WENGI

Door xwchkshncrzy

13.1K 1.5K 261

Yessica Tamara, gadis keturunan jawa yang di anugrahi kemampuan melihat dan berkomunikasi dengan bangsa lelem... Meer

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18

Chapter 8

523 77 6
Door xwchkshncrzy


Jum'at siang ini kelas Shani sedang ada pelajaran olahraga, beberapa siswa perempuan tengah bergerombol sambil mengobrol, sedangkan siswa laki-laki sedang bermain basket. Shani terlihat malas duduk di tepian lapangan basket. Pak Mario guru olahraga berhalangan hadir karena ada rapat di kantor dinas. Dari arah laboratorium, Agra berjalan sambil memasukkan kedua tangannya ke saku celana, pemuda itu tersenyum dan menghampiri Shani.

"Cah ayu?" sapaan itu terdengar, dan Shani tak perlu bertanya-tanya siapa yang memanggilnya. Memangnya siapa lagi yang memanggilnya 'cah ayu' selain Agra?

Shani menoleh ke sampingnya, dimana Agra sudah duduk manis sambil menatap ke depan, ke arah siswa laki-laki yang tengah bermain basket.

"Nglamun aja. Nanti kesurupan loh.." gurau Agra di sertai senyumnya yang khas.

"Paling juga kalau aku kesurupan kamu lari duluan, kamu kan penakut." jawab Shani di sertai smirknya yang terlihat menyebalkan.

"Apa sih.. aku tuh nggak penakut, cuman males aja sama hantu-hantuan gitu." bela Agra, lalu menyenggol bahu Shani dengan sengaja.

"Alibi terus. Nggak usah mengelak gitu lah.. hihihi." Shani balas menyenggol bahu Agra, di sertai tawanya yang jelas sekali tengah mengejek.

"Kalau demi kamu, aku nggak akan takut apapun.." Agra tersenyum, Shani hanya terdiam, sedikit melirik ke arah Agra yang masih betah menatap ke arah depan. Shani baper? Tentu saja tidak, dia hanya bingung apa yang harus di lakukannya ketika tau jika Agra sebenarnya menyukainya. Shani pun sebenarnya juga menyukai Agra, namun sebatas menyukainya sebagai teman. Tidak lebih.

Suasana mendadak canggung, dan Shani hanya bisa diam sambil terus menatap teman-temannya yang tengah bermain basket.

"Shan??" panggil Agra, memecah keheningan yang berlangsung beberapa menit.

"Ya?? Kenapa??" Shani menoleh ke arah Agra, dimana pemuda itu tengah tersenyum hangat.

"Aku -"

"Shani Indira?" panggilan dari Bu Melody memotong ucapan Agra, atensi Shani langsung mengarah pada salah satu guru killer itu, dia langsung berdiri dan membungkuk hormat pada Bu Melody.

"Iya bu? Ada apa??"

"Kamu sedang tidak sibuk kan? Bisa bantu saya untuk menaruh buku-buku ini ke meja kantor? Saya harus buru-buru ke ruangan kepala sekolah." ucap Bu Melody, yang langsung mendapat anggukan dari Shani.

"Baik bu, biar saya yang bawakan.." Shani mengambil alih buku-buku yang berada di tangan Bu Melody, setelah itu perempuan berusia 37 tahun itu lantas pergi meninggalkannya setelah mengucapkan terima kasih.

"Shan biar aku bawain.." tawar Agra yang ingin membantu Shani, namun belum sempat membantu lonceng pergantian jam pelajaran berbunyi, mau tidak mau Agra harus masuk kedalam kelasnya, menyisakan Shani yang kini berjalan santai ke ruangan guru.

Begitu dia sampai di ruang guru, Shani langsung meletakkan tumpukan buku itu di atas meja milik Bu Melody. Ruangan guru terlihat sepi karena guru-guru yang tengah mengajar, Shani menatap ke sekitar lalu pandangannya tertuju pada buku absensi siswa milik kelas 10 IPS 3. Setau Shani itu kelas yang di tempati Jinan.

Shani menarik nafasnya, lalu membuangnya perlahan, kepalanya menoleh ke segala arah, oke aman. Perlahan tangan kanannya terulur, lalu meraih buku absensi itu, lantas membukanya secara perlahan, disana tertera seluruh nama siswa dan siswi dari kelas 10 IPS 3, mata Shani menatap dari barisan paling ujung bernomor absen 1, dia membaca secara urut nama-nama itu hingga matanya kini melihat sebuah nama yang membuat jantungnya otomatis berdebar.

