HWA GI-SSI (END)

By firma_afika

7.1K 1.5K 122

Ruangan berwarna merah dipenuhi wewangian gaharu yang menenangkan, seorang pemuda duduk di atas ranjang denga... More

Pengenalan Tokoh
1. Mimpi yang dihancurkan lebih dulu
2. Liontin Bidadari Bersayap
3. Hidup Jangan Terlalu Serius
4. Apakah Aku Seorang Maniak?
5. Bloomsbury
6. Bloomsbury 2
7. Bloomsbury 3
8. Menemukan petunjuk
9. Masa lalu
10. (Masa Lalu) Pertemuan si berandal dengan si kutu buku
11. (Masa Lalu) Rasa Brengseknya Sama
12. (Masa lalu) Menjadi Budak
13. (Masa Lalu) Mendesah di pangkuan orang yang dibenci
14. (Masa lalu) Perasaan kesal yang tidak dapat dipahami
15. (Masa Lalu) Eomma, Appa, kalian sama saja!
16. (Masa Lalu) Gwenchana ... Hwa Gi
17. (Masa Lalu) Angelic Katedral
18. (Masa Lalu) Panti Asuhan
19. ( Masa Lalu) Siapa Yang Brengsek Sekarang?
20. (Masa Lalu) Byun Ahra si biang gosip terupdate
21. (Masa Lalu) Pencegatan
22. (Masa Lalu) Menginap
23. (Masa Lalu) Menginap 2
24. (Masa Lalu) Kencan bertiga
25. (Masa Lalu) kehilangan Teman
26. (Masa Lalu) Dipermalukan.
27. (Masa Lalu) Diculik
28. (Masa Lalu) Dilecehkan
29. (Masa Lalu) Ayo bertahan sedikit lagi
30. (Masa Lalu) Tenggelam
31. (Masa Lalu) Mengapa Aku Diselamatkan?
32. (Masa Lalu) Menambah sedikit Noda Lagi
33. Miki disekap
34. Pembunuhan pertama
35. Tak sengaja menjadi penipu
36. Mengorek Luka Lama
37. Bajingan Tetaplah Bajingan
38. Pura-pura Bahagia Juga Butuh Tenaga
39. Penjebakan
40. Penjebakan (2)
41. Pengakuan
42. Tragedi Bloomsburry
43. Berhutang Maaf
44. Pelukan ibu adalah yang ternyaman di dunia
45. Pulang
47. Gunakan Aku Sebanyak Yang Kau Mau
48. Kembali Ke Korea
49. Pergi Ke Penjara
50. Angelic Cathedral awal saksi kisah cinta Jae Han dan Hwa Gi

46. Liontin Bidadari Kembali (nc18+)

155 26 1
By firma_afika

Clue #Day46 

#galiung 

Galiung merujuk pada kapal layar besar yang digunakan oleh bangsa Eropa pada abad ke 15--16 yang berfungsi untuk transportasi dagang maupun untuk kepentingan perang.

***


Hwa Gi masih berkonsentrasi dengan kegiatannya mencukur kumis dan jambang Jae Han. Napas keduanya saling bertabrakan.

Jae Han semakin gelisah lalu tangannya memegang tangan Hwa Gi, "Tunggu sebentar." ujarnya.

Hwa Gi mengernyit. "Kenapa?" 

Jae Han seperti mengambil sesuatu di dalam saku kemejanya lalu sebuah kalung yang Hwa Gi kenal menjuntai di tangan Jae Han. Itu adalah liontin bidadari miliknya yang hilang lima tahun yang lalu. 

"I … ini …" manik kelam Hwa Gi mulai berkaca. Bibirnya tertarik membentuk seulas senyuman, tapi di detik itu juga air matanya jatuh menetes.

"Kalung ini terjatuh saat insiden kau ingin mengakhiri hidupmu." Jae Han melingkarkan tangannya ke leher Hwa Gi, membantu memasang kalung liontin bidadari pada sang pemiliknya. "Aku kembali ke rumah sakit tapi kamu sudah tidak ada, kau tahu hari itu adalah hari yang paling aku sesalkan, aku merasa sesuatu di dalam hatiku kosong."

Hwa Gi menunduk, memegang liontin bidadari. "Aku kira aku tidak akan pernah menemukan kalung ini lagi."

