Menunggu

By Ami_Shin

30.8K 4.6K 410

Alma dan Arka saling bersahabat. Sejak kecil, mereka selalu bermain bersama, melakukan berbagai hal nakal ber... More

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Epilog

Part 9

1.1K 188 4
By Ami_Shin

Semua orang tahu kalau Alma Ilyas ini sangat totalitas dan pekerja keras ketika sedang bekerja. Tapi semua orang pun juga tahu kalau Alma tidak pernah mau merelakan satu detik pun dari waktu istirahat yang dia punya. Maka itu, tepat ketika jam sudah menunjukkan pukul dua belas siang, Alma tidak segan-segan meninggalkan seluruh pekerjaannya baik itu sangat penting atau pun sedang dia kerjakan dengan penuh khusyuk.

"Makan siang!!!" teriak Alma dengan cengir bahagia. Teriakan mampu membuat semua orang di sekelilingnya melirik padanya sembari menggelengkan kepala. Terkadang mereka tidak mengerti bagaimana cara Alma melalui harinya hingga dia selalu saja terlihat ceria di jam makan siang dan juga di jam pulang bekerja.

Seakan-akan pekerjaannya yang cenderung memusingkan itu sama sekali tidak bisa mengganggu kebahagiaannya.

Sebenarnya jawabannya hanya satu. Karena Alma tahu bagaimana cara membuat dirinya selalu bahagia.

Tanpa peduli dengan penampilan, bahkan tidak pernah sudi memeriksa penampilannya melalui cermin, Alma langsung meraih tasnya dan beranjak santai meninggalkan kantor.

Sembari berjalan, Alma mengeluarkan ponsel, menghubungi Arka melalui Video Call. Tapi Arka menolak panggilan Alma dan sebagai gantinya, dia menelepon Alma.

[Gue lagi nyetir. Nggak bisa VC.] Ujar Arka.

"Oh... mau ke mana memangnya? Makan siang, ya? Bareng dong, Ka... gue juga lagi mau makan siang nih." Alma menyengir kecil. Membayangkan makan siang bersama Arka dan menyelamatkan isi dompetnya untuk hari ini sungguh membuatnya bersemangat.

Jika biasanya Arka langsung meledek Alma dan membuat Alma kesal sebelum mengatakan akan menjemput Alma, maka kali ini Arka sempat terdiam cukup lama hingga kemudian berujar dengan nada sungkan. [Hm, tapi Al, gue udah janji sama Elena, mau makan siang bareng di apartemennya.]

Alma mengernyit cepat, menghentikan langkah, namun setelah itu dia malah tersenyum-senyum sendiri dan terkekeh geli.

[Ngapain lo ketawa-tawa?!]

"Nggak tahu nih, Ka. Setiap kali gue ingat lo udah punya pacar, gue mau ketawa mulu bawaannya. Nggak nyangka banget gue, akhirnya sahabat gue bisa punya pacar. Lo udah pernah cipokan belum, Ka, sama Elena?" Alma menyeringai mesum.

[Heh! Otak lo ya, Al!]

"Alah, nggak usah malu. Sama gue doang ini... pernah, kan? Pernah pasti. Mana mungkin lo nggak cipokan sama pacar lo." cibir Alma.

Bagaimana ya cara Alma menjelaskannya. Ini tentang Arka, sahabatnya sejak kecil di mana mereka sudah menghabiskan waktu bersama-sama nyaris disepanjang hidup mereka.

Alma sangat mengenal Arka, dia tahu betapa polos Arka jika sudah menyangkut tentang wanita. Jadi ketika Arka sudah punya pacar, otak Alma tidak bisa berhenti memikirkan apa saja yang sudah di lakukan sahabatnya itu dengan kekasihnya.

"Tapi, Ka, lo jangan sampe kebablasan, ya! Ingat kata nyokap gue, nakal boleh, bego jangan. Apa lagi lo mau ke apartemennya Elena sekarang. Takutnya abis makan lo malah ngamar lagi."

[Alma!] lagi-lagi Arka berteriak kesal.

Tapi bisa Alma bayangkan bagaimana rona merah di wajah Arka saat ini. "Ya udah, gue mau cari makan dulu nih. Have fun deh, Ka, sama pacar lo. Cie... Arka." Alma menyempatkan diri meledek Arka sembari tertawa geli sebelum memutuskan sambungan telepon.

Dia masih saja tersenyum-senyum geli seraya menggelengkan kepala.

Kemudian Alma melihat sebuah motor melintas di depannya. Seketika senyuman miringnya tercetak jelas. "Indra adiknya Kak Alma!" teriak Alma dengan nada ramah yang menipu.

