Secret In Paris ✔️

By -LparkC-

95.3K 7.4K 1.6K

CHAPTER LENGKAP ✔️ "Dari miliaran cowok di dunia, kenapa dia sih, orangnya! sialan!" Falea Adzana Wirasena, s... More

SIP : Bab 1.
SIP : Bab 2.
SIP : Bab 3.
SIP : Bab 4.
SIP : Bab 5.
SIP : Bab 6.
SIP : Bab 7.
SIP : Bab 8.
SIP : Bab 9.
SIP : Bab 10.
SIP : Bab 11.
SIP : Bab 12.
SIP : Bab 13.
SIP : Bab 14.
SIP : Bab 15.
SIP : Bab 16.
SIP : Bab 17.
SIP : Bab 19.
SIP : Bab 20.
SIP : Bab 21.
SIP : Bab 22.
SIP : Bab 23.
SIP : Bab 24.
SIP : Bab 25.
SIP : Bab 26 (END)
Yuk, sapa Fale & Edgar!

SIP : Bab 18.

2.3K 254 83
By -LparkC-

Guys, aku beneran semangat kalau banyak yang komen, deh.
Huaaa makasih, yah!

Selamat membaca 💙

"Kok, nggak ngabarin kalau udah balik ke Indo, Rif?"

"Kejutan, Fal." Pria manis itu tersenyum saat ekspresi sahabat kecilnya tampak mencebik malas. "Gimana kabar lu, Fal? Gue denger dari Mama Lani lu udah jadi sekretaris CEO, ya. Wah, keren juga itu."

"Ya ... keren, sih. Cuma lu tahu kan, gue jalur ordal." Fale ikut tertawa saat Arif yang berdiri di sampingnya terkikik mendengar lelucon itu.

Mereka berdua memilih kolam ikan di halaman belakang untuk membicarakan masa kecil yang menyenangkan. Berdiri tepat di tengah jembatan yang membentang pendek di atas hewan air yang sedang berkeliaran di bawahnya.

Omong-omong pertemanan mereka sudah terjalin sejak balita. Ibunya Arif yang saat itu menjadi single parents adalah sahabat dekat ibunya Fale. Sebenarnya terlepas dari garis keluarga konglomerat, mereka hanya anak-anak malang yang tak memiliki ayah bahkan sebelum tahu harusnya ada sosok itu dalam rumah.

Fale terbilang cukup beruntung karena ibunya menikah dengan pria yang tulus saat usianya menginjak angka lima, sedangkan Arif hingga saat ini tak memiliki figur ayah yang menyempurnakan keluarga. Ibunya masih setia jadi janda. Katanya cinta yang dibawa mendiang ayah Arif hanya tersisa untuk anak-anak saja.

"Kabar Arin gimana, Rif?" Fale mulai menanyakan tentang adik perempuan Arif yang dulu sering mengikuti mereka bermain ke mana pun.

"Baik. Dia lagi ambil S-2 di Oxford."

"Waw!" Fale berdecak kagum. "Keturunan jenius, ya. Harusnya gue nggak kaget, sih," serunya sambil menepuk lengan pria yang hanya tersenyum samar. "Rif?"

"Hmmm."

"Kok, lu ada ototnya, sih?" Sedikit terkejut saat merasakan daging keras di lengan Arif, Fale tertawa mendengar dengkusan pelan pria itu. "Dulu waktu SMP kan, lu tipes mulu. Gue kaget banget, loh!" tambahnya sambil menepuk-nepuk lengan Arif.

"Lu ngaco!"

"Iya. Lu tuh, langganan rumah sakit tau waktu sekolah. Gue sampe bosen jenguknya." Fale masih tertawa mengingat hampir dua bulan sekali Arif masuk rumah sakit. Entah tipes, DBD, demam biasa, sampai cacar air.

Arif berdecak. "Ngapain sih, ingetnya waktu gue lagi tipes. Kenapa nggak inget pas lu ngajak gue nikah aja."

"Hah?! Kapan gue pernah bilang begitu?"

"Fale!"

