Rahim sewaan

Da heters89751

7.8K 295 97

Nasib sial menimpa Almira, niat ingin menjadi wanita simpanan laki-laki tua kaya. Almira malah kepergok oleh... Altro

bab 2. Menerimanya
Bab 3. Hasil Tes
Bab 4. Awal yang tidak mudah
bab 5. Tidak berminat jadi Pelakor.
bab 6. Pernikahan Revan dan Celine
Bab 7. Obsesi
bab 8 Tidak selamat
Bab 9. menyalahkan Almira

Bab 1. Tawaran

2K 51 1
Da heters89751

"Selamat, sel telur milik Ibu Tiffany berhasil di buahi!" ucap seorang dokter yang menangani proses bayi tabung milik Revan dan juga Tiffany.

"Terimakasih, Dokter," ucap Tiffany dengan perasaan haru. Penantiannya akan segera berakhir.

"Dokter, kapan transfernya embrio akan di lakukan ke dalam rahim istri saya?" tanya Revan dengan tidak sabaran.

"Kita tunggu rahim Ibu Tiffany siap ya. Obat yang saya resepkan selalu di minumkan?" tanya dokter.

"Selalu dokter."

"Kalau begitu kita akan melakukan pemeriksaan pada rahim Ibu Tiffany, jika semuanya sudah di katakan baik. Kita akan melakukan transfer embrio."

Tiffany dan Revan keduanya saling memandang satu sama lain, mata keduanya memancarkan binar kebahagiaan.

Akan tetapi semuanya tidak berlangsung lama, pada saat Tiffany akan melakukan transfer embrio dia mengalami kecelakaan dan meninggal di tempat. Hal itu membuat semua keluarga baik Revan maupun Tiffany merasa sedih. Apalagi orang tua Tiffany hanya memiliki satu orang anak yaitu Tiffany.

"Tiffany, Kenapa kamu meninggalkan aku dan juga calon buah hati kita," ucap Revan dengan tersenyum getir. Matanya memerah tangis melihat nisan istri yang paling dicintainya itu.

"Jika kamu pergi, siapa yang akan menjadi ibu pengganti untuk calon anak kita."

"Tiffany, aku mohon jangan tinggalkan aku!" tangis Revan pecah.

**
Beberapa bulan kemudian.

"Almira! keluar kamu!" teriak para rentenir yang terus saja meneriaki Almira.

"Cepat bayar hutang-hutang bapak kamu!"

"Almira!"

Almira yang sedang bersembunyi di dalam kontrakannya hanya bisa menahan nafasnya. Setiap hari, Dirinya selalu didatangi rentenir untuk segera membayar hutang-hutang yang ditinggalkan Ayah dan juga ibunya.

Jika kalian tanya ke mana orang tua Almira. Maka jawabannya orang tua Almira telah meninggal. Ayah Almira meninggal karena overdosis minum alkohol.

Ibunya stress karena hamil lagi di usia sudah tidak muda ditambah hidup susah karena suaminya bukannya cari nafkah malah asyik judi dan mabuk-mabukan. Apalagi setelah tahu suaminya meninggal dan meninggalkan hutang yang menumpuk membuat ibu Almira memilih gantung diri meninggalkan tiga anaknya.

"Almira!"

"Bayar hutang-hutangmu. Jangan harap besok kamu liat adik kamu masih ada jika tidak segera bayar hutang-hutang itu. Kami akan mengambil adik kamu dan menjualnya."

Almira tersentak mendengar ancaman rentenir yang ingin menjadikan adiknya sebagai penebus hutang.

"Kakak, aku takut..." ucap pelan adik Almira perempuan berusia 12 tahun.

"Vani, kamu tenang ya. Gak akan ada yang berani bawa kamu. Jangan takut ya." Almira berusaha menenangkan adiknya walaupun kenyataannya dirinya pun sama-sama takut.

"Terus gimana sama adik Ibrahim?" tanya Vani.

Almira melirik adiknya yang ada di gendongannya yang sedang terlelap setelah diberi susu.

Adiknya Ibrahim, baru saja berusia 5 bulan. Tapi dia sudah menjadi yatim piatu.

"Kamu jangan khawatir, malam ini Kakak ada kerjaan yang bisa menghasilkan uang banyak. Kamu jaga Ibrahim ya. Kalau dia nangis kamu bisa buatkan dia susu. Kalau dia gak mau, kamu cek popoknya. Kakak pernah ajarin kamu ganti popoknya Ibrahim kan."

