Ketua Osis Manja Is Mine

Por utiwiutii

8.2K 311 13

Mencintai bukan harus memiliki bukan? Sama seperti Ara, dia tidak bisa bersama dengan seseorang yang ia cinta... Más

01 || Cowok kutub
02 || menginap
03 || di rumah berdua
04 || MPLS
06 || Tanda tangan
07 || Mabar
08 || Kelas baru
09 || marah
10 || Traktiran
11 || Terus menempel
12 || Lomba
13 || mau coba buatan bunda?
14 || Keluarga besar
15|| candunya Varel
16 || without title
17 || Sabilia putri
19 || Theli
20 || Closed heart
21 || Bukan aku yang mau
22 || Uncovered
23 || Kembali
24 || Padanan
25|| Danz

05 || Cicin permata hitam

286 14 0
Por utiwiutii

Bukan seseorang yang melukai mu, tapi harapan mu sendiri__Rai Dylan

⃘♡

⃘♡

⃘♡

Have a nice day

"Varel."

"Hah? Varel siapa?" Tanya Dinda.

Yap, benar. Yang membawa Ara adalah Varel si kutub utara. Gibran biasa saja saat adiknya di tarik secara tiba-tiba oleh seseorang, karna dia pun tau siapa orang itu. Kalau tidak, Gibran akan jadi garda terdepan untuk mengejar mereka.

Saat Varel menarik lengan Ara, banyak para murid yang bertanya-tanya siapa gadis yang tengah di gandeng oleh sang ketua osis itu.

"Ketua osis disini," jawab Gibran.

"Lo kenal, bang? Serius?" Tanya Rai memastikan.

"Kenal anjir, tenang aja. Ara gak bakalan kenapa kenapa, kok."

"Syukur deh kalo gitu."

"Gue kira tadi penculikan anying," kata Nisa.

"Heh! Mana ada penculikan di sekolah, pikiran lo mikir nya kejauhan," sahut Dinda.

"Yaaa kan bisa aja anjir, iya ga?"

"Nanya siapa lo?" Tanya Tita.

"Lo semua lahh," jawab Nisa.

"Dih, ogah banget jawab pertanyaan lo, udah ah grils, yok ke kelas aja," ucap Tita melenggang pergi seraya menarik lengan Dinda.

"Ya Allah gue punya temen begitu amat ya, mimpi apa gue," gerutu Nisa.

"Sabar." Akila mengelus pundak sahabatnya, meskipun di dalam hati ada niatan untuk meninggalkan Nisa di kantin. Memang laknat.

"Sabar banget gue anjir."

"Yaudah bang, Ray, Ri, kita ke kelas dulu," kata Akila pamit kepada 3 saudara itu.

"Iya sok."

"Kita titip Ara ya bang, bilang ke temen lo jangan sampe lecet."

"Tenang aja." Lalu mereka berdua pun berjalan keluar kantin. Menuju kelas yang menjadi gugus mereka.

♡♡♡♡

Ara memberontak kala lengan nya yang terus di tarik oleh seseorang, gadis itu memaki bahkan mengumpat saat cekalan nya tidak lepas lepas.

Siapa yang berani membawa nya seperti ini? Atau ini adalah penculikan anak? Oh shit, dirinya dalam bahaya!

Tapi, kenapa penculikan anak memakai almamater SMA ini? Apa dia sedang menyamar? Sekarang kan banyak motif penculikan yang menyamar sebagai apapun untuk bisa mendekati mangsanya.

"WOI ASU LEPASIN GUE GAK?! MAU DI KEMANAIN GUE ANJING?!"

Orang itu melepaskan cekalan nya lalu berdiri membelakangi Ara. "Bisa jangan kasar? Lo cewe," katanya seraya berbalik badan.

"OHHHH ELO YANG NYULIK GUE! dasar ya, gue lagi enak enak makan juga malah di geret kesini. Nanti kalo gue laper di kelas emangnya lo mau beliin gue makanan hah?! Ah dasar semua cowok tuh ngeselin banget," gerutu Ara.

"Nanti temen temen gue nyariin gimana? Abang sama saudara gue nyariin gimana? Mau apa si lo? Masih ga terima sama gue di tuduh ngikutin? Atau emang lo mau nyari masalah ya sama gue?" Tanya Ara berturut-turut membuat Varel bingung akan tingkah laku gadis di hadapannya.

"Engga," kata Varel.

"Bener bener kutub lo ya. Ngapain bawa gue kesini?"

"Nanti, temenin beli buku, gaada penolakan." Setelah mengatakan itu Varel langsung meninggalkan Ara. Sendiri.

Cowok itu membawa Ara ke taman belakang, ingin memberitahu di kantin tadi tapi Ara sedang dengan para sahabat dan juga saudaranya. Varel jadi malas.

Varel memang berniat untuk membeli buku, tapi mengajak Ara adalah hal yang di luar kendali nya. Seakan mulutnya yang berbicara sendiri. Hati cowok itu juga mengatakan ajaklah Ara, pasti akan menyenangkan.

"JANCOK! VAREL ASU!"

Ara kembali ke kelas dengan kekesalan yang memuncak. Dasar Kaka kelas kurang ajar!

♡♡♡♡

Saat ini Ara tengah bersantai di dalam kelas yang menjadi gugus nya. Di samping Ara, ada Akila yang sedang menutup mata mendengar musik yang berasal dari earphone milik gadis itu.

Sedikit info, Akila dan Ara mereka memang satu gugus. Sedangkan Tita, Nisa, dan Dinda berada di gugus lain. Mungkin keberuntungan tidak sedang memihak kepada mereka.

"Lo laper ga?" Tanya Ara tiba tiba.

Akila melepaskan satu earphone yang menyumbat telinga nya, "engga. Lo laper? Gue ada sandwich buatan bunda, mau?" Tawar Akila.

"Waw! Mau mau!"

