Annora Untuk Ravindra [End]

De LiaAmelia19_

3K 326 73

"Aku akan lalui semuanya, walau luka itu harus datang lagi dan lagi." "Arti nama kamu kekuatan bukan? Aku yak... Mais

Prolog
Bagian 01.
Bagian 02.
Bagian 03.
Bagian 04.
Bagian 05.
Bagian 06.
Bagian 07.
Bagian 08.
Bagian 09.
Bagian 10.
Bagian 11.
Bagian 12.
Bagian 13.
Bagian 15.
Bagian 16.
Bagian 17.
Bagian 18.
Bagian 19.
Bagian 20.
Bagian 21.
Bagian 22.
Bagian 23.
Bagian 24.
Bagian 25.
Bagian 26.
Epilog.

Bagian 14.

83 11 2
De LiaAmelia19_

"Kita tidak ada yang tahu hati seseorang. Karena Allah maha membolak-balikkan hati."

.
.
.
.
.

Suasana pagi di hari pertama masuk sekolah setelah sekian lama liburan, sangatlah indah, sejuk, ditemani dengan senyuman yang terpancar di bibir Annora, membuat pagi ini begitu Indah.

Annora berjalan memasuki gerbang Madrasahnya dan disambut dengan papan kaligrafi yang bertuliskan أَهْلًا وَسَهْلًا (selamat datang).

Annora tersenyum sesekali bertemu dengan sosok yang ia kenal. Menyapa dan bersalaman dengan para guru yang ia jumpai. Annora pun berjalan menuju kelas lantai tiga, kelas yang berisikan seluruh siswa-siswi kelas 12 MA. Sangatlah cepat, padahal serasa baru kemarin dia menjadi siswi baru di Madrasah ini.

Sesaat sampai di lantai tiga nafasnya terengah-engah, menaiki tangga satu demi satu hingga ke lantai tiga cukup memakan banyak tenaga.

"Ya Allah rajin banget, neng," kekeh Zahra yang tiba di dekat Annora.

"Kamu baru sampe?" Tanya Annora.

"Iya lah"

"Kok kamu malah fine fine aja, ga ngos-ngosan?"

Zahra menunjuk ke suatu tempat dan mata Annora mengikuti arah tunjuk Zahra.

Annora pun menghela nafas beratnya dan dia sangatlah frustasi melihat lift tersebut. Dia juga baru ingat bahwa Madrasah ini ada lift jika ingin ke lantai dua dan tiga. Ini adalah efek dia terlalu bersemangat untuk ke sekolah.

"Lupa, ya, neng?" Kekeh Zahra lagi.

"Diam," balas Annora jutek.

"Makanya, tapi ga papa, sesekali kamu olahraga pagi-pagi, kan seru," tawa Zahra pecah setelah melontarkan kalimat itu.

Annora hanya diam mematung melihat tawa Zahra sepecah ini. Zahra terlihat tidak punya masalah apa-apa. Padahal dua pekan yang lalu, dunia telah membuat dia hancur berkeping.

Tertawa hanya untuk menyembunyikan luka. Tersenyum hanya untuk menutupi duka.

"Yuk kita ke kelas baru kita," ajak Zahra, Annora mengangguk seraya tersenyum mengiyakan ajakan Zahra.

Sesampainya di kelas 12 IPS 1, Annora dibuat kagum melihat ruangan seindah ini. Banyak lukisan juga kaligrafi yang tersusun rapi di dinding kelas, warna abu yang membuat kelas menjadi hidup, langit-langit kelas yang di lukis banyak awan, meja dan kursi tertata sangat rapi, ada AC yang menyejukkan kelas juga CCTV yang bisa memantau kondisi dan situasi kelas.

"Indah," celetuk Annora.

Annora pun berjalan menuju meja dan kursinya, sudah ada namanya di sana. Karena mereka duduk sesuai dengan urutan absen, jadi pihak Madrasah telah menempel nama-nama di meja mereka masing-masing.

Annora meletakan tasnya, dan netranya menelusuri meja yang ia yakini meja Ravindra. Nihil, ternyata dia belum datang.

Annora melihat jam tangan yang melingkar indah di pergelangan tangannya. 15 menit lagi bel masuk akan berbunyi, tetapi anak itu belum datang juga, jangan sampai hari perdana masuk dia telat.

