaga adik saya, ongkos udah kan pak sama mama? Si mama gak ngehutang kan?" Pertanyaan bodoh keluar begitu saja dari mulut Gibran.

"Ohh sudah mas."

"Oke kalo begitu, saya masuk dulu pak." Pak supir hanya mengangguk dan tersenyum.

Dalam gendongan Gibran, Ara terus saja bergerak kesana-kemari tidak mau diam. Gibran takut tangan nya terpeleset dan Ara terjatuh, kan kasian, nanti pasti badan gadis itu akan sakit.

"Ck, gamau diem banget si lo, dek. Jatuh nanti jangan salahin gue."

"Ran."

"Anjing!"

Mahesa tiba-tiba menepuk pundak Gibran membuat sang empu langsung kaget setengah mati. Suruh siapa datangnya gak bilang bilang dulu. Kan jadinya kena umpat.

"Heh, kasar lo!"

"Eh aduhhh bang Esa ngapain anjir ngagetin gue? Ini gak liat apa lagi gendong anak kudanil?"

"Abang kan manggil kamu pelan, Ran. Kamu nya aja lebay, di tepuk gitu aja kaget." Oke bagus, Mahesa kembali ke setelan awalnya. Anak itu memang suka tiba-tiba pake gue-lo, jadi jangan heran.

"Iya iya, udah ah sana masuk, bang. Ran mau ke kamer Ara dulu."

"Yasudah."

Mahesa melangkah lebih dulu lalu di susul oleh Gibran yang berjalan menuju kamar adiknya. Di buka pintu tersebut dengan susah payah dan langsung membaringkan tubuh mungil milik Ara. Mengecup pelan kening dan kedua pipi tembam nya membuat sang empu bergerak, sepertinya gadis itu sedikit terusik.

"Tidur yang nyenyak. Nanti makan malem abang bangunin," bisik Gibran di telinga adiknya.

Cowok itu menutup pintu dengan pelan. Takut membangunkan sang adik, bisa bahaya jika bangun. Suka nguras kulkas kalo ada yang menggangu acara tidur Ara. Maksudnya, pasti gadis itu akan banyak ngemil dan membuat isi kulkas kosong.

"Ma, Ran mau main dulu ya sama anak anak?"

"Udah sore, Ran. Masih tetep mau main juga?" Tanya Anin yang tengah memotong daging untuk di masak.

"Sebentar ko, ma. Gak bakalan lama, cuman mau jajan aja."

"Yaudah sana, nanti pulang awas aja kalo malem. Mama kunci pintunya."

"Siap, ma!"

Gibran menyalimi tangan Anin lalu langsung melesat pergi ke arah pintu depan. Di sana terlihat Mahesa yang tengah mencuci motor sport hitam milik cowok itu.

"Wesss rajin amat bang."

"Rajin lah, emangnya kamu, males malesan aja di kamer, maen game terus."

"Biasalah bang anak muda."

"Mau kemana?" Tanya Mahesa ketika melihat pakaian adiknya terlihat lebih rapi.

"Mau main, hehe."

"Udah sore, Ran."

"Kata mama gapapa."

"Ck yaudah kalo mama ngebolehin, ati-ati, jangan ngebut."

"Siap pak bos!"

♡♡♡♡

Suasana yang bisa Gibran simpulkan saat berada di wajang adalah, ramai. Di dalam sana terdengar musik yang tengah di putar dengan sangat kencang. Gibran tau siapa pelakunya.

🎵Ku tau kau sudah, sudah tak bahagia.. cintamu cuma dianggap main-main saja, pacarmu yang kau anggap, anggap bagaikan raja🎵

🎵Ternyata tak lebih dari seorang buaya, coba bayangkan, coba renungkanlah, dirimu tak lebih hanya boneka saja, lebih baik putuskan, putuskan sajalah, cari cinta lain yang bisa buatmu bahagia🎵

"Wo-oo, karna ku memang pilihan
dan kau pun wajib, wajib untuk memilihku.." nyanyi Kavin dan Ade secara bersamaan.

"Wo-oo, karna ku memang pilihan
dan coba pilihlah, pilihlah aku.." sahut Danu dan Azril. Cowok satu itu sekarang memang sedang kumat.

"Putuskan saja pacarmu itu
pindahkan cintamu ke dalam hatiku
putuskan saja kekasihmu itu
agarku jadi pacarmu..." Kompak ke 4 nya dengan heboh. Entah itu hanya sebuah lagu atau memang suara isi hati mereka.

Gibran melangkah masuk kedalam wajang dengan senyuman yang terus mengembang. Bisa ia pastikan wajah masam dari kedua kutub itu, sangat lucu dan pasti bisa membuat dirinya tertawa bahagia.

Benar saja, disaat ke 4 nya tengah asik berjoget dan bernyanyi ria, Varel dan Kaisar hanya memandang dengan wajah datar. Keduanya malas melihat tingkah laku para sahabatnya yang sudah di puncak, lebih baik duduk santai di pojokan. Meskipun telinga sudah pengang.

"Wasap broo!" Sapa Gibran lalu bertos ala anak laki-laki dengan Varel dan Kaisar.

