(,) sebelum (.)

By Arrinda_sell

407K 34.7K 4.4K

Koma sebelum Titik. "Tau gak Mas, soal dua tanda baca ini?" Hujan menatap pria itu lalu melanjutkan kalimatny... More

πŸ’01
πŸ’02
πŸ’03
πŸ’04
πŸ’05
πŸ’06
πŸ’07
πŸ’08
πŸ’09
πŸ’10
πŸ’12
πŸ’13
πŸ’14
πŸ’15
πŸ’16
πŸ’17
πŸ’18
πŸ’19
πŸ’20
πŸ’21
πŸ’22
πŸ’23
πŸ’24
πŸ’25
πŸ’26
πŸ’27
πŸ’28
πŸ’29
πŸ’30
πŸ’31
πŸ’32
πŸ’ending

πŸ’11

12.4K 1.1K 163
By Arrinda_sell

Menjalani rutinitas setiap paginya, Hujan mengepel lantai kantor. Bintang mendapat posisi bagian lantai atas, sedangkan Hujan bagian lantai bawah tepatnya lobi kantor.

Tak lupa dia memasang papan peringatan lantai basah, meski ini masih tergolong pagi tetapi sebagian kecil karyawan sudah pada berdatangan. Bahkan bosnya pun telah tiba 3 menit lalu.

Dirasa sudah bersih semua, Hujan mengangkat ember beserta pel-nya menuju dapur. Namun baru beberapa langkah, seseorang masuk lalu yang entah sengaja atau tidak sengaja menginjak lantai yang masih basah. Akibatnya jejak sepatu tercetak jelas dilantai putih itu.

Hujan menggigit bibirnya antara kesal dan takut untuk menegur. Meski tak melihat wajahnya, tapi dari sepatu pantofel yang mengkilat cukup menggambarkan bahwa orang itu memiliki jabatan penting.

Menunggu beberapa saat, pemiliki sepatu itu belum juga beranjak.
Diam-diam Hujan mengangkat kepalanya, netranya melebar saat mengetahui bahwa mantan suaminya-lah yang sekarang ini berdiri sambil balas menatapnya datar.

"Maaf, lantai yang Anda injak masih licin. Takutnya Anda terpeleset." ujarnya memberanikan diri berbicara.

Awan tak menanggapi selain menunduk menatap tempatnya berpijak. Tanpa alasan tertentu, Awan mengetuk-ngetuk kaki yang berbalut sepatu pantofel-nya tersebut ke lantai. Semua tak luput dari perhatian Hujan.

"Lihat. Bahkan lantai putih ini tau mana yang orang tinggi dan mana orang yang rendah. Dia merelakan dirinya diinjak, tetapi dalam satu waktu ada seseorang yang akan terus membersihkannya agar terlihat mengkilap." sahut Awan mengangkat kepalanya dan menghunus tajam Hujan yang terdiam mencerna segala ucapannya.

"Sama sepertimu. Terlihat kotor tetapi memiliki sisi ingin seseorang selalu membersihkannya. Hingga image-nya terlihat bersih bagi yang melihat."

Sekarang Hujan mengerti tentang maksud Awan. Hujan bertanya-tanya, apa yang telah ia lakukan hingga Awan begitu benci padanya. Padahal perpisahan mereka pun terjadi secara baik-baik, Hujan tak menuntut apapun sebab selama menjadi istrinya, Awan-lah yang berbaik hati menanggung segala ekonomi keluarganya bahkan pengobatan mendiang sang ibu.

Pada akhirnya Hujan memilih berbalik meninggalkan lobi beserta Awan yang masih setia menyoroti punggungnya.

Lebih baik dia menghindari masalah dibanding menghadapinya. Yang ada Hujan rugi sendiri.


💍💍💍

Jam istirahat sudah berlalu sejak 5 menit lalu, momen yang membuat para karyawan memanfaatkannya untuk mengisi perut. Begitupun Hujan dan Bintang, keduanya baru bisa makan usai membersihkan halaman kantor yang terbilang cukup luas.

"Jan, lo udah denger belom?"

Di sela mereka menunggu pesanan, Bintang mengajaknya berbicara. Hujan menaikkan alisnya.

"Gue denger, Zendar Group bakal di akuisisi sama Ravastya Company. Pak Awan gak main-main buat ngeluarin anggaran gede."

Hujan membelalakan matanya, fakta yang dia dengar tentunya sangat mengejutkan. Bila Zendar di akuisisi, itu berarti Awan sudah memiliki hak pada kantor tempatnya bekerja. Dan dengan kata lain Awan akan menjadi atasannya juga.

"Kok di akuisis? Bukannya selama ini Zendar oke-oke aja. Stabil malah."

"Nah karena itu. Sesuai yang tadi gue bilang, pak Awan gak segan ngeluarin dana gede. Katanya dia punya ketertarikan kuat ama Zendar. Aneh kan, meski Zendar stabil tapi belum masuk kategori perusahaan besar. Masih banyak loh di atas Zendar." celetuk Bintang yang diangguki setuju Hujan.

"Keknya sih emang tertarik. Nanti kan pasti di kembangin ama pak Awan. Terus untungnya pasti bakalan gede." sahut Hujan yang dibalas gelengan kuat Bintang.

