Sebelum 365 Hari (End)

By thedreamwriter13

34.3K 2.6K 7.8K

"Bagaimana bisa aku terus mengingatnya, jika aku saja, tak bisa mengenali diriku sendiri?" - Thea. ... More

0. PROLOG
1. TRAUMA MILIK THEA
2. GALANG DAN SHELLA
3. PENGAKUAN RASA
4. PATAH HATI GALANG
5. KEBINGUNGAN
6. CUPCAKE DI CAFE MENTARI
7. BERTEMU DENGAN ALI
PEMBERITAHUAN • JADWAL UPDATE!
8. GALANG PUNYA PACAR?
9. CEWEK POPULAR
10. BUKAN PACAR NYA
11. MEMBERIKAN RASA AMAN
12. LO, AKAN TETAP JADI THEA
13. SI MATA INDAH
14. KEVIN?
15. SPOILER PERASAAN
16. PROSOPAGNOSIA
17. MAAF, GUE GAK SENGAJA
18. CINTA ATAU KASIHAN?
19. GALANG KENAPA?
20. DUNIA DAN RASA KECEWA
21. KHAWATIR
22. PUNYA GEBETAN
23. THEA SAYANG BUNDA
24. KENA HUKUMAN
25. NIGHT WITH YOU
26. DIA PEMBUNUH
27. SWEET DAY
28. ROOFTOP SEKOLAH
29. PENGAKUAN SHIRA
30. MENYESAL
31. SETENGAH KEPERCAYAAN
32. GRAVITASI CINTA
34. SEJUTA LUKA
35. RUMAH BARU
36. LIBRARY DATE
37. KESAYANGAN
38. KALIAN SIAPA?
39. ACQUIRED PROSOPAGNOSIA
40. IZIN DARI ALI
41. DANCING IN THE RAIN
42. YANG BELUM USAI
43. MAAF, THEA
44. KITA TERLALU SINGKAT
45. RAIN WITH MEMORIES
46. BERDAMAI
47. KEPERGIANNYA
48. JIKA DIA KEMBALI, LAGI
49. NYATA YANG SEPERTI MIMPI
50. KITA SELAMANYA

33. HARUS RELA

501 45 227
By thedreamwriter13

Hallo, selamat membaca bab 33, Love!

Aku harap kalian suka.

20 vote for this chapter, please, bisa kan? 🥺

Selasa, 11 Juli 2023-

Happy Reading, enjoy love 💕

33. HARUS RELA

🌻🌻🌻

"Permisi, Pak bos. Tuan Gerda sudah ada di depan," ucap Damar, asisten pribadi Ali di coffee shop.

Hari ini, Gerdapati, ayahnya, meminta untuk bertemu dengan Ali. Dan, Ali mencoba mengiyakannya. Ali meminta agar mereka bertemu di coffee shop ini saja.

"Ya sudah. Saya keluar sekarang. Makasih, ya," ujar Ali.

"Sama-sama, Pak bos. Saya juga izin keluar lagi."

"Silahkan."

Damar kini sudah keluar dari ruang kerja Ali. Sedangkan lelaki tampan beralis tebal ini masih terdiam di depan meja kerja nya.

Ali terlihat mengusap wajahnya gusar. "Ini untuk Theo dan Thea. Untuk bunda. Gue memang harus bicara sama ayah," ucap Ali pada dirinya sendiri.

Ali mengambil ponselnya lebih dulu dan berjalan keluar ruangan. Ali menghampiri sosok lelaki setengah baya yang masih sangat tampan itu.

"Assalamu'alaikum, yah." Ali mencium tangan Gerdapati.

"Wa'alaikumsalam."

Ali duduk tepat di hadapan ayah nya. "Ayah ada perlu apa?"

"Soal ayah dan bunda."

Dada Ali selalu sesak setiap kali membicarakan hal ini dengan ayahnya. Ali tak bisa melihat wajah ayahnya yang terkadang penuh dengan rasa bersalah. Tapi mau bagaimanapun, rasa sakit yang ayahnya berikan, sungguh terasa.

"Sudah resmi kan?"

Gerdapati mengangguk.