"Ga join ngereog kalian?" Tanya Gibran dan langsung di hadiahi tatapan maut oleh keduanya. Gibran terkekeh, "yaudah gue yang join."

"WOII SOKIN DONG BANG!"

"WADUHH AYOK BRO JOIN AJA LAGI ASIK NIH!"

"DARIMANA AJA LO BARU NONGOL?! KITA LAGI DUGEM AYOK RAMEIN!"

"SAMBUNG LAGU NYA GIB!"

"GASS KEUN!"

"Usah ragu dan bimbang, turuti kata hati, pergi dari kelam mu dan sambutlah pelangi," nyanyi Gibran menyambung lagu yang tadi.

"Aku datang warnaimu, cerahkan hatimu, janji takkan ada tangis bila bersamaku, bukalah pintu hati usir dia di hatimu, dan gantikan diriku sebagai penghuni cintamu," sambung Ade dengan sapu yang ia gunakan sebagai mic.

"Lalu kunci dengan erat jangan pernah kau buka, kan kujaga cinta ini hingga tutup usia..." Nyanyi Kavin.

"Wo-oo, karna ku memang pilihan
dan kau pun wajib, wajib untuk memilihku...
Wo-oo, karna ku memang pilihan
dan coba pilihlah, pilihlah aku..!"

"Putuskan saja pacarmu itu
pindahkan cintamu ke dalam hatiku
putuskan saja kekasihmu itu
agarku jadi pacarmu...!"

Ke 5 nya bernyanyi dengan heboh tanpa memperdulikan sekitar. Bahkan mereka tidak takut jika tiba-tiba nanti ada banyak warga yang datang dengan membawa sapu.

Lagu tersebut selesai di nyanyikan membuat Varel dan Kaisar menghela nafas lega. Akhirnya telinga mereka aman dari badai.

Bayangkan saja, musik sudah kencang di tambah lagi dengan suara ke 5 anak muda itu membuat siapapun akan menutup telinga dengan spontan.

"Aduhh cape gue abis konser," kata Ade duduk di sebelah Kavin.

"Konser bapak lo! Lo mah teriak teriak gak jelas, gue nih yang nyanyi dengan nada yang bener mah," sanggah Kavin.

"Yeuu apaan, lo tuh yang nyanyi gajelas, gue mah udah mirip sama penyanyi aslinya," ucap Ade tak mau kalah.

"Yaelah mirip penyanyi asli katanya. Mau sampe Upin Ipin ada rambut suara lo gak bakalan mirip sama penyanyi asli Ade surede!"

"Iri? Bilang babi!"

"Wah siapa yang iri? Lo kali yang iri gak bisa nyaingin suara gue."

"Lo kaliiii..."

"Dih apaan? Lo pea."

"Suara mirip tikus kejepit jangan sok keras," ucap Kaisar tiba-tiba membuat kedua anak manusia yang tengah berdebat itu diam seketika. Seperti di tampar seribu kali dan di timpa oleh tangga. Si Kaisar kalo ngomong gak suka di saring dulu. Langsung ceplos.

Tawa dari Danu, Azril dan Gibran menggelegar seketika. Sangat puas melihat wajah masam milik kedua sahabatnya.

"Bagus, Kay!"

"Mampus lo, mangkanya jangan berantem terus."

"Ngeributin suara sampe segitunya, mangkanya jangan sok iye lo berdua."

Ade dan Kavin hanya menaikkan jari tengah mereka. Kesal dan ingin marah pun tidak bisa, mungkin bisa, tapi hanya sebentar. Mereka tau kalau itu hanyalah bercanda. Di dalam pertemanan mereka tidak ada kata baperan. Apalagi ini laki-laki, masa baper di gituin doang. Malu sama gender.

"Ikut gue," Varel menggeret lengan Gibran menuju luar warung. Membuat para sahabatnya yang lain menatap heran.

"Mau kemana tuh bocah dua?" Tanya Ade.

"Mau ngepet," jawab asal Danu.

"Dasar kutil ikutan aja lo," sewot Ade kepada sahabatnya yang tengah bermain ponsel tersebut.

"Privasi kali, yaudah lah biarin aja, kalo mereka mau cerita nanti juga di ceritain. Sekarang bikin mie aja yok?! Gue yang bikin," kata Azril.

"Wanjay baik juga lo, sini gue bantuin, mau pada mie rasa apa kalian?" Sahut Danu berdiri lalu mulai mengabsen pesanan para sahabatnya.

"Mau apa lo?" Tanya Danu sedikit sewot pada Ade. Pasalnya anak satu ini kalo di baikin suka ngelunjak.

"Hehe, gue mau pizza hamburger hotdog sama spaghetti bolognese aja ya? Oke sip makasih mas!" Kata Ade tidak ada beban.

Kan, dugaan nya tidak pernah salah. Si Ade emang laknat, wajib di kick dari daftar pertemanan.

"Sempak lo bolong tengahnya! Bikin sendiri, enak aja, emang gue babu lo. Mikir anjir ini di warung bukan resto, punya temen gesrek gini ya Allah, sabar banget gue."

"Udah jangan di bikinin si kutil mah, ayok ke dapur aja," kata Azril lalu diikuti oleh Danu.

"Heh woii! Gue mau juga mie nyaaa!"

