I'm Fine (End)

By Mhyka62

1M 114K 6.6K

Rasya Abelio pemuda yang menyerah akan hidupnya, diabaikan oleh keluarganya karena perbedaannya membuat Rasya... More

Part:1
Part:2
Part:3
Part:4
Part:5
Part:6
Part:7
Part:8
Part:9
Part:10
Part:11
Part:12
Part:13
Part:14
Part:15
Part:16
Part:17
Part:18
Part:19
Part:20
Part:21
Part:22
Part:23
Part:24
Part:25
Part:26
Part:27
Part:28
Part:29
Part:30
Astaga..
Part:31
Part:32
Part:33
Part:34
Part:35
Part:36
Part:37
Part:38
Part:39
Part:40
Extrapart
Baluuu

Prolog

63.1K 3.9K 408
By Mhyka62

Vote and comment juseyo...
...

Seorang pemuda mengerjapkan matanya, menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina matanya. Setelah kesadarannya penuh seutuhnya, helaan nafas kasar terdengar, dia berusaha duduk dan menatap ruangan serba putih itu.

"Gagal lagi ya" batin pemuda yang bernama Rasya Abelio.

"Ini sudah ke 5 kali, tapi kenapa gue masih tetap hidup" batin Rasya dengan tatapan kosong menatap ke depan.

Padahal dia ingat betul, dia terjun bebas dari lantai 3 mansion keluarganya, dan sekarang dia masih diizinkan menghirup udara.

Rasya menghela nafasnya lelah, dicabutnya infus yang tertancap dipunggung tangannya dan melangkah gontai keluar dari rumah sakit.

"Kayaknya gue butuh bantuan truck-kun" Rasya memperhatikan jalanan dan akan mengambil kesempatan kalau ada mobil yang melaju kencang ke arahnya nanti.

"Itu dia"  Rasya tersenyum, tapi bukannya terlihat menenangkan tapi terlihat keputusasaan di balik senyuman pemuda yang berwajah tirus itu.

"Opa, sekarang jemput Lio ya" Rasya dan mendorong dirinya ke tengah jalan, sebelum seseorang menarik tangannya dan mendekap tubuhnya erat.

"Haa selamat" ujar Pemuda yang menolong Rasya, dapat Rasya lihat raut wajah kaget abang kembarannya itu sebelum berubah tajam dan mendorongnya.

"Lo gila haa, kalau lo mau mati sini gue bunuh sekarang juga" marahnya, Rasya hanya menatap Arsya Cakra Smith dengan tatapan sayu dan berdiri.

"Ck, dasar nyusahin" kesal Arsya dan menarik tangan Rasya masuk ke dalam mobilnya.

Selama perjalanan menuju mansion keluarga Smith, Rasya hanya diam memperhatikan jalanan, tidak ada pembicaraan sedikitpun, hingga mereka memasuki gerbang kediaman Smith.

"Masuk sana, yang lain udah nungguin" ucap Arsya keluar dari mobilnya dan berdecak kesal melihat tatapan sayu Rasya. Sedangkan Rasya mengikuti langkah Arsya, dan benar saja sudah ada daddy, mommy, abang dan juga adeknya yang menunggu di sana.

Plak plak

Dua tamparan mendarat di pipi Rasya, Rasya tidak meringis sedikitpun, ditatapnya daddynya dengan tatapan sayu dan keputusasaan itu.

"Kamu mau sampai kapan seperti ini haa, tidak cukup kamu mempermalukan keluarga ini"

"Dan kamu kira dengan kamu mencoba membunuh diri, kita akan peduli sama kamu haa"

"Beban" ucap Alex dengan tatapan tajamnya.

"Kenapa nyelamatin beban ini?" Ujar Rasya dengan bahasa isaratnya.

Rasya itu Tunawicara, dia tidak bisa berbicara sejak dia kecil, dan karena kekurangannya itu dia dikucilkan oleh keluarganya sendiri, dianggap Beban dan pembawa sial, bahkan mereka tidak segan-segan menyakitinya.

