her everyday, his weekend

By valeriepatkar

14.9K 1.8K 305

Ranu selalu datang setiap akhir pekan. Tapi bagi Mabel, Ranu adalah setiap harinya. More

0. Tujuh
1. My Beautiful Friend
2. Radenly dan Kaptennya
3. Cahaya Waktu
5. Mimpi yang tinggi, Prio

4. Mawar Merah yang Pemberani

1.1K 199 33
By valeriepatkar

"You can stop saying it's okay now..

When your heart can't take it anymore."


Bagian empat.

Senin : Bunga Mawar Merah untuk seseorang yang pemberani

RANU

"Lo ngapain di sini?" gue kaget lihat Prio dateng barengan sama Fikar ke SMAN 1.

Hari ini memang ada pemilihan tim buat tanding di Piala Bintang tahun ini di SMAN 1, Jakarta Selatan. Cuma gue inget banget Prio harusnya gak ada di sini.

"Bukannya lo mau nemenin cewek lo pergi?"

"Gak jadi, Kak." Prio menggaruk kepalanya sambil celingak-celinguk. Penasaran banget liat ketua penyelenggaranya ngambil bola undian di dalam kotak. "Nama Karnius belom disebut kan?"

"Gak jadi karena emang dia yang gak jadi.. atau apaan?" tapi gue langsung ingin memperjelas kalimatnya yang tadi. Prio perlahan noleh ke arah gue..

"Hmm.. tadi gue udah telpon dia sih bilang gue hari ini gak bisa. Soalnya ada pemilihan tim tanding kan. Gue pikir-pikir, gue pengen dateng ke sini.. gak tenang gue kalo belom tau kita lawan siapa."

Agak speechless sih gue.

"Terus... Mabel?"

"Gue telpon tadi belom diangkat sih, tapi udah gue chat juga.. harusnya dia baca.. Besok palingan gue temenin dia beli bunganya."

Mungkin karena gue tau dia bakal sampe lebih dulu ke Karnius sebelum lihat kabar dari Prio karena dia emang selalu begitu. Gak mau Prio nunggu, gak mau Prio repot-repot nyamperin dia ke sekolahnya.

Jadi tanpa pikir panjang, gue langsung berdiri dari tempat gue duduk..

"Lah mau ke mana lo? Nama kita belom disebut." Maje kaget. Prio yang daritadi serius liatin panggung sama Fikar juga nengok.

"Cabut.. Kabarin gue aja kita jadinya lawan siapa."

Mungkin karena gue selalu liat dia memastikan semua orang di sekitarnya makan duluan dan mengoper semua makanan itu supaya gak ada satu orang pun yang gak kebagian, baru dia bisa makan dengan tenang.

Mungkin karena dia selalu nemenin Prio bukan karena dia bosen atau pengen nemenin doang, melainkan karena dia tau Prio sering lupa makan makanya dia selalu sediain itu duluan.

"Gue izin anter cewek lo pulang.."

Mungkin karena semua itu gue mau repot-repot ngebut, lari-larian balik ke sekolah gue cuma untuk pastiin dia masih nunggu di sini dan belom balik.

"Oh..." gue bisa denger kebingungan Prio dari sini. "Mabel.. di situ, Kak?"

"Iya," jawab gue tegas.

"Ya udah..." Sebenernya gue gak ekspek reaksi Prio akan sesantai ini meskipun sebelum dia sempet bingung dan terdengar ragu-ragu. "Sorry ya, gue jadi ngerepotin lo."

"Santai."

Gue yang lagi repotin diri sendiri, Yo.

"Ya udah ya." Gue matiin telepon itu dan balikin hapenya ke Mabel yang masih... keliatan agak syok ngeliat kedatangan gue?

"Halooo?" Gue melambaikan sebelah tangan ke depan wajahnya, bikin dia berkedip dan kembali kesadarannya.

"Beneran orang ya..." gumamnya bikin gue sempet bingung. "Gue kira setan," tapi dia sukses bikin gue ketawa setelah lanjutin kata-katanya.

"Ha? Lo ngatain gue setan?"

"Ya abis tiba-tiba muncul? Out of nowhere? Setan kan juga bisa menjelma jadi manusia biasa."

"Kebanyakan gaul sama Fikar lo."