Jae Han menjepit dagu Hwa Gi dengan jari-jarinya. "Hey, kenapa menangis, lihatlah liontin dan air matamu itu tidak cocok, pria cantikku tidak boleh menangis." Jae Han menyeka air mata di pipi Hwa Gi lalu menyatukan dahinya dengan dahi Hwa Gi. "Maaf karena aku bodoh lima tahun lalu membiarkanmu menjauh, aku bodoh tidak bisa menolongmu ketika semua orang menyakitimu, bahkan aku juga ikut menambahkan rasa sakit itu."

"Emm … " Hwa Gi hanya bisa mengangguk-angguk. 

Jae Han mencium bibir lembut Hwa Gi. 

Cuaca tidak begitu cerah mungkin sebentar lagi akan ada badai salju, langit tampak berwarna kelabu. Kini ciuman dua insan bertambah intens, tangan Jae Han memegang pinggang Hwa Gi di atas pangkuannya, semakin menariknya mendekat.

Hwa Gi melenguh membalas ciuman, dia menjulurkan lidahnya ke dalam mulut Jae Han, bermain lihai. Ciuman terasa manis dan memabukkan, Jae Han tersenyum kecil di balik ciuman, dia semakin menyesap bibir kenyal Hwa Gi semakin rakus.

Seharusnya suhu tubuh semakin dingin karena suhu cuaca semakin menurun tapi tidak berlaku bagi Jae Han dan Hwa Gi. Dua tubuh saling berpelukan erat, kedua kaki Hwa Gi mengangkang di paha Jae Han, dia dapat merasakan benda di antara paha Jae Han semakin mengeras, jika saja tak ada kain penghalang pasti benda keras itu sudah masuk ke dalam liang hangat Hwa Gi.

Hwa Gi sedikit mendorong dada Jae Han karena kehabisan napas. Ciuman pun terlepas. "Hwa Gi aku menginginkanmu," ucap Jae Han, suaranya terdengar berat.

"Dengan kondisimu seperti ini?" tanya Hwa Gi bingung. 

Jae Han memeluk pinggang Hwa Gi menaikkan pinggulnya, hingga tubuh Hwa Gi terguncang "Ya, kau yang bermain di atas seperti ini!" 

"Ah! hentikan, ya aku mengerti tapi biarkan aku menyelesaikan ini." Hwa Gi meminta Jae Han diam lalu mengambil pisau cukur di atas meja, mencukur bulu-bulu halus yang tumbuh di dagu dan area rahang Jae Han. 

Namun, bukan Jae Han namanya jika tidak jahil, tangannya masuk ke dalam hoodie kebesaran Hwa Gi, mengelus, meraba seluruh punggung itu hingga tangannya beralih ke dada, menemukan titik sensitif pria cantiknya. "Jae Han diamlah, kau bisa terluka, shh … ah…" 

Bukannya diam Jae Han semakin gencar mengerjai niple Hwa Gi. Memilin, meremas kuat dan hal yang ditakutkan Hwa Gi akhirnya terjadi, karena dadanya yang dipermainkan, tangan Hwa Gi jadi gemetar, dia melukai dagu Jae Han dengan pisau cukur. 

"Akh!" pekik Jae Han.

Luka kecil itu mengeluarkan darah, lantas membuat Hwa Gi panik. "Sudah kukatakan berhenti melakukan itu, wajahmu terluka!" geruru Hwa Gi sambil meniup-niup luka di dagu Jae Han.

Beberapa saat kemudian acara mencukur selesai dan bertepatan dengan itu salju turun dengan lebat. Hwa Gi bergegas memapah Jae Han kembali masuk ke kamar.

"Ah kamu berat!" ucap Hwa Gi setelah berhasil memapah Jae Han untuk duduk di atas ranjang.

"Cih sebaiknya kau berkaca, siapa yang duduk di atas pangkuanku lebih dari setengah jam," balas Jae Han.

"Itu juga salahmu, kenapa tidak mau diam saat aku mencukur, tapi tetap saja aku minta maaf." Hwa Gi ikut duduk di ranjang. Dia memandangi sekeliling kamar dan dia tertarik pada  replika galiung yang ada di atas meja. 

"Wah replika galiung ini tampak bagus, milikmu?" tanya Hwa Gi. Dia sedikit tertarik lalu mengambil replika kecil itu, melihatnya dengan seksama.