Muda-mudi itu refleks melarikan atensi pada pria yang memanggil dengan nada tinggi. Di ujung kolam dekat jembatan, Edgar berdiri dengan gaya pongah sambil memasukkan dua tangan ke saku celana. Tak lama pria itu melangkah menghampiri Fale dan Arif yang sempat ia lihat sedang bercanda.

Ada hal yang mengganggu dirinya saat Fale tertawa lepas sambil memukul bahu pria di sana. Dan jujur saja Edgar tak suka melihatnya.

"Oh, Ed ...." Fale menoleh ke arah Arif yang masih memberi atensi pada Edgar. "Rif, kenalin ini Edgar," ujarnya saat Edgar benar-benar sampai di hadapan mereka. "Anaknya Om Edo."

"Hah?" Arif sedikit terkejut. "Om Edo?"

"Iya. Selama ini tinggal di Batam. Gue juga belum lama ini tahunya."

"Oh ... Hai, gue Arif." Dengan sopan, pria yang sejak lulus SMA menetap di Singapura itu menyodorkan jabatan tangan.

"Hmmm," balas Edgar enggan. Ia kembali menatap Fale setelah menjabat tangan Arif singkat tanpa menyebutkan nama. "Tante Lani bilang acara makan malemnya udah mau mulai."

"Oh." Fale mengangguk samar sambil memberi atensi lagi pada Arif. "Ayo, Rif! Makan malemnya nggak akan mulai kalau bintang tamunya gue ajak mojok gini."

Tertawa kecil tanpa suara, Arif mengangguk menanggapi ucapan sahabatnya. "Ayo. Kita bareng aja sekalian." Maksudnya dengan pria yang saat ini berdiri di samping Fale.

Tanpa menaruh rasa curiga sedikit pun, Arif melangkah lebih dulu. Sedangkan Fale yang hendak mengikutinya dibuat terkejut dengan cekalan tangan Edgar di lengan atas. Fale hanya menoleh tanpa memprotes apa-apa karena ia baru sadar ada sorot berbeda yang dipancarkan Edgar saat menahannya tetap di sana.

"Oh, iya Fal ...."

Bersamaan dengan itu, Arif yang tak merasakan langkah di belakangnya memilih menoleh. Sudah ia duga Fale dan Edgar tak mengikutinya. Dua orang itu masih berdiri di jembatan sedangkan dirinya hampir keluar dari area kolam. Arif mengernyit karena melihat posisi Fale yang berhadapan dengan Edgar begitu dekat.

"Ya?" Fale buru-buru melepas pegangan Edgar, lalu berjalan menghampiri Arif. "Kenapa?" tanyanya saat benar-benar sampai di hadapan pria itu.

"Ada masalah?" Arif menggeser sedikit kepalanya untuk melihat Edgar yang masih berdiri di sana.

"Nggak ada, kok." Tanpa ragu, Fale bawa Arif berjalan menuju rumah. "Tadi mau ngomong apa?"

"Besok kalau free gue mau ngajak nonton."

"Boleh! Gue harus kabarin Zola sama Mira, nggak?"

"Nggak usah. Kabarin mereka-nya lewat instastory aja."

Fale terkekeh. "Okelah!"

"Masih tinggal di apartemen dulu, kan?"

"Iya, unitnya pun nggak ganti."

"Bagus deh, gue tinggal jemput besok."

"Siap, gue tunggu!"

Saat dua orang yang mulai memasuki rumah kembali mengobrol santai, pria yang masih berdiri di tempat sedang mengeraskan rahang sambil menumpu kedua tangan pada besi pembatas jembatan. Tatapan tajam Edgar benar-benar mengantarkan kepergian Fale yang kadang terlihat menutup mulut untuk menyembunyikan tawa saat bicara. Sepertinya baru kali ini Fale terlihat begitu ceria hingga bebas mengumbar tawa. Dan rasanya Edgar mulai kesal sendiri kenapa juga ia harus merasa marah dengan hal itu?

