I Did [VMin]

By WinAshaa

6.1K 828 304

Ada yang tahu arti kebetulan? Berapa kebetulan yang pernah terjadi dalam hidupmu? Apakah kebetulan itu beraki... More

Prolog 00
Chapter 1 - Nama
Chapter 2 - Pertama
Chapter 3 - Nomor
Chapter 4 - Tak Tidur
Chapter 5 - Bait kata
Chapter 6 - Canggung
Chapter 7 - Ingatan
Chapter 8 - Roti Isi
Chapter 9 - Aku cantik?
Chapter 10 - Hangat
Chapter 11 - Pintu
Chapter 12 - Api Unggun
Chapter 13 - Saingan
Chapter 14 - Kuyup
Chapter 15 - Aksi
Chapter 16 - Kakak datang!
Chapter 17 - Kembali
Chapter 18 - Pulang Bareng.
Chapter 19 - Kangen
Chapter 20 - Peduli
Chapter 21 - Jenguk
Chapter 22 - Pulang
Chapter 23 - Diikuti
Chapter 24 - Sibuk
Chapter 25 - Kembali
Chapter 26 - Makan Siang
Chapter 27 - Latu
Chapter 28 - Dia siapa?
Chapter 29 - Puzzle bertambah
Chapter 30 - Bercak Merah
Chapter 31 - Menyelamatkan
Chapter 32 - Dua orang aneh
Chapter 33 - Rahasia mulai terungkap
Chapter 34 - Jati diri
Chapter 35 - Penculikan
Chapter 36 - Barter
Chapter 38 - Lengah
Chapter 39 - Titah
Chapter 40 - Nekat
Chapter 41 - Disekap
Chapter 42 - Tertangkap
Chapter 43 - Pertarungan
Chapter 44 - Dalang
Chapter 45 - Pembalasan
Chapter 46 - Kemarahan
Chapter 47 - Ganjaran
Chapter 48 - Rumah
Chapter 49 - Awal yang baru
Chapter 50 - Epilog

Chapter 37 - Terluka

92 8 0
By WinAshaa

#day 37
#clue : Mur

Suara deru motor yang berhenti di depan rumah, membuat orang-orang yang ada di dalamnya beranjak dan waspada. Felix keluar dari kamar yang menyekap Darrel, setelah diberitahu jika Aruna telah sampai. Dengan senyum yang merekah di wajahnya, ia berjalan cepat ke depan untuk menemui mereka. 

Namun sayangnya ia kecewa atau lebih tepatnya benci ketika melihat Axcel terus menggenggam tangan Aruna. Felix juga sangat tahu jika pria mungil itu ketakutan dan wajah sembabnya kentara jelas karena terus menerus menangis.

Ingin rasanya Felix mengambil alih tangan itu lalu memeluknya, menjadikan Aruna hanya miliknya. Tapi itu sepertinya akan sulit karena pria itu sendiri telah menolaknya. 

"Gue cuma mau Aruna, kenapa kalian ikutan?" Felix berjalan mendekat, bermaksud untuk meraih Aruna. 

"Jangan berani-berani maju!" ancam Axcel, menyembunyikan Aruna di belakangnya. 

"Lu pikir gue takut? Gue cuma nagih perjanjian awal kita."

"Gue gak bilang setuju untuk pertukaran Aruna sama Kakaknya, kalo lu mau kalungnya, nih ambil!" Axcel mengulurkan tangannya yang menggenggam sesuatu. 

Felix menatap ke arah tangan Axcel seperti waspada, ia hendak meraih tangan Axcel sampai Arkan menghentikannya. 

"Keluarin Darrel dulu," Arkan menahan pergelangan tangan Felix dengan ekspresi wajahnya yang dingin. 

Felix menatap tajam Arkan yang memegangi tangannya, genggaman tangan itu sangat kuat dan mungkin akan meninggalkan bekas atau bisa saja tanpa sengaja Arkan meremukkan tulangnya. 

"Lu lukain gue, gak bikin dia selamat, tinggal ngitung menit sampe dia kehabisan darah," ucapan Felix semakin membuat Arkan emosi, tapi dia segera melepaskan tangan Felix begitu saja. 

"Bawa Darrel keluar, gue kasih kalung ini sama lu," 

Belum selesai perdebatan mereka diluar sana, tiba-tiba suara keributan dari dalam rumah memecahkan fokus Felix. 

Seseorang datang dengan sebelah tangannya yang hangus dan berteriak jika ada wanita gila yang mengamuk di dalam rumah. Arkan tersenyum simpul, ternyata rencananya berhasil. Felix melihat ke arah mereka dan detik berikutnya Arkan berlari cepat ke arah rumah menyusul Feyra untuk membawa Darrel keluar. 