"Kapan ayah mau ke rumah? Paling tidak, datang untuk temui adik-adik Ali, yah. Tidak untuk Bunda atau Ali, tapi untuk Theo dan Thea," kata Ali, menatap tajam Gerdapati.

"Malam ini ayah akan berkunjung," ucap Gerdapati.

Ali tak bisa berkata banyak. Semuanya sungguh menyakitkan. Sejak Ali mendengar kabarnya, sampai saat dia mengantarkan bunda ke sidang perceraian hari itu.

Pikirannya masih bergelut, kala Ali sadar, kedua adik nya belum mengetahui ini. Padahal sejak awal, Ali sudah berkata bahwa mereka harus tau. Tapi, bunda dan ayah menutupi semuanya, terutama dari Thea, karena kondisi gadis itu yang belum lama sakit dan sadar dari tidur panjangnya.

"Maafin Ayah, Ali. Maaf udah menyakiti kamu."

"Cuma bunda dan adik-adik Ali yang perlu maaf ayah. Ali gak butuh," ucap Ali ketus.

Gerdapati tau, Ali bersikap seperti ini karena luka darinya. Karena sejak kecil, Ali selalu menjadi anak penurut yang sangat patuh dan sangat melindungi keluarga nya.

"Keadaan si kembar gimana?" tanya Gerdapati.

"Mereka selalu baik. Tapi Thea sempat sakit," kata Ali.

"Adek sakit apa?"

Banyak, Yah. Bahkan sakit yang kita semua juga gak tau apa obatnya. Dan sekarang, ayah akan menambah rasa sakitnya lagi. Ayah, akan menjadi luka terhebat untuk anak perempuan ayah, batin Ali.

"Masuk angin biasa aja."

"Ayah titip mereka ya."

"Ayah gak perlu minta itu. Ayah fokus aja sama kehidupan baru ayah yang lebih indah dari keluarga kita. Ali yang akan jadi ayah untuk mereka. Ali yang akan selalu pastiin, kalau gak boleh ada lagi yang nyakitin Bunda, Theo, dan Thea."

Suara Ali bergetar. Matanya mulai berkaca-kaca. Ali kuat, tapi Ali tetap rapuh jika itu soal keluarga nya.

"Maaf, Ali masih banyak kerjaan. Ayah boleh pulang saja. Ali tunggu nanti malam di rumah," ucap Ali.

Ali menyalimi tangan Gerdapati lebih dulu. Karena, sejahat apapun lelaki ini, dia tetap ayahnya. "Ali permisi ya, Yah."

🌻🌻🌻

"Pajak jadian nya boleh dong, kak," ledek Ilona.

The Gado-gado, kini tengah berkumpul di depan kelas XII-IPA 1, kelas Thea.

"Pj Pj, boleh kali. Minimal mie ayam lah dua mangkok," timpal Toya.

Galang, lelaki itu menyentil pelan perut berisi milik Toya dengan wajah gemas. "Dua mangkok mah gak minimal, Toya!"

"Ya kalau cuma satu mana kenyang?"

"Dasar perut karet," ledek Galang yang kini menimbulkan tawa teman-temannya.

"Waktu lo sama Xavi jadian, juga gue gak di kasih pajak jadian," sahut Thea.

"Ihhh, kan waktu itu lo belum sekolah di sini. Gimana sih?"

Thea tertawa kecil. "Bercanda, Lona."

"Iya deh nanti gue kasih. Tapi gak hari ini ya. Kan tadi kita udah pada makan. Kapan-kapan deh, ingetin gue aja," ucap Thea.

"Wih siap, gue kasih alarm nanti, " ucap Toya.

"Ada-ada aja lo!"

Galang melirik kearah Thea, memberikan kode dengan sebuah anggukan kepala.

"Ayo!" lirih Thea pada Galang.

Toya memandangi kedua manusia ini dengan sinis. "Ayo, ayo mau kamane lo berdua?" ketus nya.

Galang menampakkan cengiran tengilnya. "Mau pacaran," ucap Galang.

"Yeu, mentang-mentang," sahut Toya lagi.

"Mulai aktif ya lo berdua. Udah bisa bucin-bucin an sekarang," sindir Xavi setelahnya.