Akila tersenyum tipis lalu mengeluarkan kotak bekal dari dalam tas. Di sana terdapat 4 sandwich yang sudah di potong-potong kecil agar mudah memakan nya. Akila tau Ara memang suka makan, tapi gadis itu akan kesusahan jika ukuran makanannya terlalu besar.

"Makan yang banyak, tadi lo makan ga abis keburu di gondol orang," kata Akila.

Mengingat itu, kekesalan yang tadi mereda kembali berkobar. Seakan ucapan Akila adalah bensin yang di siram ke atas api kecil, membuat Ara ingin sekali menonjok wajah Varel yang datar dan kaku itu.

"Cerita aja," ucap Akila, seakan dia tau bahwa Ara ingin bercerita tapi terhalang rasa kesalnya.

"Huftt, jadi gini, La. Sumpah gue kesel banget sama itu orang, kaya apasi anjir ihhh najong!"

Ara menceritakan semuanya kepada Akila, bahkan ajakan Varel untuk menemaninya membeli buku pun Ara ceritakan kepada sahabatnya ini.

Akila merespon seadanya, gadis itu bingung mau menjawab apa, tapi ia suka jika ada orang yang mau bercerita padanya. Seperti Ara sekarang, dirinya yang menyuruh bercerita tapi dirinya juga yang bingung mau merespon apa.

Ara pun tidak mempermasalahkan hal tersebut, mau Akila merespon bagaimana pun Ara biasa saja. Dia tau sifat sahabat nya ini, yang penting sekarang dirinya sudah lega karna bercerita panjang lebar. Lebih tepatnya mengeluarkan kekesalan. Ara cerita lebih banyak mengumpat soalnya.

"Menurut lo gue terima ajakan nya apa jangan, La?"

"Terima lah."

"Loh kok terima sih, La? Gue kan kesel sama tu orang."

"Dia kan bilang nya gaada penolakan, jadi lo gaboleh nolak."

"Iya juga, tapi—ish yaudah deh."

"Udah abisin tu sandwich, gue mau beli minum, mau ikut gak?"

"Ih, La. Udah gausah beli, gue bawa minum kok, cukup buat kita berdua."

"Udah diem disini, gue keluar sebentar."

"Yaudah deh."

Ara melanjutkan acara makan nya dengan khidmat. Teman sekelasnya asik dengan kegiatan masing-masing. Mungkin, setan reog yang berada di dalam tubuh Ara sedang tidak mood, jadinya gadis itu tidak bertingkah sama sekali. Bahkan, sifat friendly nya tidak ia perlihatkan.

"Ra, gue duduk disini boleh?" Tanya seorang murid, membuat Ara mendongak untuk melihat siapa yang berani mengganggu acara makan nya.

"Oh elo, The. Duduk aja," jawab Ara ramah saat tau siapa anak itu.

Theo tersenyum manis lalu duduk di samping Ara, "widih, sandwich nya unik ya di potong kecil kecil gitu," kata Theo.

"Iya, ini punya Kila, buatan bunda nya."

"Ohh gitu. Liat apa tuh?" Tanya Theo sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan, ingin melihat apa yang tengah Ara lihat di ponselnya.

"Liat pangeran," jawab Ara tanpa menoleh ke arah samping.

"Ah masa? Coba pengen liat," kata Theo penasaran.

Ara menggerakkan ponselnya ke samping supaya Theo bisa melihat juga. Dan seketika wajah Theo memerah, pipinya memanas, dadanya berdebar tak karuan, seakan kakinya lemas bagaikan jeli.

Disana, di ponsel Ara terpampang jelas sekali wajahnya yang menahan salting. Ara membuka camera dan ia arahkan kepada Theo. Berarti, otomatis yang Ara maksud pangeran itu, adalah, dirinya? Oh tuhan, jantung Theo seakan berhenti sekarang.

"Ciee merah pipinya," goda Ara menoel lengan Theo.

"A-apa si, Ra. Diem deh lo," kata Theo canggung. Ia menutup wajahnya menggunakan tangan. Ara tertawa melihat kebulshingan temannya itu.

Sebisa mungkin Theo menetralkan wajahnya untuk tidak memerah, tapi itu tidak bisa! Tindakan Ara sangat berpengaruh baginya, sungguh, jantung ini rasanya tengah berdisko.

"Wajahnya merah banget, cieee." Ara semakin menjadi menggoda Theo.

"Ra," panggil Akila saat dirinya sudah berada di dalam kelas.

Sontak gadis itu pun menghentikan tawanya, mendongak melihat Akila yang tengah bersidekap dada ke arahnya.

"Kenapa, La?" Tanya Ara dengan tawa yang masih terdengar.

"Nih minum nya."

"Duhh bunda tiri gue, kan udah di bilangin jangan beli. Gue bawa botol minum."

"Gapapa, itu susu full cream, lo suka jadi gue beli."

"Emm, Ra. Gue ke sana dulu ya, thanks udah izinin duduk disini," kata Theo. Dia rasa Akila ingin duduk namun tak enak karna dirinya masih berada di kursi gadis itu. Karna Theo ini tipe lelaki yang peka, jadinya dia berinisiatif sendiri.

"Oh iya lo sana hus hus, sahabat gue mau duduk, lo ganggu," kata Ara membuat Theo cemberut. Dengan berat hati cowok itu berdiri dan berjalan ke kursinya.

Theo sudah biasa di perlakukan seperti itu. Dia salah satu teman SMP Ara, kelas nya berbeda tapi bisa di bilang keduanya cukup akrab.

"Si Theo bukan sih?" Tanya Akila saat sudah duduk di kursinya.

"Iya, siapa lagi yang suka gue buli?"

"Ck, dasar lo."

"Ini belum pada masuk ya? Lama amat," kata Ara.

"Bentar lagi juga bel."

Dan benar saja, sedetik Akila berbicara demikian, bel pertanda masuk berbunyi. Dan itu membuat para peserta MOS lain mulai memasuki kelas yang menjadi gugus mereka masing-masing. Sama hal nya dengan para panitia osis, mereka masuk ke gugus yang sudah menjadi tanggung jawabnya.