Tinggal Aruna dan Axcel yang menghadapi Felix kali ini. 

"Sial! Kalian-" Felix hendak pergi, tapi sulur tanaman menghentikan langkahnya. 

"Mau kemana? Kita belum selesai!" 

Seiring dengan ucapan Axcel, sulur tanaman itu semakin merambat melilit tubuh Felix dan membuatnya tidak bisa bergerak. 

Namun yang tak disangka Axcel,  Felix bisa memisahkan diri dari jeratan sulur tanaman itu, entah apa yang Felix lakukan tapi tiba-tiba saja tanaman yang dominan berwarna hijau itu menjadi layu lalu mengering begitu saja. 

"Lu pikir bisa nipu gue? Gue juga bisa bikin lu sama kayak taneman lu tadi! Kalian orang-orang Alstro emang gak guna, seharusnya waktu itu kalian semua lenyap aja." 

Axcel tentu terkejut mendengar ucapan Felix, dia merasa tak asing dengan suara itu dan membuat kepalanya tiba-tiba berdengung, Axel merasakan sakit dan memegangi kepalanya. Aruna terkejut melihat Axcel kesakitan, ia mencoba memanggil Axcel tapi sepertinya hal itu tak membuat Axcel sadar.   

Sementara di dalam rumah, Arkan telah masuk dan disambut dengan bau menyengat dari mur yang memenuhi seisi rumah, tapi bau khas mur tak bisa menipu penghidunya, Arkan mencium bau anyir yang cukup menyengat dan mengikuti bau itu sampai ia menemukan sebuah pintu yang sedikit terbuka. 

Arkan hendak memasuki ruangan di hadapannya, tapi langkahnya terhenti saat Feyra mendekat dengan keadaan cukup memprihatinkan. Punggung gadis itu tertancap sebuah belati dan lukanya terus mengeluarkan darah. 

"Sial! Mereka ahli pake senjata! Lu harus waspada," Feyra mengingatkan Arkan. 

Arkan melihat luka di punggung gadis itu dan terkejut karena lukanya tiba-tiba membiru seperti ada racun yang menyebar dengan cepat ke seluruh tubuhnya. 

"Fey! Belatinya beracun!" panik Arkan. 

Arkan dengan hati-hati mencabut belati yang tertancap di punggung sahabatnya, berusaha agar darahnya tidak terlalu banyak yang keluar dan ternyata benar, ada racun di dalamnya. Namun beruntungnya itu adalah racun dari tanaman juga, jadi secara otomatis tubuh Feyra bisa menetralisir racun itu sendiri. 

"Gue gak apa-apa, lu masuk aja gue jaga di sini, bawa Darrel keluar, firasat gue buruk kalo kita tetep ada di sini lama-lama."

Arkan mengangguk, ia segera masuk dan menemukan Darrel pingsan dengan wajah yang semakin pucat, darah mengalir dari kepalanya membasahi bantal dan sprei. Melihatnya hati Arkan terasa sakit dan murka, tanpa ia sadari bibirnya mengeluarkan sedikit darah karena ia menggigitnya sendiri sebagai usaha diri menahan amarah. Entah itu berhasil atau tidak, karena gemeletuk giginya terdengar samar.

Ia segera membungkus tubuh setengah telanjang Darrel dengan selimut, Arkan mengangkat tubuh lemah itu keluar. Bersama-sama dengan Feyra yang terus waspada mereka keluar dari rumah dan di sambut wajah tersenyum Brianna dihadapan mereka. 

Gadis itu mendekap Aruna dengan lengan di lehernya dan belati yang mengarah pada kepala Aruna. 

"Sial! Gue benci saat firasat gue gak pernah meleset," umpat Feyra, keadaan tubuhnya tidak memungkinkan untuk melawan banyak orang di hadapannya, sedangkan Arkan membawa Darrel dalam gendongannya. 

Lalu kemana Axcel?

Pria itu masih meringkuk  lemah dengan memegangi kepalanya, sedangkan Felix terus melayangkan pukulan pada tubuhnya. 

Aruna menangis dan menjerit, meminta agar Felix berhenti, tapi sepertinya itu tak membuat Felix iba. Dia justru semakin menggila, menginjak dan menendang tubuh Axcel. 

"Kalian udah gak dibutuhin lagi, gue cuma mau bawa Amethyst." 

Brianna melepaskan Aruna setelah mengambil paksa kalung Amethyst dari lehernya. 

"Sial! Na seharusnya lu gak lepasin Aruna!" 

"Lu mau dia? Bawa aja sendiri!" dengan kasar Brianna menendang Aruna yang ingin berlari ke arah Axcel. 

