Mystique Ocean

By kenzaputrilia

1K 263 76

Di Mystique Forest, Lara memiliki pusaka dan teman-temannya untuk bertarung demi menyelamatkan Buitenville da... More

#0 Foreword
#2 Half Alive
#3 Sleepless Nights

#1 Stood on the Cliffside

206 67 6
By kenzaputrilia

Kepercayaan memiliki harga yang mahal.

Itulah satu pelajaran paling berharga yang Lara petik dari segala rentetan masalah di Mystique Forest dan Mystique Town. Selama ini, dia terlalu naif dan berpikir bahwa semua orang di dunia itu baik—terutama sebelum peristiwa di Mystique Forest. Menjadi orang yang selalu dianggap tidak ada membuatnya tumbuh menjadi pribadi yang mudah terbuai oleh rayuan manis dan pujian dari orang-orang di sekitarnya padahal tidak semuanya tulus: ada orang yang memanfaatkannya demi keuntungan pribadi; seperti Natasha dan Grant.

Pasca pertumpahan darah di Mystique Forest, Lara memang merasa dikhianati oleh kedua orang itu. Natasha, satu-satunya sahabatnya justru menjadi mendekatinya hanya karena memiliki niat busuk di baliknya. Dan, Grant, pelatih pusakanya yang dipikir Lara adalah orang pertama yang membuatnya tersadar bahwa dia lebih kuat dari yang dikiranya, diam-diam merencanakan keruntuhannya.

Dari kedua pengkhianatan yang dialaminya di Mystique Forest, semuanya tidak sebanding dengan apa yang terjadi di Mystique Town. Dia merasa ditipu, diperalat, dimanipulasi, dimanfaatkan, semuanya terjadi dalam satu jentikan jari. Dia sadar bahwa dunia lebih kejam dari yang selama ini duganya. Meski sudah sama-sama berjuang, manusia selalu bisa berubah dan menyakitimu kapan saja. Dan, luka yang paling dalam adalah yang diciptakan oleh orang yang paling dekat denganmu. Mereka tahu betul tombol mana dalam dirimu yang dapat menghancurkanmu hingga berkeping-keping.

Terlalu banyak hal yang terjadi hari ini hingga rasanya kepalanya akan meledak detik itu juga. Satu pengkhianatan membangkitkan pengkhianatan lainnya. Satu kebohongan melahirkan kebohongan lainnya. Rasa percaya? Lara bahkan tidak memiliki kepercayaan pada kewarasan dirinya saat ini. Lebih buruk dari itu semua, kini dia terpaksa harus terjebak dengan seorang yang telah meninggalkan bekas luka terdalam.

"Aku Theo yang asli."

Omong kosong apa lagi itu? Lara yakin sosok Theo yang ambruk di atas tanah kini hanyalah salah satu jebakan yang diciptakan Grant untuk melanjutkan permainan bodohnya ini. Pria tidak punya hati nurani itu masih belum puas mengambil segalanya dari Lara. Apa yang akan terjadi jika Lara membantu Theo berdiri? Lelaki itu mungkin bisa saja langsung mendorongnya hingga mati tergulung ombak, tepat seperti yang Grant lakukan di ruang dimensi ketika Lara melakukan tes pusaka.

Segala kesialan ini memang diawali oleh tes pusaka bodoh. Sebelum hari itu, hidup seorang Lara Arletta baik-baik saja meski tidak ada yang mengenalnya sebagai pahlawan Buitenville. Dia tidak pernah menyesali hidupnya yang biasa-biasa saja, dia menikmati setiap waktunya tanpa pusaka. Mungkin itulah penyebabnya tidak begitu merasa kehilangan pasca lenyapnya pusaka. Dia sudah terbiasa dengan itu semua. Satu-satunya yang tidak rindukan hanyalah keberadaan keluarga yang utuh.

