BYEFRIEND

By hfcreations

8K 1.1K 80

"Life is still going on, meski sempat gagal move on." Keiyona, wakil ketua OSIS Akasia, malas mempercayai rum... More

PERKENALAN
PROLOG
1- Ruang Jones
2 - Kutukan Ruang Jones
3 - Jomlo Again
4 - Jomlowati Patah Hati
5 - Helm Bogo
6 - Paguyuban Jomlo Merdeka
7 - Awas, Kecoak
8 - Teleponan, Yuk!
9 - I Hate Monday
10 - Wita Sarasvati
11 - Kurang Peka
12 - Merindukan Kasih Sayang
13 - Ide Gila Lukas Pranaja
14 - Gebetan Baru Mantan
15 - Hoax
16 - Terlambat
17 - Penawaran Spesial
18 - Telepati (?)
19 - Kesepakatan
20 - Perihal Move On
21 - Jaljayo
22 - Ada Apa Dengan Keiyona
23 - Di Atas Vespa
24 - Dua Jomblo Jalan-jalan
25 - Malaikat Pelindung
26 - Hujan dan Patah Kesekian
27 - Patahan Jadi Serpihan
28 - Api Dalam Jerami
29 - Kembali Berbicara
30 - Jadian
32 - Jatuh Cinta
33 - Persiapan Bazar
34 - Alih Tugas
35 - Keluarga Besar
36 - Kabar Buruk Yang Tertunda
37 - Why ?
38 - Roboh
39 - Perasaan Sebenarnya
40 - Pelukku untuk Pelikmu
41 - Jahat
42 - Tamu Istimewa
43 - Keputusan
44 - Mencuri Dengar
45 - Tentang Jatuh Cinta
46 - Misi Khusus
47 - Pengakuan
48 - Menuju Demisioner
49 - Malam Pesta
50 - Jogja dan Kembali

31 - Garis Terdepan

115 18 2
By hfcreations

BYEFRIEND BY HAZNA NUR AZIZAH

Instagram : @hsnrzz_ & @hf.creations

****

Bila kau butuh telinga tuk mendengar

Bahu tuk bersandar raga tuk berlindung

Pasti kau temukanku di garis terdepan

Bertepuk dengan sebelah tangan

Garis Terdepan-Fiersa Besari

"Gini aja, deh. Lo lupain aja opsi pertama saran Bu Wita, dan jalankan misi untuk opsi yang kedua."

Yona menengadahkan kepalanya menatap langit-langit kamar. Kalimat Lukas yang dikatakan saat berada di pondok tadi berputar-putar seperti gasing. Itu anak maunya apa, sih? Menyuruh Yona untuk tidak merisaukan status jomlonya, tetapi menyarankan Yona untuk cepat-cepat jadian dengan Sagara. Padahal belum tentu Yona menyukai Sagara. Iya, kan?

Iya. Seharusnya iya. Yona tidak mungkin menyukai Sagara lebih dari seorang teman. Atau lebih tepatnya, tidak boleh.

"Ya, nggak boleh. Gue nggak boleh suka sama Sagara. Dia, kan, cuma teman plus rekan satu organisasi. Sama kayak Lukas, Rendy, Keiko, dan yang lain." Yona meyakinkan hatinya yang mulai kebat-kebit sejak Lukas mengutarakan ide konyolnya.

"Iya, sih, belakangan gue memang dekat dengan Sagara karena sebuah ketidaksengajaan, tapi bukan berarti dekat yang PDKT gitu, lho ...."

Yona hanya berempati pada hidup Sagara yang tidak semenyenangkan kehidupan remaja seusianya. Bayangkan saja, Yona umur enam belas tahun masih memikirkan berapa uang saku yang akan diberikan ibunya di hari esok, sedangkan Sagara di umur yang sama sudah berpikir untuk membahagiakan orang-orang di sekitarnya. Yona jadi merasa malu mengingat dirinya yang masih begitu sering menyusahkan orang tua dan saudara-saudaranya, tanpa pernah memikirkan balas budi.