"Jinan Safa Raharja.. Raharja?? Bukankah itu-"

Arghhhhh!!!!!!

Buku absensi yang di pegang Shani terjatuh saat sebuah teriakan menembus ke gendang telinganya, sayup-sayup dia bisa mendengar bunyi hentakan dari kaki-kaki yang berlarian. Shani mengambil buku absensi itu lantas berlari kecil menuju pintu ruang guru, dia keluar dari sana dan hal yang pertama dia lihat adalah hampir seluruh siswa-siswi tengah berlarian menuju ke suatu ruangan. Shani mencegat salah satu siswi.

"Uty!! Ada apa sih??" tanya Shani pada gadis berkerudung yang langsung menghentikan langkahnya.

"Ada siswa yang kesurupan shan, di ruang musik!" jawab Uty, lalu meninggalkan Shani begitu saja.

"Astaghfirullah..." Shani ikut berlari bersama murid-murid yang lain menuju ruang musik, di sepanjang koridor menuju ruang musik tampak ramai oleh orang-orang yang ingin melihat kejadian itu. Guru-guru juga terlihat panik, karena ini adalah kejadian pertama kali yang menimpa SMA Orison.

"Dek!!" Shani berteriak saat melihat Chika yang juga tengah berlari bersama Oniel.

"Mbak?! Ada yang kesurupan mbak.. katanya Freya murid kelas 11.." ucap Chika saat sampai di dekat Shani.

"Kita lihat aja yuk, kayaknya heboh banget itu.." ucap Oniel, lalu ketiganya berlari kecil ke ruangan musik yang kini sudah di padati oleh murid dan guru.

"Harghhhhhhhh!!!!!! Aaaaaaaaaaa!!!!!!" suara jeritan terdengar begitu Chika, Shani, dan Oniel sampai di depan pintu ruang musik, ketiganya meringsek menembus orang-orang yang tengah berkerumun itu, beberapa kali Oniel terlihat marah-marah karena murid-murid yang tidak mau memberi jalan pada mereka bertiga, bahkan Oniel hampir saja adu jotos dengan murid kelas 12 kalau saja Shani dan Chika tidak melerainya.

Hingga ketiganya kini berdiri di barisan paling depan. Chika menatap nanar pada Freya yang tengah di pegangi oleh 2 orang  guru, Freya berteriak histeris dengan mata yang melotot, tangannya menunjuk-nunjuk ke atas, entah apa yang gadis itu lihat.

"Astaghfirullah..." ucap Shani saat melihat adik kelasnya itu kembali berteriak dengan suara yang parau.

"Shan.. serem banget..." tiba-tiba Agra sudah berdiri di samping Shani.

"Aku ora wedi!!! Aku ora wedi!!!!" Freya berteriak lantang sambil terus menggerakkan kedua kaki dan tangannya yang di pegangi oleh dua orang guru laki-laki.

(Aku tidak takut!!! Aku tidak takut!!!!)

Chika perlahan melangkah maju, sedangkan Shani masih berdiam di tempat dengan kedua mata yang terus menatap ke Freya, lebih tepatnya ke dalam sosok yang mengambil alih tubuh Freya. Mulut Chika komat-kamit, kepala Freya langsung menoleh dengan cepat ke arah Chika. Semua murid dan guru membiarkan Chika berjalan mendekat ke arah Freya.

"Istighfar Freya... Istighfar..." ucap Pak Deni dengan wajah yang di penuhi oleh keringat, kedua tangannya memegangi tangan Freya agar murid itu tidak mengamuk dan menyakiti diri sendiri.

"Wani-wani ne koe gawe perkara nang kene..." ucap Chika dengan bahasa jawa, membuat Freya menatap tajam ke arah Chika.

(Berani-beraninya kamu membuat masalah disini...)

"Harghhhhhhhh!!!!" Freya menjerit histeris, tubuhnya tiba-tiba berdiri begitu saja, kedua guru yang memeganginya terlempar karena kekuatan Freya yang tidak normal. Kini Freya dan Chika saling berhadapan, kedua bola mata Freya berubah menjadi putih sempurna, bukan membuat Chika gentar, dia meraih tasbih yang berada di saku rok seragamnya.

"Metuo.. Ojo ganggu bocah iki. Panggonanmu ora nang kene. Akone sopo koe ngosak-asik tempat iki? Akone sopo?!!" tangan Chika yang memegang tasbih langsung terangkat dan memegang ubun-ubun Freya.

(Keluarlah.. Jangan ganggu anak ini. Tempatmu bukan disini. Siapa yang menyuruhmu mengacau di tempat ini? Siapa yang menyuruhmu?!!)

