Remember Us

Autorstwa ideaFina

7.9M 314K 12.5K

Randi tidak bisa mempercayai penglihatannya saat ini. Perempuan yang 8 tahun lalu sempat menjadi pacarnya sel... Więcej

Sinopsis
1. Wanna find you
2. Is That Her?
3. Grandmother and grandson (?)
4. Is That Her? (II)
5. The Meeting and The Letter
6. Their Past
7. Afraid
8. The Allergies
9. His Sadness
10. Pinky Promise
10. Pinky Promise (double-lewatin aja)
11. Family
12. The Bonding Time
13. The Bonding Time (II)
14. In Our Time
15 In Our Time (II)
16 Matchmaking Plan
17 Sabotage
18 Picture of You
19 Of Hope and Denial
20 The Death
21. Meeting Her Parents
22 Fragment of The Past
23 Fragments of The Past
25 She finally knows
26 The bitter truth
27 Not The Perfect Time to Say The Truth
28 The Misunderstanding
Bab 29 Reunion
30 Always Keep The Faith
31. Together Forever (Ending)
PENGUMUMAN PENERBITAN
[Pengumuman] Voting Cover
Pengumuman Penerbitan
[Pengumuman Penerbitan] TEASER
PENGUMUMAN PRE ORDER (Grab it fast!)
'Remember Us Fun Challenge' (Give Away)
RU on Goodreads (Beri rating yaaa^^)
How to buy RU?
Special Promo RU
E-book RU
Kuis HARBOLNAS
Promo Imlek (disk 35% all books)

24 Hard to say the truth

160K 8.2K 342
Autorstwa ideaFina

Do you all miss me? Hehe~ sepertinya lebih kangen dokter ganteng. Happy Reading, all^^



"Mama Rendi, Ayahnya Rendi keren banget lho!"


Cherisha mengernyit mendengar kata-kata itu. Ia baru saja akan sampai di rumah kontrakannya untuk mengambil bajunya dan baju Rendi. Hari ini ia memutuskan untuk menginap di rumah orangtuanya lagi. Namun, sekelompok ibu-ibu tetangga berjumlah 5 orang yang sedang merumpi di pinggir jalan menyapanya dan tiba-tiba salah satunya mengatakan hal itu.


"Ng... Ayah Rendi?"tanya Cherisha bingung. Sejak kapan orang-orang tahu Rendi punya ayah? Dirinya sendiri saja sebagai ibu dari Rendi tidak pernah tahu siapa ayah putranya sendiri, pikir Cherisha miris.


"Iya! Ayahnya Rendi!"jawab ibu-ibu yang lain. "Pantesan Rendi ganteng terus pinter. Ayahnya aja dokter yang ganteng gitu!"


Mendengar kata 'ganteng' dan 'dokter', Cherisha langsung bisa menebak siapa yang dimaksud ibu-ibu itu. Wajah Randi yang tampan dan penuh senyum langsung saja terbayang di benaknya, membuat Cherisha tersenyum kecil. Sayangnya apa yang dipikirkan mereka tidak benar, pikir Cherisha sedih.


"Jadi ternyata laki-laki yang sering nganterin Mama Rendi sama Rendi itu ayahnya Rendi ya? Maaf ya kita sempet mikir yang aneh-aneh,"kata yang lain. "Ini gara-gara Mama Dio sih. Suka ngomong yang enggak-enggak!"


"Iya! Anaknya sendiri juga diajarin yang jelek-jelek! Masa' dia ngajarin Dio buat menghina Rendi!"


Jantung Cherisha tiba-tiba berdegup kencang mendengarnya. "A...apa?! menghina?!"


Kelima ibu-ibu itu menatap tak enak pada Cherisha.


"Mamanya Rendi belum dikasih tahu ya sama Ayahnya Rendi?"


Cherisha menggeleng bingung. "Tadi siang dia memang jemput Rendi ke sekolah. Tapi kami belum sempat bertemu lagi. Kejadiannya tadi di sekolah?"