Hufffttt ... napas berat terembus. Sejurus kemudian, Yona memutuskan untuk bangkit dari kursi. Sebelah tangannya yang terkepal diangkat tinggi-tinggi. "Mari perbaiki diri!" ucapnya menggebu.

Urusan cinta bukan hal yang harus dipusingkan saat ini. Nanti juga kalau jodoh datang sendiri.

Yona bergegas membongkar tas kuningnya untuk mengeluarkan tugas-tugas sekolah dan pekerjaan OSIS. Cewek itu bertekad akan memperbaiki diri dan inilah titik awalnya.

Sebelum menyelesaikan tugas-tugasnya, Yona menulis sebuah kalimat di atas kertas berukuran 40×30cm dengan tinta biru menyala.

NGGAK PERLU JADI POWER RANGERS KALAU MAU BERUBAH, CUKUP JADI DIRI LO YANG LEBIH UPGRADE AJA!

Begitu bunyi tulisan yang Yona pajang di dinding kamarnya.

^^^

Sagara duduk di bawah pohon manga, mengamati Syahnaz yang duduk anteng di atas ayunan berbahan dasar besi, tak jauh dari tempatnya meneduh. Hari sudah beranjak sore, tapi Syahnaz belum mau beranjak dari tempat itu.

Hari ini mereka mengunjungi taman di dekat taman kanak-kanak yang ada di kompleks mereka. Sengaja ingin mengenang masa kecil. Dulu, bersama Salma, Syahnaz dan Sagara rutin mengunjungi taman itu. Salma duduk di ayunan tempat sekarang Syahnaz duduk. Sedangkan Syahnaz dan Sagara bermain perosotan.

Meski saat itu Sagara dan Syahnaz sudah memasuki usia Sekolah Dasar, bagi mereka bermain di taman bersama Salma adalah hal yang membahagiakan. Buktinya sampai sekarang mereka masih sering mengenang.

Mengenang senyum Salma yang dibekukan oleh kamera. Mengenang kebersamaan mereka yang tak lekang dimakan usia. Mengenang ... apa saja yang seharusnya dikenang.

"Kangen Mama ya, Dik?" Suara lembut Syahnaz memaksa Sagara mengakhiri lamunannya. Gadis itu tersenyum sendu kepada sang adik.

Sagara balas tersenyum. Sedikit bergeser untuk memberikan ruang agar kakaknya bisa duduk. "Kangen Mama udah jadi kerjaan aku, Kak. Kakak juga?"

Napas berat terembus. Syahnaz menggenggam tangan Sagara untuk saling menguatkan. "Mama sudah bahagia. Pasti. Kangen itu wajar, kok. Jangan lupa selalu doakan Mama, Dik," kata Syahnaz.

Atmosfer berubah sendu. Ditambah langit yang berubah gelap secepat kilat.

"Perasaan tadi masih panas, ya? Kok, udah mau hujan aja?"

Syahnaz berdiri untuk menatap langit yang semakin gelap. Diikuti Sagara yang langsung mengajak Syahnaz pulang sebelum hujan turun. Namun, terlambat. Kalau ada lagu yang judulnya "Mendung Tanpo Udan" maka yang terjadi sekarang adalah "Udan Tanpo Mendung".

Sagara merapatkan bahu Syahnaz dengan bahunya. Melindungi gadis itu dari hujan menggunakan jaket yang difungsikan sebagai payung. Muda-mudi itu memilih masuk ke area TK yang kebetulan tidak dikunci gerbangnya.

"Lumayan deras hujannya, gimana cara kita bisa pulang?" tanya Sagara. Wajahnya langsung panik saat menatap air langit yang turun membasahi bumi.

"Kamu kenapa panik gitu, sih?" tanya Syahnaz. Keningnya berlipat, tapi bibirnya menyunggingkan senyum geli. Apalagi saat wajah Sagara jadi kebingungan sesaat setelah Syahnaz mengembalikan jaket hitam milik cowok itu.

