BANDOENG DIKALA MALAM [ON GOI...

By reginanurfa

2.2K 330 56

Hantu? Batari sama sekali tak percaya dengan hal semacam itu. Hingga suatu waktu, ia berubah pikiran setelah... More

00. PROLOG
⚠️TUNGGU⚠️
01. Hal Yang Tertinggal
02. Rumah Tua
03. Hansen Terheide De Vries
04. Sebuah Pertanda
05. Gangguan Dimulai
06. Pribumi Misterius
07. Menjadi Rebutan
08. Tetangga Sebrang
09. Pertanda Kedua
10. Oma Belinda
11. Terus Membuntuti
12. Pertanda Mimpi
13. Kediaman De Vries
14. Meminta Bantuan
15. Tulip Yang Manis
16. Reinkarnasi
17. Si Rambut Pirang
18. Sosok Pendamping
20. Sebuah Titik Terang
21. Menyelami Masa
22. Bukan Hilang Ingatan
23. Terjebak Di 1941
24. Tak Ada Jalan Pulang
25. Mereka Bukan Hantu
26. Babu Sang Gundik
27. Pangeran Kembar
28. Pesona Batari
29. Hansen vs Aryan
30. Tragedi Awalan

19. Bukan Teka-Teki

55 11 0
By reginanurfa

Bandung, 09 September 20##.

Malam ini di dalam kafe milik orangtuanya, yang dilakukan Batari hanyalah terdiam di depan sebuah lukisan. Padahal Retania menyuruhnya untuk membantu beres-beres di depan, namun sekarang anak bungsunya itu hanya terdiam dengan apron hitam yang masih melekat pada tubuh mungilnya.

Setelah kejadian kemarin, Batari masih dibuat bingung dengan situasi yang dihadapinya saat ini. Sosok menyeramkan berkebaya itu muncul kembali dengan tampilan manis dan mengagumkan. Dan paras tersebut sama persis dengan wajah seseorang yang ada dalam lukisan. Ya, Batari sedang memandangi wajah sosok itu.

Perlahan tangannya meraih wajah sosok pada lukisan di depannya. "Kalau mukanya secantik ini, kenapa harus muncul dengan tampilan buruk rupa?"

Tak lama kemudian Retania yang tak sengaja lewat, berhenti melihat anaknya terdiam begitu. "Dek, lagi ngapain disini?"

Batari terkesiap lalu menggeleng sembari tersenyum. "Cantik" Tunjuknya pada lukisan tersebut.

Niat untuk mengisi ulang kotak tisu, Retania malah ikut memandangi lukisan indah tersebut. "Iya, emang cantik. Kalau dia masih ada mungkin umurnya engga jauh sama Om Ari"

"Kalau masih ada?" Ulang Batari bingung. "Bukannya lukisan ini dibuat taun 1918? Berarti kalaupun hidup sampe sekarang, umurnya udah seratus lebih Ma. Mana ada seumuran Om Ari"

Retania terdiam sesaat lalu berdeham pelan. Ia tersenyum sambil mengelus pipi anaknya sayang. "Mama cuma becanda atuh, meni serius gitu" Kekehnya lalu pergi begitu saja.

Batari menghela nafasnya cukup panjang. Ia yakin ada yang disembunyikan oleh ibunya. Tapi sudahlah, ia tak terlalu penasaran juga. Setelahnya Batari segera kembali ke depan dan melepas apron, lalu disimpannya dibalik meja kasir.

Treng.

Batari menoleh ketika lonceng berdenting nyaring, itu tandanya ada yang masuk ke dalam kafe. Tapi siapa? Apa orang itu tidak membaca papan di depan pintu? Kan sudah tutup. Meskipun begitu, Batari berusaha bersikap profesional lalu menghampiri.

"Maaf kak, tapi kafe kami ud-" Senyum Batari luntur ketika melihat siapa yang datang.

"Hallo" Sapa orang itu sedikit kaku.

Orang itu memiliki rambut coklat yang sedikit pirang, kedua bola matanya hijau terang, kulitnya seputih susu, dan juga mengenakan sepatu sport merah. Bukankah dia..

"Kamu.."

Pemuda tampan itu tersenyum. "Ya, its me. You remember me? At library?"

Dengan tampang bingung, Batari mengangguk pelan. "Ya. What you doing here? Our cafe is closed"

"Ya, i know but i have something for you" Ucap Pemuda itu ramah.

"For me?" Ulang Batari semakin bingung.

"Ya, umm.. bisa kita duduk?"

Lah? Bisa bahasa indonesia juga ternyata. Ya, walaupun terbata-bata. Batari mengangguk lalu mengajak pemuda itu duduk. Setelah duduk berhadapan, tanpa banyak bicara pemuda tersebut mengeluarkan sebuah map transparan berisikan surat dan diberikanlah pada Batari.

