XABINA

By biy_yourmamagula

51.4K 6.9K 1.6K

Xabina Magenta Wiraloka, pria berusia 18 tahun ini hidup dalam penjagaan ketat tiga kakak yang super duper pr... More

Pengenalan Karakter
1. Janji
2. Anak Kucing
3. Hukuman
4. Makan Malam
5. Sumber Masalah
6. Peluk Saya
7. Sakit
8. Merawat
9. Rahasia Kakek
10. Cobaan Dari (Calon) Kakak Ipar
11. Cantiknya Saya
12. Saya Tidak Butuh Restu Kalian
13. Hari Pernikahan
14. Aturan Main (M)
15. Pelarian
16. Hadiah
18. Pulang Untuk Disambut
19. Ketahuan Xabina
20. Pecah
21. Kuliah Pertama (Lagi)
22. Bertengkar
23. Mabuk
24. Maaf

17. Pengganti Obat Tidur (M)

2.2K 218 40
By biy_yourmamagula

Menatap cermin di hadapan diri, seorang pria nampak tak mampu sembunyikan beban. Basah wajahnya diguyur air, kelu lidahnya menahan jerit. Apa yang harus dilakukan? bagaimana cara menyelesaikan masalah ini? siapa yang harus disalahkan? pertanyaan itu berputar penuhi seisi kepala Nathan sambil beradu dengan perkataan dokter yang baru saja didengarnya.

"Mohon maaf, Tuan Nathan. Hasil pemeriksaan saya tetap sama, anda merupakan seorang laki-laki carrier. Kalau memang anda aktif secara seksual dengan pasangan, kehamilan bukanlah hal yang mustahil untuk terjadi. Adapun usia untuk janin dalam kandungan anda, saya perkirakan sudah memasuki minggu ke-4. Masih sangat rentan, masih sangat kecil. Saya harap anda dapat membawa pasangan anda untuk pemeriksaan selanjutnya. Bagaimana pun, keputusan tetap ada di tangan kalian berdua."

"Anjiiiing, Milan anjingggg! semuanya gara-gara lu, sialan!" Lagi, Nathan kembali menghidupkan keran air di wastafel dan membasuh wajahnya dengan gerakan kasar. Enggan ia pergi dari toilet rumah sakit yang sudah menampung kegelisahannya selama lebih dari seperempat jam.

"Sekarang gue harus apa? ini idup lawak mulu, tapi selera humornya jelek."

Cklek.

Untuk sesaat, Nathan lupa bagaimana caranya bernafas.

Logikanya berasumsi bahwa mungkin, saat ini ia terlalu lelah sampai halusinasi kendalikan diri. 

Iya, pasti halusinasi. 

Kalau tidak, mana mungkin sosok pria yang sudah menghantuinya dengan pemikiran buruk selama beberapa hari terakhir ini tiba-tiba muncul dari salah satu bilik kamar mandi? takdir macam apa yang begitu jahil untuk mengatur ini semua?

"Masih idup? bagus, deh. Gue belum punya baju buat hadir di pemakaman lu." Tak memperoleh respon dari sang lawan bicara, tatapan sinis pun Nathan hadiahkan pada si pria yang kini berdiri menghadap wastafel di sebelahnya. "Jerry, mau sampe kapan lu kayak gini ke gue?" Tanpa niat untuk menjaga harga diri, kentara sekali rasa bersalah yang bersemayam menjadi nuansa dari lirih ujarannya.

"Gue salah udah nutupin kabar pernikahan Bina dari lu, Jer. Gue gak akan ngelak, tapi apa perlu sejauh ini lu ngebuat jarak di antara kita bertiga? segampang itu lu lenyapin persahabatan kita? bisa gak--"

"Gue? lenyapin persahabatan? gak kebalik, Nat?" Menarik beberapa lembar tissue yang tersedia, Jerry mengeringkan tangan tanpa menoleh ke arah Nathan. "Gue gak ngapa-ngapain, dari awal gue cuman diem dan tiba-tiba dipukul dari belakang sama orang yang udah kayak sodara buat gue."

"Jer, gue--"

"Kalo misalnya Kak Padma waktu itu gak keceplosan, apa sampe sekarang gue bakal jadi satu-satunya orang bego yang gak tau apa-apa? lu sama Xabina mau ngumpetin ini semua dari gue sampe kapan? hah? sampe Xabina bunting terus lu berdua tiba-tiba ngomong hehe Jerry, jadi sebenernya blablabla.. halah! basi!" Menurunkan pandangan, Jerry berusaha agar air matanya tak luruh di situasi ini.

