Office Romance

By ainunufus

111K 11.7K 1.1K

Chavali adalah perempuan berusia 28 tahun. Meski sudah lebih seperempat abad, ia terlihat tidak tertarik deng... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
30
31
32
34

13

2.8K 377 218
By ainunufus

Ini adalah weekend membosankan bagi Chavali. Tak ada rutinitas baru. Dia hanya di kamar, mendengarkan musik, dan membaca buku. Semua persiapan pernikahan sudah dilakukan hampir 80% dan lebih sering dilakukan tanpa Jarrvis yang sibuk dengan dunianya.

Chavali meletakkan bukunya, melirik kalender, lalu mengambil undangan pernikahannya. Undangan berwarna putih gading dengan aksen emas. Membukanya dan membaca nama yang tertera di undangan. Ada dua nama, dirinya dan Jarrvis.

Semua persiapan pernikahan ini hanya dia yang memilih dan memutuskan. Dari pakaian hingga undangan, Chavali yang memilih. Jarrvis menyerahkan semua padanya, seolah baginya, pernikahan ini hanyalah satu tahap yang tak akan mengubah apa pun. Seperti pemikirannya dulu, sebelum merasakan jatuh hati.

"Mas, menurutmu undangannya bagus yang mana?" tanya Chavali saat makan siang. Dia menunjukkan berbagai model melalui ponselnya.

"Kamu saja yang pilih," jawab Jarrvis yang hanya melirik sekilas.

"Mas nggak mau ikut milih?"

"Pilih yang kamu suka saja. Jangan sampai mimpimu nggak terwujud."

Chavali menarik lagi ponselnya, menggeser-geser layar tanpa minat lagi. Tadinya, dia bahkan tidak punya mimpi lagi. Tapi Jarrvis terlihat tidak antusias membuatnya menginginkan sesuatu, yaitu ketakhadirannya dalam persiapan pernikahan ini. Chavali pun merasakan kecewa, padahal seharusnya tidak boleh merasakan hal itu.

Lamunan Chavali buyar oleh suara ponselnya. Sebuah pesan masuk dan dia pun membukanya cepat, berharap itu dari Jarrvis.

Kafa

Sedang sibuk?

Nggak.

Aku di rumahmu. Bisa temui aku?

Di rumahku? Ngapain?

Bertemu Papamu. Tapi boleh kan bertemu anaknya juga?

Chavali segera keluar dari kamarnya dan mengintip ruang tamu. Benar, Kafa sedang berbicara dengan papanya dan terlihat seperti sudah mengenal lama.

Kafa

Sini, jangan cuma ngintip

Chavali tersenyum membaca pesan dari Kafa, lalu menampakkan dirinya. Kedua pria yang tengah mengobrol menoleh padanya.

"Ada apa?" tanya papanya.

"Hai," sapa Kafa.

Chavali nyengir, menatap Kafa.

"Ada apa Chavali?" tanya ulang papanya.

"Nggak, Pa."

"Kenalkan ini Kafa. Kafa, ini Chavali."

"Kami sudah saling kenal, Om."

"Baiklah, kalau begitu. Om tinggal, silakan kalian ngobrol. Obrolan kita sudah cukup, bukan?"

"Iya, Om. Makasih masukkannya."

Chavali berdiri canggung di hadapan Kafa ketika mereka sudah tinggal berdua. Perempuan itu menyadari satu hal yang selama ini dia pikirkan. Kafa yang dia kenal, sama dengan Kafa yang ingin dijodohkan dengannya.

"Kenapa cuma berdiri di situ? Apa ada yang aneh padaku?" tanya Kafa, lalu melihat dirinya sendiri. "Bukan karena kamu terpesona, kan?" sambung Kafa.

Kecanggungan itu nyata dirasakan Chavali. Dia tersenyum kaku, lalu duduk di hadapan tamunya. Rasa santai yang dia rasakan sebelum tahu soal Kafa, hilang begitu saja.

"Hei, kenapa jadi diam begitu?" seru Kafa dan melambai-lambaikan tangan di depan muka Chavali.

"Sudah lama di sini?" tanya Chavali akhirnya.

"Lumayan. Aku butuh belajar dari senior, papamu."

"Belajar apa?"

"Yang pasti bukan belajar meluluhkan hati perempuan," jawab Kafa, lalu terkekeh sendiri dan menular pada Chavali.

"Nah, gitu dong. Santai," ucap Kafa.

"Kenapa kamu jadi orang bisa sesantai itu, sih?" tanya Chavali.

"Hidup itu perlu dihadapi dengan santai, biar menyenangkan dan nggak stres."

Jujur, Chavali masih merasa canggung. Entah Kafa tahu atau tidak soal rencana perjodohan mereka sebelumnya, tapi Chavali jadi merasa berbeda. Tak bisa sesantai sebelumnya. Chavali jadi bertanya-tanya, Kafa tahu atau tidak tentang rencana papanya. Tapi seingat dia, papanya pernah bilang bahwa Kafa ingin mengenalnya.

"Ke luar, yuk?" ajak Kafa.

"Ke mana?"

"Cari udara segar."

"Sekarang?"

Tertawalah Kafa dengan pertanyaan Chavali. Pria itu menyadari perubahan sikap perempuan di hadapannya.

"Kenapa tertawa?"

"Ayo. Sepertinya kamu butuh udara segar secepatnya. Biar wajahmu tidak sekaku robot."

Refleks Chavali memegang wajahnya dan Kafa tertawa lagi.

Taman di ujung kompleks rumah jadi tempat mereka mencari udara segar. Mereka jalan kaki, menikmati malam yang cerah dengan udara yang cukup dingin. Berjalan beriringan dengan langkah santai. Sesekali Kafa membuat lelucon dan mereka tertawa.