Ke 7 remaja tersebut sebenarnya tengah menjaga warung nya mang Ujang, beliau sedang keluar untuk membeli tepung dan sayuran. Kata mang Ujang, mereka bebas mau ngapain aja di sana, mau masak pun silahkan, dapur terbuka lebar.

Begitulah jika di percayai oleh seseorang, maka kita akan mendapatkan kenikmatan. Membuat mie dan menyomot gorengan tanpa membayar.

"Ambil yang kalian mau." Begitu kata mang Ujang sebelum dirinya pergi membeli tepung. Beliau sudah kenal dan akrab dengan ke 7 remaja tersebut, mereka juga menganggap mang Ujang adalah keluarga.

Sementara itu di depan wajang terlihat 2 anak manusia yang tengah saling berhadapan dengan wajah yang serius. Gibran yang pecicilan pun kini memasang wajah datar.

"Kenapa?" Tanya Gibran. Kata Varel tadi ada yang harus di bahas dan itu penting. Jika Varel yang mengatakan sepertinya memang ada yang harus mereka bahas dengan serius, jadinya sebisa mungkin Gibran tidak pecicilan.

"Adek lo udah punya pacar?" Tanya Varel membuat Gibran tersedak es cekek yang tengah cowok itu minum. Sebelum ke depan dia memang sempat membuat es terlebih dahulu, haus bro abis konser.

"Sebentar sebentar, jadi hal penting yang mau di bahas itu tentang adik gue?" Tebak Gibran dan di angguki oleh Varel. Oh tuhan, dia kira apa, ternyata masalah hati. Ekhem.

"Jadi?" Tanya Varel tak sabaran.

"Adek gue gak punya pacar anjir, tau gak si lo? Si Ara tuh dari brojol sampe dia segede ini gak pernah yang namanya pacaran, tapi deket sama cowok sih pernah," jelas Gibran.

"Really?"

"Yeah bro. Gue abang nya, gue tau semua tentang Ara."

"Trus ini," kata Varel menyodorkan ponsel nya, di sana ada foto yang menampilkan adiknya dengan seorang lelaki.

"Sini gue liat." Gibran mengambil alih ponsel itu lalu mengamati foto tersebut dengan serius.

"Anjirr ini mah si Rasya. Dia anaknya temen mama, mereka sahabatan dari kecil. Tunggu, lo dapet ni foto darimana?" Tanya Gibran. Tatapannya menyelidik ia arahkan kepada Varel.

"Kepo," sarkas Varel lalu kembali merebut ponselnya. Setelah mendapatkan jawaban, cowok itu langsung melenggang masuk ke dalam warung. Meninggalkan Gibran yang kini tengah tersenyum penuh arti.

Gibran menggeleng pelan, ada ada saja kelakuan anak jaman sekarang. Suka tapi gengsi, suka tapi bingung, suka tapi gamau ngungkapin. Aneh.

"Cemburu bilang bang," kata Gibran.

♡♡♡♡

Anin menyiapkan beberapa piring untuk nanti makan malam, di bantu oleh Mahesa. Gibran belum pulang dan si bungsu belum juga bangun. Dasar kebo. Sedangkan Arion, dia masih di kamar mandi untuk menyegarkan diri.

"Coba telpon adik kamu, Sa. Mama gamau dia pulang malem lagi," ucap Anin kepada Mahesa yang tengah menaruh piring berisikan ayam goreng.

"Iya, ma." Lalu cowok itu berjalan ke depan untuk menelpon Gibran. Setelah beberapa menit, Mahesa kembali ke meja makan dan disana sudah ada Arion.

"Darimana, Sa?" Tanya sang papa.

"Abis nelpon Gibran, pa."

"Ohh. Terus, sekarang anaknya lagi dimana?"

"Lagi di jalan, mau pulang."

"Yasudah. Sekarang kamu bangunin Ara terus suruh mandi. Ajak dia turun dan makan," ucap Arion dan di angguki oleh Mahesa.

"Esa, mana adik kamu?" Tanya Anin. Wanita ini baru saja dari dapur. "Lagi di jalan mah, Gibran nya. Nanti juga sampe," jawab Mahesa.

"Oh ya sudah."

Anin menghampiri suaminya lalu Mahesa naik ke atas untuk membangunkan si bungsu yang kelewat kebo. Bisa bisanya anak itu tertidur lelap, padahal hari sudah mau malam dan dia belum juga bangun. Apalagi, Ara belum mandi!

"Dek, bangun dek. Ayo mandi terus makan. Hey, cantik ayo bangun!"

Dalam hitungan detik Ara langsung membuka matanya secara perlahan. Warna mata hazel yang sangat indah dan menenangkan langsung terlihat ketika gadis itu bangun dari mimpi nya. Mahesa tersenyum lalu mengecup pipi sang adik, gemas jika melihat wajah bantal Ara.

"Mandi sana, nanti langsung turun terus makan malem sama sama."

"Iya, abang. Oh iya, bang Ran mana? Katanya dia yang mau bangunin Ara, kok sekarang bang Esa?" Tanya Ara. Saat matanya tertidur, tapi entah darimana seakan-akan Ara tau dan mendengar apa yang Gibran ucapakan setelah membaringkan tubuhnya di atas kasur.