"Bisa dong. Emang lo pikir yang bisa ngebucin lo sama Ilona doang? Gue sama Thea juga bisa," kata Galang yang tak mau kalah.

Galang kini menggandeng tangan Thea. "Kita duluan ya, hehe."

Galang langsung membawa gadis ini pergi dari hadapan teman-temannya. Seperti biasa, anak muda yang sedang jatuh cinta. Apalagi setelah hubungan mereka resmi malam tadi.

"Aaaaa, kok semua orang punya cowok sih? Gue kan juga mau," oceh Shira dengan wajah memelas.

Toya cengar-cengir sendiri sembari menatap Shira. "Ekhm. Sama gue aja gimana, Shi? Nungguin Theo peka keburu lumutan," ledek Toya.

Shira menatap nya sinis. "Mending gue jomblo!"

Shira kini berbalik arah, gadis ini hendak masuk ke dalam kelasnya, namun matanya menatap Ilona lebih dulu. "Mau pacaran juga?" tanya Shira.

"Hehehe, sebentar ya, Shi."

"Ya udah. Tinggalin aja gue sendiri. Bye!"

Shira berlari memasuki kelasnya seorang diri. Sebenarnya pura-pura ngambek saja. Shira senang jika dua sahabat nya itu senang. Mungkin agak kesal, biasanya Thea yang menemani saat Ilona bersama Xavi. Namun kini, mungkin Thea juga akan lebih sering bersama Galang.

🌻🌻🌻

Galang dan Thea sekarang duduk di bangku taman sekolah. Sepertinya, mereka akan menghabiskan sisa waktu istirahat di sini, sampai bel berbunyi nanti.

"Gelang nya bagus ya, The?"

"Bagus. Gue suka loh."

Sebelum pulang dari pasar malam, Galang dan Thea sempat menghampiri penjual gelang. Banyak sekali macamnya. Thea yang mengajak Galang untuk melihat-lihat.

Gadis itu meminta Galang untuk memilih, kira-kira gelang mana yang cocok untuk mereka gunakan.

Akhirnya, mereka membeli sebuah gelang hitam, dengan huruf kecil yang menghiasi nya. Thea meminta untuk di pasangkan inisial G dan C, namun, Galang meminta jika huruf C nya di ganti dengan T saja.

Awalnya, Thea ingin huruf C untuk Calithea. Namun, Galang lebih menginginkan huruf T. Kata Galang, T for Thenyu. Sangat menggemaskan, bukan?

"Kenapa lo minta untuk tukeran inisal di gelang nya? Kenapa yang T gak buat gue aja?" tanya Thea penasaran.

"Masa lo gak paham?"

Thea menggelengkan kepalanya.

"Gue pegang inisal lo, dan lo pegang inisal gue. Jadi, buat tanda, kalau Galang itu punya Thea, dan Thea itu punya Galang," kata Galang dengan senyuman.

"Dan, supaya kita selalu saling mengingat," lanjutnya.

Thea menganggukkan kepalanya. Galang memang paling bisa.

Thea dan Galang kini sama-sama diam. Thea menatap kearah depan sana, sedangkan Galang? Dia memilih untuk menatap pemandangan indah di dekatnya.

Karena keadaan kian hening, Thea menoleh kearah Galang. Mendapati pemuda itu tersenyum kecil sambil melihat nya.

"Lo kenapa ngeliatin gue kayak gitu?" tanya Thea.

"Mata gue sampai lupa, Thea."

"Lupa apa?"

"Mata gue lupa caranya berkedip."

Thea mengerutkan keningnya. "Kenapa bisa?"

Lagi-lagi Galang menahan senyumnya. Lelaki itu mendekati telinga Thea. "Lo cantik."

Kalimat singkat yang mampu membuat Thea terbang ke langit paling atas sekalipun. Mungkin ini bukan yang pertama kali, Galang terlalu sering mengucapkannya, dan ternyata kebiasaan Galang tak secepat itu membuat Thea terbiasa.

"Apa sih, Lang? Bisa aja lo," kata Thea dengan kekehan kecilnya.

