Taking Chances

By carelessjam

786 152 26

One More Chance Prequel Tentang chenle, siswa teladan yang terlalu baik. Tentang Jisung, siswa berandalan yan... More

Reflected and Reversed
A Losing Game
Mutually Intrigued
Nyaman
Aftermath
Trust, and Fate

Sincere promises

73 17 7
By carelessjam


.
.
.
.
.
.
.

Tidak ada yang menyangka-nyangka bahwa semester genap itu diawali dengan sebuah insiden yang akan melegenda di sekolah itu.

Sebenarnya, sudah menjadi agenda tahunan bahwa di upacara pertama semester ganjil, akan ada ada perwakilan orang tua murid yang datang untuk melakukan acara simbolik mengucapkan selamat tinggal pada anaknya dan menyerahkan pendidikan anaknya ke pihak sekolah.


Namun tahun itu, donatur terbesar sekolah yang datang.


Ya, Zhong Nara, ibu dari Qian Chenle yang sembunyi-sembunyi menyekolahkan anaknya di sekolah ini, ternyata mendapat kabar bahwa beberapa bulan lalu, kantor kepala sekolah dibobol orang asing, dan berkas namanya sebagai donatur terbesar sekolah ditemukan terpampang di luar map.

Karena takut akan ada desas-desus tentang anaknya, Zhong Nara segera merencanakan skenario:

Ia sendiri yang akan membuka informasi bahwa ia ada donatur terbesar sekolah ini atas nama kantor, dengan dalih memberikan beasiswa untuk siswa tidak mampu sebagai bagian dari company social responsibility.


Maka di upacara pertama semester genap itu, Zhong Nara datang dengan mengundang segenap wartawan untuk meliput.

Memberikan pidato yang terlihat intelektual,

dan dengan sangat natural, berpura-pura tidak kenal dengan anaknya yang berdiri depan mata.



Bagaimana dengan Chenle? Tentunya ia hanya diam dan menjalankan tugasnya sebagai perwakilan murid.



Namun Jisung, dan hanya Jisung, yang dapat melihat perasaan Chenle yang sebenarnya.

Bagaimana perlakuan ibu kandungnya itu, menyakiti perasaan Chenle.



Di tengah-tengah cahaya shutter kamera yang bersahut-sahutan, tiba-tiba sebuah teriakan memecah fokus semua orang.

"ZHONG NARA BAJINGAN!

Bisa-bisanya lo senyum bahagia padahal ninggalin anak lo sendiri.

YANG BENER LO JADI IBU, SINI LO JANGAN SOK SUCI DEPAN KAMERA!"

Jisung mengamuk dan merangsek melewati para wartawan. Satpam sekolah dan bodyguard Zhong Nara segera menghalau Jisung, namun Jisung tidak gentar dan malah beradu tinju dengan si bodyguard.

Semua terjadi begitu cepat. Para murid yang panik hanya bisa terdiam di tempat. Bahkan para guru tidak bisa bergerak. Dan para wartawan hanya bisa termangu, bingung mengapa mereka jadi datang untuk liputan tindak kriminal.


Namun Chenle, dan hanya Chenle, yang tanpa takut segera mendekati Jisung dari belakang dan lalu memeluknya erat.

Chenle menutup mata Jisung dengan lembut, dan bertutur hangat,

"Jisung, makasih. Tapi berhenti ya, don't hurt other people like this.

Don't hurt yourself like this."


Seketika itu pula Jisung terdiam, dan ia mulai menangis dan berlari menjauh dari lapangan itu.

Kaburnya Jisung menjadi isyarat bagi para wartawan untuk mengerubungi Zhong Nara, menghujaninya dengan berbagai pertanyaan tentang apa yang baru saja terjadi. Semua berfokus ke perempuan itu,

dan meninggalkan Chenle yang segera berlari mengejar Jisung seorang diri.


Chenle tentu tahu ke mana Jisung akan berlari: belakang gudang asrama.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Dan di sanalah Jisung berada. Terduduk di tanah dengan kaki dalam pelukan, dan badan yang bergetar dengan emosi yang meluap-luap.

Jisung sendiri tidak paham apa yang ia rasakan.

Amarah yang tidak tersalurkan?

Sedih?

Kecewa?

Ia tidak paham. Tidak paham sama sekali. Yang ia tahu, ia rasanya masih ingin menonjok orang. Dan mungkin itu yang akan ia lakukan kepada siapapun orang yang akan ia temui


"Hey? Jisung? Lo gapapa?"


Dan Jisung pun termangu mendengar pertanyaan itu.

Kenapa.... Chenle yang dateng?

Kenapa malah gue yang ditanyain gapapa atau ngga?

"Gue ga ngerti sama lo Le.