Saat acara makan malam yang berisi tiga belas orang itu selesai, Edgar yang sengaja memilih duduk di samping Fale sesekali melihat ke arah Arif yang duduk di seberangnya. Pria itu tak banyak bicara, hanya menjawab beberapa pertanyaan yang keluar dari keluarga Wirasena dengan kalimat seperlunya. Entah dalam bentuk basa-basi atau serius. Dari yang Edgar dengar pria itu memiliki restoran di Singapura yang mengusung tema Nusantara.

"Jadi mau rencana buat juga di sini, Rif?" Fale mulai memasuki obrolan dan berhasil menarik atensi Edgar yang sejak tadi menyorot Arif dengan tatapan tak biasa.

"Niatnya, sih." Arif menyahut santai. "Tapi belum dapat lahan. Lu kalau ada rekomendasi kabarin ya, Fal."

"Gue bukan makelar tanah, tapi nanti gue bantu cari info."

"Kalau bisa deket sama kampus, Fal."

Fale mengangguk santai sambil menyambar gelas berisi jus jeruk.

"Mami nggak nyangka Fal, kamu semanis ini pas udah dewasa. Kira-kira berapa tahun kita nggak ketemu, ya?" Wanita yang duduk di samping Arif mulai bersuara.

"Udah lama banget, Mi. Kayaknya pas lulusan SMA, deh," sahut Fale sebelum terkejut merasakan tangan Edgar jatuh di atas pahanya. Ia melirik pria itu yang bersikap seolah tak terjadi apa-apa. Malah dengan santai mengambil minuman di atas meja.

"Mami nggak nyangka karena waktu itu Fale lebih mirip cowok, kan? Rambutnya nggak pernah lewat setengkuk." Arif terkekeh saat sahabatnya mendengkus mendengar ucapannya.

"Iya, tapi menurut Mami bukan cuma itu." Disha—wanita berstatus sebagai ibunya Arif kembali berujar. "Fal, kamu udah punya pacar belum?"

"Belumlah!" Arif yang menyahut penuh percaya diri. "Dia waktu kecil bilang mau nikah sama aku aja, Mam. Soalnya nggak mau ribet belajar masak."

Fale ingin menyahut, tapi kata-katanya tertahan di lidah saat tangan Edgar terasa meremas pahanya.

"Ya udah wujudin aja. Arif juga belum ada pacar, cocok kan?" gurau Disha sambil menoleh pada sahabatnya. "Gimana, Lan? Setuju kan?"

"Aku udah pasti setuju, tergantung anak-anaknya aja." Lani menimpali dengan raut girang. "Duh, beneran deh dulu aku pernah mimpi punya anak yang jadi koki. Eh, ternyata Fale nggak suka masak. Tapi siapa tahu dapet menantu yang pinter masak ya, kan?"

"Gimana, Fal? Masih mau nikahin gue, kan?"

Fale tak lekas menjawab karena tangan sialan Edgar makin meremas pahanya. "Kayaknya kita harus berdua aja deh, bicarain ini," jawabnya sesaat kemudian dan merasakan tangan Edgar melepas cengkramannya sebelum menumpu di atas meja.

Obrolan itu terus berlanjut. Bukan hanya menceritakan kisah persahabatan dua anak itu saja, tapi juga mulai membicarakan bisnis, kegiatan amal, bahkan rencana arisan keluarga.

Fale dan Arif tak ingin melibatkan diri dalam obrolan tersebut. Begitu pun dengan Edgar yang sejak tadi tak mengeluarkan respons apa pun. Pria itu terlihat malas menanggapi obrolan di atas meja bahkan saat ditanya jawaban yang terdengar hanya dehaman kasar atau isyarat lewat gerakan kepala.

***

Demi Tuhan Fale ingin menolak.

Fale benar-benar ingin menolaknya, tapi sial naluri alami tubuh yang menyambut sentuhan Edgar tak bisa diabaikan. Saat di perjalanan pulang ia sudah merasakan gelagat tak biasa dari pria yang mengendalikan setir mobilnya. Namun karena malas bertanya, Fale diam saja sampai roda empatnya memasuki parkiran apartemen.