"Bukan, replika galiung itu sudah ada saat aku datang kemari," sahut Jae Han.

"Oh… " Hwa Gi menaruhnya kembali.

"Tapi aku punya sesuatu yang lebih bagus." Jae Han duduk menjuntai dengan kedua tangan bertumpu ke ranjang, matanya melirik ke bagian bawahnya lalu tersenyum nakal pada Hwa Gi yang kini berada beberapa langkah darinya.

Namun, yang terjadi sekarang Hwa Gi mengejeknya dengan senyuman pongah berjalan mendekat, dia melepaskan hoodie tebal menyisakan kaos tanpa lengan yang juga berwarna putih. Hwa Gi dalam mode binalnya langsung mendekatkan bibir kecil penuh itu dan melumat bibir Jae Han.

 Tak pernah ada kata usai untuk Hwa Gi. Jae Han belum tahu bagaimana pemuda ini ketika memiliki tujuan pasti. Tepat ketika tautan bibir yang sedari tadi terjalin terlepas, Hwa Gi bak hewan ganas dengan acak melepas, menarik, kancing kemeja Jae Han. Hampir seluruhnya terlepas. Hanya sisa dua kancing bagian bawah. Berantakan. "Kau nakal sekali!" Gumam Jae Han.

Hwa Gi tersenyum smirk seperti sengaja. Seperti mengatakan bahwa dia adalah ratu dari permainan ini. "Kuanggap itu pujian," sahutnya sambil menggigit bibir bawahnya, memberi ekspresi seperti minta dijamah. "Kau ingin aku bermain bukan?" Sambung Hwa Gi.

Dalam keadaan tercekat, bibir Hwa Gi sudah bermain di dada Jae Han. Mencium, menggigit dan menjilat. Dada bidang itu juga membusung merasa ngilu ketika pucuk dadanya dipilin oleh Hwa Gi, perlahan turun sampai pada bagian bawah celana. Mengusap-usap milik sang kekasih dari luar yang kini sudah menggembung. Celananya begitu ketat. Sangat ketat, Sepertinya Ingin memasuki hole ketat dengan segera.

Zipper celana Jae Han dibuka. Tak bisa menunggu, Jae Han tak sabar lantas membantu menurunkan dengan terburu-buru. Masih tersangkut di kaki dan segera membuka dalemannya juga, begitu frustasi. 

Hwa Gi dalam posisi berlutut di lantai mendongak menatap Jae Han dan tersenyum begitu innocent, namun tidak dengan apa yang dia katakan. "Kau menyukainya? senikmat itu kah?" 

Sialan! Jae Han merasa diejek.

"Hwa Gi kau— Ughh …. " Jae Han tak sanggup melanjutkan kata.

Hwa Gi menggenggam pen*s keras Jae Han. Membuat pria itu tidak dapat melanjutkan kalimatnya. Kemudian mengecup pucuknya lalu kembali mendongak menatap ke atas dan kedua mata bulat seolah menggambarkan bahwa dia adalah pemuda paling polos di dunia. 

Persis seperti yang Jae Han harapkan sebelumnya namun lebih berbahaya. Hwa Gi membuat seolah dia menurut apa yang Jae Han katakan. Memberi kenikmatan dengan patuh. Padahal satu-satunya yang dikontrol di sini adalah Jae Han sendiri.

"Kenapa? kenapa diam saja? tidak suka?" tanya Hwa Gi lagi seraya tangannya maju mundur. Mengurut urat-urat timbul pada kejantanan itu. 

Jae Han hanya memejamkan mata dan mendongak. Tak dapat berbicara apalagi ketika gerakan tangan Hwa Gi semakin cepat. Satu-satunya yang keluar dari bibirnya adalah desahan. "Ahh..." 

"Katakan sesuatu. Aku harus tahu kau menyukainya atau tidak? aku ingin memasukan ke dalam mulutku tapi ragu kau tidak menyukainya," ujar Hwa Gi terdengar manja.

Jae Han mengerang. Menatap Hwa Gi dengan mengintimidasi namun pemuda itu tidak terlihat takut sedikitpun. Masih dengan wajah datar seolah begitu polos. 

