Iridescent

Bởi RaraCitra023

2.2M 199K 6.9K

Aurora tersenyum tipis, menatap Aric tanpa benci sedikitpun. "Aku harus apa, Ar?" Lirihnya. Aric tertegun. "A... Xem Thêm

00| Blurb
01| Start
02| Be brave
03| How we
04| Talk that
05| About us
06| Xavierous
07| Beautiful Ghost
08| Party
09| Still Try
10| New Version of Us
11| Hate you
12| Be Selfish
13| Sweet Male Lead
14| Danger!
15| Revenge
16| What?!
17| Stay with me
18| How about me?
19| Typa Girl
20| Kai, Thanks
21| Aurora's Past
22| Why You-?
23| War Is Coming!
24| Hallo, Daniel!
25| Nothing-
26| War Begins!
27| I'm Sorry
29| Goodbye, Marsel
30| Who is Vanilla?
31| Endings must Happen
32| The Truth
33| Next Chapter
34| Never like past
35| Two Characters
36| Karma

28| Please,

40.8K 4.3K 315
Bởi RaraCitra023

Lorong rumah sakit terasa begitu hening dan semakin sepi, terlihat sunyi tanpa setitik keramaian menghiasi. Aurora terduduk dengan Axel disampingnya, keduanya sibuk diam. Larut dalam lamunan yang entah sejak kapan melingkupi mereka.

Axel menatap Aurora sejenak, helaan napas panjang terdengar dari bibirnya. "Abang akan ceritain secara garis besar ke kamu"

'Al, daddy mau bicarakan sesuatu"

Allaric yang kala itu sedang bersiap menuju markas pun terhenti sejenak, ia menatap jam di ruang tamu, pukul sepuluh malam. Rumah megah itu terasa sunyi seketika, mengingat jam maid hanya sampai pukul sembilan malam.

'Kenapa, dad?'

Brandon memberi gestur pada Allaric untuk masuk ke ruang kerjanya. Allaric patuh, ia masuk ke ruang kerja sang daddy dengan perasaan bingung yang melingkupi hatinya. Ketika Allaric memasuki ruangan, nampak sang daddy sedang termenung menatap jauh kearah balkon.

'Kamu kenal Vanilla?'

Allaric mengernyit, 'Allaric nggak tau dia'

Brandon menatap putranya lekat, ia menyerahkan beberapa lembar foto pada putranya. Pada foto tersebut terlihat jelas Allaric sedang berinteraksi dengan Vanilla, pun pula Vanilla yang sedang bersama seorang wanita paruh baya. Allaric meraih salah satu foto tersebut, semakin tak mengerti dengan maksud daddy-nya.

'To the point, dad' Allaric menatap daddy-nya tajam.

Brandon menoleh, menatap putranya yang kini semakin mirip dengannya. 'Selidiki Vanilla, terutama latar belakang orang tua Vanilla'

'Kenapa daddy nggak cari tau sendiri?' Allaric meletakkan foto Vanilla dengan asal di meja kerja daddy-nya.

'Kakek kamu nggak pernah lepasin daddy'

Allaric menatap daddy-nya lekat, 'Apa cewek ini ada kaitannya sama kakek?'

Brandon menggeleng samar, ia menatap foto yang memenuhi meja kerjanya. 'Daddy takut, perempuan ini punya hubungan darah dengan Maximillan'

'Dad-'

Aurora menatap Axel lekat saat Axel menghentikan ceritanya, manik hazel Aurora masih basah akan air mata.

"Kenapa abang berhenti? Apa yang terjadi sebenernya?" Cerca Aurora.

Axel menggeleng pelan, "Abang nggak bisa cerita lebih jauh, Allaric yang bakal cerita sendiri sama kamu"

"Buat apa ditutupin lagi, bang?!" Tanya Aurora murka, ia menatap tak percaya pada abangnya. Tak sekalipun mengerti situasi apa yang ia lalui saat ini.

"Maafin abang, Ra. Abang cerita ke kamu adalah sesuatu yang udah abang langgar"

"Abang tau? Aura keliatan kayak orang bodoh di sini-" Aurora terkekeh pelan, air mata jatuh membasahi pipinya. Ia menatap nanar lantai rumah sakit yang terasa semakin dingin, apalagi dengan gaun yang ia kenakan saat ini.