"Lu tau perasaan gue kan, Nat? lu tau.. gimana gue cinta sama Xabina, kan? lu tau, Nat! Lu tau tapi lu diem aja dan bahkan gak bantuin gue buat nyegah perjodohan Xabina. Sahabat mana yang bisa jadi setega itu, hah?! lu pengkhianat! lu--"

Bugh.

Tak ingin lebih lama mendengar omong kosong, Nathan yang habis kesabaran pun memukul Jerry tepat di bagian wajahnya. "LU YANG GAK BERANI AMBIL LANGKAH BUAT MAJU! BERAPA TAHUN LU PUNYA KESEMPATAN BUAT NYATAIN PERASAAN LU KE BINA? GUE TANYA! BERAPA?! GUE DIEM KARENA GUE CUMAN ORANG LUAR! PERASAAN LU YA TANGGUNG JAWAB LU SENDIRI, BANGSAT!" Menarik kerah kemeja yang dikenakan Jerry, Nathan dapat melihat tetesan darah yang mengalir dari hidung pria itu.

"Lu pengecut, Jer. Lu kalah sama orang asing yang punya keberanian besar buat ngelamar Bina dan minta dia buat jadi pendamping hidupnya. Kalo lu masih kepala batu buat jauhin gue sama Bina, TERSERAH! enyah lu dari hadapan kita! gue bisa jagain Bina sendiri tanpa bantuan lu yang gak tulus buat sahabatan sama dia. Tapi satu hal yang perlu lu inget baik-baik, sampe gue tau kalo lu jadi jahat dan nyakitin Bina barang seujung kuku pun, apalagi sampe bikin dia trauma kayak apa yang Si Niko lakuin dulu, mampus lu di tangan gue, Anjing."

Menghempas kasar tubuh Jerry, Nathan berlari hingga tiba di lapangan tempatnya memarkir motor. Dengan pikiran kalut dan nafas memburu, dibuatnya panggilan untuk salah satu kontak yang tertera di layar handphone dalam genggaman. Satu kali, dua kali, tiga kali, tak satupun jawab yang ia terima dari seseorang di seberang sana.

"Ini lagi, Si Uncrit kemana sih?!"

*****

"Ahh.. ahh, Mas!"

"Apa, Dek?"

"M-malu.. adek mau pindah.. adek.. nghh.. takuth diliat oranghh.."

Sudah dua jam sejak Xabina mengucapkan ajakan laknat yang membangunkan serigala dalam diri Barat, sudah dua jam pula sejak dua adam itu melakukan pergulatan panas di atas ranjang, karpet, sofa hingga kaca transparan menuju balkon yang saat ini tengah mendapat gilirannya. Kalau sudah seperti ini, Barat harus menanggung malu dan canggung saat berhadapan dengan pelayan yang bertanggung jawab untuk membereskan semua kekacauan di hari esok.

"Malu? yakin?" Barat berbisik, hembusan nafasnya terasa panas dan menggelitik tengkuk yang lebih muda. Tak ada celah bagi Xabina untuk menghindar, terlebih saat tubuhnya dihimpit rapat kenai dingin dari pintu kaca. 

"Cantik, mphh.. mas kasih tau, gak ada.. orang yang malu tapi pinggangnya ikut gerak liar buat nikmatin penis pasangannya kayak.. kam-- ahh, jangan terlalu ketat.. sayang!"

Tak mengindahkan ucapan sang suami, Xabina yang pikirannya kacau pun lebih memilih untuk bermain dengan tempo gerakannya. Penetrasi dari arah belakang yang diterimanya seperti saat ini memberikan sensasi baru yang asing namun nikmat secara bersamaan. Benda tumpul yang mengoyak lubang analnya berhasil masuk lebih dalam ke area yang samar-samar memberikan kontraksi kecil saat disentuh, apakah itu tempat berlindung bagi calon kehidupan lain? Entah, Xabina tak mengerti. Satu hal yang pasti saat ini adalah penilaian tinggi atas kelihaian suaminya dalam urusan bercinta.

"Ahh.. ahh, mashh, gak kuath.. adekh.. gak kuathh!"