Kemudian mengalirlah cerita mengenai Dio yang menghina Rendi lalu Rendi menonjok anak itu. Bagaimana Mamanya Dio akan memukul Rendi. Bagaimana Randi yang marah besar dan mengancam ibu-ibu menyebalkan itu. Cherisha bisa merasakan airmatanya mulai menggenang karena rasa marah dan sedihnya. Ia tidak menyangka putranya akan mengalami hal seburuk itu di sekolah karena keadaan mereka.


Meskipun begitu, Cherisha merasa sangat bersyukur karena ada Randi saat itu. ia bersyukur dan merasa berterima kasih pada laki-laki itu karena mengaku sebagai ayahnya Rendi. Awalnya Cherisha merasa tidak nyaman karena orang-orang menyebut laki-laki itu sebagai ayah Rendi padahal bukan. Tapi ia akan membiarkannya kali ini demi kebaikan putranya.


Rasanya Cherisha ingin memeluk Randi saking berterima kasihnya.


"Mamanya Dio sering ngomong yang enggak-enggak tentang kalian. Katanya Rendi ayahnya nggak jelas. Suka ngomong-ngomong gitu, di depan anaknya pula,"


"Makanya tadi Dio di sekolah ngeledek Rendi gitu, kata anak saya,"


Cherisha merasakan amarahnya mencapai ubun-ubun mendengar hal itu. Seperti apa dirinya, siapa pun tidak berhak menyebarkan hal-hal jelek seperti itu tentangnya. Kemudian orang yang membuat Cherisha kesal dan sedari tadi dibicarakan ibu-ibu itu, keluar dari rumahnya yang tidak jauh dari sana.


Dengan langkah-langkah lebar dan ekspresi marah, Cherisha menghampiri wanita itu. "Mama Dio!"panggilnya kesal.


Wanita itu terkejut mendengar panggilan Cherisha. Ia menoleh dan wajahnya langsung pucat melihat kemarahan di wajah wanita cantik itu. Cherisha berhenti di hadapannya dan berkata dengan menudingkan jari telunjuknya.


"Dengar ya! Keluarga saya buka urusan Ibu! Urusan saya sama Ayahnya Rendi itujuga bukan urusan Ibu! Jadi jangan sok tahu!"serunya kesal, membuat bukan hanya kelima ibu-ibu itu yang melihatnya, tapi mengundang lebih banyak orang yang berlalu lalang di sore hari itu.


"Sekali lagi Ibu ngomong yang bukan-bukan, saya laporin Ibu ke polisi!"ancam Cherisha dengan ancaman yang sama seperti Randi, membuat wanita itu semakin memucat. "Ajarin anaknya yang bener!"Kemudian dengan tatapan tajam dan menusuk, Cherisha berkata tajam "Bitch!"


Kemudian dengan kesal Cherisha berbalik pergi dan keluar dari kerumunan itu. Saat menuju rumah kontrakannya, langkahnya terhenti ketika melihat Randi berada tidak jauh dari tempatnya berada. Laki-laki itu menatapnya dengan alis terangkat sebelah dan senyum. Sepertinya ia melihat apa yang terjadi. Dan mendadak Cherisha merasa malu karena Randi melihatnya sedang marah-marah seperti tadi.


"Sejak kapan kamu disini?"tanya Cherisha ketika sudah berhadapan dengan Randi.


"Cukup lama untuk melihat kalau Bundanya Rendi ternyata keren banget,"kata Randi nyengir, membuat Cherisha tersipu.


Cherisha berdeham kecil. "Kamu mau ngapain kesini? Rendi kan di rumah Ayah,"ucapnya mengalihkan pembicaraan dan melihat ke arah lain. Lehernya cukup pegal sebenarnya melihat Randi dengan menengadah begitu. Padahal Cherisha sudah cukup tinggi untuk ukuran wanita. Tapi tetap saja Randi jauh lebih tinggi. perbedaan tinggi badan mereka mungkin lebih dari 20 cm.