"Perhatian semuanya, tolong jangan berisik dulu ya... disini ada Kaka kelas kalian yang mau memperkenalkan diri, di mohon tertib dan tidak ribut," ucap Sinta, salah satu panitia osis.

Suasana kelas pun hening seketika dan hanya ada suara detak jarum jam. Di depan sana terlihat ada dua laki laki dan satu perempuan yang memakai seragam lengkap dengan almamater SMAYA. Lalu cowok dengan senyuman yang manis itu maju guna memperkenalkan diri.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu, hai adik adik! Sebelumnya kaka minta maaf kalo ganggu waktu kalian. Perkenalkan nama saya Sebastian Gunawan, panggil aja kak Bas. Kaka disini menjabat sebagai sekretaris osis. Semoga kita bisa akrab!"

Perkenalan dari Sebastian mengundang banyak perhatian dan teriakan yang tertahan dari murid murid di kelas, terutama murid perempuan. Banyak yang terpesona oleh ketampanan dari seorang sekretaris osis ini. Sifatnya yang humble dan humoris itu banyak di segani di seluruh penjuru SMAYA.

"Hallo semuanya..!! Perkenalkan nama saya Melistiana wati, panggil aja kak Elis. Kaka disini menjabat sebagai wakil ketua osis, senang bertemu dengan kalian..!"

Melistiana wati, yang kerap di panggil Elis itu adalah waketos yang paling bijak disini. Banyak yang naksir kepada Elis, bahkan adik kelas pun banyak yang menyatakan perasaannya langsung tanpa mau berbasa basi.

Oke, sekarang giliran si Ketos nya.

"Gua Varel. Ketos SMAYA, Thanks," ucap Varel singkat padat bangsat.

Para anggota osis yang mendengar itu pun mendengus kasar. Sangat lah susah menyuruh si Ketos ini untuk memperkenalkan diri, bahkan mereka harus melibatkan bapak pembina osis untuk bisa membuat Varel berbicara di depan para anggota MPLS.

"Emm maaf ya adek adek, ketos kita emang agak dingin. Jadi Kaka ini namanya Varel Pradipta Delvano, panggil aja kak Varel. Dia ini adalah orang yang menggantikan posisi ketua osis di SMAYA sekaligus menggantikan posisi kaka nya disini. Kak Varel itu masih kelas 11, sedangkan saya dan Bastian kelas 12. Ketos yang dulu itu namanya kak Varya Delvano, bisa di panggil kak Arya. Jadi kak Arya ini memutuskan untuk melanjutkan studi nya di luar negri karna bujukan dari sang kakek. untuk lebih lanjut itu privasi ya, sekian terimakasih."

Yang menjelaskan pun akhirnya adalah Elis. Gadis cantik ini harus ekstra bersabar sekarang, jika di bandingkan dengan Varel maka Elis lebih memilih supaya Arya yang terus menjadi partner nya. Arya itu sopan, baik, humble, dan juga asik. Sangatlah berbeda dengan adiknya yang kaku dan dingin.

Arah mata Varel yang semula menatap ke satu titik yaitu tembok belakang kelas sekarang tergantikan dengan gadis yang akhir akhir ini selalu memenuhi isi pikiran nya. Ara, ya gadis yang sekarang di tatap oleh Varel adalah Ara. Gadis bar bar yang ocehan unfaedah nya selalu terlontar jika berada di dekat nya.

"Ra, liatin lo tuh," ucap Akila yang menyadari tatapan Varel menuju sahabatnya.

Ara yang sedang menulis pun sontak mendongak menatap ke depan. Dan benar saja, Varel tengah menatap nya, kini mata mereka tengah beradu. Tak ada satupun yang memutuskan pandangan lebih dulu. Entah apa yang membuat Varel ingin berlama lama untuk menatap mata milik Ara.

Jika orang lain yang di tatap seperti itu oleh Varel maka mereka akang takut atau salting, tetapi berbeda dengan Ara. Gadis ini malah melotot serta menjulurkan lidah. Dirasa Varel tidak membalas perbuatannya, dirinya pun memutuskan pandangan lebih dulu dan kembali mencoret coret di atas kertas putih.

Cowok itu menghela nafas panjang saat melihat Ara yang sepertinya tidak tertarik sedikit pun dengan apa yang para osis bicarakan saat ini.

"Udah kan? Duluan," lalu Varel berjalan keluar kelas tanpa ada sepatah kata pun.

Elis dan Sebastian mengucapkan salam dan berpamitan pada adik kelasnya, tak lupa mereka meminta maaf atas sifat Varel yang tidak sopan.

"Cih gak sopan banget," ucap Ara.

"Siapa?" Tanya Akila.

"Si Varel lah," balas Ara.

"Pake kak, dia Kaka kelas kita."

"Iya iya."

"Lo tau gak, La? Ada satu hal yang buat gue sedikit kepo sama si Ketos itu," ucap Ara.

Akila menoleh, "apaan?" Tanya nya.

"Gue salfok sama si Varel. Cincin yang selalu ada di jari nya, dari awal gue ketemu tu cowok ampe sekarang cincin nya masih aja di pake. Apa pemberian dari orang terdekat ya?"

"Gatau, udahlah jangan kepo," ucap Akila.

"Hm."

Di arah pintu terlihat Sinta yang tengah berjalan menuju meja Ara dan Akila, "Dek, yang namanya Ara siapa?" Tanya Sinta.

"Saya kak, ada apa ya?" Jawab Ara.

"Nanti pulang sekolah kamu ke ruangan osis dulu ya, di panggil sama ketos."

♡♡♡♡

Bel istirahat sudah berbunyi beberapa menit lalu, dan semua murid kini tengah berbondong bondong ke kantin untuk mengisi perut mereka yang keroncongan.