"Biarkan saja aku mati, itu bukannya keinginan kalian"

"Supaya tidak ada lagi aib di keluarga ini"

Rasya menatap mereka semua dengan tatapan kecewa, marah, putus asa dan sedih. Ditatapnya mommynya yang hanya diam memperhatikannya, bahkan tidak ada tatapan khawatir dipancaran orang yang sudah melahirkannya itu.

"Sudahlah"

Rasya melangkah menuju kamarnya, dia kadang tak habis pikir dengan keluarganya itu, mereka selalu marah-marah dan melukainya, tapi ketika dia melukai dirinya sendiri, mereka semakin marah dan menyelamatkannya.

Entah apa yang mereka inginkan, bukannya bagus kalau dia mati dan tidak ada lagi aib dikeluarga ini pikirnya, jadi mereka semua akan senang bukan?.

Rasya marah, Kecewa tentu saja, jika boleh meminta, dia juga tidak ingin memiliki kekurangan seperti ini. Dia juga ingin seperti orang normal lainnya, yang bisa berbicara.

Dia juga tidak pernah meminta seperti ini, ini bukan keinginannya, tapi kenapa keluarganya sendiri bahkan tidak bisa menerima kekurangannya itu.

Rasya menutup pintu kamarnya, dan langsung menangis dibalik pintu itu, dia benar-benar butuh pelukan. Dulu hanya Opanya saja yang menerimanya dan menenangkannya disaat orang-orang menatap sinis dan jijik padanya.

Tapi opanya meninggal karena kecelakaan 3 tahun lalu, dan setelah itu dia sendirian selama ini, bahkan setelah itupun keluarganya tanpa hati memukul dan melampiaskan emosi padanya.

Rasya memukul-mukul dadanya merasa sesak, dia bukan pemuda yang lemah, dia juga akan melawan ketika ada menyakitinya, terkecuali kalau itu keluarganya sendiri.

Dia akan jadi pemuda lemah seperti ini, karena dia benar-benar tidak sanggup kalau hinaaan itu terlontar dari mulut keluarganya sendiri. Keluarga yang dia harapkan jadi sandarannya dan tempat pulangnya, tapi ternyata ikut andil melukainya.

Rasya berdiri dan melangkah ke kasurnya, dia berbaring sambil memeluk foto Opanya dengan air mata yang terus mengalir.

"Nnpa.."

"Opa hiks, Lio nggak sanggup sendirian hiks, mau sama opa aja hiks"

Rasya terus menangis hingga akhirnya dia tertidur, karena sudah merasa kelelahan.

.

.

.

.

.

Tengah malam, Rasya terbangun karena merasa lapar. Dia akhirnya turun ke bawah dan ingin memasak sesuatu, supaya dia bisa menuntaskan rasa laparnya.

"Mau bunuh diri lagi lo" ucap seseorang melihat Rasya yang sedang memegang pisau dapur. Rasya menggeleng dan tersenyum melihat adeknya yang sedang mengambil minuman, tapi Cakra berdecih melihat itu dan pergi meninggalkan Rasya sendirian.

"Aauu nnana (Mau kemana?)" ujar Rasya setengah berteriak melihat Cakra yang malah melangkah keluar dari mansion, dia langsung mematikan kompor dan menyusul adeknya itu.

"Mnka (Cakra) " panggil Rasya dan mencekal tangan Cakra.

"Apasih" kesal Cakra dan menyentakkan tangannya.

"Kamu mau kemana, ini sudah malam" ujar Rasya dengan bahasa isaratnya

"Bukan urusan lo, minggir" ucap Cakra ketika Rasya menghalangi jalannya, Rasya menggelengkan kepalanya dan menatap Cakra tegas.

"Kembali ke kamar kamu, ini sudah malam Cakra"

"Ck, gue bilang minggir" ujar Cakra dan akhirnya menendang Rasya, Rasya memegang perutnya yang terasa nyeri dan menggelengkan kepala menatap adeknya yang sudah pergi dengan motor sportnya.

"Nggak, ini bahaya"

"Kalau adek terluka gimana"

Rasya khawatir dan akhirnya mencari Cakra tengah malam itu dengan menggunakan sepedanya.