Motor Indra berhenti, lalu ketika Indra menoleh padanya, Alma bergegas menghampiri. Masih dengan senyuman manisnya, Alma berujar. "Indra mau makan siang, ya? Bareng sama Kak Alma, yuk."

"Nggak usah sok manis lo, Al! Jijik tahu nggak!" Indra menggelinjang geli melihat Alma yang justru mengedipkan sebelah matanya. "Mau minta di traktir kan lo?"

Telunjuk Alma mencolek dagu Indra. "Suka deh Kak Alma kalau Indra pintar begini." Kemudian tanpa di persilakan, Alma sudah duduk di boncengan. "Indra tahu kan kalau sekarang itu lagi tanggal tua? Jadi nasib Kak Alma bergantung banget sama Indra." Ucapnya di telinga Indra. Alma masih saja berujar dengan nada manisnya yang justru membuat Indra merinding.

Indra sampai mengusap-usap lengannya. "Lihat nih, Al. Gue sampe merinding kalau lo sok manis begini." rutuk Indra sambil memperlihatkan bulu-bulu halus di lengannya yang berdiri tegak.

Tapi Alma sama sekali tidak peduli, dia justru memeluk pinggang Indra erat dan masih saja memperlihatkan senyuman manis yang menipu.

Kalau sudah begini, mana mungkin Indra bisa melarikan diri. Jadi setelah menghela napas berat, Indra kembali melanjutkan laju motornya. Toh lagi pula Indra memang tidak punya teman makan siang hari ini.

"Gue nggak pake helm, Ndra. Memangnya nggak apa-apa?" tanya Alma.

"Nggak apa-apa." jawab Indra jutek.

"Kalau ditilang Polisi gimana?"

"Ya kalau ditilang Polisi, tinggal gue suruh Polisinya bawa motor gue sama lo sekalian. Terus gue bilang, motornya ambil aja Pak, sekalian cewek gila ini masukin aja ke sel, kalau bisa nggak usah dilepasin lagi sampe kiamat."

Rutukan Indra itu di susul dengan teriakan kuatnya karena kini Alma sudah menggigit bahunya kuat.

"Mampus lo! Sembarangan aja nitipin gue ke Polisi." Omel Alma.

Kali ini Indra tidak kesal, dia malah tertawa-tawa geli karena berhasil membuat Alma marah.

"Eh, Ndra. Arka udah punya pacar tahu." Ujar Alma memberi tahu. Karena Indra sudah tahu siapa itu Arka, jadi Alma rasa bercerita tentang Arka padanya tidak akan membuat Indra kebingungan.

"Oh, ya?"

"Iya. Ceweknya cakep. Pengusaha juga, punya Resto Steik, enak lagi."

Melalui spion, Indra melirik wajah Alma. Jika diperhatikan, Alma tampak sangat senang ketika membicarakan perihal Arka dan kekasihnya. Dan sekarang Indra punya ide jail di kepala. "Kan sahabat lo udah punya pacar nih, Al. Terus lo kapan?"

"Kapan apanya?"

"Punya pacar juga."

"Ck," Alma menggelengkan kepala ironi dan membalas tatapan Indra melaui spion. "Gue nggak mau pacaran, Ndra. Dosa. Dilarang agama."

Tangan Indra bergerak cepat mencubit betis Alma secara sadis, sedang ekspresi wajahnya mendadak datar. Melihat itu Alma tertawa terbahak-bahak.

"Muka-muka kaya lo nggak usah belagu ngomongin dosa sama agama. Pacaran lo bilang dosa, terus morotin gue namanya apa?"

"Itu anggap aja lo sedekah sama fakir miskin kaya gue."

"Miskin beneran baru tahu rasa lo!"

"Ih, adiknya Kak Alma kok ngomong gitu sih..."

"Sumpah ya, Al. Sekali lagi lo sok manis kaya orang cacingan gitu, gue turunin lo di jalan!"

Lagi-lagi Alma tertawa terbahak-bahak. Memang sangat menyenangkan sekali bisa menjaili Indra. Apa lagi kalau Alma sudah menyebut-nyebut Indra sebagai adiknya. "Lo kenapa sih, nggak mau banget gue sebut adik. Padahal kan umur lo memang di bawah gue."

"Nggak. Gue nggak sudi jadi adik lo."

"Ya, terus lo mau jadi siapanya gue?"

Indra melirik Alma lagi, kali ini lengkap dengan senyuman miring. "Jadi pacar lo aja gimana, Al?"

"Sori, Ndra. Gue nggak doyan sama brondong. Tipe gue Sugar Daddy gitu. Ya... kaya Bokap lo lah. Apa gue rayu aja ya Bokap lo, biar jadiin gue istri keduanya? Kan gue bisa jadi Nyokap tiri lo, Ndra." Alma lagi-lagi tersenyum manis pada Indra. "Gimana?"