"Chav, jujur. Malam ini aku sungguh terhibur."

"Bagaimana bisa? Memang terhibur karena apa?"

"Melihatmu itu hiburanku," ucap Kafa, berhenti berjalan lalu menatap lekat Chavali.

Ditatap seperti itu, Chavali salah tingkah. Tatapan Kafa terlalu intens. Berkali-kali Chavali menghindari tatapan Kafa dan kemudian menunduk malu.

"Hei, kamu bisa tersipu juga, ternyata." Kafa sedikit menunduk untuk melihat wajah Chavali yang merona.

"Andai kita bertemu lebih dulu. Apa aku punya kesempatan yang sama seperti Jarrvis?" tanya Kafa setelah mereka kembali berjalan lagi menuju bangku di bawah lampu.

Chavali tidak mampu menjawab. Hatinya telah jatuh pada Jarrvis, tapi Kafa bisa membuatnya nyaman tanpa banyak pertanyaan di kepalanya. Tapi dia sudah membuat pilihan di awal ketika meminta Jarrvis menikahinya dan menghindari perjodohan dengan Kafa.

Dia harus bertanggung jawab atas pilihan itu. Tidak boleh dia menyakiti hati orang lain, meskipun Jarrvis tidak memiliki rasa untuknya.

"Maaf." Hanya itu yang bisa diucapkan Chavali.

"Jangan diambil hati. Maaf, malah bikin suasana jadi canggung seperti ini."

Chavali tersenyum dan menggeleng bahwa hal itu bukan masalah besar. Masalah besarnya ada pada dirinya sendiri, selalu jadi orang yang tidak enakan. Tidak enak hati pada Kafa dan resah karena Jarrvis.

***

Aroma kopi hitam menyeruak di pantry. Chavali menghirup dalam dengan mata terpejam. Harusnya, pagi ini tak ada jadwal membuatkan kopi karena selama tiga hari, Jarrvis ada di luar kota bersama Damar. Tapi Chavali rindu kebiasaan setelah dua hari tidak membuat kopi di waktu pagi.

Chavali meletakkan kopi buatannya di meja kerjanya. Melihat tanpa ingin meminumnya. Hanya diletakkan begitu saja dan dia kembali sibuk dengan pekerjaan.

Jarrvis sama sekali tidak menghubunginya. Chavali hafal dengan kinerja bosnya yang gila kerja. Tapi dia tidak menyangka, Jarrvis tidak menghubunginya, padahal status mereka sebentar lagi akan berganti.

Pernikahan mereka hanya akan jadi status palsu. Chavali sebenarnya tahu dari awal akan begitu. Lagi pula, itu juga yang dia inginkan saat membuat keputusan nekat ini. Tapi sekarang, semua berubah sejak dia diam-diam menaruh rasa pada Jarrvis.

Kehadiran Kafa yang intens membuatnya bimbang. Antara ingin diperhatikan atau memperhatikan. Antara ingin disayang atau menyayangi.

Tidak jarang dia menyesal karena tidak memberi kesempatan Kafa untuk mengenalnya lebih dulu. Langsung membuat keputusan menikah dengan Jarrvis. Tapi di sisi lain, dia berharap Jarrvis menganggapnya ada, bukan hanya sekadar bayangan di balik pekerjaan.

"Chav, Chavali," panggil Jarrvis yang kesekian kali.

"Chavali," panggil Jarrvis lagi. Kali ini dengan mengetuk meja.

Chavali terperanjat, bangkit dari posisinya dan membuat mejanya bergeser. Kopi di dalam cangkir tumpah, sedikit mengotori meja kerjanya.

"Kamu melamun?"

"Mas, eh Pak, kok sudah di kantor?"

Chavali melirik ke belakang, ada Damar yang tersenyum simpul. Chavali jadi malu sendiri karena memanggil Jarrvis dengan sebutan mas, padahal ada Damar di belakang Jarrvis.

"Bersihkan mejamu. Saya tunggu di ruangan."

"Iya, Pak."

"Mas," bisik Damar meledek Chavali, setelah Jarrvis masuk ke ruangan.

"Ih, Pak Damar. Kok, Pak Damar sudah balik? Bukannya harusnya besok?" tanya Chavali seraya membersihkan mejanya dengan tisu.

"Pak Jarrvis minta dipadatkan jadwalnya. Udah kangen kali sama kamu," balas Damar dengan senyum, lalu masuk ke dalam ruangan Jarrvis tanpa menunggu Chavali.

Sementara Chavali mendadak berbunga-bunga walaupun perkataan Damar belum tentu benar adanya. Dia tersenyum simpul, melangkah ke dalam ruangan.

***
Makasih antusiasnya
Happy reading, Sayang-sayangku.
Please vite dan komentarnya selalu ya. Thank you ❤️❤️❤️

Continue Reading

You'll Also Like

37.2K 5.1K 9
COMPLETE - Wonwoo adalah cahaya di kehidupannya yang ia butuhkan. Tapi ia tidak tahu siapa yang menjadi lilin dalam hidup Wonwoo. Karena ia tahu tida...
1.5M 14.1K 24
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) Hati-hati dalam memilih bacaan. follow akun ini biar lebih nyaman baca nya. •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan sa...
12.6K 904 39
Konflik terjadi antara dua negara tetangga. Dan Indonesia harus menyiagakan pasukan militernya untuk mengamankan wilayah perbatasan, baik di daratan...
133K 12.3K 23
Cover by @AVAVVA 🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃 Ganteng tidak pernah mengira diusianya yang sudah menginjak empat puluh empat tahun dirinya harus terli...