"Ran pamit pergi main sama temen temennya tadi, tapi sekarang lagi otw pulang kok anaknya."

"Hmm begitu, oke. Abang Ara mandi dulu ya, abang tunggu disini, nanti turunnya bareng," kata Ara.

"Iya, manis. Sana gih mandi."

Ara tersenyum lalu bergegas untuk masuk kedalam kamar mandi. Matanya sangat berat untuk di buka namun apa boleh buat, dirinya harus bangun dan makan. Jika tidak, maka di tengah malam, gadis itu akan terbangun mencari makanan.

Saat dirinya tengah menunggu sang adik yang tengah mandi, ponsel di atas nakas berbunyi. Itu milik Ara. Mahesa sontak menoleh dan sedikit mengintip siapa yang menelpon adiknya. Nama Theo yang tertera disana. Siapa dia? Apakah teman Ara?

Menghiraukan panggilan tersebut karna mungkin itu tidak penting. Bisa saja si penelpon hanya usil. Namun, beberapa kali ponsel itu berbunyi, membuat Ara yang tengah berada di dalam kamar mandi menjadi kesal sendiri. Lantas dia menyembulkan kepalanya keluar. "ABANG! ANGKAT AJA TELPON NYA!"

"Astaghfirullah! Itu cuci dulu mukanya, nanti perih Araa," omel Mahesa. Pasalnya Ara menyembulkan kepala dan menampilkan wajah yang masih ada sisa busa disana. Mahesa kaget, dia kira penampakan.

"Eh hehe, iya lupa Abang. Udah itu angkat dulu telpon nya, berisik tau."

"Iya, udah sana mandi lagi."

Mahesa meraih ponsel tersebut lalu menarik tombol hijau itu ke atas. Suara lelaki yang pertama kali ia dengar.

"Hallo, Ra? Lo udah bangun belum?"

"Besok kan terakhir MPLS ya, nanti berangkat sama gue mau? Mau ya? Ya ya mau? Oke fiks mau. Besok gue jemput, lo siap siap nyambut pangeran yaa! Hahaha!"

"Ra? Ko diem aja? Masih ngantuk ya? Udah tidur lagi aja, takut besok kesiangan."

"Ra? Woi! Astaghfirullah ni bocah. ARAA!"

"Berisik!" Sarkas Mahesa lalu mematikan sambungan tersebut. Kesal sekali dia pada si penelepon itu, sangat cerewet dan banyak omong. Dia laki loh, masa kaya cewe. Banyak omong, nyerocos lagi.

"Siapa si bang yang nelpon?" Tanya Ara. Gadis itu baru selesai mandi, tangan nya menggosok rambut yang baru saja di shampo menggunakan handuk.

"Gatau, gak kenal. Tapi kamu save dia pake nama Theo. Dia anaknya begitu ya? Cerewet kaya kamu. Abang gak suka kalo anak laki kaya gitu, cowok berarti harus LAKIK!"

Ara tertawa mendengar itu. Ada ada saja abang nya ini. "Theo emang dari lahir cerewet bang, dia gamau diem anaknya. Tapi asik kok, dia temen Ara waktu SMP. Sekarang lanjutin sekolah di SMAYA juga," jelas Ara.

"Gak peduli juga abang, bodoamat mau dia lahir jadi anak curut juga gaada sangkut pautnya sama abang. Sekarang turun, ayo makan."

Mahesa menaruh handuk yang Ara pakai untuk mengeringkan rambutnya ke atas kasur. Dia melemparnya asal. Masa bodo jika Ara akan marah, perutnya sudah lapar dan harus segera di kasih makan.

"Anjay! Enak enak nih makanan nya, ma. Wah ada perkedel!" Heboh Ara. Gadis itu memang maniak makanan, hampir semuanya Ara suka.

"Kamu ini kebiasaan suka heboh sendiri. Ayo sini makan, Esa kamu duduk terus makan," ucap Anin.

"Iya, ma."

"Assalamualaikum brodi!" Sapa Gibran yang baru saja turun dari lantai atas. Cowok itu baru selesai mandi, dia sudah datang 10 menit yang lalu. Karna gerah, Gibran memutuskan untuk membasuh badannya dengan air saja.

"Wanjay! Waalaikum salam bro!" Sapa balik Ara tak kalah heboh. Anin, Arion dan Mahesa yang sudah hafal dengan kelakuan keduanya hanya menggeleng pelan. Biasa buk, anak anak.

"Menu kita hari ini apa, Ra?" Tanya Gibran saat dirinya sudah duduk di samping Ara.

"Menunya, menua bersama mu!"

"ANJAY KELASSZZZ!"

"Astaghfirullah punya adek otaknya geser semua."

♡♡♡♡

Pagi hari ini adalah hari terakhir Ara menjalani MPLS, sekarang Ara tengah berada di kantin bersama para sahabatnya. Netra mata gadis dengan rambut yang tergerai itu terus saja memandang kesana kemari, melihat banyak murid yang berlalu lalang masuk ke luar kantin.

"Ra, Lo liat apaan sih?" Tanya Tita.

"Liat liat aja, siapa tau ada Dady sugar di sekolah ini, sabilah gua gepet," balas Ara.