Biasanya jika pulang dari rumah sang ibu ada perasaan tak nyaman karena bertemu Alka, tapi kali ini Fale sedikit lelah karena meladeni pertanyaan ibunya yang membahas topik tak terduga. Jadi, perubahan Edgar tak begitu ia pedulikan. Hingga perubahan itu ditunjukan dengan cara yang mengejutkan.

Fale baru membuka sabuk pengaman saat Edgar tanpa susah payah menarik pinggangnya, mengangkat tubuhnya hingga duduk dipangkuan pria itu. Dan tak menunggu waktu lama, serangan bibir Edgar yang berbau mentol dirasakan Fale. Sangat mengejutkan dan sialnya ia tak ingin menghindar apalagi mendorong pria yang seenak jidat menarik dirinya.

"Lu habis ngerokok lagi?" Fale yang akhirnya lebih dulu memutus ciuman itu.

Tangan Edgar yang masih ada di tengkuk Fale kembali menarik pelan kepala wanita itu. Ia belum berniat menjawab, hanya ingin mencium Fale untuk menyalurkan kekesalan yang sejujurnya tak ia mengerti.

"Ed!" ketus Fale sambil menepis tangan Edgar di tengkuknya.

"Iya, tadi habis makan gue ngerokok sebentar."

"Oh." Fale membalas malas sebelum beranjak dari pangkuan pria itu dan duduk di kursi penumpang.

"Seminggu kemarin gue udah usaha berhenti, kok."

"Terus?"

"Ya, belum bisa."

"Terserah, sih. Bukan urusan gue, cuma jangan seenaknya kayak tadi!"

Edgar terdiam sebentar seraya memperhatikan Fale yang mengambil tisu di dalam tas untuk mengelap bibir. "Fal, tadi lu nggak serius, kan?"

"Yang mana?" Fale mengernyit saat menatap Edgar yang tampak frustrasi.

"Perjodohan?"

"Gue sama Arif?" Entah kenapa Fale ingin tersenyum geli saat Edgar mengangguk layaknya anak kecil yang baru saja diberi pengertian. "Kenapa nggak? Gue udah kenal baik sama Arif," pungkasnya sebelum merasakan tangannya yang hendak membuka pintu mobil kembali ditarik.

"Lu sengaja, ya?"

Fale mengernyit bingung. "Maksudnya?"

"Maksud gue ... lu nggak serius sama hal itu, kan? Ya, menurut gue terlalu tiba-tiba aja kalau lu setuju."

"Nggak ada yang tiba-tiba, tadi gue bilang kan kalau gue sama Arif udah kenal." Fale menarik tangannya yang masih dipegang. "Kayaknya mulai sekarang jangan seenaknya cium gue, deh. Ngerti kan maksud gue?"

"Gue nggak ngerti."

"Nggak apa-apa, mungkin nanti lu ngerti," tandas Fale sebelum benar-benar keluar dari mobil menuju elevator. Meninggalkan Edgar yang berakhir melempar punggung pada sandaran kursi setelah mengembuskan napas kasar.

"Berengsek! Kenapa, sih?!" umpatnya sambil memukul setir mobil.

*********

Ada yang movie date guys🤭


Mending kalian cek suhu tetangga apartemen Fale, deh. Manatau doi lagi demam wkwkwkwk.

Continue Reading

You'll Also Like

121K 10.2K 38
[ End. Cerita Lengkap ] Soraya Mekarwati, seorang gadis berparas ayu dari kampung yang mendapat beasiswa kuliah ke Jakarta dan memberanikan diri teta...
1.4M 96.5K 60
Uang memang penguasa dunia. Dan dunia itu durjana. Bagaimana tidak, aku mengalami kesialan bertubi di waktu bersamaan terutama dalam perekonomian. Mi...
257K 20.5K 24
Kinan bukan kekasih Nagara tapi Kinan yang bisa mengerti pria itu. Nagara menganggap Kinan sebagai kebutuhan primernya setelah nasi dan tempat tingg...
612K 41.1K 48
Dia itu seperti air, aku tidak bisa tanpanya, tapi juga bisa mati karenanya.