Sama hal nya dengan Ara ce'ez, kini ke 5 gadis itu tengah menyantap makanan masing-masing. Para sahabat Ara menggeleng karna melihat porsi yang gadis itu makan, satu mangkuk bakso, satu mangkuk mie ayam, satu bungkus batagor, dan 2 gelas es teh manis.

"Itu abis gak, Cel?" Tanya Nisa sedikit meringis, apakah perut si Ara itu gentong?

"Abis lah, lo liat aja nanti."

Ara menyeruput es teh nya lalu menggaruk dagu seakan tengah berfikir. "Eh bro, kenapa ayam menyeberang?" Tanya Ara tiba-tiba membuat para sahabatnya menjadi ikut berfikir.

"Lo kalo lagi makan hobinya ngajak anak orang mikir mulu ye, mana gue kepikiran lagi tu ayam nyebrang kenapa," kata Dinda.

"Rutinitas anjir si Ara mah, emang kalo makan sama kita-kita ada aja bahan pertanyaan nya," sahut Nisa.

"Yaudah si wir, tinggal jawab aja," ucap Ara.

"Emang ayam nyebrang kenapa, Ra?" Tanya Tita. Gadis itu malas menebak, lagian Ara ini tipe anak yang jika mengajukan pertanyaan maka dirinya sendiri lah yang akan menjawab.

"Buat sampe ke seberang jalan! Hahaha anying lucu banget kan," heboh Ara sendiri dengan tawa yang membludak.

Oke, fenomena seperti ini sudah biasa terjadi dan sudah biasa mereka saksikan. Jadi tidak heran jika Ara seperti itu. Mereka sudah kebal.

"Ha-ha-ha," tawa Nisa di buat buat. Yang penting ketawa.

"Lucu banget ya, ha-ha-ha, ya Allah bisa aja deh si Ara," kata Dinda.

Gibran dan si kembar join di meja saudaranya. Ke 3 cowok itu baru selesai mabar dengan anggota osis. Maklum, yang deket sama kakel mah beda.

"Seru banget nih kayaknya," celetuk Riu.

"Bahas apaan?" Tanya Rai.

"Bahas ondel-ondel," jawab Ara lalu tertawa bersama sahabatnya yang lain.

"Nyesel gue kesini," kata Riu.

"Apa kata gue mendingan ke kelas tadi, disini kita pasti di nistain terus," sambung Rai.

Malas meladeni kedua kembar itu, Ara beralih menatap Gibran yang fokus pada ponselnya.

"Bang, gue nanya boleh?"

Gibran menengok ke samping, "boleh lah, mau nanya apa emang?" Tanya Gibran seraya mengelus kepala adiknya.

"Lo kan temen nya si Varel, nih. Itu lo tau ga tentang cincin permata item di jarinya?"

"Ohh tau lah, kenapa emang?" Tanya balik Gibran. Senyum penuh arti cowok itu terbitkan di wajahnya.

"Nanya doang, jarang aja gitu ada cowok yang mau pake cincin. Tapi emang gak terlalu mencolok sih cincin nya. Ck, yaudah lah gausah di bahas, kenapa juga gue kepo tentang tu kakel kurang asem."

"Pengen tau ga itu cincin dari siapa?" Tanya Gibran menaik turunkan alisnya.

"Siapa?" Spontan Ara membuat Gibran malah terkekeh.

"Dari sahabat kecilnya. Varel sendiri yang cerita ke gue dan anak anak, dia sayang banget sama sahabat nya, sampai sampai cincin itu pun dia pake dari SD kelas 5 sampe sekarang," jelas Gibran.

"Trus sahabat nya kemana?" Tanya Ara mulai penasaran.

"Kemana ya? Lo tanya aja sendiri sama Varel nya. Bukan hak gua buat jelasin."

"Ish lo mah," kesal Ara dan Gibran hanya tertawa seraya mengacak gemas rambut adiknya.

"Yaudah maaf, kan emang bukan hak gue buat jelasin, Ra. Itu privasi Varel, gue udah janji gak bakalan kasih tau orang lain, tapi lo bukan orang lain buat gue."

"Jadi itu cincin dari sahabat kecilnya kak Varel ya, bang?" Tanya Nisa menimbrung.

"Yoi, tapi kalian diem diem aja ya? Jangan ember."

"Tenang aja sama kita mah, kaya sama siapa aja," kata Dinda.

"Ada perasaan kah bang di antara mereka berdua?" Tanya Tita. Gadis itu curiga. Yah, sekedar curiga saja.

"Yaelah, di bilangin itu privasi dodol, kalo bukan temen adek gue udah gue kubur hidup-hidup lo," kesal Gibran.

"Ya mangap, bang."

"Eh, sebentar sebentar, ini lagi pada bahas apaan sih? Kaga ngerti gue," celetuk Riu yang tengah menggaruk dagunya. Apalagi si Rai, cowok itu sampai bengong karna saking tidak mengerti alur pembicaraan manusia di hadapannya.

"Udah lo masih bocil gak usah tau, ini urusan orang dewasa," kata Ara.

"Bocah ingusan mending maen robot," sambung Nisa.

"Maen Barbie aja sono," sahut Tita.

"Gue Barbie ada, mau?" Kini Akila pun ikut menistakan si kembar.

"Kan, apa gue bilang. Gak bakalan bener kita disini, ya Allah kuatkan lah hamba," ucap Riu dramatis.

♡♡♡♡

Bel pertanda pulang sudah berbunyi. Seperti apa yang di katakan oleh Sinta, Ara kini sedang duduk lesehan di atas lantai dengan mengipasi wajahnya yang terasa panas. Di ruangan ini tidak ada siapa siapa, apakah osis itu mengelabuhi dirinya?

Si kembar dan Gibran sudah pulang duluan, pastinya karna di suruh oleh Ara. Mereka tidak akan bisa meninggalkan adik kecilnya jika tidak di suruh oleh Ara sendiri. Sahabat sahabat Ara pun sudah pulang, sekolah juga sudah sedikit sepi.