"Kenapa dikembalikan? Kak Syahnaz nggak dingin?" Buru-buru Sagara memakaikan jaketnya ke tubuh mungil sang kakak.

"Huh!" Debus keluar dari mulut Syahnaz, kontan menghentikan kegiatan Sagara memasukkan sebelah tangan Syahnaz ke dalam lengan jaket.

"Kenapa, Kak?"

Hidung Syahnaz mengerut. "Boleh, nggak, Kakak minta kamu jangan perlakuin Kakak kayak orang sakit terus?"

Sesaat, Sagara terdiam. Menatap Syahnaz tepat di kedua matanya yang kehilangan binar. "Kak ...."

"Ini cuma hujan air, Kakak nggak bakal kenapa-kenapa. Kamu nggak perlu berlebihan, Sagara." Nada lelah tergambar jelas di sana.

Sagara mundur perlahan. Ditatapinya sang kakak yang tengah menahan tangis. "Kak, aku ...." Blank. Sagara batal mengucapkan kalimatnya. Dia sama sekali tidak menyangka Syahnaz akan mengatakan hal seperti itu.

"Kakak tau kamu cuma mau melindungi Kakak, tapi ... Kakak mau bebas, Dik. Setahun di rumah sakit itu seperti hidup di penjara."

Sagara menunduk semakin dalam. "Lalu, apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanyanya. Suaranya selirih angin.

Syahnaz maju selangkah mendekati Sagara. Ditepuknya bahu kokoh itu untuk beberapa saat. "Kakak nggak bermaksud bikin kamu merasa bersalah seperti ini, Dik. Udahan nunduknya," ucap Syahnaz lembut. Ketika Sagara mengangkat kepalanya, Syahnaz tersenyum. Kemudian menarik hidung Sagara hingga memerah.

"Aduh."

"Ck, ck, ck. Ternyata kamu masih kayak anak TK, ya? Padahal Kakak lagi nggak marah-marah."

"Eh?"

"Apanya yang 'eh'? Nih, pakai jaket kamu."

"Terus Kakak?"

Syahnaz senyum-senyum sendiri melihat raut kebingungan Sagara. Ditariknya lengan cowok itu untuk keluar dari teras TK. Inilah yang Syahnaz inginkan: bersenang-senang di bawah hujan.

Karena dia tidak tau, akan ada momen menyenangkan lain atau tidak dalam hidupnya yang mungkin tidak akan lama.

"Kak Syahnaz serius mau main hujan?"

"Serius, Dik. Ini menyenangkan!"

Kalau sudah begitu, Sagara tidak bisa apa-apa, bukan?

^^^

Kalau bukan ketua OSIS, Sagara pasti lebih memilih mengirimkan surat izin tidak masuk sekolah dan menjaga kakaknya di rumah. Ya, setelah hujan-hujanan kemarin, Syahnaz demam. Suhu badannya memang tidak terlalu tinggi, tapi Sagara khawatir setengah mati. Pagi tadi, Sagara sudah berniat membolos, tapi Syahnaz melarang dengan keras dan mengancam tidak akan makan sampai malam. Sagara akhirnya mengalah. Dan di sinilah dia sekarang, duduk melantai di sudut ruang OSIS, mencoba membunuh kecemasan yang ada di dadanya.

Inti OSIS lain sibuk mengerjakan tugas mereka masing-masing. Ada yang berkutat dengan laptop untuk membuat surat, ada yang berkerumun untuk membahas konsep bazar, dan masih banyak lagi. Satu-satunya orang yang duduk diam tidak melakukan apa pun adalah Sagara. Hal itu membuat sebagian merasa heran.

"Bapak lo lagi kenapa, deh, Lun?" Keiko yang duduk di sebelah Luna melirik tajam ke arah Sagara. "Bisa-bisanya malah nyantai di lantai, padahal anak-anaknya lagi pada sibuk!" Bibirnya mulai nyinyir.