Dia merindukan hari-hari ketika satu-satunya hal yang dikhawatirkannya adalah kelas filosofi. Tidak ada pertumpahan darah, tidak ada yang mengancam nyawanya, tidak ada mimpi buruk yang menghantuinya setiap malam. Ketika dia membuka mata pada pagi hari, hal pertama yang didengarnya adalah suara sang adik, Nico, yang mengetuk pintu kamarnya dengan cara yang aneh—mengucapkan tok-tok-tok alih-alih mengetuk pintunya—juga mendengar nasihat kehidupan oleh ayahnya di meja makan saat sarapan, sementara ibunya selalu menjadi orang pertama yang mendengarkan keluh kesah Lara.

Kini yang ada di hadapannya hanyalah kekosongan. Adiknya tidak diketahui keberadaannya; apakah masih bernapas atau tidak. Ayahnya yang menjadi korban peristiwa Mystique Forest telah tiada. Ibunya diculik dan masih belum ditemukan titik terangnya.

Semuanya direnggut oleh Grant dan obsesinya yang masih tidak bisa dimengerti oleh Lara. Sebenarnya apa kesalahan gadis berusia tujuh belas tahun yang hanya ingin hidup normal seperti orang kebanyakan ini? Andaikan memiliki kesempatan untuk mengulang waktu, Lara lebih memilih untuk melewatkan tes pusaka sehingga dia tidak akan bertemu dengan Grant. Mungkin dia tidak bisa menghindar dari bencana alam ini, tapi setidaknya akan ada perubahan meski kecil kemungkinan.

Lara melirik Theo yang duduk terbaring di atas tebing dengan mata tertutup tampak menahan rasa sakit. Luka memar pada sekujur tubuh Theo tampak menggelap di bawah sinar rembulan, pertanda bahwa lukanya mungkin sudah cukup lama menghiasi kulitnya. Berbeda dengan Theo yang menodongkan senjatanya beberapa saat yang lalu—Theo yang jahat itu tampak sangat sehat bugar tanpa ada luka.

"Theo," panggilnya. Memastikan bahwa telinga lelaki itu masih berfungsi.

Theo tidak menjawab, tetapi tubuhnya menggeliat. Matanya perlahan terbuka, menyipit seolah-olah tubuh Lara dapat memancarkan cahaya yang menyilaukan matanya.

"Lihat aku, Theo!" desaknya.

Theo menurut. Mata kanannya terbuka, sementara mata kirinya menutup karena terluka lebih parah. Lara membiarkannya.

"Beri tahu Grant bahwa aku tidak akan tertipu dengan permainan gilanya lagi." Satu hal yang tidak Lara percayai muncul lagi: bersikap dingin pada Theo. "Aku tidak peduli dengan rencana selanjutnya yang membuatmu sekarat seperti ini hingga aku merasa iba. Entah apa yang dirancang kalian berdua untuk menipuku, lalu menyeretku agar semakin menderita dan terpuruk. Aku hanya penasaran kepada kau tidak membunuhku ketika kau memiliki kesempatan? Bisa saja kau menarik pelatuk dan meledakkan kepalaku. Tanpa kau melakukan dua hal itu juga memang rasanya kepalaku akan meledak." Lara menghela napas setelah menyadari suaranya kini bergetar. "Atau itu kan yang kalian mau? Menyiksaku secara psikis terlebih dahulu untuk membuat kalian puas dan senang?"

Theo membuka mulutnya yang memiliki bekas luka pada sudut bibirnya. "Lara, perlu kau ketahui bahwa hal terakhir yang kulakukan adalah menodongkan senjata padamu. Aku tidak akan melakukan itu meski terpaksa. Lebih baik aku membunuh diriku sendiri."

"Ha. Tepat seperti apa kuduga keluar dari mulutmu." Lara memalingkan wajahnya ke langit yang gelap. Berpikir bahwa di suatu tempat, Grant dan teman-temannya sedang menyaksikannya dari sebuah layar besar. Penderitaan Lara adalah hiburan bagi mereka. "Skenariomu sudah terbaca. Kalian memang menganggapku bodoh dan ya, mungkin aku memang bodoh, tapi aku belajar dengan cepat dan aku tidak akan membiarkan diriku masuk ke lubang yang sama untuk ke dua—tidak, kesekian kalinya. Aku akan mencari cara sendiri untuk menyelamatkan keluargaku dari permainan ini dan akan kupastikan kau juga akan mati di tanganku."