Tapakan sepatu dari arah luar terdengar, Ara pun cuek saja, toh dirinya juga sudah tau siapa yang sedang berjalan kesini.

Saat sampai di depan ruangan osis, Varel terkekeh pelan kala melihat Ara yang seperti paus terdampar itu. Merasa ada seseorang Ara pun bangkit dari tidurnya dan menatap lelaki yang kini tengah bersidekap dada.

"Apa?" tanya Ara nge gas.

"Ngapain?" Bukannya menjawab, Varel malah bertanya balik membuat Ara kesal setengah mati.

"Apasi anjir, tadi kata Ka Sinta lo manggil gue buat ke ruang osis. Sekarang gua udah di sini malah ditanya lagi ngapain, mau lo apa si sebenernya hah? Ngejebak gue ya lo? Ga terima karna di tuduh ngikutin gua? Apasi ga jelas lo," ucap Ara panjang kali lebar seperti biasanya.

Varel yang sudah biasa dengan ocehan unfaedah Ara itu hanya menatap datar sang pelaku. Ara yang di tatap seperti itu mendelik tajam.

"Apasi, jangan sok iye deh lu. Tudep mau ngapain manggil gue kesini?" Tanya Ara kesal.

"Temenin," jawab Varel yang membuat Ara menaikkan kedua alisnya.

"Apa anjir? Yang jelas."

"Temenin disini, gua mau ngerjain tugas yang di suruh pembina osis."

"Kenapa harus gua?"

"Karna maunya lo."

"Gaje dah, udah ah mau balik gue," ucap Ara, lalu dirinya berdiri dan hendak pergi, tetapi lengan kekar Varel mencegah nya.

"Jangan."

"Temenin," lanjut Varel.

"Ah si anying, iya dah iya gua temenin, tapi nanti kalo emak bapak sama Abang Abang gua nyariin lo yang tanggung jawab," ucap final Ara. Dia pun langsung duduk lesehan lagi dengan mengeluarkan beberapa makanan dari dalam tas nya.

"Iya."

"Si anying singkat banget."

♡♡♡♡

Waktu masih menunjukkan pukul 02.23 wib, Ara sudah bosan menunggu Varel yang masih berkutat dengan laptopnya. Entah apa yang di kerjakan cowok itu.

Para siswa siswi yang sedang MPLS memang pulang jam 10 lebih, Ara seharusnya sudah tidur cantik di rumah. Atau bermain dengan Ling-ling, ah membicarakan Ling-ling Ara jadi kangen kucing gembul itu.

"Udah selesai belum?" Tanya Ara yang sudah jengah. Dia gampang bosan anaknya.

"Selesai." Varel bangkit dari kursi itu lalu membereskan berkas dan buku buku yang berserakan tadi. Matanya melirik Ara yang tengah memunguti sampah bekas makanannya.

"Udah kan? Gue balik duluan."

Saat Ara hendak keluar, Varel menarik tas gadis itu sehingga Ara hampir terjengkang kebelakang. Untung saja dirinya bisa menyeimbangkan tubuh, dasar kutub.

"Apa si, Rel? Mau balik gue, pengen tidur," ucap Ara malas. Sebenarnya mau cowok ini apa sih? Di temenin sampe ber jam jam sudah, sekarang dirinya mau pulang di tahan.

"Temenin beli buku. Lo lupa?" Tanya Varel.

"Ck, besok pulang sekolah kan bisa. Gue cape, Rel."

"Sekarang."

"Nanti bang Ran—"

"Gue udah izin. Gibran bilang boleh."

Ara menganga tak percaya, kenapa abangnya itu membiarkan adik kesayangannya ini pergi bersama si kutub? Apakah dia tidak merasa iba? Atau merasakan getaran di dalam hati bahwa adiknya kini sedang tertekan.

"Papah sama mamah gue gak bakal—"

"Mereka ngizinin, bang Mahesa juga."

"HUAAAA MAMIHH TOLONG ANAK MU INI!!"

♡♡♡♡

Ara turun dari motor sport milik Varel dengan hati-hati. Helm ia lepaskan asal karna masih kesal dengan cowok yang sekarang tengah menatapnya datar.

"Apa lo?!"

"Gak. Masuk buru."

Varel jalan lebih dulu, Ara mengikuti dari belakang dengan mulut yang komat kamit sendiri. Jari tengah nya terangkat, di tujukan untuk Varel, menandakan bahwa dirinya sangat kesal pada cowok itu.

Setelah puas, Ara berjalan dengan seraya memainkan ponselnya. Gabut juga, hanya melihat orang yang berlalu lalang tidak ada yang menarik.

"Aduh!" Ara menabrak punggung Varel saat cowok itu memberhentikan langkah nya secara mendadak. Karna Ara tengah bermain ponsel, otomatis gadis itu tidak melihat kedepan.

"Jalan yang bener anjir! Sakit jidat gue."

"Lo yang salah. Jalan jangan main handphone."

"Iya iya, nih gue masukin," dengan grusak grusuk Ara memasukkan benda pipih itu kedalam saku seragam nya. Kemudian mereka berdua kembali berjalan.

"Mau ikut masuk?" Tanya Varel saat sudah sampai di depan toko buku.

"Ikut." Lalu keduanya masuk kesana secara bersamaan. Ara sentiasa memegang ujung Hoodie Varel, mata gadis itu menatap takjub pada buku buku yang tersusun rapi. Jiwa kutu buku nya menguar seketika.

"Mau kemana dulu?" Tanya Varel.

"Hah? Lo yang mau beli buku kenapa nanya gue?" Heran Ara.

"Sekalian. Ayok mau kemana dulu?"

"Hmm, ke rak yang banyak novel nya aja, boleh? Gue mau nambahin koleksi buku novel di kamar."

"Boleh."

Ara berjalan lebih dulu untuk mencapai rak buku yang ia inginkan. Matanya berbinar saat melihat banyak judul yang sangat menarik perhatiannya. Membuat uang Ara meronta-ronta di dalam saku untuk di keluarkan.