"Oh iya, keadaan lo gimana? Setelah kejadian lusa," tanya Galang pelan.

Karena terlalu senang nya momen-momen semalam, Galang sampai lupa menanyakan ini. Lebih tepatnya, malas untuk membahasnya dulu.

"Gue udah gak apa-apa."

"Mental lo? Fisik lo mungkin udah membaik. Tapi mental lo gimana?"

"Gue masih takut. Gue masih mimpi buruk, Lang. Bunda bilang, gue suka tiba-tiba nangis waktu tidur," ucap Thea pelan.

Galang tau, siapapun akan takut jika mendapati kejadian seperti itu. Bahkan Shira, gadis itu saja butuh waktu lumayan lama untuk sembuh dan terbiasa. Apalagi Thea yang baru mengalaminya.

"Kalau ada yang mengganjal di hati lo, cerita sama gue ya? Jangan di tahan. Gue mau lo baik-baik aja luar dalam," ujar Galang.

Thea mengangguk.

"Gue senang lo selamat, gue lega," kata Galang.

"Karena lo udah bantuin gue waktu itu. Seandainya gue gak ketemu lo, gue gak tau gimana, Lang."

"Bukan karena gue kok. Karena lo hebat, lo bisa bertahan dan mempertahankan diri lo sendiri. Gue tau itu posisi yang sulit."

"Lalu, gimana sama Alvi?" tanya Thea. Thea memang belum tau mengenai kelanjutan kasus ini. Yang Thea tau, malam itu polisi membawa lelaki itu, beberapa saat sebelum Thea tak sadarkan diri.

"Polisi udah ngamanin dia. Sekolah juga nge drop out Alvi. Tapi, gue gak tau lagi gimana sekarang. Gue udah gak peduli. Yang terpenting lo, lo udah baik-baik aja di sini," jelas Galang.

Galang meraih tangan Thea, dan mengelusnya. "Gue akan jagain lo. Gue gak akan biarin Alvi atau siapapun itu ngelukain lo lagi."

"Dan gue juga gak akan biarin lo terluka hanya karena nolongin gue waktu itu, Lang," lanjut Thea.

"Gue—"

Perkataan Thea terhenti, saat Galang meletakkan jari telunjuk nya tepat di bibir manis Thea. "Gue harus, Thea. Lo cuma perlu paham itu."

Harus, kata yang selalu Galang katakan. Setiap kali Thea berkata mengapa Galang melindunginya? Mengapa Galang menolongnya? Mengapa Galang berkorban untuknya? Galang hanya selalu menjawab nya dengan kata harus.

"Gue sakit saat ngeliat lo terluka kayak kemarin. Gue gak pernah ngerasa sesakit itu, bahkan saat Theo mukulin gue, dan pukulan yang Alvi kasih malam itu. Gue cuma gak bisa ngebayangin seseorang nyakitin gadis sebaik lo, Thea," jelas Galang.

Galang tak pernah lupa akan semua kebaikan yang gadis ini berikan padanya. Termasuk, menariknya dari hari-hari gelapnya dulu. Bahkan Galang takut, jika dirinya akan melukai Thea. Galang akan berusaha untuk tidak.

Namun, manusia mana yang tak pernah punya salah?

"Makasih buat semuanya, Galang Reynandika," kata Thea diiringi senyuman termanisnya.

"Kembali kasih, Calithea."

"Mau ke kelas?" tanya Galang.

"Boleh. Sebentar lagi bel soalnya."

Kedua manusia ini berdiri, mereka berjalan beriringan menuju kearah kelas. Galang dan Thea saling berbincang di perjalanan, meski sekedar perkataan konyol Galang saja.

Tiba-tiba, langkah mereka terhenti di ujung koridor. Pemandangan di depan sana mengganggu. Mengganggu Galang.

Shella? Mengapa gadis itu menangis? Terlebih dengan keberadaan Kevin di hadapan nya.

"Kenapa, Lang?" tanya Thea.

"Kasih aku waktu, Shella. Aku udah bilang kan, tolong ngerti." Kevin menegaskan setiap kalimat nya.

"Ngertiin apalagi, Vin? Kamu selalu ngulangin kalimat itu, aku gak ngerti," ucap Shella.