Mendengar itu membuat Tita dan yang lainnya langsung menatap sinis Ara, "si pea, lo pikirannya sugar Dady terus, mening lo gepet aja si Ketos noh, katanya dia anak orkay," ucap Nisa yang sedang memakan batagor.

"Males banget anjir, ngeselin tau ga itu Ketos, pengen gua gedig palanye," ujar Ara.

"Dih, emang otak lo gesrek mulu ya? Tu anak cakep, tajir, ketos juga di sekolah ini," ucap Dinda.

"Lo semua pada kenapa si? Kayaknya pengen banget gue deket sama si, Varel," balas Ara mendelik kesal.

"Kan gua tuh anaknya biasa aja, ga pinter, ga cantik, ga kaya, ga seksi bahenol montok, mana mau tu ketos sama gua," lanjut nya.

"MERENDAH LO MONYET!" teriak mereka bersamaan. Kecuali Akila yang masih bisa bersabar.

"Astaghfirullah, telinga gue pecah ini mah."

"Udah udah jangan berisik, malu di liatin orang orang," lerai Akila.

Dan suasana pun mulai damai, Jika Akila sudah angkat suara maka mereka pun harus patuh dan menurut, bisa bahaya jika Akila sampai marah.

"Ra, pas tadi pagi gue liat lo di depan gerbang lagi debat sama cowok. Siapa?" Tanya Nisa.

"Yang mana?" Tanya Ara balik.

"Ya Allah lo pikun apa gimana si? Ituloh yang lo babuk kepalanya pake cardigan."

"Ohhh itu mah si Theo. Biasalah dia ngajakin berangkat bareng, eh gue nya lupa dan berangkat sama si kembar," jawab Ara santai.

Memang benar, pagi tadi Theo menghalanginya jalan Ara yang hendak melewati gerbang sekolah. Gadis itu meminta di turunkan di depan gerbang karna ingin membeli cilok. Alhasil mau tak mau Rai yang tadinya sedang memboncengi Ara menurunkan gadis itu. Dan dia melajukan motornya ke arah parkiran dengan Riu.

Saat hendak masuk, Theo langsung menarik tas Ara sehingga dia sedikit terhuyung ke belakang. Wajah cowok itu terlihat kesal, namun saat melihat wajah menggemaskan milik Ara raut kesal nya langsung berubah.

"Gue kan bilang kemarin sore berangkat ke sekolah bareng gue, Ra. Kenapa pas gue kesana lo udah berangkat? Dan ya kenapa pas gue telpon suara lo jadi mirip lakik gitu? Apa karna kelakuan lo mirip sama lakik jadi suara lo juga berubah? Mana sarkas banget lagi bilang berisik terus langsung di matiin. Lo kenapa si, Ra? Kesel sama gue? Harusnya kan gue yang kesel sama lo."

Mendengar Theo yang tengah berceramah panjang lebar membuat Ara diam dan malas menanggapi. Gadis itu memilih untuk memakan cilok dan sekarang sudah habis tak bersisa. Dia melempar plastik bekas cilok nya ke tempat sampah lalu dengan santai mengeluarkan botol dinosaurus lalu meminumnya.

Sampai dimana Theo selesai berceloteh, Ara menggeplak cowok itu menggunakan cardigan lalu dengan wajah tidak ada dosa menyodorkan permen kepada Theo.

"Nih buat lo. Nyerocos mulu kaya anak bebek." Theo menerima permen tersebut lalu membuka bungkus nya.

"Ya lo nya ngeselin. Gue udah effort banget jemput ke rumah, eh lo nya udah berangkat."

"Gue sama si kembar. Lagian gaada persetujuan dari gue main jemput jemput aja." Benar kan? Ara gatau kalo si Theo ngajak berangkat bareng. Lagian yang jawab telepon kan abangnya, cowok itu juga ga ngasih tau Ara kalo Theo ngajak berangkat ke sekolah bareng. Jadi dia ga salah.

"Kan kirain lo mau, Ra. Ah udahlah gue kesel. Eh iya, suara lo—"

Ara menabok Theo lagi menggunakan cardigan nya. "Itu suara abang gue, pea. Yakali suara gue berubah jadi lakik, otak lo di dengkul?"

"Ohhh jadi yang angkat telpon gue itu abang lo, Ra? Kirain gue suara lo jadi lakik," kata Theo cengengesan.

"Gila aja kalo iya berubah," ucap Ara malas meladeni cowok di hadapannya.

"Yaudah maaf deh. Yuk masuk ke kelas, ini buat permen nya terimakasih," ucap Theo lalu merangkul Ara dan berjalan masuk kedalam sekolah.

Nisa yang kebetulan hendak pergi ke parkiran langsung memberhentikan langkah nya. Dia melihat Ara tengah mengobrol dengan seseorang, wajahnya sangat familiar. Dan betapa terkejutnya dia saat melihat Ara menggaplok cowok itu menggunakan cardigan.

Nisa menggeleng, Ara sepertinya sudah kenal dengan cowok di hadapannya. Jadi Nisa tidak perlu khawatir. Gadis itu langsung bergegas untuk pergi ke parkiran mengambil buku yang tertinggal di jok mobil.