Vani mengangguk. "Kunci pintu, jangan pernah buka kalau bukan Kakak."

"Iya, Kak."

Almira mengintip kaca jendela kontraknya. Memastikan apakah para rentenir itu masih ada di sana atau tidak.

"Aman..."

"Kamu diam ya. Kakak mau keluar cari kerjaan."

"Baik, Kak."

"Vani ingat pesan Kakak."

"Ingat Kak."

Almira menidurkan Ibrahim di kasur lepeknya. Sepertinya, dia harus menerima tawaran dari mami Dewi untuk jadi wanita malam. Kerja sebagai kasir di toko kelontong hanya bisa memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Tapi tidak dengan membayar hutang yang ditinggalkan orang tuanya yang cukup besar itu. Hutang yang mana tidak dibayar bunganya akan semakin besar. Dari awalnya puluhan juta kini semakin bertambah menjadi ratusan juta. Entah Almira tidak tahu bagaimana mereka menghitung bunga tersebut.

"Akhirnya, kamu keluar juga, Almira."

Almira terkejut ketika mengetahui jika para rentenir itu belum pergi juga dari kontrakannya.

"Maaf, Bang. Tolong beri saya waktu. Saya pasti akan membayarnya. Abang tenang aja."

"Heh Almira, saya udah kasih waktu cukup banyak untuk kamu. Katanya bulan, bulan depan. Mana buktinya gak ada. Pokoknya saya gak mau tau, sekarang kamu bayar. Kalau enggak, kita bakal bawa adik kamu sebagai jaminan."

"Tolong, Bang. Jangan lakukan itu. Saya janji, satu Minggu lagi. Hutangnya akan saya lunasi."

"Alah, kami gak percaya sama semua ucapan kamu. Lebih baik sekarang buka pintunya, kami mau bawa adik kamu."

Almira menggelengkan kepalanya. "Bang saya mohon, jangan bawa adik saya. Saya janji. Minggu depan uangnya sudah ada."

Almira menyatukan kedua tangannya, menatap pria berbadan kekar itu penuh permohonan.

"Baiklah, satu Minggu lagi kita akan datang ke sini. Tapi hutang Bapak kamu bertambah jadi dua kali lipat."

"Apa, Bang? Kenapa bisa gitu!" Almira terkejut mendengar ucapan para penagih hutang itu.

"Kalau tidak mau bertambah, bayar sekarang juga."

"Tapi, Bang. Kalau bayar sekarang saya gak punya uang."

"Itu urusan kamu. Pokoknya kita gak mau tau, Minggu depan kita balik lagi ke sini. Uangnya harus ada. Kalau enggak, mau gak mau adikmu yang masih bayi itu kami ambil dan jual sama orang kaya yang gak punya anak."

Setelah mengatakan itu para rentenir pun pergi meninggalkan kontrakan kumuh Almira.

Almira yang melihat mereka sudah benar-benar pergi langsung saja pergi ke tempat dirinya bekerja sehari-hari.

Namun Almira ingat, jika dia pernah ditawari oleh seorang mucikari di sebuah klub ternama untuk gabung. Mungkin ini adalah jalan satu-satunya agar dia terbebas dari hutang yang ditinggalkan oleh orang tuanya.

"Semoga ini adalah keputusan yang baik, meskipun aku tahu Ini dosa. Tapi aku gak mungkin biarin adik aku dijual sama mereka."

Almira memutuskan untuk mengirim pesan pada wanita yang biasa di sebut mami untuk bertemu di salah satu cafe terdekat.

***

Di kafe

"Kamu yakin mau jadi wanita simpanan."

"Iya, Mi," balas Almira.

"Kamu masih perawan?" tanya Mami Dewi. Mucikari yang sudah banyak memiliki pengalaman jauh itu.

"Iya, Mi."

"Bagus, kebetulan sekali saya punya klien baru. Dia minta yang masih virgin."

"Mi, Saya minta bayarannya di muka boleh?" tanya Almira.

"Ya ampun, kamu ini gimana sih. Belum juga kerja udah minta bayaran."

Almira menundukkan kepalanya. "Tapi, Mi. Beneran kan saya bisa dapat uang dari 200 juta."

"Soal uang segitu gampang. Sekarang kamu siap-siap ikut saya. Klien saya minta kamu sekarang juga."

Mami Dewi pun memasang kacamata hitamnya dan memerintahkan anak buahnya untuk membawa Almira ke salon. Hari ini Almira akan mulai bekerja dengan dirinya. Untuk menarik pelanggan agar tidak pergi. Mami Dewi mengajak Almira pergi ke salon terlebih dahulu.