 "Dan kau terlihat nyaman dengan apa yang aku lakukan. Hanya saja, aku tidak tahu pasti kau menyukainya atau tidak, kalau aku memasukan milikmu ke sini," tambah Hwa Gi seraya menyentuh bibirnya. 

'Fuck! Fuck! Fuck!'  Jae Han memaki dalam hati. 

"Suka! Suka sekali. Tolong masukan pen*sku ke dalam mulutmu. Hisap itu, jilat atau apapun. Aku butuh mulutmu." Jae Hsn frustasi secara seksual. Dia kalah untuk kemenangan di mana kenikmatan adalah pialanya. Bahkan kalimat yang meluncur dari mulutnya tak ada lagi ada sopan santun, tanpa saringan filter tata krama.

Hwa Gi puas,membuat Jae Han menjadi buas. Mereka berdua sama-sama menang dan kalah dengan cara yang berbeda. Jae Han menyerah dan membiarkan Hwa Gi memimpin tetapi dia mendapat kenikmatan. Hwa Gi berhasil memanipulasi dan memimpin namun memberi kenikmatan. Keduanya jelas menyukai kegiatan mereka. 

Jae Han merasakan dengan jelas hangat miliknya di bibir Hwa Gi. Bermain di pipi mulut sampai masuk ke dalam kerongkongan. Dijilat pada tiap urat-urat menonjol atau dihisap dengan kepala Hwa Gi yang maju mundur. Jemarinya meremas rambut Hwa Gi yang berantakan. Mendesah dan meminta lebih. 

"Nikmat sekali ah… Hwa Gi ini nikmat." Geram Jae Han.

Gerakan kepala Hwa Gi semakin cepat seraya Jae Han membantu menekan semakin dalam hingga dia tersedak, terbatuk. Milik Jae Han terlalu besar mengisi penuh. Begitu panjang hingga membuat kerongkongan terasa sesak. Sempat mengais nafas beberapa detik, lalu kembali dijejali lagi.

Seluruh tubuh Jae Han ngilu. Rasanya begitu nikmat sampai cairan precumnya sudah keluar dan dipastikan masuk ke dalam mulut Hwa Gi tertelan bersama air liur. Jae Han mencari puncak kenikmatan, menginginkan klimaks. Ingin merasakan bagaimana cum keluar sepenuhnya di mulut Hwa Gi.

Hwa Gi dan mulutnya yang kelewat lihai, berhasil membuat Jae Han sampai pada klimaks. Cairannya menyembur, Hwa Gi hendak menarik diri namun ditahan oleh Jae Han. "Mulutmu. Aku ingin keluar di mulutmu. Kau nikmat sekali!" 

Hwa Gi membiarkan cairan keluar di dalam mulutnya. Berkedut, hingga penuh dan sedikit tertelan. Ia tak suka rasanya. Setelahnya segera melepas hisapannya. Lemas, lelah dan cairan Jae Han yang ada di mulutnya keluar dan terjatuh. 

Jae Han harus menelan air liurnya sendiri karena Hwa Gi dengan mulut penuh percum terlihat begitu seksi dan indah.

Hwa Gi tahu peristiwa ini tidak akan berakhir sampai di sini karena sekarang, Jae Han sudah mengangkat kaos putih Hwa Gi lalu meminta melepaskan celana dan duduk di atas pangkuannya. 

Posisi yang sama seperti di balkon tad, tapi bedanya sekarang keduanya sama-sama telanjang dan sesuatu milik Jae Han sudah bangun lagi. Mereka bercumbu di siang hari, di atas ranjang hangat dengan background badai salju yang memutih.

Tbc




Continue Reading

You'll Also Like

90.9K 9.1K 37
FIKSI
469K 51.9K 32
[SUDAH TAMAT] Dunia memang sudah gila. Maka saat jalan hidup Leo sudah ditentukan oleh kedua orang tuanya pun ia tak marah. Tak pula sedih ketika ia...
191K 16K 13
Maaf karena saat ini aku hanya dapat memberikanmu pelukan. Tapi, aku benci melihatmu seperti ini. Jangan pernah lagi menangis di depanku. Aku janji...
375K 40.9K 27
[COMPLETE] Dalam kasta kehidupan mahasiswa ekonomi itu menempatkan dirinya pada kasta yang rendah. Baginya mereka yang berada di kasta atas adalah or...