Freya menjerit, melengking membuat semua orang yang berada di ruang musik spontan menutup telinganya. Jeritan kedua kembali terdengar, bersamaan dengan kaca jendela yang tiba-tiba pecah menimbulkan suara yang membuat semua orang kaget. Beberapa pajangan dan alat-alat musik berjatuhan begitu saja, menimbulkan suara berisik yang mengganggu.

Tubuh Chika terdorong begitu saja, membuatnya terjatuh namun untung saja ada Oniel yang siap menangkapnya.

"Dek!!" Shani menunjuk ke atas, ke arah tubuh Freya yang tiba-tiba terangkat. Senyum Freya terlukis di wajahnya yang sepucat mayat, kedua matanya masih berwarna putih sempurna.

"Astaghfirullah... Astaghfirullah..." hampir semua orang mengucap istighfar.

Debuman pintu terdengar lantang, membuat semua orang yang berada di ruang musik saling berlarian ingin keluar dari sana. Suasana sungguh kacau saat tawa Freya melengking, lalu bau busuk bangkai menguar begitu saja. Hanya Chika dan Shani yang bisa menciumnya.

"Pak Deni, tolong bantu murid-murid keluar dari sini!!" perintah Oniel yang langsung mendapat anggukan dari gurunya itu.

Murid-murid berlarian menuju pintu sambil menjerit-jerit, hingga menyisakan Chika, Shani, Oniel, Agra, dan Pak Deni. Freya tertawa dengan suara yang melengking, gadis itu kini menempel di plafon ruang musik, sungguh kejadian yang tidak masuk akal, namun begitulah adanya. Angin kencang tiba-tiba masuk melewati kaca-kaca jendela yang telah pecah, rak-rak yang berjajar terhempas begitu saja hingga menimpa beberapa alat musik.

"Shan!"

Brakk!!

Rak itu jatuh menimpa punggung Agra, yang langsung di bantu Oniel dan Pak Deni untuk mengangkatnya.

"Kamu nggak bisa di bilangin secara baik-baik ternyata. Baik kalau begitu.." ucap Chika dengan nada yang dingin.

"Mundur!!" Shani yang tau apa yang akan terjadi memerintah Oniel, Agra dan Pak Deni untuk mundur, memberi ruang untuk Chika.

"Medun!! Medun!!!" Chika mendongak sambil menatap Freya dengan tatapan tajam. Hawa dingin langsung menguar di sekitar ruangan, hawa dingin yang ganjil.

(Turun!! Turun!!!)

Tubuh Freya perlahan turun, lalu berdiri dengan kepala menunduk. Chika duduk bersila, mulutnya terus berkomat-kamit, tiba-tiba lampu di ruangan padam, hanya semburat cahaya yang masuk melalui celah-celah jendela yang bolong. Dari belakang tubuh Chika, keluar sosok Arimbi. Namun dari arah belakang Arimbi berjejer puluhan prajurit perempuan dengan pakaian yang sama dengan Arimbi.

Chika membuka matanya, bersamaan dengan Arimbi dan pasukannya yang melesat menabrak tubuh Freya, hingga membuat gadis itu terpental dan menabrak rak yang sudah setengah roboh. Freya jatuh terduduk, asap kehitaman yang tipis keluar melalui ubun-ubun Freya. Asap itu membentuk suatu sosok yang hanya bisa di lihat Shani dan Chika.

Deru nafas Freya terdengar lebih cepat, lalu dia memuntahkan cairan hitam pekat bercampur kelabang dan kalajengking. Bersamaan dengan itu, gadis berkulit kecoklatan yang berada sendirian di bilik toilet memuntahkan darah segar, bercampur hewan yang sama.


Shani menghampiri Chika, lalu membisikkan sesuatu ke telinga adiknya itu.

"Jinan adalah bagian dari Trah Raharja."


TBC.

Ga verder met lezen

Dit interesseert je vast

267K 34.5K 70
Kisa 9 bersaudari Gaby Shani Gracia Anin Feni Cindy Jinan Sisca Ara Tokoh utama yaitu Ara ya
504K 37.5K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
30.4K 3.1K 15
"Ra, aku bukan orang yang baik. Kamu harusnya cari orang selain aku, Ra." -Fiony "Aku juga bukan orang baik, kok. Tapi yang aku mau cuma kamu, karena...
9.2K 757 19
Ini kisah kita. Bukan Kamu Ini kisah mereka. Bukan Aku. Nb. Sebenarnya ini udah ku tulis di kumpulan OS, tapi tiba-tiba aja pikirannya berkelana. Jad...