Mystique Ocean

Por kenzaputrilia

1K 264 76

Di Mystique Forest, Lara memiliki pusaka dan teman-temannya untuk bertarung demi menyelamatkan Buitenville da... Más

#0 Foreword
#1 Stood on the Cliffside
#2 Half Alive

#3 Sleepless Nights

284 67 57
Por kenzaputrilia

Hawa lembab membangunkan Lara dari tidurnya. Setelah kejadian yang dialaminya beberapa hari terakhir, dia merasa indera tubuhnya bekerja lebih baik dan lebih peka terhadap sekitar. Seperti ketika dia merasa menyatu dengan alam: terutama dengan tumbuhan dan air pada masa-masa pusakanya. Sebenarnya terkadang dia merasa sedih karena hanya sempat merasakan hidup dengan pusaka dalam waktu singkat—tidak sampai setahun dari hari dia mendapatkan pusaka, lalu dia harus kehilangannya.

Namun, bagaimanapun juga itulah risiko yang harus dihadapinya. Banyak nyawa yang terancam apabila pusaka masih dibiarkan. Manusia kini hidup setara, tanpa ada ancaman dari vampir juga kekuatan yang dapat menjadi bumerang pada kemudian hari. Mungkin memang sudah takdirnya manusia hidup sesuai kodratnya, tanpa kekuatan dan keabadian. Melihat Scarlett yang beberapa kali bilang dia sudah lelah hidup, mungkin kehidupan tidak seindah yang dibayangkan dan kematian tidak begitu menyeramkan.

Begitu matanya terbuka, dia langsung memindai ke sekitarnya. Dia masih berada di rumah tempatnya bermalam dan Theo masih terbaring di sofa. Dia merogoh sakunya dan menghela nafas lega menyadari hurricane masih tersimpan di sana. Theo sepertinya tidak tahu kalau dia memiliki hurricane sebagai senjata.

Kedua tangan Lara masing-masing telah menggenggam hurricane yang kini menjadi senjata andalannya. Dia mencoba berjalan tanpa menimbulkan suara ke arah belakang rumah. Untuk jaga-jaga, tangannya sudah siap melempar hurricane hingga mengenai siapa pun yang mengancam nyawanya.

Tidak ada siapa-siapa.

Dia pun beralih ke toilet dan membersihkan diri sekaligus menenangkan pikirannya. Memikirkan rencana selanjutnya setelah matahari terbit. Apakah dia harus coba ke gedung Pusat Penelitian Pusaka untuk kembali ke Buitenville versi dunia nyata atau langsung nekat menyelam ke dasar lautan dan mengejar kapal selam.

Dua-duanya terdengar mustahil mengingat minim senjata, pengetahuan, dan adanya Theo yang terluka. Lara benci mengakui kalau Grant hampir berhasil menjatuhkannya. Kali ini dia bersumpah tidak akan membiarkan Grant dan kawanannya lolos lagi. Mereka semua harus mati di tangannya dan dia harus menyaksikan jasad mereka dikubur. Tidak seperti yang terjadi di Mystique Forest; dia kecolongan.

Pertama-tama, yang dipikirkannya adalah Theo. Lelaki itu masih terluka dan tidur seperti orang mati. Akan menjadi beban jika dia terus-terusan seperti itu. Namun, di sisi lain dia tidak memandang Theo sebagai beban, melainkan korban. Kemungkinan lainnya muncul di benak Lara. Apabila Theo telah sembuh dan sepenuhnya pulih, bagaimana jika Theo justru menyerangnya karena unggul secara fisik?

Theo yang dikenalnya tidak mungkin melakukan itu. Masalahnya, apakah pria yang sedang tertidur itu adalah Theo yang dikenalnya? Mengingat dia saja tidak bisa membedakan mana Theo asli dan robot Theo. Ingatannya langsung otomatis menuju pada malam ketika dia menyaksikan Theo dan Anna berdua di balkon….

Lara membasuh wajahnya dan memandangi pantulan dirinya dari cermin. Penampilannya sungguh memprihatinkan. Tapi bukan itu yang penting. Dia harus mengatur strategi yang biasa dilakukan Steve—dia belajar banyak darinya saat masih berlatih di kamp miliknya—dan mulai beraksi seperti Stella. Untuk saat ini, Theo dapat dianggap sebagai tameng.

Strategi pertama: mengisi perutnya yang kosong, juga mungkin untuk tawanannya: Theo. Entah kapan terakhir kali Theo makan.