"Lo pilih pilih aja, gue mau kesana."

"Oke doki!"

Ara dengan leluasa memilih banyak novel yang menurutnya bagus, dari mulai cover dan judul yang membuat gadis itu penasaran semuanya ia beli. Ets, hanya 5 novel kok yang Ara beli, dia juga tau keuangannya sedang menipis. Nanti harus kerja lagi, iya kerjanya malakin Arion dan Azril.

"Bapak ku kawin lagi, ibu ku di dua'in," monolog Ara membaca judul buku yang ada di rak paling bawah.

"Anying yang bikin ni buku siapa si ya Allah, kocak banget judulnya. Dahlah, emang author jaman sekarang pada unik unik."

Puas melihat-lihat, Ara membawa setumpuk novel itu berjalan untuk mencari Varel. Kemana dia? Awas saja jika dirinya di tinggal.

Lelah karna tidak kunjung menemukan Varel, Ara duduk di salah satu kursi yang di sediakan di toko itu. Novel nya ia taruh di sebelah dan membuka ponselnya. Berniat untuk menelpon Varel.

"Nyari gue?" Tanya Varel yang tiba-tiba ada di sampingnya.

"Jancok!!" Umpat Ara karna kaget. Ya bagaimana tidak kaget, Varel sudah seperti jalangkung. Pulang tak di antar datang tiba-tiba, oke tidak nyambung.

"Kasar. Udah selesai?"

"Udah. Lo kemana sih? Gue cariin juga, berat tau ini."

"Sini gue bawain. Ayo pulang, udah sore."

"Ya, ya. Emang gue niatnya mau ngajak lo pulang, muak nih gue disini mulu. Biasanya kalo gue kesini bawaannya bahagia, seneng, ceria, betah aja gitu. Eh, kok pas sama lo malah bikin eneg ya? Bawaannya pengen pulang terus. Apa karna lo auranya suram ya? Dingin kaku gitu, cuek lagi, atau karna lo yang kaya bisu karna diem aja. Ngomong juga irit banget."

Tak terasa, mereka sudah sampai di depan kasir. Ara sampai heran, secepat itukah? Padahal tadi sepertinya tempat rak buku novel dan kasir lumayan jauh.

Iya tidak terasa, karna gadis itu yang berjalan dengan berceloteh tiada henti. Varel hanya diam membiarkan saja, toh kalo cape juga berenti sendiri. Varel bingung, apa hobi Ara memang banyak omong seperti itu? Cerewet juga. Dirinya jadi pusing mendengarkan Ara yang terus saja berbicara.

"Nih," ucap Varel menyerahkan novel novel milik Ara.

"Lah? Gue belum bayar anying, ah minggir lo, nanti gue di samperin ke rumah lagi gara-gara belum bayar."

"Udah sama gue. Balik sekarang." Varel menyeret lengan Ara dengan terpaksa. Jika tidak, gadis itu akan terus saja berbicara.

"MBAK KASIR! NANTI KALO MAU NAGIH UTANG NOVEL KE SI VAREL AJA YA?! SOALNYA SAYA MAU BAYAR MALAH DI TARIK BUAT PULANG!"

"Astaghfirullah," istighfar Varel dengan spontan.

♡♡♡♡

Ara menyerahkan helm tersebut kepada pemilik nya. "Beneran tadi udah di bayar kan, Rel?" Tanya Ara memastikan.

"Udah, Ra, sama gue tadi."

"Kenapa lo yang bayar, pea? Ni gue ada kok duit."

"Gapapa."

"Oh iya, buku lo mana? Katanya mau beli buku," tanya Ara. Pasalnya yang Ara lihat hanyalah 5 novel miliknya yang cowok itu bayar. Dan, apakah dia tidak jadi membeli buku? Atau buku incarannya tidak ada? Oke, Ara masih berfikir positif.

"Gaada. Udah masuk sana."

"Lah? Gaada apanya? Gak ngerti gue sama jalan pikir lo," ucap Ara menggaruk kepalanya.

"Jangan di pikirin. Masuk sana."

"Iya. Sekali lagi makasih ya, nanti gue ganti besok uang nya. Oke, bayy kakak osis!!" Ara melambaikan tangannya lalu berlari masuk kedalam rumah.

Varel diam-diam tersenyum melihat tingkah laku Ara yang menurut nya mirip anak kecil. Tapi, entah kenapa dirinya menyukai itu.

Setelah memastikan Ara masuk kedalam rumahnya, Varel kembali menjalankan motor dan memakai helm. Ia melesat pergi dari depan rumah Ara dengan cepat.

"Assalamualaikum!"

"Waalaikum salam," jawab kompak orang yang ada di rumah.

"Gimana? Seru ga jalan jalan sama kakak ganteng?" Goda Gibran saat Ara tengah membuka sepatunya.

"Seru apanya? Gue ngebatin terus tau. Frustasi deket sama tu orang, kaku banget, males ngajak ngobrol nya juga," keluh Ara lalu berjalan ke arah Anin dan Arion yang tengah duduk di sofa ruang tamu.

"Sini duduk sama mama, sayang." Dengan patuh Ara duduk di samping Anin, lalu tas nya ia taruh di atas meja.

"Pergi sama siapa? Kok baru pulang?" Tanya Anin seraya mengelus kepala putrinya yang sedang bersandar di pundak nya.

"Sama Varel. Sebentar, mama gatau? Berarti si kutub itu boong dong. Wahhh ini mah gabisa di biarin, gue jadinya ga izin dulu sama mama papa, dasar kutub."

"Eh eh! Sebentar sayang. Varel udah izin kok sama mama sama papa. Dia juga ngechat ke Esa izin buat ajak adiknya main," kata Anin menjelaskan. Takut putrinya salah paham dan berakhir menyalahkan anak orang.

"Ohh udah, oke lah berarti dia gak boong kalo udah izin sama mama papa."