Gue tau dia ngerasa awkward banget. Cewek mana sih yang gak bakal awkward tiba-tiba ada cowok lain dateng nyamperin dia terus ngajak dia pulang bareng? Emang otak gue aja yang lagi gak gue pake buat berpikir sejauh ini.

"Ekhem.." gue berdeham. Jadi ikutan awkward. "Ya udah ayo cabut.."

Gue bersyukur dia gak nanya-nanya pertanyaan semacam, 'Kenapa lo dateng ke sini?' atau 'Lo ngapain?'. Dia terlalu kaget sama kedatangan gue yang tiba-tiba kali ya sampai bingung harus ngomong apa.

"... Oh, oke."

Gue jalan duluan, dan gue bisa ngerasain dia ngikut jalan di belakang gue. Salah satu kebiasaan gue adalah, jalan selalu cepet. Makanya kalo jalan sama orang, gue pasti lebih milih jalan di belakang mereka supaya minimal.. mereka gak ketinggalan gitu di belakang dan gue juga bisa nyesuain jalan gue sama mereka.

Tepat ketika gue berbalik buat nyuruh dia jalan duluan, ternyata..

"Aduh!" lagi-lagi kepalanya nabrak dada gue sampe gue kaget.

"Eeeh, eh.. Sorry sorry sorry... Gak apa-apa, kan?" Gue spontan sedikit nunduk, tangan kanan gue langsung mengelus keningnya karena dia langsung megang kepalanya tadi. "Sorry sorry... Sorry ya.." gue terus mengelus kepalanya dan sambil masih pegang kepalanya sendiri, dia langsung menatap gue dengan tatapan yang kayak 'Yang bener ajalu', yang bikin gue lagi-lagi nahan ketawa karena ekspresi mukanya emang dongkol dan lucu banget.

"Untung lo empuk ya.. kalo sekeras tembok sih udah geger otak nih gue."

"Hahaha, sorryyyy. Kan gue udah bilang sorry tadi.." gue mengelus kepalanya lagi dan karena sepertinya dia udah gak megang kepalanya dan malah merapikan rambutnya yang jadi acak-acakan karena gue elus terus tadi, gue akhirnya mulai ngajak dia jalan lagi.

"Makanya jalannya di depan aja.. Sini," gue narik tangannya pelan, sebelum membiarkan kedua tangan gue memegang pundaknya untuk nge-guide dia jalan di depan gue. Perlahan gue mendorongnya untuk jalan. "Ayo.."

Dan harusnya emang kita langsung balik ke rumahnya. Cuma karena Mabel ngingetin gue kalau dia sebenernya mau mampir dulu ke Jalan Kesehatan buat beli bunga, gue akhirnya mutusin buat nemenin.

Berapa lama sih beli bunga.. palingan bentaran doang kan.

"Eh Bel? Tumben baru dateng hari ini."

"Hai Bu, hahaha. Iya nih harusnya dari minggu kemarin. Cuma Prio lagi sibuk latihan tuh.."

"Oh... Eh, sama siapa itu?"

"Oh?" Mabel terlihat bingung dengan cara memperkenalkan gue. "Ini.. Hmm, temennya Prio hehe. Dia lagi gak bisa, jadi aku nebeng temennya deh."

"Oh gitu, hahaha. Halo Mas.."

"Halo... Bu," gue menyengir lebar dan menunduk dengan sopan.

Kalo diliat dari seakrab apa dia sama ibu yang punya toko bunga sih kayaknya dia langganan ya.

Terus terang gue ampir gak pernah ke toko bunga. Ya kalo dipikir-pikir buat apaan juga? Cuma Prio pernah cerita.

"Mabel tuh tiap minggu harus selalu beli bunga.. Gue juga bingung kenapa.. padahal ujung-ujungnya itu bunga kalo di vas ya mati juga." celetuk Prio.

"Waktu itu kenapa nyuruh Prio kasih gue hydrangeas?" Suaranya bikin lamunan gue buyar.

"Hah? Oh.." gue mikir sambil menggaruk alis gue dengan jari telunjuk. Mikir dan keinget waktu itu Prio gak sempet beliin bunga buat Mabel, terus dia minta tolong gue beliin karena deket rumah gue juga banyak toko bunga. "Hmm... Kata yang punya toko.. Hydrangeas itu artinya importance." Mabel langsung menoleh ke arah gue, bikin gue selalu linglung tiap dia natap gue begitu.. Gak tau kenapa. Takut salah ngomong aja gue.