Annora duduk melamun di kursinya. Cukuplah lama dia melamun, dan melihat pintu masuk, tidak ia dapati keberadaan Ravindra yang masuk ke kelas.

"Woy!" Teriak Zahra yang tiba-tiba ada di sebelah Annora.

Annora pun kaget, dan memukul lengan Zahra.

"Jangan melamun pagi-pagi, entar kamu kesurupan lagi."

"Ih astagfirullah, amit-amit."

"Kamu mikir apa? Jangan-jangan, Rav-"

"Ssst," potong Annora yang menatap tajam Zahra.

Zahra pun tertawa, ternyata benar dugaannya.

"7 menit lagi masuk lho, kenapa dia belum datang, ya?" Ucapan Zahra membuat Annora berdiri dari duduknya.

"Kamu mau ke mana?" Tanya Zahra yang melihat Annora sudah berada di dekat pintu dan ingin keluar dari kelas.

"Cek gerbang, jangan-jangan dia dicegat di gerbang," teriak Annora yang tiba-tiba menghilang begitu saja dari pandangan Zahra.

Zahra menggelengkan kepalanya, "sungguh bucin sekali."

"Jam pertama nanti kita Bimbingan Konseling lho, dan guru BK kita di kelas ini Ustadz Abdan," ucap salah seorang siswi di dalam kelas tersebut.

Perkataan itu membuat jantung Zahra tak karuan. Zahra mengingat kembali kejadian dua pekan yang lalu. Zahra mengontrol nafasnya yang terasa amatlah sesak. Sakit itu masih ada, sangatlah sulit untuk melupakannya. Melupakan tak seindah ketika jatuh cinta. Ini tidak indah, ini amatlah pedih. Bagaimanapun juga dia harus ikhlas, tapi sepertinya ikhlas hanyalah sekedar ucapan, karena nyatanya sulit.

Zahra duduk di bangkunya, menyeka air matanya, dia tidak boleh terlihat lemah, dia harus kuat dan harus berusaha kuat.

***

"Huft," Ravindra terduduk di ujung tangga lantai tiga setelah berlari-lari dari parkiran sekolah menuju lantai tiga. Keringat Ravindra juga sudah mengucur. Perdana masuk sekolah lagi, paginya malah tidak menyenangkan. Tapi syukurlah dia tidak telat, jika telat, habislah dia.

Ravindra masih duduk dan mengusap keringatnya, sungguh, ini tidaklah menyenangkan, pagi-pagi sudah berkeringat.

"Ups," langkah Annora terhenti ketika melihat Ravindra yang sedang duduk di ujung tangga. Annora tadi berniat ingin menuju gerbang, mengecek keberadaan Ravindra, eh ternyata nih anak sudah di sini.

"Telat?"

Ravindra mendongak, dan melihat keberadaan Annora, "masih 5 menit lagi," jawabnya seraya memperlihatkan cengirnya.

"Cape?"

"Enggak kok, udah biasa mah ini."

Annora memutar bola matanya malas, dia tahu Ravindra pasti cape, Ravindra gengsi aja mau bilang.

"Orang berangkat sekolah itu, 30 menit sebelum masuk, bukan 10 menit sebelum masuk," sindir Annora.

"Aku datang 30 menit sebelum masuk lho. Hanya saja tadi ada sedikit masalah di jalan. Tapi syukurlah aku bisa berlari cepat dari parkiran ke lantai tiga ini, jadinya ga telat-telat amat," tutur Ravindra menjelaskan kepada Annora.

"Noh ada lift," ungkap Annora seraya menunjuk sebuah lift.

Netra Ravindra beralih melihat sebuah lift. Kemudian Ravindra memukul jidatnya sendiri, sial, kenapa baru tahu sekarang.

"Hehe," Ravindra tertawa dengan terpaksa melihat lift tersebut, kalo gitu tadi dia tidak perlu berlari-lari, dia tidak akan berkeringat, dan tetap keren saat sampai kelas.

"Ga papa lah, Ravindra mah kuat," celetuk Ravindra.

"Hidih," decak Annora malas. Kenapa nih anak jadi sombong sekarang.

"Karena ada kamu," ceplos Ravindra menatap Annora.

"Apa!" Ucap kaget Annora.

"Eng-enggak, mak-maksudnya, kamu udah sampe dari tadi?"