"Si Theo yang temen lo pas SMP, Ra?" Tanya Dinda saat Ara selesai menjelaskan.

"Iya, lo bener."

"Pantes mukanya ga asing, ternyata korban buli lo. Tapi betah juga ya tu bocah deketan sama lo, Ra," ucap Tita.

"Awas naksir. Kebanyakan cowok banyak modus," sahut Dinda.

"Yaelah naksir apaan sih. Udah ah malah bahas si kutu kupret," kata Ara malas lalu bergelayut manja di lengan Akila.

"Udah kaya anak monyet aja lo kaya gitu," kata Tita yang jengah dengan tingkah laku sahabat nya. Kalo udah gelay gini, bawaannya pengen ruqyah si Ara.

"Emang ngapa si? Sirik ae lo," sinis Ara.

Selang beberapa menit bel pertanda masuk pun berbunyi, mereka semua mulai bangkit dari duduknya dan berjalan ke kelas masing masing.

Di gugus Ara, anggota osis nya sangatlah asik, Ara mengakuinya. Kaka kelas mereka sangatlah humble dan sering mengajak bermain game, bahkan mengeluarkan candaan serta pantun pantun sad yang membuat para siswa/i langsung tersindir karna mungkin mereka juga merasakan.

Sekarang pun mereka semua yang berada di gugus K.H AHMAD DAHLAN di izinkan untuk bersantai terlebih dahulu. Ara dan Akila sekarang tengah memakan makanan bekal yang mereka bawa dari rumah.

"Ra, kemarin lo sama ka Varel?" Tanya Akila.

Ara menoleh, "iya, kenapa emangnya? Tapi Lo jangan salah paham dulu ya njeng, gue di suruh nemenin dia ngerjain tugas dari pembina osis doang, trus nemenin dia beli buku," balasnya.

Akila tersenyum jahil, "wahh, apa iya cuman nemenin doang?"

"Serius Astaghfirullah, masa gue boong si, kan princess sopia kayak gue mana bisa boong," ucap Ara.

"Princess dari mana? Orang sifat lo ga bisa diem," balas Akila.

"Si anying, ngajak gelud lo? Gua tuh ya, udah kalem banget ini pendiem juga."

"Hilih bicit lo."

"Ngeselin lo anjeng."

"Allahuma, iya iya dah gua minta maap, udah diem cangkemmu yak."

Ara hanya melirik sinis Akila. Kenapa sahabatnya yang satu ini sangatlah menjengkelkan. Tapi Akila seperti itu hanya kepada Ara saja, jika dia sedang dengan orang lain maka sifat dingin dan cuek nya yang akan Akila tunjukkan.

"Adek adek Kaka yang tercintah, yang ter manis, yang sholeh sholehah, udah ya santai santai nya, sekarang Kaka mau kasih kalian tantangan, mau ga? Harus mau oke gaada penolakan," Ucap Sinta kepada seluruh murid yang menjadi adik kelasnya.

"Yahhh, gamau ka!!" Ucap para murid bersamaan.

"Loh kok gamau? Kan Kaka bilang gaada penolakan, jadi ga boleh nolak."

Mendengar itu para murid hanya bisa pasrah dan menurut. Ara, gadis yang tengah membereskan kotak makannya itu sudah menguap beberapa kali, karna semalam dirinya begadang menemani Gibran yang merengek supaya Ara ikut bermain PS bersamanya.

Sinta berdiri di depan bersama dengan anggota osis lainnya, di tangan Sinta ada satu kotak kardus yang berisi beberapa gulungan kertas.

"Nah, jadi sekarang Kaka mau kalian ambil satu gulungan kertas ini, lalu kalian baca dan lakuin apa yang di suruh di kertas itu," ucap Sinta menjelaskan.

"Baik, kak" balas para murid kompak.

Mulailah para anggota MOS berdiri dan mengambil kertas yang berada di kardus. Ara berjalan ke depan dengan langkah malas, dirinya ini butuh tidur sekarang. Tolong bawa Ara pergi dari kelas ini.

"Dapet apa?" Tanya Akila saat Ara sudah duduk kembali di tempatnya.

"Gatau, belum di buka," balas Ara.

Gadis itu pun mulai membuka gulungan kertas, betapa terkejut nya Ara saat melihat apa tantangan yang tertulis untuknya.

MINTA TANDA TANGAN KETOS SMAYA LALU BERFOTO BERDUA.

Seperti itulah tulisan yang tertera di kertas. Ara langsung lemas seketika. Sungguh, Ara tidak mau bertemu dengan Varel! Apalagi ini harus meminta tanda tangan, dan apa tadi? Berfoto berdua?! Astaga, Ara angkat kaki sekarang juga.

Kalian tau sendiri Ara kalo ketemu Varel itu bawaan nya emosi terus. Ya karna si Varel nya terlalu kaku dan dingin. Ara jadi malas buat interaksi.

"Pfftt, mampus lo, Ra" ledek Akila.

"Anying lo."

Bel pertanda istirahat berbunyi.

"Oke adik adik, karna bel istirahat sudah bunyi maka kalian boleh keluar, etss tapi jangan lupa untuk ngelakuin apa yang di suruh di kertas itu ya," ucap Sinta, lalu para murid mulai keluar dari kelas.