"-Aura selalu nyalahin diri Aura sendiri. Aura dulu gagal jagain abang, Aura gagal pertahanin papa untuk jadi superhero Aura, Aura gagal jaga hubungan Aura sama Aric, bahkan Aura ingkar untuk selalu jagain mama" lirih Aurora pelan.

"Apa perlu di kesempatan kedua ini Aura gagal lagi?"

Aurora menatap Axel yang hanya menunduk kelu, "Apa perlu Aurora gagal lagi karena diemnya abang? Jawab, bang!"

"Allaric sayang sama kamu, Ra"

"Buat apa? Nyatanya sayang itu nggak bisa bikin kehidupan dulu baik-baik aja. Rasa sayang Aric justru semakin membunuh Aura dalam diam, bang" Aurora beranjak dari duduknya, namun Axel menahan lengannya dan memaksa Aurora kembali duduk bersamanya.

"Abang akan cerita, setelah kepergian kamu apa yang terjadi"

Aurora diam, maniknya enggan menatap Axel.

'Al, Aurora kecelakaan' Nathan masuk ke ruangan Allaric di markas Xavierous dengan wajah sendu.

'Aurora di Rumah Sakit Harapan'

Allaric yang sedang sibuk menyusun potongan kebenaran dari Vanilla pun terenyak, ia menatap Nathan terkejut. Manik abu itu memerah, tanpa basa-basi berlari keluar markas dan membelah jalanan dengan kecepatan tinggi menunju rumah sakit.

Tanpa sadar air mata jatuh dari pelupuk Allaric, pandangannya memburam karena air mata terus-menerus memaksa keluar dari manik abunya. Allaric tak menyadari bahwa didepannya terdapat seorang kakek yang sedang menyebrang jalan, karena terkejut, ia lantas membanting stir ke trotoar jalan. Allaric terjatuh, namun sakit itu seolah tak terasa bagi Allaric.

Tanpa mempedulikan fisiknya yang terluka, Allaric kembali bangkit dan meraih motornya dengan tertatih. Darah merembes melewati siku dan kakinya, namun Allaric kembali melajukan motornya seolah tak terjadi apapun padanya.

'Sekali aja, Ra. Beri aku kesempatan untuk bahagiain kamu'

Sesampainya Allaric di rumah sakit, ia segera berlari dan melepaskan helmnya dengan asal. Bertanya pada resepsionis rumah sakit, setelahnya berlari menuju ruang ICU, tempat dimana Aurora berada.

Baru saja Allaric tiba, dokter keluar bersamaan dengan perawat keluar dari ruangan tersebut. Tanpa basa-basi Allaric langsung menanyakan keadaan Aurora pada snag dokter.

'Dok, gimana keadaannya?'

Dokter tersebut menatap Allaric yang terlihat kacau. 'Mas ini siapanya pasien atas nama Aurora Navycalista Haidar?'

'Saya tunangannya, dok' jawab Allaric mantap meski jutaan rasa bersalah menumpuk di hatinya.

Dokter tersebut mengangguk, 'Pasien atas nama Aurora Nayvcalista Haidar mengalami kecelakaan dan mengalami cedera kepala serius. Berdasarkan catatan medis kami, pasien ditemukan di tempat kejadian sudah dalam keadaan tidak sadarkan diri. Kami, tim dokter di rumah sakit ini telah melakukan usaha semaksimal mungkin, namun pasien atas nama Aurora Navycalista Hadiar telah dinyatakan meninggal dunia dalam perjalanan menuju rumah sakit'

Runtuh sudah dunia Allaric, bulir bening berhasil lolos dari pelupuk mata Allaric. Kenyataan ini begitu menyakitkan baginya, bahkan Allaric belum sempat meminta maaf pada Aurora.