Annora mengerutkan keningnya. Jauh banget ngalihkan pembicaraannya.

"Ya, aku kan ga kayak kamu," cibir Annora, lalu pergi menuju kelas meninggalkan Ravindra.

Ravindra mengulas senyumnya, pagi yang indah, walaupun cape, tapi capenya serasa hilang ketika melihat Annora. Ravindra pun menyenderkan kepalanya ke dinding, mengulas senyum berkali-kali.

"Woy masuk! Udah bel nih, malah senyam-senyum di sono!" Ketus Annora yang melihat Ravindra tak kunjung masuk ke kelas.

"Siapp ibu negara!" Teriak Ravindra dan beranjak dari duduknya.

Annora menggeleng-gelengkan kepalanya dan terkekeh melihat tingkah Ravindra di hari pertama masuk sekolah.

***

Semua siswa-siswi telah rapi duduk di bangku mereka masing-masing.

Annora melirik sejenak ke arah Ravindra, akhirnya pandangan mereka saling bertemu dan mereka saling mengulas senyum sejenak.

Zahra yang duduk di belakang tanpa sengaja mendapati tingkah mereka, Zahra pun mengulas senyumnya.

Tak lama, seorang Ustadz masuk ke dalam kelas mereka. Dialah ustadz Abdan, guru BK (Bimbingan Konseling) yang akan memberikan materi di hari pertama mereka masuk di kelas 12 semester ganjil ini.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh," ucap ustadz Abdan.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarokatuh," balas mereka.

"Bagaimana kabarnya?"

"Alhamdulillah, baik, Ustadz."

Annora menolah ke belakang, tepatnya melihat ke arah Zahra, Zahra mengulas senyum.

"Kenapa, Annora?" Tanya ustdaz Abdan yang melihat Annora menoleh ke belakang.

"Ehh, enggak apa-apa tadz," ucapnya yang spontan melihat ke arah ustadz Abdan sejenak.

"Saya ada di sini, jadi jangan melihat ke mana-mana."

"Baik, Tadz."

Hidih, ini Ustadz. Batin Ravindra menatap Abdan tidak suka.

Zahra menundukkan kepalanya, sungguh wajah ini dia tidak ingin melihatnya lagi, tapi kenapa pertama masuk harus melihat wajah ini? Ya, ini adalah resiko ketika menyukai sosok yang berada di satu sekolah.

Harus dipaksa belajar menerima kenyataan. Harus dipaksa berdamai dengan keadaan.

Ustadz Abdan pun tetap melanjutkan penjelasannya tentang materi seputar konseling.

***

Jam istirahat yang sangat dirindukan oleh para siswa-siswi Madrasah ini. Terkhususnya mereka rindu makan di kantin umi Riska. Benar sekali, kantin favorit yang sangatlah ramai.

Lihatlah, beberapa meja makan bundar yang berada di halaman kantin umi Riska sudah penuh oleh para siswa-siswi.

Annora juga sudah berada di sana, sendiri, lalu Zahra?

"Kemana nih Zahra, maa syaa Allah," ucap Annora jengah karena sudah sekitar 10 menit dia menunggu.

"Hallo," ucap Zahra yang baru saja datang dan duduk di dekat Annora.

"Hallo, hallo. Katanya lima menit, ini udah sepuluh menit," ketus Annora.

"Hehe," kekeh Zahra tanpa merasa bersalah. Annora memutar bola matanya malas.

"Itu makanan kamu, udah aku pesan, udah sampai sekitar lima menit."

"Makasih. Lah kenapa kamu ga makan duluan aja?"

"Aku nunggu kamu."

"Sweet banget deh," kekeh Zahra seraya mengedipkan matanya.

"Hidih," decak Annora.

"Kamu dari mana?" Tanya Annora.

"Tadi aku ga sengaja lewat depan ruang BK, dan aku dengar ustadz Abdan bermonolog kalo dia belum sarapan. Awalnya malas, tapi ga tega, akhirnya aku beli roti sebentar, balik lagi ke ruang BK, aku bingung ngasihnya gimana. Akhirnya, ada siswa kelas sepuluh lewat, aku suruh dia anterin, tapi jangan bawa nama aku. Dan, ya, dianterin. Aku lihat dia lagi, eh dimakan rotinya, perdana sih pemberian aku dimakan sama tuh orang," jelas Zahra panjang lebar.