Malam harinya, Almira sudah selesai dari salon, Almira pun di ajak ke hotel oleh mami Dewi.

"Kamu layani dengan baik. Namanya Pak Wijaya. Jam 9 nanti dia akan datang ke sini nemuin kamu. Soal uang saya akan bayar kamu setelah Pak Wijaya bilang kalau dia puas sama pelayanan kamu."

"Terimakasih, Mi."

"Ya sudah, kami pergi dulu. Ingat, jangan kabur!" peringkat Mami Dewi.

Almira mengangguk ia pun sedikit menarik pakaian yang dipakainya. Namun, hal itu malah membuat dadanya semakin terlihat.

"Ya Allah, ampuni dosa Almira ya Allah." Do'a Almira dalam hati.

Saat ini, jantungnya sudah berdetak kencang ketika melihat jam di pergelangan tangannya. Sebentar lagi, klien pertamanya akan datang. Almira semakin merasa gugup bahkan di saat seperti ini otaknya malah memintanya pergi.

"Kok tiba-tiba jadi takut gini ya. Apa kabur aja ya," gumam Almira dalam hati.

Saat Almira tengah melamun, tiba-tiba saja suara pintu hotel terdengar di buka. Almira yang mendengar itu menegakkan tubuhnya.

Bau parfum mahal tercium menyengat di indra penciumannya.

"Wow, Dewi pintar juga nyari sugar baby untuk saya. Wangi, cantik, masih muda dan juga perawan."

"Hai, Om. Selamat malam," sapa Almira dengan menampilkan senyumnya. Sebisa mungkin Almira terlihat profesional dan tidak menunjukkan rasa gugupnya.

"Nama kamu siapa?"

"Almira, Om."

"Almira, nama yang bagus. Kalau begitu, kita mulai saja sekarang."

"Apa yang dimulai sekarang, Om?" tanya Almira pelan. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan oleh wanita malam. Mungkin karena ini adalah pengalaman pertamanya.

"Ternyata kamu belum tahu. Kalau gitu, saya akan ajari kamu."

Almira dengan gerakan pelan mendekati Wijaya.

"Kita akan mulai dari kamu duduk di pangkuan saya."

***

Almira yang mendengar itu sedikit meringis. Wijaya memang bukan pria buncit seperti yang lain. Wajahnya masih terlihat tampan di usianya yang ke 55 tahun badannya bagus tegap dan tinggi. Meskipun begitu, tetap saja Almira merasa jijik jika harus melakukan hal itu dengan Wijaya. Namun, Almira tidak bisa kabur karena semuanya sudah terjadi.

"Duduklah!" Wijaya menarik lembut tangan Almira dan menuntunnya untuk duduk.

"Pernah ciuman?"

Almira menggelengkan kepalanya.

"Ouh saya sangat menyukainya. Kamu benar-benar fresh."

Wijaya memegang tengkuk Almira untuk mengajak sugar baby nya ciuman. Namun, belum sempat bibir keduanya bersentuhan. Almira sudah merasakan tarikan keras di rambutnya.

"Wow, pemandangan yang sangat bagus ya!" teriak wanita paruh baya yang diam-diam masuk ke kamar hotel yang sudah di sewa oleh Wijaya tanpa suara.

"Mama!" seru Wijaya.

"Jadi ini kelakuan Papa di belakang, Mama!"

"Kamu juga!" tunjuk wanita paruh baya yang bernama Tina.

"Kamu itu masih muda, tapi kenapa malah mau menjadi simpanan laki-laki tua!" maki wanita paruh baya itu setelah menampar Almira.

"Maaf, Tante. Saya melakukan ini terpaksa, saya butuh uang."

"Kamu butuh uang?"

Almira mengangguk dengan cepat.

"Kalau begitu saya akan berikan kamu uang berapapun yang kamu minta asal jangan menggoda suami saya dan kamu bersedia menjadi Ibu pengganti dari anak saya yang sudah meninggal."

Entah kenapa, tiba-tiba saja Tina berpikir menjadikan wanita yang baru saja dibayar suaminya untuk menjadi ibu pengganti untuk anaknya yang sudah meninggal beberapa bulan yang lalu.

Sedangkan Almira terkejut mendengar ucapan dari wanita di hadapannya ini.

"Tapi Tante, saya masih perawan." Almira pikir dia diminta menikah dengan anak paruh baya itu yang berstatus duda.

"Tidak masalah, soal itu biar aku yang urus."