"Mau jemput kamu. Sekalian ketemu Rendi lagi,"kata Randi kemudian menatap Cherisha penuh sayang. "I miss you,"


Jantung Cherisha berdegup kencang dan wajahnya tersipu mendengar ungkapan itu, tapi ia menyadari ada yang salah dari Randi. Meskipun tersenyum, Randi terlihat sangat sedih dan wajahnya agak pucat. Laki-laki itu juga terlihat sangat lelah.


"Ayo ke rumah. Aku mau beresin baju dulu,"kata Cherisha mengajak Randi ke rumah kontrakannya. Randi duduk di kursi teras sementara Cherisha masuk ke dalam rumah.


Laki-laki itu menyandarkan kepalanya ke dinding dan memejamkan matanya. Pembicaraannya dengan Tania tadi membuat perasaannya tidak karuan. Marah, sedih, kecewa, rasa bersalah, dan rindu...


Perasaan rindu itulah yang membuatnya langsung menuju ke tempat dimana Cherisha berada. Ketika sampai ke dapur rumah sakit, ternyata Cherisha sudah pulang dan ia langsung menyusulnya.


Suara piring beradu dengan meja kayu membuat Randi membuka matanya. Cherisha meletakkan secangkir teh hangat di meja di samping tempat duduk Randi. Wajahnya terlihat khawatir.


"Kamu sakit?"tanya Cherisha cemas. Randi tersenyum dan menggeleng.


"Muka kamu pucat,"


"Cuma sedikit capek,"jawab Randi pelan, masih dengan senyuman.


"Kalau capek seharusnya nggak usah kesini,"


"I said that before. I miss you,"ucap Randi lembut.


Wajah Cherisha kembali memerah. "Minum tehnya,"perintah Cherisha. Sedikit kesal karena lagi-lagi Randi membuatnya tersipu seperti ini.


Randi tersenyum kecil lalu mengambil secangkir tehnya dan menyesapnya. Rasa hangat langsung menjalari tubuhnya membuatnya sedikit rileks. Cherisha duduk di sebelahnya dan mereka duduk dalam keheningan selama beberapa saat. Beberapa kali Cherisha melirik Randi, penasaran dengan apa yang dipikirkan laki-laki itu sampai terlihat begitu murung.


"Am I too handsome? Makin jatuh cinta ya lihat aku?"tanya Randi tiba-tiba dengan senyum jahil, membuat Cherisha terkesiap dan wajahnya kembali memerah untuk yang ke sekian kalinya.


"You wish!"ucap Cherisha sebal karena ketahuan memandangi laki-laki tampan itu, dan karena Randi kini tertawa kecil. "Udah kan minumnya? Sini!"katanya dengan menarik cangkir teh yang sudah hampir habis isinya itu dari tangan Randi, dan masuk ke dalam rumah.


Randi tertawa melihat wajah ngambek Cherisha. Tidak berapa lama Cherisha keluar membawa tas tenteng kecil berisi bajunya dan Rendi. Dengan sigap Randi mengambil tas itu lalu menggandeng tangan Cherisha. Cherisha terkejut dan berusaha menarik tangannya, tapi Randi malah menggenggamnya semakin erat. Ia merasa malu karena saat ini masih banyak orang di sekitar rumahnya dan mereka melihatnya dengan penasaran.


Randi hanya tersenyum membalas tatapan penasaran mereka. Kini mereka sudah tahu dirinya adalah ayahnya Rendi, jadi biar saja mereka berpikir macam-macam. Mereka pasangan bercerai yang mau rujuk atau apa lah yang terdengar dari ocehan pelan mereka. Asal mereka tidak berpikir jika Cherisha adalah wanita penggoda, atau Rendi adalah anak haram. Memikirkan hal seperti itu membuatnya merasa kesal. Kali ini, ia akan memastikan semua orang tahu jika Rendi adalah anaknya.

***


Cherisha berulang kali melirik Randi yang sedari tadi menyetir dalam diam. Randi memang tidak melamun saat menyetir, Randi malah terlihat fokus sekali dalam menyetir. Ia seperti tidak mood berbicara sehingga terlalu fokus dengan apa yang dikerjakannya. Hal ini membuat Cherisha penasaran setengah mati. Apa yang membuat wajah tampan laki-laki itu terlihat murung?