"Besok kamu terakhir MPLS kan, sayang?" Tanya Arion yang tengah meminum secangkir kopi.

"Iya, pah. Kenapa emangnya?" Tanya Ara.

"Tidak, Papa hanya bertanya. Oh iya, nanti Kakek kamu akan pulang ke Indonesia, kita di ajak untuk berkunjung ke mansion. Rindu kan kalian sama kakek?" Ucap Arion.

"Woaahh! Serius, pah, kakek mau pulang? Yes akhirnya... kangen juga sama beliau. Udah lama di sana gak pulang pulang," heboh Gibran.

"Anjayy sumber duit gue akhirnya pulang!"

Gibran mendelik ke arah Ara. Ada ada saja anak satu ini, bisa bisa nya kakek sendiri di jadikan sumber duit.

"Pea anjir, kakek lo itu," kata Gibran.

"Yaelah becanda kali, bang, serius amat hidup lo."

"Yasudah yasudah. Dek, kamu mandi dulu sana nanti turun ikut mama ke butik ya? Sekalian mama ada baju bagus buat kamu," ucap Anin mengelus surai putrinya dengan lembut.

"Oke, ma! Tapi bajunya jangan yang bunga bunga ya? Yang polos aja gitu, atau yang gambar Doraemon Barbie atau Spongebob juga boleh," kata Ara meriquest.

"Anjir Barbie, lo bukan anak kecil lagi, Dek. Yang bener aja," ucap Gibran.

Cowok itu heran kepada adiknya ini, umur sudah dewasa tapi masih saja suka yang berbau kartun. Apalagi Doraemon dan Spongebob, setiap hari nya harus menonton kartun itu. Jika ketinggalan di televisi, maka Ara akan menonton lewat YouTube.

Tapi, menurut Gibran adiknya memang cocok dan pantas pantas saja berperilaku seperti anak kecil, karna Ara sangat lucu dan menggemaskan. Meskipun sifat nya sangat jauh berbeda dengan perilakunya.

Waktu itu Anin pernah memberikan Ara baju sebanyak 7 setel. Semuanya kebanyakan dress dan gaun. Tentu saja, Ara tolak secara halus. Dirinya tidak mau menggunakan dress apalagi gaun, lebih baik baju oversize dan celana jeans. Apalagi kalau memakai kolor, beuh! Nyaman sudah untuk di pakai sehari-hari.

"Kamu ini, mama sudah buatkan untuk nanti kamu pakai pas ke mansion. Sudah, jangan banyak bicara dan sana mandi," ucap Anin dan langsung di angguki oleh Ara. Meskipun wajah gadis itu cemberut dan kesal.

Setelah kepergian Ara ke kamar, Gibran juga menyusul sang adik.

"Dek," panggil Gibran saat sudah berada di dalam kamar Ara.

"Apa bang? Lo mau minjem sabun? Sori sori aja sabun gue lagi limit, mau abis nanti kita rampok di mansion aja," kata Ara yang tengah membereskan buku-buku nya ke rak.

"Jiwa maling lo masih ada ternyata," kekeh Gibran.

Memang sudah menjadi rutinitas mereka jika berkunjung ke mansion Braman maka pulang nya akan menggondol barang-barang disana. Entah itu sabun, shampo, stok gosok gigi, jam tangan, ikat rambut, dan barang-barang lain yang menurutnya menarik.

"Oh iya mau ngapain lo kesini? Gue mau mandi," kata Ara hendak masuk kedalam bilik kamar mandi.

"Soal Varel." Detik itu juga langkah kaki gadis yang sedang menyelampirkan handuk di pundaknya seketika terhenti. Otak menyuruh terus saja berjalan tetapi hati menyuruh berhenti. Entahlah, Ara seakan penasaran dengan apa yang akan Gibran katakan, apalagi ini tentang Varel.

"Kenapa?" Tanya Ara membalikkan badan.

"Tadi lo di bayarin dia kan pas beli buku?"

"Iya, besok gue ganti kok uang nya lo tenang aja. Kenapa? Si Varel nagih ke lo bang? Anjir ya tu bocah gue bilang tadi besok di ganti, harus di kasih paham ini mah."

"Heh anjir gak gitu! Dengerin dulu pea," sembur Gibran saat adiknya malah menyalah artikan ucapan nya.

"Ya terus apa dongg? Buruan gue mau mandi anjayy."

"Jadi gini..." Gibran menceritakan dari awal sampai akhir. Dimana Varel yang meminta izin kepada dirinya untuk membawa Ara bermain dari pulang sekolah sampai sore hari.

Izin nya pun langsung bertatap muka, saat Gibran mengatakan kepada Ara di kantin, yang dirinya di panggil oleh Varel ke ruang osis karna ada keperluan itu sebenarnya adalah pengalihan isu saja. Padahal, cowok itu ingin berbicara dan sekaligus meminta izin untuk meminjam adiknya.

Gibran dengan senang hati mengizinkannya, sudah muak dia melihat Ara jomblo dari lahir, bahkan berpacaran pun tidak pernah. Gibran ingin melihat Ara bucin dan apakah bisa gadis itu bersikap romantis kepada pasangannya, atau, apakah akan di ajak baku hantam terus.

Izin kepada Mahesa, Anin dan Arion pun langsung bertatap muka. Meskipun lewat benda pipih, tapi bukan melakukan panggilan suara melainkan panggilan video. Sangat gentle bukan cowok kutub satu itu? Langsung izin ke keluarga gadis yang ia sukai. Eh!

Varel juga menanyakan banyak hal kepada Gibran. Hal apa yang di sukai oleh Ara, yang tidak di suka, makanan apa yang di sukai oleh Ara, yang tidak di suka, dan banyak lagi. Tapi yang di jawab oleh Gibran hanyalah satu, yaitu Ara menyukai buku novel. Itu saja, yang lainnya Gibran tutup mulut.