Nekat memang, tapi Rasya sangat menyayangi adeknya itu, walaupun Cakra sering memakinya atau melukainya, tapi dia tidak pernah marah dan benci. Karena menurutnya sebagai abang, dia harus bisa menjaga dan menyayangi adeknya itu bagaimanapun perlakuan adeknya padanya.

Pemuda berusia 18 tahun itu menatap kaget ketika melihat Cakra menghajar beberapa orang yang berpakaian hitam.

Dia mendekat dan mulai berteriak kemudian menendang orang yang akan memukul Cakra dari belakang.

"Aaek nnpa (Adek gapapa)?" Tanya Rasya membantu Cakra berdiri.

"Lo kenapa bisa ada di sini haaa?" Marah Cakra, Rasya menggelengkan kepalanya, bukan saatnya Cakra marah-marah padanya sekarang, mereka harus fokus dan berusaha kabur dari sana dulu.

Dan benar saja, saat Cakra lengah ada seseorang yang mengarahkan pistol ke arahnya, Rasya yang menyadari itu membolakan matanya dan...

Dor dor

Dua peluru berhasil menumbus bagian dada dan jantung Rasya, yah Rasya tadi berhasil melindungi Cakra dengan mengorbankan tubuhnya, dan seketika dia langsung terduduk dengan Cakra yang menahannya, yang terlihat masih kaget dan membatu dengan apa yang terjadi.

Dor dor

Cakra yang masih kaget menoleh dan melihat daddy dan abang-abangnya berada tidak jauh dari sana dengan beberapa bodyguard.

"Nnurah ngnek mmpa-mpa (syukurlah adek gapapa)" ujar Rasya tersenyum melihat Cakra tidak terluka.

"A-abang hiks" Cakra tersadar kalau Rasya masih ditahannya dan semakin menangis melihat Rasya yang tersenyum dengan banyaknya darah yang keluar dari tubuhnya.

"Nngan nngis (jangan nangis)" ujar Rasya terbata-bata.

"SIAPKAN MOBIL CEPAT SIALAN" teriak abang pertama Rasya

"Hy boy bertahan ya, daddy mohon"

"Kita ke rumah sakit sekarang" ujar Daddy Rasya dengan mata berkaca-kaca, siap menumpahkan air matanya.

Dia tidak sanggup, lagi-lagi dia harus melihat putranya tidak berdaya seperti ini, padahal baru tadi siang putranya itu keluar dari rumah sakit setelah mengalami koma beberapa minggu.

Walaupun dia sering melukai Rasya, tapi dia tidak pernah sanggup melihat putranya terluka parah seperti ini, mau bagaimanapun dia tetap orang tua yang menyayangi anak-anaknya.

Tapi karena rasa kecewa dan egoisnya melihat Rasya berbeda, dia jadi sering marah ketika melihat Rasya.

"Lo bertahan Rasya, gue mohon hiks" ujar Arsya sama dengan yang lainnya tidak kuasa melihat luka tembak di tubuh Rasya, bahkan mungkin lebih dari yang lain.

Dia tau dia sering menyakiti adeknya itu, tapi tetap saja dia kembarannya Arsya. Dia juga bisa merasakan sakit yang dirasakan kembarannya itu,

"Boleh peluk daddy, Rasya mohon"

"Untuk terakhir kalinya, Rasya mau ngerasain dipeluk daddy" ujar Rasya dengan susah payah memberikan bahasa isaratnya.

Alex menggelengkan kepalanya dengan terisak, dia menggendong Rasya dan membawanya masuk ke dalam mobil yang sudah datang.

"Nggak, kamu nggak boleh ninggalin daddy"

"Bertahan Rasya" ucap Alex lirih sedangkan Rasya tersenyum, digendong seperti ini saja sudah cukup untuk Rasya.

Dia akhirnya memejamkan matanya untuk selamanya, meninggalkan semua rasa sakit dan penyesalan keluarganya.

"Nggak hiks, Rasya bangun hisk"

"Maafin daddy"

"Rasya"....

.

.

.

.

Seorang pemuda menatap pantulan dirinya di cermin dengan tatapan cengo dan tidak percaya.

"Gue kenapa bisa ditubuh ini?" Heran pemuda itu

"Seharusnya gue kan udah meninggal, tapi kenapa"

"Ini nggak masuk akal banget sih, masa gue transmigrasi gitu?"