"Kamu kenapa?"tanya Cherisha akhirnya ketika mobil mereka terjebak kemacetan dan Randi masih saja diam, memandang kosong ke jalanan macet di hadapannya.


Randi sedikit terkejut mendengar suara Cherisha pertama kalinya sejak mereka naik mobil dari setengah jam yang lalu. Ia menoleh dan tersenyum tipis pada Cherisha.


"Nggak kenapa-kenapa,"jawabnya bohong. Sebenarnya ada banyak hal yang dipikirkan Randi saat ini. Apa yang terjadi di sekolah Rendi tadi pagi lalu pembicaraannya dengan Tania tentang Cherisha. Semua itu membuatnya sangat frustasi. Randi merasa bingung dan hilang arah, tidak tahu harus melakukan apa.


Cherisha menatap Randi cemas, rautnya menunjukkan rasa perhatiannya pada Randi. "Don't lie to me. I know you,"


Randi terbelalak mendengar ucapan Cherisha itu. Kalimat itu seringkali diucapkan Cherisha dulu. Tanpa bisa menahannya lagi, Randi menarik Cherisha ke dalam pelukannya.


Cherisha terkejut merasakan pelukan erat Randi. Ia sendiri bingung tadi kenapa ia bisa mengucapkan kalimat tersebut seolah-olah ia sangat mengenal Randi. Tapi pelukan hangat Randi tidak bisa ditolaknya. Cherisha merasa ia sangat merindukan kehangatan dan kenyamanan ini. Padahal ini ketiga kalinya Randi memeluknya. Kenapa seolah-olah Cherisha sudah lebih sering merasakan pelukan ini?


"I'm sorry,"


"What are you sorry for?"


"For lying to you,"


Cherisha ingin melepaskan pelukan Randi dan menanyakan apa maksudnya, berbohong tentang apa, tapi Randi tidak mau melepaskan tubuh Cherisha dari pelukannya. Laki-laki itu malah semakin mempereratnya.


"Please wait until I'm ready to tell you everything,"pintanya lirih.


Cherisha sebenarnya penasaran sekali dengan apa yang dimaksud Randi dengan berbohong. Randi berbohong apa? Tapi mendengar kesedihan dari suara laki-laki itu membuatnya bungkam.


Cherisha mengangkat tangannya lalu balas memeluk Randi dan mengusap pelan punggung laki-laki itu. Randi memejamkan matanya, berusaha meresapi kehangatan dan kelembutan yang diberikan Cherisha kepadanya. Karena mungkin saja ketika Randi bercerita tentang semuanya, Cherisha akan marah dan tidak akan mau menerimanya.

***


"Cherisha, besok kamu ngundurin diri dari pekerjaan kamu dan urus kepindahan kamu ke rumah ini,"


Ucapan tiba-tiba Ayah Irsyad itu membuat Cherisha terkejut dan bingung setengah mati. Kenapa ayahnya tiba-tiba mengatakan hal itu saat makan malam? Awalnya mereka diam saja, makan dengan tenang. Kenapa ayahnya tiba-tiba berkata seperti itu?


"Ayah kok tiba-tiba..."


"Ini bukan tiba-tiba. Ayah udah mikirin ini sejak lama. Kamu nggak seharusnya kerja di rumah sakit padahal kamu bisa bekerja dengan Shafa di restoran ayah. Kamu nggak seharusnya tinggal di kontrakan padahal di rumah ini ada kamar yang disediakan untuk kamu,"jelas Ayah Irsyad tegas.


Cherisha menghela napas. Ini memang bukan yang pertama kalinya ayahnya mengatakan hal ini, tapi ini juga bukan pertama kalinya ia menolak. Cherisha tidak mau bekerja di restoran milik keluarganya. Bukan karena tidak mau membantu, tapi karena ia merasa canggung berada di dekat Shafa yang memang menjadi pengelola restoran itu. Lagipula statusnya di keluarga ini hanya sebagai keponakan, bukan anak kandung. Begitulah yang dirasakannya setiap Shafa memandangnya, seolah-olah ia tidak berhak berada di keluarga itu. Membuatnya selalu merasa sedih.