Felix masih tak menyerah, dia mencoba untuk membawa Aruna bersamanya, tapi dengan bantuan Feyra hal itu tak terjadi, Feyra menjauhkan Aruna dari jangkauan Felix. 

Setelah kembali berdiri dan menghampiri Axcel yang terkulai lemah, Aruna membantu Axcel berdiri, memapahnya menjauh dari orang-orang tadi. Dengan tangan bergetar Aruna menyentuh lebam di wajah Axcel, ia berpikir mungkin juga ada banyak lebam di tubuhnya. 

Arkan sendiri masih berdiri mematung dengan Darrel di gendongannya, ia melihat kekacauan di hadapannya dan merutuki dirinya sendiri karena lalai menjaga orang-orang yang seharusnya ia jaga. Sampai semua orang pergi menyisakan mereka berlima, sebuah Ambulans datang atas permintaan Feyra, membawa Darrel bersama Arkan ke rumah sakit. 

o0o

Di dalam mobil Ambulans, Arkan terus memegangi jemari Darrel, beberapa kali ia memanggil-manggil nama  Darrel berharap ada sahutan tapi tubuh itu tetap diam dan semakin pucat. Melihat itu Arkan semakin merasa bersalah, hari ini ia gagal menjalankan tugasnya, baik sebagai penjaga Axcel, juga menjaga Darrel. 

Tak jauh di belakang ada Feyra, Axcel dan Aruna. Mereka menaiki mobil yang ada di rumah Felix, karena tak memungkinkan Axcel mengendarai motornya saat ini. 

Rumah Sakit tampak sepi, tak banyak pasien sepertinya tapi itu justru lebih baik karena Darrel langsung tertangani. Di belakang ada Aruna yang juga sudah sampai, langsung membantu Axcel turun, ia memaksa Axcel untuk diperiksa juga dan Feyra juga menyetujuinya meski ia tahu obat rumah sakit tak akan menyembuhkan Axcel. 

IGD menjadi tempat tujuan mereka, beberapa perawat tengah sibuk mengecek kondisi Darrel, seorang dokter pria dengan usia tak terlalu tua, mungkin sekitar 30 tahunan datang dan langsung ikut memeriksa, Arkan hanya bisa menunggu di luar.

Axcel berada di ranjang yang bersebelahan, ia masih tersadar sebenarnya hanya saja sakit di kepalanya membuat ia tak bisa berpikir jernih, luka lebam di tubuhnya tak seberapa meski ada beberapa yang parah dan mengeluarkan darah, seperti di sudut bibir dan juga lengan. 

"Bagaimana dokter?" tanya Aruna saat melihat dokter itu keluar. 

"Untuk pria dengan luka di kepala harus segera ditangani lebih serius, jika pria yang satunya dia hanya luka ringan, tidak perlu khawatir," ucap dokter itu menjelaskan. 

Arkan yang mendengar itu antara lega karena Axcel baik-baik saja tapi juga masuk khawatir karena Darrel mengalami luka serius. Feyra memberi izin dengan anggukan agar Arkan menjaga Darrel terlebih dahulu.

Aruna menjadi lebih tenang, dia masuk dan melihat Axcel yang tampak sedikit pulih.

"Kepala kamu masih sakit?" 

"Udah enggak," jawab Axcel.

"Maaf ya aku ga bisa ngelindungin kamu," sambung Axcel yang menyadari bahwa sakit di kepalanya membuat dia lemah dan lengah.

"Ssst, udah ga usah di pikirin, toh aku baik-baik aja," jawab Aruna dengan senyum teduhnya. 

"Kak Darrel gimana?" Axcel menyadari sekeliling dan melihat Darrel yang tengah terbaring dengan Arkan di sampingnya. Aruna menjelaskan keadaan Darrel, membuat Axcel merasa bersalah terlebih saat ia melihat Arkan. 

Sementara itu ruangan luas bercat abu-abu dan putih, bangunan yang cukup luas, seperti rumah dengan letak agak terpencil, terlihat senyum puas Brianna memandangi kalung Amethyst. Berbeda dengan Felix yang masih menggerutu kesal karena gagal mendapatkan Aruna, vas bunga di meja kaca itu menjadi sasaran kemarahannya akan sesuatu.

"Ini belum selesai Axcel! Gue harus dapetin Aruna apapun caranya!" 

Tbc. 

Continue Reading

You'll Also Like

2.8M 298K 50
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
420K 26.4K 54
Masalah besar menimpa Helena, ia yang sangat membenci bodyguard Ayahnya bernama Jason malah tak sengaja tidur dengan duda empat puluh empat tahun itu...
811K 80K 25
Karmina Adhikari, pegawai korporat yang tengah asyik membaca komik kesukaannya, harus mengalami kejadian tragis karena handphonenya dijambret dan ia...
588K 42.5K 40
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...