"Anjing! Kriminal banget otak lo, Al. Astaga... amit-amit gue kalau sampe punya Nyokap tiri kaya lo."

"Indra... nggak boleh gitu ah sama Mama."

"Alma!"

"Mama, Ndra, Mama..."

"Anjing lo!"

Lalu umpatan Indra Alma balas dengan tawa yang menyebalkan. Dan di sepanjang jalan, mereka berdua masih saja tidak berhenti saling menjaili satu sama lain.

***

"Kenyang..." Arka menyandarkan punggung ke sandaran sofa sambil mengusap-usap perutnya yang sedikit membuncit.

Elena yang datang menghampiri sembari membawa segelas air yang dia letakkan di atas meja, tertawa geli seraya menggelengkan kepala.

Arka makan dengan sangat lahap tadi. Dia juga berkali-kali memuji masakan Elena, membuat Elena merasa senang akan pujian itu.

Semakin lama mengenal Arka, apa lagi sejak mereka memutuskan untuk menjalani hubungan hingga ke tahap yang serius, Elena semakin menemukan banyak hal yang dia sukai dari Arka.

Arka jenis lelaki yang tidak sungkan menunjukkan perhatian. Dia juga sering memuji, tapi bukan jenis pujian yang dibuat-buat. Arka ini benar-benar merupakan lelaki yang sangat menghargai wanita, bahkan pasangannya kelak.

Karena meski belum resmi berpacaran dengan Elena pun, sikap Arka benar-benar membuat Elena terkagum-kagum, hingga Elena semakin menemukan banyak alasan untuk tetap mencintainya.

"Besok mau di masakin apa lagi?" tanya Elena.

"Kamu mau masakin aku lagi? Besok kamu nggak kerja memangnya?" tanya Arka dengan mata membulat lucu. Sejak malam yang mendebarkan hingga membuatnya salah tingkah itu, Arka resmi merubah panggilannya pada Elena. Menurut Arka panggilan ini lebih sopan. Toh Elena bukan hanya sekedar teman kan saat ini.

"Besok aku ke Resto sih. Tapi nggak apa-apa, nanti aku masakin di sana. Kalau kamu nggak sempat ke Resto, makanannya aku kirim aja ke tempat kamu."

"Nggak usah, El. Jangan merepotkan diri kamu buat aku."

Elena menggelengkan kepala. "Aku nggak merasa repot kok. Justru aku senang kalau kamu mau dan suka dengan masakan aku." dia tersenyum kecil.

"Abis masakan kamu enak." Kekeh Arka. "Tapi serius, besok nggak usah masakin aku lagi. Nanti kamu capek. Lagian aku belum tahu besok bisa makan siang bareng kamu atau nggak." Lanjut Arka dengan suara lembutnya. Tapi melihat wajah kecewa Elena, Arka buru-buru menambahkan. "Hm, sebagai gantinya, gimana kalau nanti malam aku ke sini lagi. Abis pulang kerja, aku mampir lagi. Masakan yang tadi masih ada, kan?"

Lihat kan, bagaimana Elena tidak semakin tergila-gila pada Arka jika sikap Arka seperti ini.

Sambil tersenyum kecil, Elena menganggukkan kepala. "Iya."

"Oke." balas Arka tersenyum senang. Kemudian dia melirik jam tangan dan mengatakan pada Elena kalau dia harus kembali ke kantor.

Elena mengantar Arka sampai ke depan pintu.

"Makasih ya, El, untuk makan siangnya."

"Iya. Kamu hati-hati ya di jalan."

"Hm." Gumam Arka. Namun kakinya masih belum beranjak. Dia hanya terus memandangi Elena dan senyuman di bibirnya. Gadis ini benar-benar sangat baik, batinnya. Lalu jemari Arka bergerak begitu saja, menyentuh pipi Elena, membelai lembut.

Tentu saja hal itu membuat Elena tersentak dan membeku.

"Ya udah, aku pergi ya. Sampai ketemu nanti malam." ucap Arka dengan nada mesra.

Elena tak lagi mampu berucap. Dia hanya bisa menganggukkan kepala kaku dan menatap kepergian Arka dengan perasaan tak menentu. Elena pandangi punggung Arka hingga menghilang dari jarak pandangnya.

Kemudian dia menutup pintu rumah, menyandarkan punggung di sana seraya menyentuh dadanya dengan kedua tangan. Debar jantungnya sangat kencang, bahkan kini wajah Elena memerah sempurna.

Pun begitu pula dengan bibirnya yang mulai tersenyum bahagia. Astaga. Bahkan hanya sebuah sentuhan kecil pun, Elena bisa sampai meleleh seperti ini.