"Cherisha mau mandiri Ayah..."tolak Cherisha pelan dengan menundukan wajah, tidak berani menatap ayahnya.


"Apa dengan mandiri kamu akan mengorbankan perasaan anak kamu?"tanya Ayah Irsyad tajam. Cherisha tersentak mendengarkan hal itu, lalu menatap kedua mata ayahnya yang terlihat sangat kesal.


"Rendi udah cerita tentang apa yang terjadi di sekolahnya tadi pagi. Ini karena kamu tinggal disana makanya terjadi seperti itu. Kamu mau hal itu terjadi lagi?"


Cherisha menundukkan wajahnya lagi, berusaha menahan airmatanya agar tidak jatuh. Saat ia sampai di rumah memang sudah lewat waktu isya dan Rendi sudah tidur karena capek. Makanya ia tidak sempat berbicara dengan anaknya. Tapi kedua orangtuanya sudah bercerita kalau Rendi memang jadi lebih pendiam hari itu. Rendi baru akan berbicara bersemangat jika ditanyakan tentang jalan-jalannya bersama Randi. Cherisha benar-benar merasa bersalah pada putranya itu.


Ibu Mila menatap sedih Cherisha. Pilihan Cherisha untuk hidup mandiri memang tidak salah. Hanya saja setiap pilihan selalu ada risikonya, dan ada hal yang harus dikorbankan. Dalam hal ini adalah perasaan Rendi. Ibu Mila mengerti jika Cherisha merasa bahwa dirinya beban di keluarga mereka, meskipun mereka sudah sering mengatakan pada Cherisha kalau ia bukanlah beban bagi mereka. Tapi perasaan Rendi lah yang harus diutamakan saat ini.


"Besok Cherisha urus kepindahan Cherisha kesini,"kata Cherisha pelan setelah memikirkan baik-baik tentang kepentingan Rendi.


"Pekerjaan kamu?"tuntut Ayah Irsyad.


Cherisha terdiam. Ia masih sangat ragu dengan hal yang satu itu.


Ayah Irsyad yang tidak sabaran langsung ingin melontarkan kalimat desakan lagi. Namun tangan lembut istrinya yang tiba-tiba menyentuh tangan kirinya di atas meja membuatnya tidak jadi melakukannya.


"Kita kan mau bikin restoran kita makin maju. Ibu terpikir mau bikin menu baru di restoran. Kamu kan pinter masak, pasti bisa bantu Ibu sama Shafa,"kata Ibu Mila tersenyum. Cherisha menatap senyuman hangat ibunya yang terkesan sangat membujuk. Pada akhirnya Cherisha mengangguk berat.


"Bagus! Nanti kita diskusiin menunya ya!"kata Ibu Mila ceria dengan menggenggam erat tangan suaminya yang kini tersenyum.


Cherisha tersenyum sedih menatap keduanya. Ia sering kali berpikir jika seandainya saja ia anak kandung keduanya, mungkin perasaan beban yang mengimpit hatinya tidak akan sebesar ini. Kemudian wajah Randi yang murung melintas di pikirannya. Sebenarnya beban seberat apa yang ditanggung Randi sampai ia bisa terlihat semurung itu?

***


Randi berjalan masuk ke dalam rumahnya dengan langkah berat dan pikiran menerawang. Hari ini terlalu banyak hal yang terjadi, membuatnya merasa sangat lelah. Apalagi tadi ia tidak bisa bertemu dengan Rendi karena anak itu sudah tidur, membuatnya sulit mengembalikan semangatnya lagi.


Suara perut Randi yang keroncongan sedikit membuat dirinya sendiri terkejut. Namun, Randi sudah terlalu malas untuk makan malam. Ia hanya ingin tidur dan mengistirahatkan pikirannya yang lelah.


"Randi?"