Annora tertegun mendengar untaian Zahra. Ini anak bisa-bisanya, padahal baru patah hati, memang cinta bisa berbuat apa saja.

"Setulus itu?"

Ucapan Annora membuat Zahra meneteskan air matanya. Dia baru sadar, kenapa dia melakukan hal itu lagi? Kenapa dia terlihat peduli lagi? Padahal dia harus keluar dari masa-masa kepedulian itu.

"Ya, aku akui, aku salah," pasrah Zahra yang berhenti untuk makan. Sudah tidak mood dia mengunyah makanannya.

"Aku ga bilang kamu salah. Siapa yang bilang kamu salah? Kamu hebat malah, karena tidak semua kepedihan harus dibalas kepedihan, kan? Setidaknya jika dia tidak menyadari keberadaan mu hari ini, bisa jadi dia akan menyadari keberadaan mu esok hari? Kita tidak ada yang tahu hati seseorang. Karena Allah maha membolak-balikkan hati, Zahra." Ucap Annora.

"Tapi aku udah sebodoh itu, Ra."

"Kamu ga bodoh, jangan salahkan diri kamu. Seseorang bisa berbuat apa saja demi orang yang dia cintai, kamu ga salah. Dia yang bodoh karena telah menyia-nyiakan kamu."

"Tetap aja, Ra. Aku sebegitu effort untuk dia."

"Iya aku tau, tapi itu dari hati kamu, kan? Ga ada yang memaksa?"

"Tapi dia ga menghargai, buktinya dahulu aku selalu memberikan sarapan untuknya secara langsung, tapi apa? Dia ga makan, dia memberikan pada orang lain. Yang lebih sakit, dia buang, dan aku lihat."

"Tapiii sekarang dia makan, kan?"

"Karena tadi bukan aku yang ngasih langsung, dan dia ga tahu kalo aku yang kasih."

"Dia akan menyadarinya, suatu hari nanti," pungkas Annora. Zahra terdiam.

"Assalamu'alaikum," ucap Ravindra yang datang bersama Rendi_teman sekelas mereka.

"Wa'alaikumussalam," balas Zahra.

'uhuk uhuk' Annora terbatuk dan Zahra segera menyodorkan segelas air, Annora pun meminumnya.

Sungguh kaget Annora, kenapa nih anak tiba-tiba datang, tidak ada angin, tidak ada hujan, tidak ada badai.

"Wa-wa'alaikumussalam." Balas Annora.

"Nanti pulang sekolah bisa kita bicara sebentar?" Tanya Ravindra kepada Annora.

Annora tertegun.

"Bi-bicara?"

"Iya."

Ya Allah apa lagi ini, lirih Annora di dalam hatinya.

"Tapi kita ga berdua, kamu bisa ajak Zahra. Dan, di danau aja, danau yang pernah kita bertemu waktu itu."

"Mau bicara apa?"

"Something."

Zahra dan Rendi hanya senyam-senyum sendiri melihat mereka. Ravindra yang gugup, Annora yang sudah cemas.

To be continued

♡♡♡

Hallo akhirnya aku update lagi


Makasih banyak yang masih setia membaca sampai di part ini

Jangan lupa votenya!

Something? Apa ya kira-kira hmm








Continue lendo

Você também vai gostar

7.2K 602 6
'𝗡𝗘𝗪 𝗧𝗜𝗧𝗟𝗘!! Gimana sih perasaan kamu,kalo kamu masih berstatus anak SMA trus tiba-tiba dapat kabar bahwa kamu sudah menjadi istri orang,di n...
9.4K 1.6K 20
⚠️ FOLLOW SEBELUM DIBACA ⚠️ Terimakasih pernah menjadi perantara Hijrahku, terimakasih pernah menjadi perantara kedekatanku dengan Rabbku berkat meng...
11.2K 1.6K 36
[ARABY Season 2] *** Hasby dan Aisyahra kembali dikaruniakan seorang putri kecil di usia pernikahan mereka yang ke-tujuh tahun. Kehadiran bayi perem...
40.5K 3.5K 17
bagaimana perasaan kamu saat di tunjuk untuk menjadi pengganti calon pengantin wanita yang harus menikah sekarang juga, padahal kamu saja tidak kenal...