Entah apa yang terjadi. Namun sepertinya hubungan mereka tak baik-baik saja. Kevin mencengkeram kuat lengan Shella. Banyak kalimat-kalimat yang menurut Galang tak sepantasnya Kevin keluarkan.

"Ikut gue sebentar ya?" Galang menggandeng tangan Thea untuk mendekati dua orang yang sedang adu argumen tersebut.

"Ada apa, Shell?" ucap Galang saat mereka sudah ada di dekatnya.

Kevin menatap Galang sinis. "Urusan gue sama Shella, Lang."

"Iya gue tau. Tapi gue gak pernah ngeliat Shella nangis kayak gini," lanjut Galang.

Munafik jika Galang mengatakan rasa peduli nya pada Shella sudah hilang. Belasan tahun bukan waktu yang sebentar, meski Shella berkata untuk menjauhi nya. Shella tetap bagian darinya.

"Lo gak usah ikut campur!" Kevin meraih tangan Shella dan membawa nya pergi.

Galang hanya diam. Thea memandangi wajah kekasihnya, ekspresi wajah teduh Galang berubah.

"Ada apa, Lang?" tanya Thea.

"Nggak apa-apa."

Thea menganggukkan kepalanya setelah mendapatkan jawaban yang bukan jawaban ini.

"Lo masuk aja. Gue langsung ke kelas ya," kata Thea. Kebetulan, saat ini mereka berada didepan kelas Galang, sedangkan kelas Thea di sebelah.

"Biar gue anterin."

"Nggak usah. Gue sendiri aja."

Thea tersenyum kecil. Senyum yang terasa ganjal untuk Galang.

"Gue anterin ya, Thenyu?" kata Galang dengan nada merayu nya.

"Kelas gue cuma di sebelah, gak usah, Galang. Lo masuk aja."

"Nanti pulang bareng kan?"

Galang bernafas lega, saat Thea bertanya. Ya, sedikit memastikan bahwa Thea tak apa-apa.

"Iya. Tapi gue tunggu di parkiran ya. Gue harus ke kantin dulu soalnya, ambil box jualan hari ini," kata Galang.

"Oke. Tunggu gue ya?"

"Iya."

Gak boleh cemburu ya, Thea. Shella itu luka nya Galang, dan lo bahagia nya, batin Thea.

🌻🌻🌻

"Na, abis pulang sekolah mau kemana?" tanya Thea.

"Gak kemana-mana. Gue juga lagi gak punya acara sama Xavi hari ini," sahut Ilona.

Thea dan Ilona kini berada di depan kelas, mereka menunggu Shira yang masih menyelesaikan tugas piket nya.

"Kenapa, The?"

"Gak apa-apa."

"Ayo, guys! Udah selesai." Shira baru saja menutup pintu kelas, saat teman-teman yang piket bersama nya keluar. Gadis ini menghampiri dua temannya.

"Gue ke sebelah dulu tapi, The, Shi. Mau nyamperin Xavi."

"Gue ikut deh, Na. Sekalian, hehe," kata Shira dengan cengiran nya.

Thea menahan senyumnya. "Mau ketemu Thea versi cowok ya, Shi?" ledek Thea pada Shira.

"Hm, ya gitu deh."

"Ya udah sana!"

"Loh, gak mau ikut? Lo gak pulang sama Galang?" tanya Ilona.

Thea mengangguk pelan. "Sama Galang kok. Tapi dia udah nunggu di parkiran. Tadi dia bilang gitu. Jadi, gue langsung kesana aja ya."

Ilona dan Shira mengiyakan ucapan Thea. Akhirnya mereka berpisah arah. Ilona dan Shira pergi ke kelas sebelah, sedangkan Thea kearah yang berlawanan, gadis itu menuju ke parkiran sekolah.

🌻🌻🌻

Galang kini tengah duduk di motornya, menunggu Thea datang. Belum lama, mungkin sekitar tiga menitan Galang tiba di parkiran.

"Galang."

Sebuah suara memanggilnya. Namun, bukan suara gadis yang sedang dia tunggu, Galang tau ini bukan Thea. Lelaki itu menoleh kearah kirinya. Berdiri seorang gadis berwajah chubby dengan mata sembab nya.