Randi terkejut mendengar suara familiar itu. Ayahnya yang berpakaian santai berdiri di ambang pintu kamar kedua orangtuanya, wajahnya tersenyum hangat. Sudah beberapa lama ia tidak melihat ayahnya, dan ia begitu merindukannya. Randi langsung saja mengingat Rendi. Entah bagaimana rasanya sejak kecil tidak merasakan punya ayah. Dirinya sendiri yang punya ayah yang luar biasa sibuk sering kali merasa kesepian, apalagi Rendi. Memikirkan itu membuatnya semakin merasa bersalah dan menjadi semakin merindukan Rendi.


Apakah ayahnya pernah merasa merindukannya seperti ini? Namun melihat wajah ayahnya yang tersenyum hangat seolah mengundangnya untuk menghampirinya membuat Randi yakin, ayahnya pasti selalu merasa seperti itu. Sesibuk apapun beliau. Dengan senyuman Randi menghampiri ayahnya dan memeluknya hangat.


"Wow! Tumben banget kamu langsung peluk Papa kayak gini?"tanya Dr. Andi Hilman dengan heran, meskipun ia tersenyum dan membalas pelukan putra semata wayangnya ini.


"Kangen aja sama Papa,"kata Randi pelan. Banyak hal yang terjadi hari ini, dan Randi butuh seseorang untuk bersandar. Makanya ketika melihat ayahnya yang tersenyum hangat padanya, perasaan ingin memeluk itu langsung muncul tiba-tiba.


"Papa juga kangen anak bungsu Papa,"kata ayahnya dengan nada meledek membuat Randi mendengus. Ia paling tidak suka disebut anak bungsu meskipun kenyataannya seperti itu. Sebutan anak bungsu membuatnya seperti anak kecil lagi, dan ia tidak menyukainya.


Mereka tidak berpelukan cukup lama, karena Randi yang tidak terbiasa bermanja-manja seperti itu pada ayahnya. Randi memandang ayahnya ragu, ia ingin menceritakan semua tentang Cherisha dan Rendi pada ayahnya. Tapi ia tidak tahu sekarang adalah saat yang tepat atau tidak.


"Pa, ada yang mau Randi bicarain sama Papa,"ucap Randi gugup.


Dr. Andi Hilman menatapnya penasaran. Biasanya jika Randi berkata dengan ekspresi segugup itu, maka itu artinya ada kesalahan yang Randi buat atau putranya itu ingin meminta sesuatu yang sangat penting. Mungkin yang terakhir? pikirnya. Randi jarang melakukan kesalahan. Malah mungkin hampir tidak pernah.


"Kamu pergi duluan ke ruang baca Papa. Papa mau cek Mama lagi,"


"Mama sakit?"tanya Randi cemas. Ia juga sudah lama tidak melihat ibunya yang sudah beberapa waktu ini ikut ayahnya ke Medan.


"Cuma flu aja, sekarang demam. Tapi kamu tahu kan Mama kamu manjanya seperti apa kalau sakit,"kata ayahnya dengan berdecak, membuat Randi tersenyum kecil.


Kemudian Randi pergi menunggu ayahnya di ruang baca, sementara ayahnya pergi ke kamar. Ia memegang kedua tangannya dengan gugup. Ayahnya sangat jarang memarahinya karena sesuatu. Jadi Randi tidak tahu akan separah apa reaksi ayahnya nanti saat Randi menjatuhkan 'bom' di hadapan ayahnya.


Untuk mengalihkan rasa gugupnya Randi mulai menghampiri rak buku di sisi meja baca ayahnya dan mulai menyusuri judul-judul buku kedokteran yang ada disana. Kemudian ia mengernyit melihat sampul buku berwarna cokelat yang tidak terdapat judul buku. Dengan penasaran Randi menarik buku tersebut dari rak dan ber-aahhh ketika menyadari itu adalah album foto. Ia membuka album foto tersebut dan tersenyum melihat foto kedua orangtuanya saat masih muda.


Randi terus membuka-buka halaman album tersebut yang berisi foto-foto kedua orangtuanya, dirinya dan Rena. Sampai kemudian halaman tersebut menunjukkan berbagai foto dirinya dengan seorang wanita cantik berambut panjang. Randi menatap foto itu penasaran, apakah ini tantenya yang meninggalkan rumah dua puluh tahun lalu?