"For me?"

Pemuda itu mengangguk. "Open"

Setelah mendapat izin, Batari akhirnya membuka map tersebut. Isinya ada beberapa lembar kertas dan yang paling menarik perhatiannya adalah ada dua foto bangunan yang sangat ia kenali. Yang satu rumahnya Hansen dan yang satu lagi rumah Belinda.

Belum sempat Batari membuka isi surat, pemuda bermanik hijau terang itu menunjukkan selembar kertas yang sudah dilaminasi. Tambah bingunglah Batari setelah mengetahui kalau itu adalah surat tanah.

"Surat tanah? Punya siapa?" Tanyanya.

"For long time ago, i-"

"Tunggu, tunggu!" Sanggah Batari memotong ucapan lawan bicaranya sembari meringis. "Pake bahasa Indonesia aja ya? Bahasa inggris aku engga lancar" Tawarnya.

Pemuda tampan itu mengangguk sambil menaruh ransel di kursi sebelahnya. "Oke. Tapi.. bahasa saya tidak bagus. Tidak apa-apa?"

Batari menahan tawa mendengar aksen itu. "Iya, tidak apa-apa" Balasnya meniru ucapan si pemuda. Jahil memang.

Setelah meraih dua foto bangunan rumah dan memperlihatkannya pada Batari, pemuda itu tersenyum lalu menunjuk salah satunya. "Ini untuk kamu" Ucapnya.

"Heh, mana bisa! Rumah itu ada yang punya tau. Ini tuh rumahnya Hansen, tetangga saya!" Balas Batari nyolot.

"Hansen?" Pemuda itu menaikkan sebelah alisnya.

"Iya, ini tuh rumahnya Hansen. Lagian kamu siapa sih datang-datang langsung nawarin rumah. Ohh, kamu calo ya? Ngaku hayo!" Todong Batari mengintimidasi.

Pemuda itu sedikit tidak mengerti apa yang diucapkan Batari. "Tidak. Umm.. saya hanya menyampaikan saja. My Mom memberikan surat ini.. pada saya. Dan saya harus menyampaikannya, umm.. pada kamu. Ya, begitu"

Batari semakin melongo mendengarnya. "Ha? Mom kamu? Aku aja engga kenal sama kamu, apalagi Mama kamu. Jangan aneh-aneh deh!"

"No, no, no. Saya tidak aneh-aneh, saya hanya menyampaikan saja. Sedangkan rumah ini.. umm apa itu.. ah, akan kami sewakan" Tunjuknya pada foto satu lagi.

"Eh, engga bisa! Main sewa-sewain aja, rumah ini punya Oma Belinda tau!" Sungut Batari semakin menjadi.

Mendengar nama yang keluar dari mulut Batari, pemuda itu terlihat terkejut. "Kamu.. mengenalnya?"

Batari mengangguk mantap. "Ya kenallah. Orang Oma Belinda it-"

"Ri?"

Mereka berdua kompak menoleh ketika Retania memanggil dan muncul dari arah belakang. Sedangkan wanita yang sudah bersiap-siap untuk pulang itu terlihat bingung melihat anaknya berbicara dengan orang asing.

"Maaf, siapa ya?" Tanya Retania.

Sebelum pemuda itu berucap, Batari segera menyelanya. "Oh, kenalin Ma. Ini temen kampus Riri, namanya.. Eh, nama kamu siapa sih?"

Pemuda itu tersenyum lalu menjabat tangan Retania. "Albert De Vries"

Batari mengangguk sembari tertawa garing. "Oh ya hahaha, namanya Al-"

Deg.

Apa Batari tidak salah dengar? De Vries? Tidak, tidak, iya, ia tidak salah dengar. Ia langsung menatap gamang Albert. "De Vries?" Gumamnya pelan.

Sememtara itu senyum Retania luntur kemudian perlahan melepaskan tautan tangannya dengan pemuda bernama Albert tersebut. "Kamu dari Belanda?"

Albert tersenyum ramah. "Iya, saya dari Belanda"

Lagi-lagi Batari memandang Albert lekat. "Kamu dari Belanda?" Ulang Batari. Entah kenapa rasa resah tiba-tiba bergumul dalam dadanya.

"Iya, dan saya kemari ingin bertemu kamu" Tandas Albert pada Batari tanpa basa-basi.

Ketika Batari hendak berucap, Retania segera mendahuluinya. "Maaf, kafe ini sudah tutup. Kamu bisa kembali lagi besok kalau mau, jadi silakan sekarang pulang saja ya" Terangnya berusaha ramah.