"Terus ya... harusnya lo itu penting buat Prio makanya gue beliin itu aja."

Simpel kan?

Ekspresi wajahnya gak bisa gue baca. Datar tapi.... kayak lagi mikir gitu. Terus gue gak tau apa yang dia pikirin.

"Lo gak suka ya sama bunganya?" langsung negative thinking deh gue.

"Justru karena gue suka makanya gue bingung lo bisa milih bunga itu.." matanya teralih ke bunga warna-warni yang ada di hadapannya. Dia keliatan sibuk milih bunga mana yang akan dia bawa pulang hari ini tanpa nyuekkin gue sama sekali.

".... Oh.. Ya.... Gak tau? Kebetulan aja mungkin?" lagi-lagi dia berhenti menatap bunga itu gantian menatap gue.

"Hmm iya..." dia menyunggingkan senyumnya yang selalu sama -senyum yang tenang, senyum yang gak ceria-ceria amat, tapi juga bukan senyum yang dipaksain. Senyum yang ada di bibirnya itu cuma.. tepat aja. "Kebetulan ya.." dia ngangguk-ngangguk kecil sambil berpikir. "Emang lagi banyak kebetulan banget sih belakangan ini."

Gue gak tau maksud dia apa.

Yang gue tau saat itu, dia hanya memberikan gue satu buket bunga mawar merah yang sebelumnya udah dia pilih.

Mata gue menatap buket bunga itu dengan bingung.

"Ini..."

"Buat lo." Lagi-lagi Mabel mengulas senyum itu. "Banyak orang yang nge-romanticize bunga mawar merah seolah-olah bunga itu cuma didedikasiin buat cinta-cintaan aja.. tapi sebenernya bunga mawar merah tuh punya arti lain."

Perlahan dia mengambil tangan gue untuk menerima buket bunga mawar itu.

"Keberanian."

Iya, mungkin ada banyak alasan kenapa Mabel harus bisa diperlakuin dengan lebih baik meskipun dia gak pernah menuntut semua itu.

"Kayaknya cocok deh sama lo? Cocok juga buat Gedung Cahaya Waktu yang warna merahnya banyak banget... Kalau ditaruh bunga, pasti jadi kelihatan lebih hidup."

Tapi satu alasan yang pasti...

Kepeduliannya.

Kepedulian Mabel terhadap hal-hal kecil di sekitarnya yang kadang... gue pikir gak penting juga buat dipeduliin, tapi dia selalu nganggep itu big deal. Semua hal kecil yang dia lakuin, atensi-atensi gak berarti yang sering dilupain orang lain... itu alasan pastinya.

"Mungkin lo mau ikut gue pulang dulu?"

Dan ada kalanya... setelah lama banget gue lupa caranya dijaga, dipeduliin seseorang... ketemu sama orang-orang kayak dia bikin gue... bisa berlindung.

Lebih fragile, lebih tau kalau gue gak melulu harus selalu "Bisa, bisa, dan bisa," padahal gue udah capek banget.

"Biar lo liat sendiri bunga ini cocok buat rumah gue atau gak."

Senyum itu gantian menghampiri gue.

Di hari Senin yang biasanya sibuk.

**

MABEL

"Pak Tujuh suka bunga juga ya?"

Ayah yang suruh gue mampir dan nengokin Pak Tujuh sesekali di rumahnya. Ayah bilang, gak ada salahnya bantu jagain orangtua. Apalagi gak pernah ada yang datang untuk nengokin dia. Jadi Bunda setiap hari pasti minta gue anterin makan buat dia.

"Ah... Itu.." tiap gue nanya sesuatu, Pak Tujuh pasti kayak dibawa nostalgia. "Dulu sekali, ada yang kasih... Bunga mawar merah."

"Oh?" gue langsung menyengir lebar. "Ciee, siapa tuh yang kasih bunga mawar merah?"

"Hahaha, gak lah... Bunga mawar merah itu bukan cuma soal yang romantis-romantis saja, Mabel." lagi-lagi Pak Tujuh selalu punya cerita yang bikin gue betah mendengarnya sampai akhir. "Bunga mawar merah itu punya arti lain."

"Apa?"

"Keberanian."

Gue gak pernah mendengar itu sebelumnya, tapi setelah coba cari tau.. ternyata bener. Ada arti bravery dalam setangkai bunga mawar merah.