***

Karena siang tadi Alma tidak bisa bertemu dengan Arka, dan sudah beberapa hari ini pula mereka tidak bertemu karena kesibukan masing-masing, sepulang bekerja, Alma memutuskan datang ke rumah Arka.

Seperti biasa, selagi menunggu Arka pulang, Alma bermain game. Kali ini dia bermain game di kamar Arka. Bahkan dia sudah membuat kamar Arka berserakan dengan banyak bungkus camilan.

Karena sudah berjam-jam lamanya bermain game, Alma akhirnya merasa lelah. Ketika dia melirik jam dinding, ternyata waktu sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam.

Alma mengernyit seketika. Tumben sekali Arka pulang selarut ini, pikirnya. Alma bergegas memeriksa ponselnya, tapi dia tidak menemukan satu notifikasi apa pun dari Arka.

Biasanya lelaki itu tidak pernah bosan mengirim banyak sekali pesan. Arka pun selalu memberitahu Alma mengenai apa yang sedang dia lakukan dan di mana keberadaannya. Tapi hari ini Arka tidak melakukan hal itu.

Merasa sedikit cemas, Alma langsung menghubungi Arka. Tapi tak ada jawaban. Mengirim pesan pun tidak ada balasan. Alma jadi merasa sedikit cemas.

Lalu akhirnya dia memeriksa sosial media Arka. Barangkali Arka ada melakukan aktifitas di sana hingga Alma bisa menebak di mana keberadaan sahabatnya itu.

Tapi tak ada apa pun yang Alma temukan.

Kini sambil berjalan ke sana kemari, Alma mulai menggigiti bibirnya sambil menatap ponselnya dengan raut wajah panik.

"Lo ke mana sih, Ka!" rutuk Alma kesal.

Arka tidak biasanya seperti ini, itu kenapa Alma mulai berpikir yang tidak-tidak. Alma nyaris beranjak untuk menemui Adel dan memberitahu Adel mengenai Arka, tapi kemudian dia memikirkan satu nama.

Elena.

Benar. Elena dan Arka kan berpacaran, Elena pasti tahu di mana keberadaan Arka.

Alma ingin menghubungi Elena, tapi sayangnya dia tidak punya nomer kontak Elena. Dan kini Alma kembali dibuat resah. Hingga kemudian Alma mendapatkan sebuah ide.

Alma kembali memeriksa sosial media Arka, mencari akun milik Elena. Dan ya, dia menemukannya. Alma berniat mengirimi pesan di sana, tapi belum lagi dia melakukan niatnya, Alma justru terpaku pada postingan terbaru Elena.

Sebuah foto di mana ada Arka dan Elena di foto tersebut.

Mereka duduk bersebelahan dengan wajah yang begitu dekat, tersenyum sangat manis.

Life isn't perfect, but we are.

Alma membaca kalimat itu sedikit lebih lama. Kemudian lagi-lagi dia memandangi foto mereka berdua. Terlihat sempurna di matanya.

Alma tersenyum, tapi dia tidak bisa memungkiri sedikit retakan tak kasat mata di hatinya. Pasalnya, sejak tadi dia menunggu Arka di sana, mengirimi Arka banyak sekali pesan, bahkan menelepon Arka berkali-kali. Namun sahabatnya itu tidak merespon sekali pun.

Ya, Alma tahu Arka pasti sedang dimabuk cinta. Tapi apakah membalas pesan Alma pun Arka sampai tidak punya waktu? Alma bahkan menunggu Arka berjam-jam lamanya di sana.

Alma menghela napasnya sedikit berat, kemudian tersenyum lebih lebar dari biasanya. "Dasar!" kekeh Alma pelan dengan nada suara sedikit serak.

Lalu Alma meraih tasnya, dan beranjak pergi dari sana. Tidak lagi menunggu Arka apa lagi mencemaskan Arka. Karena sahabatnya itu ternyata sedang baik-baik saja dan sibuk menghabiskan waktu bersama kekasihnya.

Menunggu pun juga percuma, kan?

***

Continue Reading

You'll Also Like

616K 58.5K 46
Demi menghindari sebuah aib, Gus Afkar terpaksa dinikahkan dengan ustadzah Fiza, perempuan yang lebih dewasa darinya. Gus Afkar tidak menyukai Fiza...
177K 1.3K 4
Akurnya pas urusan Kontol sama Memek doang..
179K 516 45
FOLLOW AKUN INI DULU, UNTUK BISA MEMBACA PART DEWASA YANG DIPRIVAT Kumpulan cerita-cerita pendek berisi adegan dewasa eksplisit. Khusus untuk usia 21...
861K 3.3K 8
Kocok terus sampe muncrat!!..