Lara keluar dari toilet dan memeriksa bagian depan rumah. Theo masih tertidur. Apabila sosok Theo yang bersamanya bukan manusia melainkan robot, mungkin itu artinya baterai Theo sudah habis atau entah bagaimana mereka mengisi energi untuk robot-robotnya. Yang pasti energi untuk dirinya sendiri sekarang adalah makanan yang layak dan tentunya aman.

Dapur rumah ini kecil, hanya sebuah kotak petak sempit dengan kompor (yang Lara tidak tahu apakah masih dapat digunakan) dan lemari tiga tingkat. Lara memeriksa setiap lemari dengan hati-hati, khawatir ada hewan melata atau monster yang lompat lalu menyerangnya. Salah satu lemari dibuka dan terdapat sebungkus kacang polong dan susu. Lara mengecek isinya dan tidak mencium bau-bau mencurigakan. Tidak ada pilihan makanan lain. Mungkin mati keracunan jauh lebih baik daripada mati di tangan Grant. Lelaki itu tidak mungkin menggunakan cara murahan seperti ini; dia pasti ingin sedikit bumbu adrenalin dan meracuni Lara tidak termasuk ke dalamnya.

Dia membuka lemari lainnya untuk mencari alat makan. Setelah mengambil dua mangkok dan sendok, dia menuangkan kacang polong dan susu pada masing-masing mangkok. Sarapan ini lebih mengenyangkan daripada tidak makan sama sekali, pikirnya. Nanti dia akan mencoba menjarah toko yang menjual makanan seperti ketika dia mencuri truk bersama Theo di sebuah apotek.

Kenapa kebersamaannya dengan Theo selaku berujung mencuri?

Dia teringat dengan papan selancar yang masih belum digantinya.

Ketika Lara kembali ke ruang depan dengan dua mangkok sarapan, Theo sudah duduk manis di atas sofa tanpa atasan yang menunjukkan luka lebih pada pada dada dan perutnya. Lara mencoba menyembunyikan keterkejutannya melihat penampilan Theo; mengalihkan pikirannya yang tertuju pada Avery Delova: ibu macam apa yang tega menyiksa anaknya seperti ini?

Theo mendongak sebentar menyadari kedatangan Lara tanpa antusiasme yang diam-diam Lara harapkan. Dia hanya melirik sekilas, kemudian fokus mengobati lukanya sendiri dari kotak yang Lara letakkan di atas meja. Tipikal Theo, Lara menggerutu dalam hati.

“Terima kasih kotak obatnya.” Theo tidak tampak lebih baik dari kemarin tapi suaranya kini lebih lantang, tidak seperti orang yang tercekik. “Dan juga makanannya.”

“Bukan dariku,” balas Lara dingin sambil meletakkan kedua mangkok di atas meja. Dia ingin menawarkan bantuan melihat Theo yang kesulitan menggunting perbannya tapi dia harus menjaga harga dirinya. Cepat minta bantuanku, Lara meneriaki Theo dalam hati.

Namun, Theo tak kunjung meminta bantuannya. Jadi Lara juga mencoba mengabaikannya dengan memakan sereal kacang polongnya yang tidak enak. Dia harus memejamkan mata setiap menelan tiap butir kacangnya. Dalam hati menimbang apakah dia harus terus memakannya dengan risiko akan memuntahkannya, yang berarti akan menguras seluruh sisi perutnya.

Tidak tahan dengan Theo yang terus meringis kesakitan, Lara meletakkan mangkoknya di atas meja. “Biar kubantu,” katanya sambil berpindah tempat di sisi Theo. Dia melanjutkan proses pengobatan Theo.

Jika tadi Lara mampu menyembunyikan keterkejutannya, kali ini Theo menangkap Lara yang terkesiap begitu dia memunggunginya. Lara kesulitan untuk menelan ludahnya sendiri menyaksikan bekas luka cambuk yang melintang pada punggung Theo. Lara langsung tahu siapa yang meninggalkan jejak luka ini.

“Apa tidak sakit berbaring dalam kondisi seperti ini?” tanyanya, kali ini juga dia tidak mampu menyembunyikan kekhawatirannya. Seberapa sulit dan sakit Theo melewatkan hari-hari penuh siksaan ini?

Bahu Theo terangkat. “Sakit tapi aku tidak punya pilihan lain—aku tidak bisa tidur sambil berdiri.” Theo tertawa miris, berharap Lara tertawa mendengarnya, tetapi yang dilihat hanya sorot kekhawatiran atau kasihan. “Lagi pula luka di punggung ini lebih lama dari luka lainnya, sudah lumayan mengering. Tolong usapkan obat ini. Elle pernah mengobatiku menggunakan obat ini dan lebih cepat pengaruhnya.” Dia menyerahkan sebuah obat salep kepada Lara.