Barat menggeram rendah sebelum akhirnya menggigit bahu sempit milik sang istri. Satu lagi tanda cinta diukir dengan indah pada canvas putihnya. "Enak, sayang? kesenengan ya, kalo misalnya ada orang yang gak sengaja mergokin kita dari arah pantai?" Memeluk perut ramping Xabina, tangan lain ia gunakan untuk mencengkram leher yang lebih muda hingga tercekat sedikit nafasnya.

"Gak apa ya, dek? kalo ada yang ngintipin kita, mmh.. biar mereka tau kalo tuan muda cantiknya suka digenjot sambil desah kenceng."

"Nghhh.. ahh, ahh!!" 

Seperti biasa, Xabina lebih dulu sampai untuk menjemput putih. Cerah dari kulitnya berubah merah dengan banjir keringat di sekujur tubuh. Lemas, kedua kaki yang semula mampu berikan topangan kini bergetar hebat dan hilang kekuatannya. Andai kata Barat tak cukup sigap untuk memberi pertolongan, mungkin Xabina sudah jatuh dalam posisi terduduk.

"Astaga, Sayang."

Tak memerdulikan ereksi yang belum tuntas, Barat dengan sigap menggendong Xabina dan berjalan menuju pusat ruangan. Pelan dan lembut pergerakannya saat menempatkan sang istri hingga terduduk di atas meja makan. Serak suara Xabina yang terisak lirih pun mendorong Barat untuk berjalan menuju lemari pendingin dan mengambil satu botol air mineral yang tersedia.

"Minum, Say--" 

Kabut di kedua netra Barat kian menebal. Libido yang sebelumnya sudah tinggi kian mencuat hancurkan batas kewarasan. Jangan sebut dirinya brengsek, kalian berharap apa pada pria yang berhadapan langsung dengan tubuh telanjang istrinya? bersabar dan lari untuk tenangkan diri? mustahil.

"Mahasiswa kurang ajar, ngangkang depan dosen udah kayak kucing birahi. Siapa yang ajarin?"

Mendengar 'penghinaan' dari Barat, Xabina bangkit untuk mencapai posisi duduk. Ditaruhnya kedua tangan ke arah belakang untuk menopang tubuh yang terengah-engah. Menarik salah satu sudut bibir, senyum bertajuk cemooh itu nampak kontras dengan wajah cantiknya. Alih-alih jera atas buah dari provokasinya, Xabina lebih tertarik untuk semakin melebarkan kaki di hadapan Barat.

"Mau minum, Mas. Adek mau minum."

Segel dari tutup botol rusak bersamaan dengan putusnya akal sehat Barat. Tanpa mengalihkan pandangan dari yang lebih muda, Barat meminum air dan menahannya. Pelan ia melangkah hingga bertumpu di antara celah kaki yang sedari tadi sudah menggodanya. Tanpa ragu atau sekedar meminta izin, Barat memaksa Xabina untuk membuka mulut lewat cengkraman pada pipi. Tujuannya hanya satu, memuaskan dahaga sang istri lewat air dalam mulut.

"Is that enough?"

Xabina mengernyit, kentara sekali bahwa ia tak nyaman dengan cairan yang keluar dari lubang analnya. Bersama pengaruh naluri, Xabina tahu bahwa haus yang dirasakannya bukan perkara air minum dan pemuasan dahaga. Xabina mendamba hal lain, sesuatu yang terlanjur mampu terbangkan dirinya. "Mas, masih haus. Adek harus gimana? hausnya gak ilang-ilang." Seiringan dengan kalimat yang terujar, berpindah kedua tangan Xabina untuk mengusap ereksi dari Barat.

"Ini- AH!" Xabina memekik kala Barat menarik surai hitamnya ke arah belakang. Gerakan agresif yang mau tak mau membuatnya mendongak untuk beradu tatap dengan yang lebih dominan.

"Acting like a pretty little slut, huh?" Warna suara Barat terkesan pekat atas ketamakan. Enggan melunak, genggam tangan pun ia lepas demi memberi bebas. Ini bukanlah akhir dari keintiman, masih ada hal lain yang Barat ingin dari pria cantiknya.

"Mau hausnya ilang?" Mendapat anggukan kepala sebagai jawaban, Barat sedikit membungkuk untuk berikan kecup pada dahi Xabina. "Kalo gitu nurut. Apa aja yang mas bilang, adek harus lakuin. Udah tau, kan? mas paling gak suka dibantah." Lagi, Xabina mengangguk untuk sanggupi ucapan Barat -atau lebih tepatnya, perintah.