Sagara sadar dirinya telah menjadi bahan pembicaraan sekarang, tapi dia tidak bisa melakukan apa pun. Otaknya nge-blank, yang ada di kepalanya sekarang hanya kecemasan.

"Gar?" Tiba-tiba bahunya disentak. "Lo nggak ada kerjaan selain bengong di pojok begini?" Suara Rendy terdengar malas. Lebih malas lagi saat tidak mendapatkan respons dari Sagara.

"Lo lagi ada masalah apa, sih?"

"Masalah?" Satu alis Sagara dinaikkan. Meski memang ada masalah, cowok itu tidak akan mengakui secara gamblang. "Gue lagi mikir." Hanya itu yang Sagara ucapkan.

Rendy menghela napas berat, malas meladeni Sagara yang sedang tidak jelas. "Ketua macam apa lo?" gumamnya.

Sagara mendengar dengan jelas umpatan itu, tapi tidak ada daya untuk meladeni Rendy. Saat ini otak dan hatinya benar-benar tidak sinkron.

Yona sedang membantu Ayumi saat Rendy melewatinya sambil misuh-misuh nggak jelas.

"Kenapa lo?" tanyanya ketika Rendy mendekat.

Wajah cowok itu keruh maksimal. "Bapak lo, tuh! Yang lain pada sibuk, dia malah mager-mageran di lantai."

Tatapan Yona langsung tertuju pada Sagara yang masih diam di tempatnya. "Ngapain dia?"

"Tau tuh. Kesurupan, kali!"

"Mulut lo, Ren." Enggan menanggapi Rendy yang sudah bersiap untuk melontarkan kata-katanya yang pedas, Yona memilih beranjak dari kursi. Tidak langsung menghampiri Sagara, Yona lebih dulu mendekati Luna dan Keiko. Dia berpura-pura menawarkan bantuan, padahal niatnya adalah memata-matai Sagara. Ah, bukan memata-matai, Yona hanya ingin tau apa yang terjadi pada cowok itu.

Kalau diingat, dari pagi Sagara memang sudah tidak ceria. Wajahnya begitu lesu dengan kerutan di kening yang tak kunjung hilang. Dia seperti sedang memikirkan sesuatu yang penting.

"Kalian tau Sagara kenapa?" Yona berbisik. Membuat Luna dan Keiko menoleh ke arahnya.

"Kak Gara? Tau tuh, dari tadi ngadem di lantai. Jadi pengin ikutan," jawab Ayumi. Sama sekali tidak membantu.

"Mager kali, Kak. Atau lagi merenung mungkin." Keiko juga sama saja.

Yona cuma mengangguk-angguk pura-pura paham. Intuisinya mengatakan, bahwa Sagara sedang tidak baik-baik saja. Yona ingin mendekat kemudian bertanya, tetapi Sagara tidak akan suka. Jadi, inilah yang dilakukannya. Mengirim sebuah lagu yang akhir-akhir ini sering ia putar: "Garis Terdepan".

Gue:

Dengerin, resapi liriknya. Lima menit kayaknya cukup.

Abis itu lanjut nugas, ya. Nggak enak sama yang lain.

Masa ketuanya mager-mageran, kan, jadi pengen ikutan. Hehehe

Pesan itu berubah centang biru dalam waktu singkat. Yona melempar senyum ketika Sagara melirik ke arahnya. Berharap Sagara menangkap sinyal dari syair lagu yang ia kirimkan.

Continue Reading

You'll Also Like

1M 52.5K 69
Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangan...
3.6M 175K 64
[SEBELUM BACA YUK FOLLOW DAN VOTE SETIAP CHAPTER SEBAGAI BENTUK PENGHARGAAN BUAT AUTHOR YANG CAPE CAPE MIKIR ALURNYA, YA WALAU MUNGKIN ADA YANG GAK M...
ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2.3M 124K 60
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
927K 90.4K 50
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...