Sekarang setiap liat bunga mawar merah, gue pasti akan selalu teringat dengan bingkai kaca yang melindungi bunga-bunga mawar merah rapuh yang sudah mencoklat milik Pak Tujuh,

Dan mungkin dia.

Kak Ranu.

"Mungkin lo mau ikut gue pulang dulu?"

Ada sesuatu tentang dia yang.. gak bisa gue jelasin tapi... bikin gue ngerasa selalu nyaman berada dekatnya.

"Biar lo liat sendiri bunga ini cocok buat rumah gue atau gak."

Suaranya yang tegas tapi tenang.

Sorot matanya yang selalu penuh keteduhan.

Rasa nyaman ini bisa gue artikan dengan.. perasaan yang membuat gue juga merasa begitu dijaga. Dipeduliin. Dilindungin.

It almost feels like having a big brother, but more.

Motornya ini sport. Gue gak ngerti ini nama motor ini secara spesifik, hanya saja gue melihat tulisan Honda yang cukup besar di bagian bawah. Belakangan gue baru tau kalau motor ini adalah Honda CBR 150R. Posisi duduk untuk penumpang ini cukup gak nyaman.. karena tau kan? Kalau motor sport pasti bagian kursi belakangnya agak condong ke depan, sehingga sesekali gue ngerasa hampir jatuh dan gue dengan spontan harus megang pinggang dia.

Tapi karena gue nahan diri sekuat tenaga, alhasil gue hanya pasrah dan memilih untuk berpegangan pada ujung kaosnya. Kayaknya kaosnya juga lecak deh karena ulah gue.

Sepanjang perjalanan kita lebih banyak diam.

Kita baru mulai bicara setelah sampai di Gedung Cahaya Waktu.

Entah kenapa segala sesuatu yang berhubungan dengan kultur Tionghoa selalu berhubungan dengan bewarna merah. Dekorasi bangunan-bangunannya, ornamen-ornamen perayaan Imlek ataupun Cap Go Meh, sampai ke peralatan yang berhubungan dengan kepercayaan mereka.

"Dari semua hari.. lo paling suka hari apa?"

Ketika sampai di daerah rumahnya dan kembali berdecak kagum karena betapa uniknya desain yang ada di sini, gue memalingkan wajah ke samping hanya untuk mendapatinya sedang menatap gue.

"Hmm..." sejenak gue berpikir. "Kayaknya gue suka semua hari.." Gue lalu menunjukan cincin yang gue pasang di di jari telunjuk kanan gue. "Ini cincin keberuntungan gue.. Angka satu sampai tujuh itu nunjukin semua hari dalam satu minggu... artinya, setiap hari itu berharga. Jadi cincin ini adalah doa kalau setiap hari juga.. gue bisa ngerasain yang namanya bahagia."

Yang gue seneng dari dia adalah... sekalipun banyak hal yang sepertinya dia tau, dia tetap mendengarkan gue dengan penuh ketertarikan. Seolah dia lagi menghargai omongan-omongan absurd gue.

"Untung lo nemuin cincin ini.. Kalo ilang beneran, kayaknya gue bakal nangis sih."

"Bilang apa sama gue?" tanyanya ngeledek.

"Makasih, Kaaak. Makasih," respon gue juga dengan nada yang sama ngeledek.

"Hahaha."

"Lo pasti suka Sabtu Minggu ya?" tanpa mau terdengar sok tau, gue sebenarnya hanya ingin menguji kebenaran dari ucapan Pak Tujuh tentang Kak Ranu.

"Hmm.. Bukan suka sih." sama seperti gue, dia juga terlihat sedang berpikir tentang sesuatu. "Cuma Sabtu dan Minggu gue bener-bener gak ngapa-ngapain."

"Istirahat ya karena di hari lain lo sibuk banget?"

"Gak juga.." Ternyata gue salah. "Gue emang sengaja padatin semua jadwal gue dari Senin sampai Jumat.. karena tiap weekend, gue gak pengen diganggu.." dia lalu balik menatap gue. "Ada yang gue tunggu."

Siapa yang Kak Ranu tunggu?

"Oh... berarti sekarang gue ganggu lo dong, Kak?"

"Hahaha, ya gak lah. Kan emang gue yang nawarin anterin lo pulang."

Gue jadi teringat dengan sesuatu.

"Nah iya, lo kenapa tiba-tiba nganterin gue pulang?"