Lara menerima obat berbentuk pasta, tetapi pikirannya terfokus pada satu nama yang keluar dari mulut Theo. “Elle?”

“Elle sama sepertiku,” Theo menggantung ucapannya. “Dia membangkang tapi berpura-pura berada di pihak mereka.”

“Aku tidak paham.” Lara harap ini kabar baik karena apabila Elle bukan berada di pihak Grant, itu artinya ada kemungkinan bahwa Nico aman. Pertanda masih ada harapan akan keberadaan adiknya. “Bagaimana dengan Nico?”

“Nico aman bersama Elle.” Theo harus membalikkan badannya lagi agar dapat bertatapan mata dengan Lara. Dia tahu kabar keamanan Theo menjadi hal paling krusial untuk saat ini. “Mereka berdua yang membebaskanku.”

Theo menceritakan semuanya kepada Lara.

Diawali dari dirinya yang dibius dan diculik, lalu dibawa ke ruangan mirip penjara atau lebih tepatnya kandang hewan di kebun binatang Buitenville. Sebelum hari-hari penuh siksaan, Theo ditawarkan oleh Grant untuk bergabung bersamanya, juga dengan ibu dan adiknya. Namun, Theo sudah muak dengan kebohongan dan tipuan pura-pura mati. Dia benci kepada ibu dan adiknya karena mereka tahu seberapa terpuruk dan menderitanya Theo selama ini hidup sendiri dan hidup dalam bayang-bayang kematian seluruh keluarganya. Tiap malam dia mimpi buruk dan menyalahkan dirinya sendiri.

Mereka berdua tahu itu semua, namun tetap bersiap menjalan misi serakah mereka. Membiarkan Theo larut dalam kesedihan dan rasa bersalah seorang diri.

Tidak benar-benar sendiri, ada Lara yang selalu menemaninya. “Tawaran ibumu yang mengizinkanku untuk tinggal di rumahmu sangat menggiurkan. Bersama denganmu dan Nico mengingatkan diriku bahwa aku tidak sendirian, dan memberikanku kekuatan. Namun, aku tidak bisa membiarkan kalian mengetahui bahwa aku menggila tiap malam. Terbangun dan berteriak di tengah malam, lalu mengganggu jam tidur kalian.”

Lara terenyuh mendengarnya. Tidak ingin merusak suasana dengan membeberkan bahwa dia tidak akan terganggu karena telinganya tidak berfungsi setiap tidur. Nico saksinya. Namun, Lara mengunci mulut dan fokus mengobati luka di sekujur tubuh Theo.

Sebenarnya mereka sudah menduga bahwa Theo tidak akan bergabung, namun masih memberikannya kesempatan untuk berpikir sehingga mereka dapat menjadikannya senjata untuk menyerang Theo.

Sesuai tebakan Lara, Anna yang meninggalkan jejak luka di punggung. Dia menyambuk Theo setiap dia menolak untuk memberitahu mereka informasi apa pun tentang Lara untuk digunakan oleh robot Theo yang menggantikan peran sosok Theodore Delovo.

“Informasi apa?” tanya Lara, dia merasa tidak memiliki informasi yang penting seperti ayahnya yang dulu mengetahui rahasia tentang Mystique Forest.

“Kenanganku saat bersamamu,” jawab Theo yang sontak membekukan Lara seolah-olah pusaka mengendalikan es milik lelaki itu masih ada. “Mereka dapat meniru wajah, cara berjalan, bergerak, berbicara, dan suaraku tapi mereka tidak bisa meniru ingatan dan perasaanku. Itu cacat sistem yang mereka miliki: yang ada dalam kepala dan hatiku adalah milikku. Mereka tidak bisa menirunya secanggih apa pun teknologi yang mereka kembangkan.”

Lara terbujur kaku dan sulit bergerak, bahkan untuk sekadar berkedip. Beruntung Theo memunggunginya sehingga dia tidak melihat Lara yang tampak bodoh. Mereka pikir bahwa kenangan yang Theo miliki tentang Lara penting. Dan yang lebih menyentuhnya adalah fakta bahwa Theo rela disiksa demi melindungi kenangan yang dimilikinya bersama Lara.