Saat sudah di depan kelas Ara sedikit di landa gundah gulana, "duhh, gimana ini woi? Masa gue harus nyari si Varel trus poto berdua si."

"Ya harus lah, itu tantangan nya," balas Akila.

Tanpa menunggu jawaban Ara, Akila mulai berjalan menjauh dari gadis yang sekarang tengah menyumpah serapah dirinya, "si anying, temen jahanam lo gua di tinggal. Yah mau gimana lagi harus nyari si Parel ini mah, tapi dimana ya?"

Tanpa berlama-lama Ara langsung melangkah kan kaki nya untuk mencari Varel. Dirinya sudah ke setiap penjuru sekolah tetapi tidak menemukan cowok yang menjabat sebagai ketos itu. Dimana dia? Apakah di telan bumi? Ara pun sudah menanyakan ke beberapa murid, tetapi tidak ada yang tau Varel dimana.

"Awas aja kalo ketemu, gue bejek bejek mukanya yang sok kul itu!" Gerutu Ara karna kesal sampai sekarang belum menemukan keberadaan Varel.

"Ck, tali sepatu kenapa lepas lagi, anjir lah taik banget." Ara menundukkan badannya lalu berjongkok. Tangan gadis itu tergerak untuk membenarkan tali sepatunya yang terlepas.

Tapi, saat Ara sibuk dengan kegiatannya, tiba-tiba mata hazel itu menangkap ada sebuah kaki yang terbalut sepatu, menghadap ke arahnya. Lantas ia pun mendongak dan kemudian langsung berdiri menatap nyalang orang tersebut.

"Nahhh! Ketemu juga lo, daritadi gue keliling nyariin lo susah banget. Kemana aja sih Rel? Cape tau gak gue nyari lo kesana kesini. Di telan bumi ya lo? Sampe sampe anak anak juga gaada yang tau lo dimana," ucap Ara tidak ada rem. Membuat Varel membuang napas panjang.

"Tadi—"

"Sshuutt! Udah diem," potong Ara saat Varel hendak berbicara. Jari telunjuk gadis itu terangkat ke atas.

Varel menurut, dia mengatupkan bibirnya kembali. Menatap Ara dari atas karna tinggi gadis itu hanya sebatas pundak nya saja, bisa di bayangkan betapa tingginya si Varel.

"Kenapa nyari gue?" Tanya Varel.

"Tadi di gugus gue ngasih tantangan kakel nya, gue ngambil kertas terus dapet nya suruh minta tanda tangan lo dan harus foto berdua. Apaan anjir kata gue teh males banget gak sih? Lo juga pasti gabakalan mau kan ngasih tanda tangan ke gue? Apalagi foto bedua beuhh lo aja kutub es kaya gitu. Dan juga lo ga bakalan mau—"

"Gue mau," potong Varel. Lalu dengan cepat dia meraih pergelangan tangan Ara dan menariknya ke roof top. Banyak yang memperhatikan mereka dari segala penjuru dengan tatapan penuh. Varel tidak suka, apalagi ada yang menatap Ara dengan tatapan nyalang.

Sesampainya di roof top, ternyata disana sudah ada para sahabat Varel, dan ya Gibran pun turut hadir. Ke 5 anak manusia itu sedang sibuk bernyanyi ria dengan alunan musik gitar yang berasal dari Kavin.

🎵Semua kata rindumu semakin membuatku, tak berdaya...
menahan rasa ingin jumpa....
Percayalah padaku akupun rindu kamu
Ku akan pulang... melepas semua
kerinduan, yang terpendam...🎵

Nyanyian itu terhenti karna ekor mata Kavin melihat ada seseorang yang berjalan mendekati mereka. "Psstt! Liat noh ada pasangan baru netas," kata Kavin membuat semua temannya mengarahkan pandangan ke arah Varel dan Ara.

"Aduhhh yang udah official mah bebas ya, kemana mana berdua, traktiran nya dong abang ganteng," ucap Ade dengan siulan menggoda.

"Serius udah official lo, Rel?" Tanya Danu saat Varel duduk di samping Kaisar. Ara? Gadis itu sudah duduk manis di atas pangkuan Gibran, sedangkan mulutnya tengah mengemut permen pemberian dari sang Abang.

"Ga," jawab Varel cuek.

"Alah yang bener lo! Bilang aja mau backstreet," sambar Kavin.

"Heh! Bahas apaan si ini?! Rel, sini tanda tangan lo buru, gue mau jajan laper tau," Sewot Ara karna dirinya malas jika harus membicarakan tentang hubungan. Apalagi yang di sangkut pautkan adalah dirinya dan si ketos itu.

"Ck, anak kecil diem aja, mending makan permen," kata Danu membuat Ara kesal.

"Ada apa si, Dek?" Tanya Gibran mengelus kepala adiknya.

"Gue cuman mau minta tanda tangan Varel aja, bang. Trus nanti foto berdua. Kakel di gugus gue pada ngeselin semua, masa tantangan nya kaya gitu, apa coba?" Jawaban dari Ara langsung membuat Ade, Kavin, Danu dan Azril ricuh seketika. Meskipun Ara berbicara kepada Gibran, namun tak ayal itu juga di dengar oleh yang lainnya.