"Tapi, ada desas-desus yang gue dengar pas bersihin lantai atas. Katanya pak Awan punya kenalan penting di sini, wanita. Semacam mau deketin keknya." bisik Bintang sadar bahwa objek yang mereka bicarakan baru saja muncul dari pintu kantin.

Hujan mengerjap, memang siapa wanita yang bakal Awan dekati? Apa secepat itu dia melupakan Kia?

"Sstt, ada pak Awan." bisiknya kecil. Hujan refleks menoleh sebentar kemudian mengalihkan pandangan ke depan saat Awan menyorotinya dingin.

"Eh, dia liat ke sini cuyy. Liatin gue kali, ya?" sahut Bintang percaya diri.

Hujan tertawa kecil, lalu pesanan mereka datang.

"Ternyata lo pada di sini." seloroh Khatulistiwa sembari membawa semangkuk soto ayamnya.

"Katu, perasaan lo belum lama gajian. Terus kenapa lo miskol gue?" tanya Bintang mengingat beberapa saat lalu Khatulistiwa meneleponnya. Namun alih-alih suara pria itu, Bintang malah di hadapkan pada suara operator.

"Elah, gue chat lo kagak bales. Pulsa gue juga nol rupiah. Maklum, Wi-Fi," seloroh Khatulistiwa sambil menyeruput kuah sotonya.

"Tadinya gue mau minta Hujan buatin kopi." tambahnya menjadikan Hujan menaruh atensi penuh padanya.

"Maaf, Bang. Tadi sibuk banget."

"Katu, Katu. Manja bener dah lo. Ngapain mau nyuruh Hujan. Kan lo tinggal turun bikin sendiri." timpal Bintang sedikit jengkel. Tiba-tiba kaki Bintang ditendang dari bawah meja.

Pelakunya sudah pasti Khatulistiwa sebab Bintang bisa merasakan bagaimana ujung sepatu pantofel pria itu menyuduk betisnya. Tak lama Bintang mendengus, dia tau pasti bahwa pria itu ingin modus.

Hujan yang tidak tau apa-apa menatap Khatulistiwa bersalah. "Aku buatin ya, Bang."

"Eh eh, kagak usah. Aku becanda kok." sela Khatulistiwa menghentikan Hujan yang baru saja akan bangkit.

Hujan mengangguk kemudian ketiganya mulai berbincang ringan.

"Kamu suka telur rebus kan?" Khatulistiwa bersuara sembari menyerahkan satu butir telur bebek di piring Hujan.

"Hehehe, aku alergi telur bebek." katanya menyengir. Hujan tak permasalahkan, sebaliknya dia senang mendapati sebutir telur yang perbutirnya dihargai 7 ribu. Terkesan mahal bagi orang-orang seperti Hujan.

"Besok kamu ada waktu, gak?" tanya Khatulistiwa yang diam-diam didengarkan Bintang.

"Gak ada, Bang. Kenapa?".

Khatulistiwa tersenyum mendengarnya. Dia berdehem lalu mengaruk tengkuknya persis seperti orang salah tingkah. Menjadikan Bintang yang melihatnya mencebik.

"Besok ke festival yuk. Mumpung ada waktu." katanya tak langsung dijawab Hujan. Sebaliknya wanita itu membuat raut berpikir.

"Siapa-siapa aja yang pergi?"

"Kita berdua." perkataan Khatulistiwa terdengar ambigu bagi Hujan. Dia menatap Bintang, nampak gadis itu fokus pada makanannya padahal sebenarnya tidak.

"Bintang gak ikut?"

"Gak. Gue besok ada perlu. Lo bedua aja yang pergi." sela Bintang, tau apa maksud ajakan Khatulistiwa. Tentunya cowok itu ingin semakin mendekatkan diri pada wanita yang ditaksirnya secara diam-diam selama setahun ini.

"Oke."

Jawaban singkat Hujan membuat Khatulistiwa nyaris bersorak. Sayang, andai dia tidak berada ditempat ramai. Pada akhirnya Khatulistiwa mengacak rambut Hujan sebagai pelampiasan kebahagiaannya.

"Aku jemput besok."

💍💍💍

Kapal baru?

Kira2 dapet restu gak nih dari kalian?

Khatulistiwa bersanding dengan hujan kira2 cocok gak?

Atau awan dan hujan yang memang memiliki hubungan satu sama lain?

Next cepat?

Beri dukungan buat cerita ini.

Sampai jumpa di part selanjutnya.

Sayang ReLuvi banyak2😘😘

Continue Reading

You'll Also Like

1.3M 125K 38
Dipaksa mendaki Gunung bersama beberapa anggota pecinta alam membuat Khanaraya Raisa komat-kamit melontarkan kekesalan. Belum lagi harus tersesat ber...
47.1K 3.8K 49
Senja dan Saka sudah lama menyerah, bagi mereka hidup hanya tentang bertahan, ada dinding batas yang sulit untuk mereka runtuhkan. Mereka pernah baha...
79.5K 8.2K 29
Bengawan Kanigara terserang "Want-a-Boyfriend Syndrome". Cita-citanya dalam waktu dekat adalah punya pacar yang dapat menemani hari-hari suram sebaga...
133K 14.8K 49
I can smile because we're together, i can cry because it's you. So what can't i do? - smile flower