Pemuda itu menepuk-nepuk pipinya untuk memastikan kalau ini nyata.

"Aww sakit" ujarnya mengelus pipinya, dan tak berselang lama dirinya tersadar akan sesuatu dan membolakan matanya kaget melihat dirinya.

"Gue bisa ngomong" ujarnya heboh dan jingkrak-jingkrak kesenangan.

"Serius, gue bisa ngomong"

"Huwaaa, akhirnya doa gue terkabul juga"

"Gue bisa ngomong, daddy dan mommy pasti senang"

"Mereka nggak akan malu lagi kan punya anak bisu kayak gue" ujar Rasya Abelio tersenyum senang, tapi seketika senyum pemuda itu luntur ketika dia mengingat kalau dia sudah tidak sama lagi.

Dia tersadar kalau jiwanya sekarang berada di raga pemuda asing yang bernama Alfanza Adelio, atau sering dipanggil Lio, seorang pemuda yang berusia 17 tahun.

Setidaknya itu yang Rasya tau saat ini, dia menatap penampilan raga barunya, tingginya mungkin sekitar 165 cm, dengan wajah yang menggemaskan. Lihatlah pipi Cubby dan mata bulat itu, sangat berbeda dengan badan Atletisnya dulu.

"Rasanya pengen gue gigit" gumamnya dan terkekeh gemes, menoel-noel pipinya sendiri.

"Tapi kenapa nih badannya bocah memar semua ya, apalagi nih kepala kayaknya habis kebentur sesuatu deh, gue harus obati dulu" monolog Rasya atau sekarang kita panggil Alfanza.

Kenapa tidak Lio saja, karena nama Lio itu sangat spesial bagi Rasya, nama Lio itu panggilan Khusus dari keluarganya dulu, atau lebih tepatnya dari Opa yang sangat dia sayangi.

Jadi tidak sembarang orang boleh memanggilnya Lio, karena dia akan sangat sedih ketika mendengar sebutan itu.

Alfanza menggelengkan kepalanya dan memutuskan keluar kamarnya hendak mencari kotak P3K mengobati dirinya.

"Kok ke kunci" herannya kemudian memegang kepalanya yang terasa pusing.

"Akhh" teriak Alfanza kesakitan dan terduduk bersandar di pintu kamarnya itu sambil menjambak rambutnya sendiri, kepalanya rasanya ingin terasa pecah. Dan karena tidak tahan, akhirnya dia kehilangan kesadarannya.

.

.

.

.

Ketika terbangun, Alfanza sudah berada di ruangan lain, ruangan kumuh dan pengap dengan tangan dan kakinya yang terantai.

Wajahnya tampak kaget dan menggelap marah. Bukan, bukan kaget dan marah karena dirinya berada di ruang yang dia yakini ruang bawah tanah dan tangan dan kakinya terantai seperti ini.

Tapi dia marah setelah mengetahui kehidupan seperti apa yang akan dia alami nantinya setelah berada di raga Alfanza ini.

Tangannya terkepal erat, dia benar-benar sangat marah saat ini, dia ingin sekali menghancurkan wajah Alfanza asli yang dia temui tadi, sangat-sangat menyebalkan menurutnya, sangat berbeda dengan wajah menggemaskan yang dia lihat di cermin tadi.

"Shit, Alfanza sialan"

"Dasar pengecut, brengsek"...





Tebece

Continue Reading

You'll Also Like

739K 76.8K 23
Candra si remaja badung, petakilan, doyan tawuran, kang ngegas, jago beladiri, dan juga pintar. Saat pulang sekolah Candra membeli sebuah novel karen...
821K 89.8K 45
Kisah dua pemuda kembar yang bertransmigrasi ke raga anak kecil kembar yang baru berusia 5 tahun. "Dek, kenapa kita berada di sini?" "Anjir jangan-ja...
847K 80.1K 30
Albian Putra Nagaswara remaja yang pandai memainkan peran dan mati akibat keracunan makanan. harus menggantikan hidup seorang Alvian theo aldaren seo...
3.5M 180K 27
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...