"ANJAYY FOTO BERDUA CUYY!" Heboh Kavin dan Ade. Azril tersenyum penuh arti lalu menepuk pundak Varel, sedangkan Danu tengah mendekat ke arah Ara.

"Udah official berarti ya, Ra? Kan foto berdua tuh," kata Danu.

"Bagus juga yang ngasih tantangan nya," kata Ade.

"OFFICIAL APA SIH?! LO SEMUA BILANG OFFICIAL LAGI GUE CEBURIN SATU SATU KE EMPANG!"

Bukannya takut atau diam, para remaja itu malah semakin gencar dan semangat menggoda adik kelasnya. Siapa suruh sangat menggemaskan jika sedang kesal, jadinya kan mereka gemas dan ingin terus menggoda.

"Gib, adek lo lucu banget njir, dia masih paud kali ya? Ga cocok anjir mukanya sama anak SMA, cocoknya anak paud," kata Kavin heboh.

"Om pedo lo!" Sembur Ara yang mendengar ucapan Kavin.

"Hahahaha!" Tawa dari sahabat Kavin yang laknat langsung terdengar.

"Muka lo emang mirip banget om pedo, Vin, wajar aja Ara bilang gitu," ucap Danu.

"Kadar ketampanan lo menurun, sekarang mirip sama om om," sahut Ade.

"Dari dulu dia mah," kata Azril. Mereka sama sama membuat Kavin kesal setengah mati.

"Ya Allah gue di buli terus anying! Dasar lo semua temen temen laknat, sakit hati dedek," ucap Kavin mendrama.

Mereka semua kompak mendelik kesal, si Kavin kalo lagi di buli otak nya suka geser ke dengkul. Merasa paling tersakiti, padahal mah da emang iya.

"Rel, nih tanda tangan sini," ucap Ara menyodorkan selembar kertas yang entah darimana gadis itu dapatkan. Tentunya beserta pulpen juga.

Tanpa banyak bicara Varel mulai mencoret tinta ke atas kertas putih itu, Ara memperhatikan setiap pergerakan Varel, tangannya sangat lihai menari dengan bolpoin tersebut.

"Nih." Varel menyodorkan kertas tersebut. Ara menerimanya dengan senang hati, Alhamdulillah tidak jadi di hukum. Di tengah kesenangan itu, Ara terkejut kala Varel tiba-tiba merangkul pundaknya, membuat Ara mendadak oleng dan menempel ke samping tubuh Varel.

"Gib, foto," ucap Varel. Dengan senang hati Gibran mengeluarkan ponselnya lalu mengarahkan kamera ke dua sejoli itu.  Beberapa foto Gibran dapatkan dengan mudah, bahkan saat Ara dan Varel saling menatap pun cowok itu berhasil memotret nya.

Ade, Danu, Azril, Kavin menganga tak percaya. Benarkah itu sahabat mereka? Benarkah itu si Varel yang dinginnya melebihi kutub utara? Benarkah itu ketos SMAYA yang terkenal dengan kedataran wajah serta sikap cueknya? Oh tuhan, keajaiban apa ini.

Kaisar memandang dari duduknya, hanya cowok itu yang santai dan tetap tenang. Kaisar yang sudah peka dari dulu—saat pertemuan pertama Varel dengan Ara cowok itu yakin ada sesuatu yang sahabat nya rasakan. Yttaza (yang tau tau aza).

"Udah gue duga," gumam Kaisar.

Makasih yang udah baca, vote nya donggg kack, gak semangat nih.
Lope Lope deh buat kalian yang udah vote 🦁

————————————————

Tertanda milik
R༊

Continue Reading

You'll Also Like

3.3M 159K 25
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
1.7K 64 22
𝙺𝚊𝚝𝚊 𝚜𝚒𝚊𝚙𝚊 𝚕𝚊𝚔𝚒-𝚕𝚊𝚔𝚒 𝚍𝚒𝚗𝚐𝚒𝚗 𝚜𝚎𝚝𝚎𝚛𝚞𝚜𝚗𝚢𝚊 𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚝𝚎𝚝𝚊𝚙 𝚜𝚎𝚙𝚎𝚛𝚝𝚒 𝚒𝚝𝚞. 𝙹𝚒𝚔𝚊 𝚔𝚊𝚕𝚒𝚊𝚗 𝚋𝚎𝚛𝚏𝚒𝚔...
326K 15.1K 53
𝐏𝐄𝐑𝐇𝐀𝐓𝐈𝐀𝐍!⚠️🚫 𝐒𝐚𝐲𝐚 𝐬𝐞𝐛𝐚𝐠𝐚𝐢 𝐩𝐞𝐧𝐮𝐥𝐢𝐬 𝐦𝐞𝐥𝐚𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐦𝐞𝐧𝐣𝐢𝐩𝐥𝐚𝐤 𝐜𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐒𝐚𝐲𝐚 𝐛𝐮𝐚𝐭...
2.4K 180 25
Seorang geng motor yang mencintai wanita lugu dan polos . Meskipun awalnya ia jutek oleh wanita tersebut tapi lama kelamaan ia mulai mencintai nya da...