Lara menakan bibirnya setelah berkata bahwa dia akan membunuh Theo karena kata-kata itu masih terdengar sadis di telinganya dan tidak pantas untuk dikatakannya. Dia masih memiliki moral, tidak seperti komplotan Grant. Namun, siapa peduli dengan moral di saat seperti ini? Lara tidak segan untuk membunuh jika diperlukan, jika nyawanya dan orang yang disayanginya terancam.

"Lakukan saja sekarang, Lara," balas Theo yang kembali memejamkan matanya seolah-olah membuka kelopak mata begitu menguras energinya. "Seperti yang kau bilang; bunuh aku selagi kau memiliki kesempatan."

Melihat Theo yang sama pasrahnya dengan dirinya justru malah membuat Lara goyah. Tidak, tidak. Ini yang mereka inginkan, pikir Lara mencoba untuk meyakinkan dirinya sendiri agar tidak terjebak lagi dan lagi. Dia berharap dalam situasi ini, dia memiliki Nico untuk membantunya berpikir. Adiknya yang menyebalkan itu selalu bisa memberinya jalan keluar. Namun, kini dia kehilangan satu-satunya orang yang paling dipercayainya juga.

Keputusan sepenuhnya ada di tangannya.

Ini saatnya. Sudah waktunya Lara mengambil keputusan sendiri. Dia harus bisa membuktikan bahwa tanpa keberadaan teman-temannya pun Lara bisa bangkit. Dia tidak boleh membuktikan dugaan Grant benar, bahwa dia tidak ada apa-apanya tanpa pusaka dan teman-temannya.

"Aku tidak akan membunuhmu, Theo, untuk saat ini." Lara mengingat Theo pernah mengatakan bahwa Lara adalah satu-satunya orang di sisinya untuk saat itu. "Aku tidak ingin melihat wajahmu lagi atau apa pun yang berkaitan denganmu. Silakan loncat dari tebing ini juga kau benar-benar serius dengan ucapanmu yang lebih memilih untuk membunuh dirimu sendiri daripada harus membunuhku."

Lara tidak tahu apa yang dikatakannya serius atau tidak. Namun, setidaknya itu dapat membuktikan pada Grant (terutama jika dia menyaksikan semua ini) bahwa dia tidak akan terpancing dengan umpan Theo yang sekarat.

Namun, Lara serius dengan ucapan bahwa dia tidak ingin melihat wajah Theo lagi. Sebelum lelaki sekarat yang terbaring itu membalas ucapannya, Lara lebih dulu angkat kaki meninggalkannya sebagai bukti bahwa dia serius dengan ucapannya. Dan apabila Theo juga sama seriusnya, maka dia akan lompat dari tebing seperti yang diucapkan Lara.

Di kota tak berpenghuni, satu-satunya suara yang terdengar adalah ombak dan angin malam yang meniup pasir pantai. Tidak terdengar suara Theo yang memanggil namanya, entah karena lelaki itu tidak sanggup berteriak atau telinga Lara tidak menangkapnya karena suara Theo tergulung ombak, seperti tubuhnya ketika dia melompat dari tebing.

Langkah Lara terhenti ketika dia sudah sampai di belokan pertama yang menjadi tempat Theo memarkirkan truknya. Dia menoleh ke sekitarnya. Suasana tepi pantai sangat sunyi, bohong apabila Lara berkata bahwa tidak ada rasa takut dalam dirinya. Ini pertama kalinya dia sendiri di tengah kota yang tidak dikenalnya meski dia sudah hidup selama 17 tahun di sini—di Buitenville asli, bukan Buitenville versi Mystique Town.

Gadis itu merutuki dirinya sendiri karena banyak hal. Pertama, dia ternyata tidak seberani yang dipikirnya—atau yang diharapkan dirinya. Kedua, dia bertingkah angkuh di hadapan Theo yang sekarat. Padahal, sebenarnya jika dipikir lagi dia bisa saja memanfaatkan sekaratnya Theo menjadi senjata baginya. Dia bisa berpura-pura menjadi Lara bodoh yang mudah tertipu selagi menyusun rencana untuk menyelam lautan dan menyelamatkan keluarga dan teman-temannya.