“Dan, aku menyaksikan semuanya. Mereka memasang layar raksasa agar aku melihat penderitaan yang dirasakan teman-temanku sebagai akibat penolakan untuk bergabung.” Theo diam sejenak dan menundukkan kepalanya. “Dari segala siksaan yang mereka lakukan padaku, rasa sakitnya tidak sebanding dengan menyaksikan bahwa ternyata kau tidak begitu mengenalku. Kupikir kau akan langsung sadar bahwa Theo yang bersamamu itu bukan aku.”

Ini pertama kalinya Lara merasa Theo benar-benar berkata jujur padanya dan mengungkapkan apa yang ada di dalam kepala dan hatinya. Bukan Theo yang biasa menyimpan jutaan rahasia dalam hidupnya, bukan Theo yang berhenti bicara padanya tanpa sebab ketika mereka beranjak dewasa. Theo di hadapannya kini menunjukkan titik kelemahannya, bukan Theo yang pura-pura tangguh.

Lara merasa tidak berhak untuk marah kepada Grant yang menjadi dalang dalam semua ini; atau pada Avery dan Natasha yang tidak memiliki belas kasihan terhadap Theo yang memiliki hubungan darah dengan mereka; atau pada Anna yang melayangkan cambukan padanya. Yang berhak dimarahi dan dimakinya adalah dirinya sendiri, yang telah memberikan Theo luka terbesar karena kebodohannya sendiri.

Selama ini dia selalu memikirkan dirinya sendiri tanpa benar-benar memperhatikan orang di sekitarnya. Seolah-olah dunia berputar untuknya. Seakan-akan dia yang paling menderita karena kehilangan ibunya dan menuntut dunia yang memberikan semua masalah untuknya.

Dan, bisa-bisanya dia berpikir bahwa Theo adalah beban yang menghambatnya karena tubuhnya terluka. Apabila situasinya ditukar, dia yakin Theo tidak akan menganggapnya demikian. Dia tahu Theo akan menjaganya, bahkan rela mengorbankan dirinya untuk Lara.

“Aku rela mati untukmu atau mati di tanganmu.”

Theo bahkan masih sempat untuk mengatakan itu semua yang Lara anggap omong kosong karena masalah kepercayaan yang ada dalam dirinya. Sekali lagi jika situasinya ditukar, apakah Lara mengatakan hal yang sama pada Theo? Bahwa dia rela mati untuk Theo atau mati di tangannya?

Menyadari keheningan mendadak karena Lara tidak mengobatinya atau berbicara, Theo pun membalikkan tubuhnya agar berhadapan dengan Lara yang kini menangkupkan wajahnya sendiri. Menangis tanpa suara adalah kebiasaan Lara yang sudah Theo ketahui.

“Maafkan aku. Aku tidak bermaksud membuatmu merasa bersalah.” Theo mengambil obat yang masih berada di genggaman Lara dan menaruhnya di atas meja. “Lara? Tolong jangan menangis. Aku tidak sanggup melihatnya.”

“Aku tidak me—kenapa kau sangat mengenalku, Theo? Tapi aku tidak tahu apa-apa tentangmu.” Lara tidak mampu menahan isak tangisnya. Tangannya melayang untuk meninju Theo, kemudian dia menjatuhkan tangannya lagi dan kembali menangkupkan wajahnya.

Dengan segenap tenaga yang tersisa, Theo menarik tubuh ramping Lara dan mendekapnya meski itu artinya menekan lukanya lagi. “Kau semakin kurus, ya?”

“Kau bahkan tahu berat badanku,” gerutu Lara yang terdengar lucu di telinga Theo.

“Jangan khawatir. Kita punya banyak waktu untuk saling mengenal lebih dalam, Lara.”

Seguir leyendo

También te gustarán

SAMA AKU AJA Por Ry

Ciencia Ficción

1.3M 63.1K 36
🌹 🌹 🌹 🌹 Oya. Cerita ini aku private! So, yang mau baca, bisa follow terlebih dahulu 😄 Muachhhh...
650K 66.8K 64
KARYA ASLI BUKAN NOVEL TERJEMAHAN CERITA INI DIBUAT UNTUK DINIKMATI BUKAN UNTUK DI PLAGIAT, HARAP DIBACA DAN JANGAN DI JIPLAK.? I was kidnapped by...
142K 7.8K 37
(BELUM DI REVISI, JADI MON MAAP KALAU MASIH BANYAK TYPO) "Om minta tolong kembalikan senyum anak om, bisa?." "B-bisa om, tapi saya gak janji." WARNIN...
2.4M 211K 68
[FOLLOW SEBELUM BACA] Refara, seorang gadis cantik yang hidup sebatang kara. Sejak kecil ia tinggal di panti asuhan dan memutuskan untuk hidup mandir...