"Get on your knees, Sugar."

Menurut, Xabina berlutut di hadapan Barat. Dikepal kedua tangan untuk bertumpu pada paha, ditengok ke arah atas untuk menanti ucap berikutnya.

"Suka es krim?" Xabina tak menjawab, tapi binar di kedua matanya sudah berhasil mewakili isi hati. 

"Then, what do you think about getting some vanilla ice cream from me?"

Kali ini Xabina tak mengerti. "Eung? mas punya es krim? kenapa adek gak tau? mas sembunyiin, ya?" Niat hati ingin protes, namun diurungkan kala sadar akan tatapan tajam yang diterimanya.

"M-mas, mas marah? kalo.. kalo gak mau kasih adek es krim ya udah, tapi.. tapi jangan gitu liatin adeknya."

Sebelum Barat menanggapi, Xabina sudah lebih dulu maju untuk mengambil kendali. Tiba-tiba saja ia teringat dengan salah satu adegan film dewasa yang dulu pernah dikirim oleh Nathan. Ya memang, posisi dan latar tempatnya jauh berbeda dengan kondisi saat ini. Meski begitu, Xabina tahu betul tentang asal-muasal dari 'es krim' di tengah 'permainan' semacam ini.

"Adek belum pernah nyobain, tapi adek tau. Kalo nanti adek salah, mas bilang, ya?"

"Kamu mau ap- ahh!"

Dengan bantuan tangan yang memberi usap, Xabina mengecup ujung kejantanan Barat sebagai permulaan. Ada sedikit rasa puas yang dirasakan si pria manis kala mencuri tatap. Oh, mungkin ia sudah melakukannya dengan benar, Barat begitu terlena dalam kenikmatan. Andai kata isi kepala bisa disuarakan, Xabina akan mengakui bahwa Barat dalam pengaruhnya saat ini benar-benar tampan. Terlalu memikat hingga mampu untuk membuatnya semakin basah dan bergairah.

'Habis ini dimasukkin ke mulut, kan? tapi ini gede banget, gak akan muat. Mulut Bina bakal sakit gak, ya?' Masih dengan posisi sama, Xabina yang terlalu sibuk untuk bermonolog dalam hati tak menyadari bahwa kesabaran Barat telah habis dibuatnya.

"Ahh, iya, Sayang. You're doing great, semua tentang kamu selalu handal bikin mas tergila-gila." Barat mendongak, terpejam kedua matanya kala pinggang bergerak cepat. Bagian selatan yang sedari tadi terasa nyeri akhirnya menemukan rumah. Tak sia-sia Barat mendorong paksa kepala Xabina untuk menelan ereksinya, ia benar-benar terbang menembus nirwana.

"Kamu punya mas. Gak akan ada yang tau kalo mulut manis kamu yang gak pernah lepas dari gula-gula, ternyata bisa jadi sejalang ini, mmmh... am i right, Love?"

Xabina tak memiliki kemampuan untuk menjawab. Berulang kali ia menepuk paha sang suami untuk memintanya berhenti. Bukan hanya sakit di seluruh area mulut, ia juga tersiksa karena tak memiliki celah untuk bernafas. Lebih daripada itu, Xabina mengutuk dirinya sendiri yang begitu lancang untuk menginginkan lebih. Bukankah seharusnya ia marah pada Barat? kenapa gejolak dalam dirinya kian menggebu-gebu? kenapa pula lidahnya mengecap rasa baru yang.. memabukkan?

"Love, you're drenching wet down there. Masih belum cukup, hm?"

"Uhuk! uhuk! uhuk!"

Xabina yang dilepaskan secara tiba-tiba oleh Barat hanya mampu terduduk lemas. Dihirupnya sebanyak mungkin udara meski terganggu oleh batuk hebat. Ekspresi berjuta tanya hinggap di wajahnya yang lelah. Xabina tahu, Barat belum mencapai puncak sebagaimana mestinya.

"K-kenapa udah? mas kan belum-"

"Turn around."

"A-apa?"

Gelap pandangan Barat, lurus menyapa sepasang mata yang begitu sayu. Persis seperti mangsa buruan, Xabina dibuat lemah seakan dijamah tanpa pengampunan. Hening, terlalu serasi untuk disela oleh suara yang menekan perintah.