"Mama, apa yang Mama katakan!"

"Papa diam, gak usah ikut campur sama urusan Mama. Lebih baik Papa sekarang juga pergi dari kamar ini. Aku mau bicara sama wanita ini berdua."

"Tapi, Ma..."

"Gak ada tapi-tapian. Sekarang juga, tinggalkan Mama dan juga wanita ini berdua!" ucap Tina dengan tegas.

"Almira, kamu jangan dengan apa yang wanita ini katakan. Tolak permintaannya, jika kamu berani melakukan hal itu. Saya tidak akan segan-segan melaporkan kamu sama Dewi."

"Papa!" jerit Tina.

"Iya, Ma. Papa pergi." Wijaya kesal karena kesenangannya diganggu.

"Duduk!" titah Tina.

Almira menurut, entah kesialan atau keberuntungan yang menimpanya sekarang. Karena adegan ciuman itu dihentikan oleh istri sah dari calon sugar Daddynya.

"Saya akan berikan kamu uang berapapun itu. Bahkan lebih dari uang yang kamu dapatkan dari suami saya."

"Tante, maaf sebelumnya. Apakah saya harus menikah dengan anak Tante gitu..."

"Bukan."

"Lalu?"

"Dengarkan ini baik-baik. Saya sudah memiliki anak. Namanya Tiffany, dia sudah menikah dan memiliki suami. Tapi dia kesulitan memiliki anak. Pada akhirnya kami menyarankan dia pergi ke Singapura untuk menjalankan program bayi tabung."

"Dan setelah melalui proses panjang akhirnya program itu berhasil. Beberapa bulan yang lalu harusnya Tiffany melakukan transfer embrio ke dalam rahimnya. Akan tetapi dia mengalami kecelakaan dan akhirnya meninggal dunia."

"Aku dan suamiku, hanya memiliki satu anak yaitu Tiffany. Namun, Tiffany meninggal dan harapan kami satu-satunya adalah embrio itu. Jika kamu mau, saya ingat menyewa rahim kamu untuk melahirkan cucu saya."

Mendengar penjelasan Tina sedikit membuat hati Almira merasa sedih. Ia bisa merasakan kehilangan seseorang yang kita sayang.

"Maaf, Tante. Bolehkah saya berpikir terlebih dahulu. Ini bukan perkara yang mudah."

"Pikirkan baik-baik. Bukankah kamu butuh uang. Daripada menjadi simpanan pria hidung belang yang bisa saja kamu tertular penyakit kelamin bukankah lebih baik kamu bekerjasama dengan saya."

"Iya sih." Almira mengiyakan ucapan Tina.

"Saya menawarkan ini hanya sekali saja. Jika kamu setuju, kamu tinggal sebutkan berapa nominal yang kamu butuhkan. 100 juta 200 juta. Bahkan 1 miliar pun akan saya berikan."

"Apa! 1 miliar."

"Ya, saya berani bayar rahim kamu dengan harga segitu dengan syarat kamu mau melahirkan cucu saya."

Almira menelan ludahnya kasar, saat ini dirinya begitu bingbang, haruskah ia menerima tawaran itu atau tidak. Tapi jika dia menolak belum tentu kesempatan datang ini datang kembali. Apalagi setelah gagalnya dia menjadi simpanan laki-laki kaya.

"Pikirkan baik-baik. Saya beri kamu waktu 1 hari, jika kamu setuju. Datangi alamat ini."

Tina memberikan kartu namanya pada Almira.

"Terima kasih, Tante."

"Hm. Kalau begitu saya pergi dulu."

Continua a leggere

Ti piacerà anche

796K 29.4K 33
[KAWASAN BUCIN TINGKAT TINGGI 🚫] "Lo cuma milik gue." Reagan Kanziro Adler seorang ketua dari komplotan geng besar yang menjunjung tinggi kekuasaan...
442K 21.1K 13
Sera adalah mahasiswi populer dan kaya yang suka membully mahasiswa yang tidak populer. karena sifatnya yang angkuh, sombong dan suka membully, seora...
18.5K 786 28
'Dasar mesum! Aku bahkan gak pernah mikir ngasih keperawanan aku sama, Om!' umpat Aruna jengkel. Bola mata Dewandaru membulat dengan umpatan Aruna. P...
922K 18.1K 42
Elia menghabiskan seluruh hidupnya mengagumi sosok Adrian Axman, pewaris utama kerajaan bisnis Axton Group. Namun yang tak Elia ketahui, ternyata Adr...