Albert yang sedikit bingung dan merasa diusir secara tak langsung hanya mengangguk. "Baiklah. I'll wait you. Di kantin saat lunch. See you" Ucapnya pada Batari lalu berpamitan.

Selama berpamitan sampai Albert hilang ditelan tikungan jalan, yang Batari lakukan hanya terdiam. Dadanya sedikit nyeri ketika mendengar nama belakang pemuda tadi. Semuanya seakan-akan tersambung. Dari awal kepindahannya ke rumah baru sampai detik ini, Batari merasa ada teka-teki yang perlu ia pecahkan. Tapi apa?!!

"Siap-siap Ri, kita pulang sekarang"

"I-iya, Ma" Batari langsung tersadar ketika Ibunya kembali bersiap-siap untuk pulang.

Sebelum benar-benar pulang ia memandang dua lembar foto, dan sepucuk surat diatas meja yang Albert bawa. Tanpa bicara apapun, ia segera memasukannya ke dalam ransel. Batari rasa ibunya tidak perlu tahu soal ini.

*****

"Anjir!"

Batari mengumpat ketika membuka pintu kamar sudah ada sosok berkebaya berdiri didekat ranjang. Astaga. Bikin jantung copot saja. Jujur walaupun penampilan jauh membaik dari sebelumnya tetap saja Batari belum terbiasa dengan kehadiran sosok tersebut. Apalagi ia sudah tahu kalau itu adalah hantu.

"N-ngapain disini?" Tanya Batari takut.

"Menemani Nyai" Sahut sosok tersebut semangat. Sosok yang mengaku bernama Sari itu duduk ditepi ranjang sambil melihat isi kamar Batari.

Sedangkan si pemilik kamar masih terdiam didekat pintu. Meskipun tampilannya manusiawi, satu yang kurang. Yaitu kedua mata dan kulitnya kembali berwarna putih pucat. Perlahan Batari berjalan miring seperti kepiting menuju meja belajar untuk menyimpan ransel.

"Nyai masih berteman dengan walanda itu ya?" Tanya Sari.

Walanda? Ah, maksudnya Belanda. "Kamu tau dari mana kalau saya udah ketemu sama Albert?" Tanya Batari.

"Bukan. Bukan yang di Braga, tapi yang disana" Tunjuknya pada rumah Hansen.

"Hansen? Kamu kenal sama Hansen?"

Sari menatap Batari. "Nyai, mereka itu tidak baik. Terutama wanita yang bergaun merah. Dia tidak suka pada Nyai"

Tunggu. Kemana aura menyeramkan dari sosok ini? Kenapa sekarang terlihat seperti teman yang sedang ghibah? Melihat gelagat Sari begitu, Batari menarik kursi dan duduk di hadapannya. Dia jadi penasaran sejauh apa sosok ini mengenal Hansen.

"Wanita gaun merah? Siapa?"

"Dia memang cantik tapi lebih menyeramkan dariku" Ujar Sari mulai mencibir. "Dia satu-satunya yang tidak menyukai Nyai, maka dari itu aku selalu berada disekitar Nyai"

Batari menyerngit tak paham. "Maksudnya.. kamu ngikutin saya gitu? Dari kapan?"

Sari mengangkat kedua bahu acuh sembari mengayunkan kedua kakinya yang menjuntai ke bawah. "Semenjak Nyai pindah kemari" Jawabnya lugu.

Jadi tempo hari dia menunjukkan wujud menyeramkan itu sebagai tanda pengenalan? Sial. "Terus maksudnya cewek gaun merah itu siapa? Kenapa dia engga suka sama saya?"

"Karena dia bilang, Nyai sudah mengambil semua miliknya" Ujar Sari apa adanya.

"Ngambil apaan? Kenal aja engga, ketemu aja belum pernah. Emang dia.. siapa namanya?" Tanya Batari penasaran. Jika Sari menunjuk ke rumah Hansen, berarti bukankah dia salah satu anggota keluarga De Vries?

"Anneke Dael De Vries"

*****

Walanda : Orang Belanda (b.sunda)

*****

reginanurfa
-22072023-

Continue Reading

You'll Also Like

21.7M 1.1M 200
{𝗕𝗼𝗼𝗸 𝟭} Lexi Hooper has been a Harry Potter fan since the very start. One day, Lexi and her friend decide to go to King's Cross station for a m...
271K 7.1K 170
After six years of war, my fiancΓ© returned. With a woman and his child in tow. While saying that he couldn't leave her. The same irresponsible fiancΓ©...
45.5K 402 27
Nearly two years have passed since Pip and Ravi broke up, and they're back together and better than ever. Pip glows with every second she spends with...
14.8K 174 124
The ancient saying goes: Most generals come from Guan Xi, while ministers come from Guan Dong. He Lisa was born to be a Star General. She was merely...