'Kami mempersilahkan kepada keluarga pasien bertemu dengan pasien untuk terakhir kalinya, barang-barang pasien akan kami serahkan kepada pihak keluarga. Kami permisi'

Allaric hanya diam ketika dokter dan perawat tersebut berlalu meninggalkannya. Dengan gemetar, Allaric masuk kedalam ruangan. Dadanya begitu sesak melihat Aurora terbaring kaku dengan wajah pucat seolah tanpa dialiri darah. Diraihnya tangan tanpa daya yang begitu dingin dan digenggam begitu erat oleh Allaric.

'Ra, aku minta maaf' isaknya.

Tangan Allaric terulur membelai rambut Aurora pelan, begitu penuh dengan kelembutan dan hati-hati. 'Kamu boleh benci aku, Ra. Tapi tolong, jangan pergi. Aku mohon'

'Aku harus bilang apa ke mama? Aku gagal, Ra. Bahkan bang Axel pun udah kasih aku tugas untuk jagain kamu'

Allaric mengecup pelan bibir Aurora yang terasa dingin, air matanya jatuh tanpa bisa ia cegah. Hatinya sakit layaknya ribuan belati menusuknya tanpa ampun.

Allaric terkekeh sendu, 'Kamu dulu bilang, kamu mau jadi princess Aurora yang hidup bahagia setelah berciuman dengan pangeran. Aku udah cium kamu, princess.. bangun ya?'

Allaric terduduk, tangisnya semakin kencang saat tak ada balasan apapun dari Aurora. Takdir telah merenggut Aurora dari dunianya, Allaric kembali gagal untuk kesekian kalinya.

'Aku akan jaga mama untuk kamu, bahkan aku akan buat semua orang yang bikin kamu menderita menyesal, bahkan papa kamu' tekad Allaric bulat.

Aurora terhenyak, ia menatap Axel lekat. "Apa yang terjadi sama papa?"

"Bisnis papa hancur, ibu Vanilla ninggalin papa bahkan Vanilla juga" jawab Axel pelan.

Aurora lemas, banyak hal yang ia tak ketahui dulu bahkan sekarang.

"Vanilla dulu meninggal" perkataan Axel kali ini berhasil membuat Aurora menoleh sempurna, bahkan ia hingga menutup mulutnya tak percaya.

"Allaric bunuh Vanilla, tepat setelah dia pulang dari club waktu itu. Karena setelah kamu pergi dari club, kebenaran terungkap"

Aurora memejamkan matanya sejenak, tak mengerti harus bagaimana menyikapi semua ini. "Mama?"

"Mama semakin buruk ketika kamu nggak ada, tapi Allaric selalu jagain mama dengan baik. Dia cuma jaga cintanya untuk kamu, dia nggak jalin hubungan dengan siapapun setelah kamu"

Aurora diam, membuat Axel menggenggam erat tangan dingin Aurora. "Pernah nggak terlintas di pikiran kamu, kenapa orang-orang yang dulu bully kamu selalu beda?"

Aurora menatap Axel tak mengerti, "Karena Allaric selalu bales mereka lebih dari apa yang kamu kira, orang-orang itu beda karena setiap mereka bully kamu, mereka akan habis di tangan Allaric. Entah mereka trauma ataupun pindah, sampai akhirnya ketika semua kebenaran itu terungkap, tapi semuanya terlambat. Kamu udah nggak ada di dunia"

Aurora kelu, kali ini bahkan tak mampu lagi bersuara.

"Sekali aja, abang minta percaya Allaric"

Aurora menatap Axel lekat, manik hazel itu kehilangan binarnya. "Abang minta Aura percaya Aric, tapi abang sendiri yang buat Aura nggak punya alasan untuk percaya Aric"

"Percaya itu dari adanya kejujuran, tapi abang dan Allaric nggak pernah kasih Aura kejujuran-" Aurora menatap Axel lekat, tersenyum tipis menatap lantai rumah sakit.

"-jadi, apa Aura harus percaya?"

■■■■

Aurora menyeka air matanya ketika melihat kedua orang tuanya juga orang tua Allaric duduk di depan ruang tunggu, juga pasangan paruh baya yang Aurora tak mengerti siapa. Aurora mendekat, ia langsung disambut pelukan erat oleh mommy Allaric.

Aurora membalasnya, mengusap punggung mommy Allaric. "Mom, kita berdoa semoga Allaric baik-baik aja ya?" Bisik Aurora.