Kenapa lo nyetop gue tadi? Kenapa lo bilang makasih? Dan kenapa malah sekarang lo yang ngejer gue dan mastiin gue gapapa?" Ucap Jisung cepat, penuh emosi dan tanya.

Chenle yang masih ngos-ngosan pun ikut duduk di samping Jisung. Setelah napasnya mulai teratur, ia menjawab,

"Haha, gue sering kok denger itu. Tapi biasanya gaada yang beneran langsung bilang ke gue.

Seberat-beratnya idup gue sekarang karena sikap nyokap gue, gue gabisa marah ke dia Ji.

Karena gue yang liat sendiri apa yang bikin nyokap gue begini. Dan gue juga masih inget betapa baiknya dulu nyokap gue.

Yang gue inget adalah, sampe gue umur 5 tahun, bokap nyokap sayang sama gue. Terus bokap berubah jadi suka mukulin nyokap, dan nyokap gue ikut berubah dan jadi sering ngebentak gue juga. Makin lama perlakuan bokap ke nyokap makin parah, dan gue ikut liat langsung perlakuan bokap ke nyokap." Jawab Chenle pahit.

Untuk pertama kalinya, Chenle menceritakan tentang dirinya sendiri kepada orang lain.

Cerita dari sudut pandangnya, dari apa yang iya rasakan.

Dan untuk pertama kalinya, Jisung melihat raut wajah Chenle yang selalu ceria dan tenang, berubah menjadi penuh dengan emosi yang berkecamuk.

"My father's death? He deserved it.

Dan ya, gue kira abis itu nyokap gue bakal balik baik lagi.

Ternyata ngga. Nyokap udah ga bentak gue, tapi malah jadi ga acuh. Sampe gue mulai SMP, dan gue bisa ngerasain kalo nyokap ngehindarin gue.

That's when I looked into the mirror and i see why:

muka gue, persis bokap gue.

And that's why, walaupun rasanya sakit, gue nerima-nerima aja masuk sini dan ga diakui anak sama nyokap."

Chenle menghela napas panjang, berusaha menyelesaikan ceritanya. Dengan mata berkaca-kaca, ia pun menatap Jisung lekat.

"Lo tadi bilang, nyokap gue keliatan bahagia padahal ninggalin gue di sini.

Ji, that's the brightest I've ever seen her since forever.

Kalo dengan gue menjauh dari dia, dia bisa kayak gitu,

I'm fine hurting like this"

Air mata Chenle pun jatuh.

Sedangkan Jisung sedari tadi sudah terus menangis tanpa ia sadari. Ia merasa bodoh, sungguh bodoh.

Karena tindakan spontannya tadi, ia malah membuat Chenle menangis.

Bener kata ortu gue, emang gue anak sialan.

Emang gue goblok.

Gue ga tau apa-apa, cuma bisa nyusahin orang lain.

Pikiran Jisung kacau dan dengan terbata-bata, Jisung terus mengucap maaf.

"Le m-maaf. Maafin gue.

Ma-aaf.

Maaf gue emang bodoh, bener kata bokap nyokap emang gue cuma bisa bikin masalah dan gue-"

"Ssshh" Chenle segera menghentikan perkataan Jisung dan menyeka air matanya.

"Ngga Ji, lo lebih dari semua cap yang dikasih keluarga lo. Gue sendiri saksinya.

Gue serius, mau bilang makasih sama lo tadi. Makasih udah marah buat gue, dan makasih udah nangis buat gue.

Nobody has ever done that for me. "

Tangisan Jisung pun makin pecah, dan ia menghambur ke pelukan Chenle yang lanjut berujar.

"Jadi jangan minta maaf lagi ya? Minta maaf sekali aja cukup, karena yang udah kejadian ga akan bisa diubah.

Lebih baik banyakin bilang terima kasih, untuk saat ini dan masa depan.

Dan please, janji sama gue. Tinggalin semua perkataan buruk keluarga lo dulu. Lo berharga buat gue Ji" Ucap Chenle.

Chenle memang selalu tersenyum manis. Tapi senyuman Chenle saat itu, adalah senyum paling tulus yang pernah Jisung lihat darinya.

Hanya untuk Jisung.



Dan aetelah bisa mengendalikan tangisannya, Jisung pun menjawab,

"Lo juga berharga buat gue Le. Jadi lo janji juga ya.

After this, learn to think about your own good too. You deserve your own peace too."


"Thank you Ji. I promise."




-tbc

Double update hehe
Panjang banget ya 😭 tapi lega banget nyelesain chapter ini

Continue Reading

You'll Also Like

54.6K 7K 45
Cerita tentang perjodohan konyol antara christian dan chika. mereka saling mengenal tapi tidak akrab, bahkan mereka tidak saling sapa, jangankan sali...
339K 28.2K 39
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...
83.5K 7.8K 21
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
513K 5.5K 88
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...