"I said, Turn. Around."

Mendapati bahwa sang istri sangatlah penurut, Barat pun tersenyum dengan penuh kepuasan. "Anak baik." Memajukan tubuh, Barat menggigit bahu kanan Xabina yang tentunya sudah penuh akan jejak percintaan. Terus seperti itu sampai akhirnya terdengar rengekan dari si pria cantik yang mendamba penyatuan.

"Ass up, Love."

Lirih dari bisikan Barat membuat Xabina nyaris lupa daratan. Sapuan panas dari lidahnya hadir untuk menggelitik daun telinga yang lebih muda hingga gemetar sekujur tubuh. Ah, imut sekali. Barat jadi ingin bermain-main dengan kucing kecilnya ini. 

"Duh, licin. Lubang adek basah ini, mas jadi gagal terus masuknya." Berbohong, Barat sengaja menggesek ereksi miliknya di antara celah lubang anal Xabina. Sesekali ia akan bertingkah seolah-olah akan melakukan penetrasi. Setelah nyaris berhasil, Barat akan menggagalkannya dengan penuh kesadaran.

"Ahhh.. mas! masssh!"

"Dalem, Sayang."

Xabina kesal, pening di kepalanya benar-benar terasa menyiksa. Ia ingin Barat, ia ingin pria itu kembali menyatu dengan raganya. "Masukin, mas. Adekh.. nnggh, adek mau dibuat enak sama mas.." Putus asa dengan keadaan, kedua kaki pun Xabina lebarkan seiringan dengan naiknya posisi pinggang. Satu tangannya menggapai kejantanan Barat untuk ia arahkan tepat menuju lubang senggama. Perlahan, Xabina memundurkan tubuh demi penyatuan. Andai saja nyaring dari nada panggilan tak menginterupsi, usahanya pasti akan membuahkan hasil.

"Lanjutin, Cantik. Biar itu jadi urusan mas."

Ucapan Barat terdengar ambigu bagi Xabina. Dibandingkan dirinya, posisi Barat memang lebih dekat untuk menjangkau handphone yang terus saja berbunyi. Tapi entahlah, persetan dengan hal lain. Satu-satunya yang Xabina inginkan saat ini hanyalah mengejar kenikmatan. Pemikiran sederhana itu pada akhirnya mengantarkan Xabina untuk kembali pada fokus utama.

"Eunghh.. ahh.. s-susah.."

"Pelan, Sayang. Jangan dipaksa, nanti adek kesakitan."

"Ahh.. ahh.. AHH!"

Dengan erangan yang saling bersahutan, kedua adam kembali siap untuk saling memuaskan. Xabina terengah, merasa bahagia atas keberhasilan yang ia peroleh.

"Mashh, gerak. Adek capek.."

Xabina dapat merasakan bagaimana tubuh Barat merapat padanya. Baru saja ia yakin bahwa Barat akan segera mengabulkan permintaan, tiba-tiba saja layar handphone yang menampilkan nama seseorang disodorkan ke hadapan wajah.

"Mas gerak sekarang, ya? adek diem aja. Nih, mending ngobrol sama Nathan. Kasian, dari tadi ngomong tapi malah dianggurin sama kamu yang sibuk keenakan."









TBC

Dah, cukup dulu honeymoon-nya ya, Cingtah. Masih banyak tempat yang harus dicicipi sama pasangan 18-21 ini selain private island wkwk.

Btw, apa kabar? Biy ngilang lama banget ya, nih dikasih NC sebagai sogokan :'D

Oh iya, makasih ya yang udah nanya kabar, semoga kalian sehat-sehat, bahagia selalu. Buat yang nanyain akun twitter Biy kemana, Biy kena suspend jadi pindah ke akun lain. Kalo mau berinteraksi disana boleh kunjungin profil Biy ya, udah ada linknya. Biy ada bikin AU BibleBuild juga di sana ^^

See you next chapter!

Continue Reading

You'll Also Like

586K 24.9K 40
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...
461K 1.8K 16
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...
340K 26.3K 36
Warning!!! Ini cerita gay homo bagi yang homophobic harap minggir jangan baca cerita Ini ⚠️⛔ Anak di bawah umur 18 thn jgn membaca cerita ini. 🔞⚠️. ...
574K 41.3K 40
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...