Itu rencananya untuk saat ini. Hanya Theo yang menjadi senjatanya—atau mungkin lebih tepat disebut sebagai tamengnya. Avery dan Natasha Delova tidak akan membiarkan Theo mati, benar kan? Benar?

Untuk menjalankan misinya itu, dia membalikkan tubuh. Berlari ke arah tebing yang menjadi tempat dia meninggalkan Theo. Meski pusakanya hilang, kemampuan larinya tetap melekat pada tubuhnya.

Matanya membelalak begitu menyaksikan Theo yang merangkak ke arah bibir tebing. "THEO!" teriaknya, semakin mempercepat langkah kakinya hingga berhasil menahan pundak Theo agar tidak terjun dari tebing. "Kau sudah gila, huh? Jangan dengarkan kata-kataku!"

Theo terkulai lemas dalam pelukan Lara, dia melingkarkan tangannya dan membalas pelukannya. "Lara, kau kembali," bisiknya, terdengar dengan jelas di telinga Lara. "Maaf."

"Aku kembali," ulang Lara. Jantungnya berdegup kencang dan dia berharap Theo tidak merasakannya. Namun, bukannya bagus? Theo akan mengira bahwa Lara jatuh ke dalam perangkapnya dengan Grant padahal semuanya hanya rencana gadis itu untuk memainkan perannya.

Namun, Lara tidak tahu, apakah kini jantungnya yang berdegup kencang juga merupakan bagian dari rencana atau karena tubuhnya dan Theo yang sudah tidak berjarak. Dia tidak ingat kapan terakhir kali Theo memeluknya seerat ini, seolah-olah dia sungguh merindukan Lara. Kehangatan yang sebelumnya tidak Lara rasakan meski selalu bersama Theo akhir-akhir ini.

Apakah benar Theo yang asli ini adalah Theo yang pernah berkata bahwa dia rela berjuang bersamanya di Mystique Forest dan bukan Theo yang menodongkan senjata padanya di Mystique Town?

"Theo," panggil Lara. Dia hendak melepas Theo agar dapat melihat wajah Theo. Dia butuh melihat perubahan ekspresi dan matanya agar dapat memastikan sesuatu. Namun, Theo enggan untuk melepasnya seakan-akan dia akan kehilangan gadis itu untuk selama-lamanya. "Aku punya pertanyaan."

"Tanyakan saja," balas Theo. "Aku tahu kau punya banyak pertanyaan dan aku akan menjawab semuanya."

Tampaknya Theo sudah membaik karena dia kini banyak omong dibandingkan tadi, yang justru menimbulkan kecurigaan dalam benak Lara. Akan tetapi, untuk kali ini dia akan mengabaikannya, memikirkannya nanti. Yang akan dilakukannya saat ini adalah memberikan pertanyaan paling penting dalam hidupnya.

"Apa maksudmu tentang Theo yang asli?"

Continue Reading

You'll Also Like

648K 66.6K 64
KARYA ASLI BUKAN NOVEL TERJEMAHAN CERITA INI DIBUAT UNTUK DINIKMATI BUKAN UNTUK DI PLAGIAT, HARAP DIBACA DAN JANGAN DI JIPLAK.? I was kidnapped by...
175K 7.2K 35
"Dia seperti mata kuliah yang diampunya. Rumit!" Kalimat itu cukup untuk Zira menggambarkan seorang Zayn Malik Akbar, tidak ada yang tidak mengenal d...
423K 57.4K 93
Judul asli :《逃到荒原后,我发现自己怀孕了》 Author : Luobo jing《萝卜精》 Status : Completed (87 bab+6 extras ) Fang Chen terkenal di dunia antarbintang, dan ia terus be...
23.9K 1K 23
Tentang anak berandalan yang di jodohkan dengan CEO yang sangat amat terkenal di kota nya. Ini tentang MARKNO ‼️ Jangan salah lapak‼️ BXB‼️ BL‼️ ga s...