"Lo bakalan tau sendiri nanti. Kalo lo bener pengen deket sama adek gue, lo pasti bakalan ingin terus di samping anak itu. Dan dengan berjalannya waktu, lo bakal tau sendiri. Semuanya, tentang Ara." Ucap Gibran sebelum dirinya keluar dari ruang osis.

Gibran tau sahabat nya ini pasti ada sepucuk rasa untuk adiknya. Meskipun sedikit, Gibran yakin hari demi hari rasa itu akan semakin besar. Gibran juga tahu, Varel masih bingung dengan perasaannya. Maka dari itu Gibran dengan senang hati akan menuntun cowok kutub yang menjabat sebagai ketua osis tersebut untuk menyadari perasaannya sendiri.

Varel bekerja sama dengan Sinta untuk menyuruh Ara sepulang sekolah ke ruang osis dulu. Bahkan, yang katanya dia mengerjakan tugas dari pembina osis pun itu hoax! Varel tidak di beri tugas apapun, itu hanya modus untuk bisa berduaan dengan Ara. Meskipun gadis itu malah ketiduran sebentar.

Dan satu lagi, kebohongan yang Varel lakukan adalah tidak berniat membeli buku melainkan ingin membelikan buku novel untuk Ara. Ya, cowok itu sebenarnya cuman ingin mengajak Ara ke toko buku supaya gadis itu bisa memilih dan ia yang membayar nya. Bukan karna Varel ingin membeli buku. Modus sekali bukan cowok satu itu?

Sudah berapa kebohongan yang Varel lakukan hari ini hanya untuk bisa berduaan dengan Ara. Tapi, asal kalian tahu, Varel melakukan itu semua juga dirinya bingung, kenapa bisa? Kenapa dirinya seperti ini? Kenapa rasanya ingin terus bersama dengan Ara? Dan pertanyaan lainnya terngiang-ngiang di otak cowok itu.

Yang ia lakukan hari ini pun entah suruhan dari siapa. Seakan hatinya memberontak menarik Ara untuk terus bersama dirinya. Ada rasa nyaman dan damai ketika di dekat gadis itu. Meskipun selalu cerewet, tapi tak ayal Varel sangat menyukai hal tersebut.

Matanya yang berbinar saat melihat banyak buku dan novel membuat hati Varel menghangat seketika. Seakan dirinya ingin terus memberikan kebahagiaan untuk gadis itu.

"Jadi...tu bocah nanyain soal kesukaan gue ke lo, bang?" Ucap Ara saat Gibran selesai menjelaskan.

Gibran tidak menjelaskan semuanya. Dia juga tidak membongkar kebohongan Varel, jika di bongkar mungkin sekarang Ara tengah mengamuk. Gibran hanya memberitahu Ara kalau Varel menanyakan tentang dirinya.

"Iya, Ra."

"Kenapa dia nanyain tentang gue? Lo trus jawab gak? Awas aja kalo ngasih tau, gue gibeng lu. Privasi gua itu!"

"Gue cuman ngasih tau kalo lo suka baca novel, itu doang, suer," kata Gibran dengan jari tengah dan jari telunjuk nya yang naik.

"Kenapa di kasih tau, Gibran!!" Sentak Ara.

"Aduhhh ya maap, Araa! Gue kan cuman ngasih tau itu aja, sumpah cuman itu, Ra!"

"Awas lo ngasih tau lagi, gue kick dari kartu keluarga."

"Sadis anying."

"Nih coba liat," kata Gibran menyodorkan ponselnya. Disana terlihat chatan cowok itu dengan sahabatnya.

Anak Utara
Terakhir dilihat hari ini pukul 00.00

|Gib

Apaan bro?|

|Mau nny

Nanya apaan?|

|Ara sk nvl ap?

Hah? Si Ara?|

|y

Semuanya suka diamah|

|👍

Balik kapan lo?|
Jangan sore sore, mamah mau ngajak Ara ke butik

|y

——————————————————

Ara sedikit menarik ujung bibirnya saat membaca pesan itu. Lucu sekali, Gibran pasti sangat kesal ketika Varel hanya membalas singkat. Kutub emang beda.

Dan juga, apakah Varel mengajak nya ke toko buku hanya untuk bisa membelikan nya novel? Ah, berfikir apa dirinya ini. Sangat pede sekali. Tapi bisa jadi kan?

"Jadi?" Tanya Ara.

"Si Varel sebenernya ke toko buku tuh sekalian mau beliin lo novel, Ra. Dia sebenernya gak mau beli atau cari buku, tapi pengen liat lo sebahagia apa saat liat buku yang berjejer rapih di rak," tutur Gibran membuat Ara terdiam sejenak.

Tapi 5 detik kemudian gadis itu malah melenggang pergi masuk ke dalam kamar mandi. Dari lubuk hati yang paling dalam sebenarnya gadis itu ingin bertanya lebih, tapi otaknya menyuruh untuk tidak peduli dan lebih baik mandi.

"Emang bener adik gue hatinya ketutup rapet. Gara-gara si Galang ini mah, jancok bener."


Hai orang-orang baik
vote yuk

—————————————————

Tertanda milik
R༊

Seguir leyendo

También te gustarán

1M 31.8K 43
-please be wise in reading- ∆ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ∆ Tentang Vanila yang memiliki luka di masalalu dan tentang Vanila yang menjadi korban pelecehan...
6.5K 1.6K 15
Tidak ada yang tau mengenai garis takdir yang sudah di tentukan oleh Tuhan.Bulan seorang wanita karir yang sampai saat ini belum menikah juga semenj...
4.2K 80 17
Gimana jadinya kalau dua orang yang sudah bermusuhan dari kecil sekarang dijodohkan. Dan apakah sekarang mereka masih menjadi musuh setelah beberapa...
50.7K 7.6K 26
Imagine Jimin x Yn Yn tak pernah menyangkah bahwa manekin yang ia beli di toko Magic Shop bisa berubah menjadi manusia dan mengaku sebagai pacarnya. ...