Kali ini dia diam. Terlihat kaget sama pertanyaan gue sehingga kelihatan banget dia gak bersiap-siap.

"Karena gue liat Prio dateng ke SMAN 1... terus gue inget seharusnya dia ada janji buat nemenin lo beli bunga hari ini."

The way he always remembers little things like this.

"Dan karena gue tau lo pasti bakal selalu nyamperin Prio duluan dan Prio itu sering telat kabarin lo di saat lo udah lama banget nungguin dia?"

"Ceritanya lo kasian nih sama gue?" gue berusaha mencairkan suasana.

"Bukan kasian sih.." dia menggaruk bagian belakang lehernya sambil berpikir. "Lebih ke... Pengen hargain effort lo aja udah jadi cewek yang baik buat Prio."

Gue.. gak pernah mendengar kalimat yang seperti itu.

Dihargain effortnya.

Cewek yang baik.

Gue gak pernah mendengarnya.

Jadi harusnya gak berlebihan kalau gue se-terkejut ini.

"Gue pernah denger... cowok yang hebat selalu disupport sama cewek yang hebat juga.. Gue ngerasa lo sama Prio begitu.. Attitude Prio itu bagus banget.. Dia pekerja keras, mau belajar, mau usaha, jarang ngeluh.. Dan setelah kenal lo, gue jadi ngerti kenapa Prio bisa kayak gitu.. Karena dia punya lo."

Gue masih gak bisa berkata-kata mendengar perkataannya.

It feels... weird.

Weird karena dibanding tersanjung.. gue merasa ada perasaan hangat yang menjalar di dada gue.

"Prio yang emang baik kok... makanya gue yang nyesuain sama dia." bukannya gue mencoba rendah diri. Yang gue katakan sekarang adalah sesuatu yang memang selalu gue yakinin. "Prio orang yang punya keinginan paling simpel... gantiin role kakaknya di rumah karena semenjak kakaknya meninggal, orangtua dia kehilangan banget. Jadi entah itu dari sekolah, sampe ke sepak bola... Prio selalu kekeuh pengen bikin orangtuanya bangga. Jadi gue ngerasa... dengan semua keinginan yang dia punya itu... yang bisa gue lakuin cuma support dia."

Alasan gue gak pernah marah apalagi tersinggung setiap kali Prio mendahulukan yang lain adalah... mungkin karena gue tau apa yang benar-benar dia inginkan dan sekeras apa dia berusaha untuk itu.

Jadi gue yakin... Prio yang emang baik.

Bukan karena siapa-siapa.

Apalagi gue.

"Iya... cuma itu yang bisa gue lakuin." gue meyakinkan diri gue lagi sambil melihat lilin yang berisi doa gue untuk Prio lagi-lagi mati.

Gue akan selalu support Prio.

Sekalipun lilin kami mati.

Sekalipun setiap hari gak terasa sama lagi.

Dan sekalipun... Prio udah gak bersama gue lagi.

"Be.."

Akan ada waktunya nanti waktu Prio akan datang ke rumah gue tanpa cengiran lebar di bibirnya.

"Plis.. Maafin gue."

Dan akan waktunya nanti... gue gak bisa bilang "Gak apa-apa" lagi sama dia.


✰✰


Catatan Valerie

Karena ini masih bab-bab awal, jadi masih banyak pengenalan karakter dulu sebelum ke part serunya -> BESOK

Yang punya lilin di rumah, ayo doain Mabel sama Prio gak kenapa-kenapa karena... MY HEART KENOT TAKE IT KALO AMPE KENAPA2. TENGS

Continue Reading

You'll Also Like

491K 73K 91
CERITA INI ADALAH CERITA SURVIVAL, DAN SUDAH BERISI SEASON 1, 2 DAN 3 [High School Of The Elite] Ditengah kekacauan negara, pemerintah di seluruh dun...
402K 30.3K 23
[ BUDAYAKAN FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] @rryaxx_x8 Adrea tidak percaya dengan yang namanya transmigrasi. Mungkin didalam novel itu wajar. Tapi bagai...
Morgan Story By Enjoyxyl

Science Fiction

35.1K 2.8K 14
[BUDAYAKAN FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] @rryaxx_x8 Amora Stephanie putri Gadis cantik, kaya, dan pintar yang hampir dikatakan sempurna. Apapun yang d...
11.7K 188 12
Saya ganti akun lanjutin cerita nya disini aja