"Shella?"

Galang turun dari atas motor nya, lalu berdiri berhadapan dengan Shella. Galang memandanginya dengan heran. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Shella terlihat sedih?

"Lo kenapa, Shell?"

Galang memang sakit hati atas sikap Shella padanya tempo hari. Tentang bagaimana keras kepalanya gadis ini, dan tentang bagaimana Shella menghancurkan harapan Galang mengenai persahabatan mereka.

Namun, tak bisa dipungkiri, rasa peduli dan rasa sayangnya masih lebih besar. Belasan tahun mereka bersama.

"Kevin—"

"Kevin kenapa?"

"Kevin mutusin gue, Lang. Gue gak tau salah gue apa?" kata Shella, gadis ini sekarang kembali menangis.

"Lalu?"

"Apa gue begitu gak pantas untuk dia?"

Galang menggeleng, lelaki ini memegang pundak kanan Shella. "Ngomong apaan? Siapa bilang kayak gitu? Lo pantas untuk siapapun, yang bisa mencintai lo dengan sungguh-sungguh, Shell."

"Lo pasti butuh cerita?"

Shella menggeleng. "Galang yang gue kenal selalu kasih pelukan, bukan dengerin gue cerita," ucap Shella.

Shella tau, dirinya sadar akan apa yang terjadi pada mereka akhir-akhir ini. Tepat nya setelah Shella meminta Galang menjauh.

Tapi entah, naluri alami, reaksi tubuh Shella akan selalu berjalan menuju Galang kala dirinya tak baik-baik saja. Karena, sejak dulu, hanya Galang yang selalu membukakan pintu untuknya.

Galang hanya terdiam. Galang ingat, dia selalu memeluk Shella dulu. Namun, kondisi sekarang berbeda. Galang punya Thea.

"Shell—"

Belum selesai berucap, Shella memeluk erat pinggang Galang. Galang terpaku. Kenapa rasanya masih sama?

To Be Continued ....

🌻🌻🌻

Hallo, gimana bab 33 nya?

Semoga selalu suka!!

Gak usah mikir kemana-mana dulu ya, ikutin aja dulu alur yg aku buat. Gak usah nebak-nebak, ah ntar begini, ntar begitu, udah ikutin dulu aja, pasti suka.

Next bab, bakal ada yang mencengangkan. Em, semoga feel nya sampe ke kalian, karena aku nangis pas nulis hehe 😗💕

Aku selalu berusaha kasih yang terbaik kok, hehe. Stay di sini, makasih udah bertahan sejauh ini ya.

Mau liat orang ganteng, gak? Nih, Bang Ali yang bikin Ilona lupa kalo udah punya Xavi wkwk

See you hari Sabtu!

Tunggu aku up bab selanjutnya!

Follow:

Wattpad : @thedreamwriter13

Instagram : @thedreamwriter13

Twitter : @worldofjingga13

Tiktok: @blueskyitsyouu

Makasih love 💗

Continue Reading

You'll Also Like

935K 83K 38
𝙏𝙪𝙣𝙚 𝙠𝙮𝙖 𝙠𝙖𝙧 𝙙𝙖𝙡𝙖 , 𝙈𝙖𝙧 𝙜𝙖𝙮𝙞 𝙢𝙖𝙞 𝙢𝙞𝙩 𝙜𝙖𝙮𝙞 𝙢𝙖𝙞 𝙃𝙤 𝙜𝙖𝙮𝙞 𝙢𝙖𝙞...... ♡ 𝙏𝙀𝙍𝙄 𝘿𝙀𝙀𝙒𝘼𝙉𝙄 ♡ Shashwat Rajva...
20.2K 348 14
just some random oneshots of random ships because why not
13.1M 435K 41
When Desmond Mellow transfers to an elite all-boys high school, he immediately gets a bad impression of his new deskmate, Ivan Moonrich. Gorgeous, my...
186K 3.3K 86
Half of this is actual chapters!! I will be able to do any type of imagine! Except smut! Feel free to request anything!!! Read this book for clear sk...