Randi menatap wajah di foto itu dengan seksama. Apa ini wajah yang dilupakannya setelah sekian lama? Kenapa ia bisa melupakan wajah cantik dengan senyuman lembut ini?Semenjak tantenya pergi ibunya memang menjadi lebih sering di rumah. Mungkin itu yang membuat Randi perlahan bisa melupakan rasa sedih karena ditinggal tante tersayangnya.


Tapi tetap saja Randi sering merindukan Tante Lala yang sejak kecil selalu bersamanya danmenjadi sahabatnya. Tante Lala sudah seperti ibu keduanya. Hanya saja, semakin lama Randi perlahan melupakan bagaimana wajah tantenya. Apalagi tanpa adanya foto tantenya yang bisa dilihatnya. Dulu saking marahnya karena ia selalu menanyakan dimana tantenya, ayahnya menyingkirkan semua foto-foto tantenya.


Randi sama sekali tidak menyangka jika masih ada foto tantenya yang tersisa dan kini ia bisa melihatnya lagi.Ia mengelus wajah di foto itu, merasakan perasaan rindu yang tiba-tiba muncul. Tapi, kenapa... wajahnya seperti tidak asing? Seperti Randi pernah melihatnya belum lama ini. Ia berpikir dengan keras dimana ia pernah melihat wajah itu. Lalu wajah seorang wanita paruh baya yang terkejut melihatnya, muncul di pikirannya. Wajah tertidur wanita itu saat pingsan, dan wajah yang mengintip diam-diam di balik jendela...


Jantung Randi berdegup dengan sangat kencang ketika menyadari dimana ia pernah melihat wajah itu. Wajah itu pernah dilihatnya lagi di rumah keluarga Cherisha. Perasaan Randi langsung sesak oleh rasa rindu.


Dengan terburu-buru Randi meletakkan kembali album foto itu di rak dan bergegas keluar ketika berpapasan dengan ayahnya di depan pintu.


"Randi?"panggil ayahnya bingung melihat wajah Randi yang pucat dan shock itu.


"Randi... Randi lupa harus ke rumah sakit. Ada pasien yang harus segera Randi cek."katanya lalu segera pergi. Pergi ke satu-satunya tempat yang dipikirkannya saat ini.


~Tepok Bokong Changmin~


Banyak yg nyemangatin saya buat update (baca: neror. haha~) trus ada yg nanyain saya lagi sakit atau gimana gk update2. Hehe~ makasih banyak semangat 'n perhatiannya. ^^


Alhamdulillah saya sehat (untungnya kerjaan yang seabrek2 gk bikin saya gila) hahaha~


Mohon pengertiannya aja, saya tiap hari kerja dari pagi sampe malam banget baru nyampe rumah. Trus cuma libur sehari pas weekend. Malah pernah seminggu full masuk, sekalinya libur ya dipake tidur sama main. soalnya kerjaan saya nulis juga jadi mabok kalo lagi libur mantengin huruf lagi. Hahaha~ Jadi sabar yaaa~


Part selanjutnya udah selesai, tinggal saya koreksi ulang aja. Mungkin sekitar 2 hari lagi bisa diupdate. Yang sabar yang sabar hihi~ ^3^


Ayo vommentnyaaa~ ^^




Czytaj Dalej

To Też Polubisz

282K 42.3K 53
Kian Erlangga, penulis novel non-romance dengan ratusan ribu penggemar, gagal menggarap cerita romansa remaja. Ia butuh sahabatnya, Laudy untuk membu...
104K 7.8K 44
[Wattys 2018 Winner: The Change Makers!] Adalah sebuah dosa jika Jane O'Reilly meminta Thomas yang hadir dalam reuni kecil mereka, untuk menemaninya...
1M 149K 49
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...
11.8K 1.3K 12
(1st Book of the Sense Trilogy) Stella Indriana tidak pernah mengenal rasa takut. Dia tidak pernah takut pada film horror, serangga menjijikkan, pent...