Tangis Hera pecah, putra semata wayangnya berjuang didalam ruangan entah bagaimana keadaannya. Putra yang selama ini ia rawat dengan begitu hati-hati sedang berjuang antara hidup dan mati. Brandon yang melihat istrinya semakin rapuh pun melerai pelukan istrinya dan meraih sang istri dalam dekapannya.

Seorang dokter keluar dari ruangan, menatap barisan manusia yang langsung berkerumun mendekatinya.

"Apakah ada wali dari pasien bernama Marsel?"

"Kami orang tuanya, dok. Bagaimana keadaan anak kami?" Seorang wanita begitu terpukul dalam rangkulan suaminya, menatap penuh harapan pada dokter yang baru saja keluar dari ruangan.

"Pasien Marsel mengalami luka tembak yang serius pada bagian dada dan mengenai jantungnya. Kami, tim dokter di rumah sakit ini telah melakukan usaha semaksimal mungkin, tetapi pasien atas nama Marsel telah meninggal dunia"

Tangisan itu pecah, bahkan Aurora pun lemas mendengar kenyataan itu. Inti Xavierous hanya mematung, Javier memukul tembok rumah sakit begitu keras hingga tangannya berdarah. Hendry terduduk lemas dengan lelehan bening yang menghiasi pipinya, Nathan dan Gabriel hanya mampu diam menatap kosong lantai rumah sakit.

Pasangan paruh baya yang adalah kedua orang tua Marsel pun telah menangis histeris, tak mempercayai kenyataan bahwa anak mereka telah tiada.

"Ini semua karena kalian dan geng kalian itu, anak saya meninggal karena kalian!" Ibu Marsel menunjuk inti Xavierous dengan tangisan histeris.

Gabriel mendongak, "Tante pernah tanya apa alasan Marsel dateng ke kita?" Ditatapnya ibu Marsel dengan tajam.

"Marsel selalu cerita rumahnya sepi, kalau ramai pun karena orang tuanya berantem. Tante pernah nggak tanya ke anak tante suka makanan apa? Dateng ke sekolah Marsel? Ambil rapot Marsel? JAWAB TAN!" Gabriel kehilangan kesabarannya, ia berdiri dengan manik yang siap menumpahkan lelehan bening.

Ibu Marsel jatuh terduduk, ia menggeleng. "Marsel, maafin mami" gumamnya penuh sesal.

Gabriel menatap pintu ICU itu nanar, kenangannya berputar ketika ia dan inti Xavierous menemukan Marsel di sebuah gang sepi dekat dengan SMP nya. Marsel di bully, namun anak itu selalu ceria layaknya tak terjadi apapun.

'Bang, ajarin gue berantem'

'Bang, ambilin rapot gue ya? Orang tua gue sibuk'

'Bang, gue nonton Tayo dulu'

Hendry menepuk pelan bahu Gabriel, "Arsel udah tenang, relain dia"

Nathan bangkit, ikut merangkul Gabriel. "Gue nggak tau seberapa marahnya Allaric kalau tau adek kesayangannya udah ninggalin kita"

Javier terkekeh hambar, "Gue gagal jagain dia"

Rest in Peace, Keannzo Marsel Ananta💐
Senyuman kamu akan tetap dikenang oleh setiap orang, keceriaan kamu akan menjadi semangat untuk kami. Sampai jumpa di kehidupan selanjutnya, Marsel..




■■■■

28 Juli 2023

To be continue🐾





Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

201K 501 20
21+++ Tentang Rere yang menjadi budak seks keluarga tirinya
173K 11.1K 19
Ini dia jadinya kalo gadis bar-bar seperti Joana transmigrasi ke dalam sebuah novel romansa dan menjadi anak perempuan dari protagonis yang digambark...
138K 12.8K 37
Teman SMA nya yang memiliki wangi feromon buah persik, Arion bertemu dengan Harris dan terus menggangunya hingga ia lulus SMA. Bertahun tahun tak ter...
617K 37.5K 63
(WAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!) Ini tentang Amareia Yvette yang kembali ke masa lalu hanya untuk diberi tahu tentang kejanggalan terkait perceraianny...