Voment gaes🙏🏻 Wajib udah follow sebelum baca🙏🏻
Happy Reading ✨
Nicholas yang pertama kali menyadari kemunculan sebuah kepala dari arah pintu, terbirit-birit lekas menuju ke arah pintu utama.
Detik pertama si sulung sampai di depan pintu, Ia menarik tubuh si bungsu yang badannya masih di luar itu dalam dekapan eratnya.
"Kamu kemana aja! Kamu ga papa, kan?! Ada luka? Mana si bajingan itu?!!! Beraninya dia sudah culik kamu!!"
Neil yang dipeluk erat hingga penuh sesak wajahnya ditekan pada dada bidang abangnya gelagapan harus menjawab apa.
Mendengar suara gempar dari Nicholas, sontak penghuni rumah terbangun dan buru-buru menuju sumber suara.
Seluruh keluarga tanpa marga beserta pasangan Sanjaya tiba di ruang utama. Pemandangan yang mereka lihat tentu saja membuat terperanjat hingga menjatuhkan rahang masing-masing.
Si bungsu pulang ke rumah. Siapa yang tidak terkejut, orang yang mereka cari-cari selama seminggu lamanya mendadak muncul saat ini.
Dengan berbondong-bondong mereka semua bergiliran mendekap si bungsu, bahkan terdengar suara isak tangis yang riuh berasal dari Carla dan Azkia.
"Di mana si Lafran itu, Dek!! Abang bunuh dia sekarang!" bentak Nevan yang amarahnya selama seminggu penuh sudah tertahan.
Tentu seluruh keluarganya juga sangat murka terhadap orang yang sudah membawa pergi bungsu kesayangan mereka.
Bahkan mereka tak segan menuntut keluarga Aditama beberapa hari yang lalu.
"Tung-tunggu! Chills guys... A-adek ga papa kok sumpah.. Hyu-Lafran ga culik adek. Kita cuman li-liburan bareng kok! Maaf adek ga kabarin soalnya hpnya hilang.. Tolong cabut tuntutannya juga ya nanti..."
Tentu saja mereka tak mempercayai pernyataan Neil. Jelas sekali jika Lafran membawa kabur dirinya tanpa meninggalkan jejak, sampai mereka belingsatan tak kunjung menemukan si bungsu.
Carla menetralkan kondisi, menuntun mereka yang masih berdiri untuk duduk terlebih dahulu di ruang keluarga.
Detik ketiga mereka duduk rapi dengan atmosfer yang begitu berat. Sang kepala keluarga angkat bicara.
"Ayah dan Opa sudah sepakat untuk membawa kamu ke Kanada tinggal dan sekolah di sana, tentunya bersama Ayah dan Bunda."
"HAH?! Apa-apaan kok main pindah-pindah gini?! Nggak! adek ga mau!"
"Sudah jelas untuk menjauhkan kamu dengan putra Aditama itu! Dia terlalu berbahaya buat kamu! Sudah tidak ada penolakan! Mulai besok juga kamu harus berangkat!" timpah Bram dengan suara tinggi.
Neil menggigit bibir bawahnya seraya meremat lutut, tubuhnya bergetar. Mereka sama sekali tak mencoba mendengarkan dirinya terlebih dahulu.
Detik ke tiga Nicholas menambahi untuk tidak akan mencabut tuntutan pada Lafran Aditama karena pelanggaran membawa lari seseorang dari tempat kediamannya.
Semua insan yang ada di sana tak membantahan dan sepakat, mereka hanya memikirkan keselamatan si bungsu namun tidak dengan perasaannya.
Netra hazel itu membendung air matanya. Dia hanya ingin tatap bersama dengan Hyungnya. Apa sesulit itu?
Neil berdiri, air mata yang sebelumnya terbendung kini mengalir deras.
"Adek sangat berterima kasih sama kalian sudah kasih yang terbaik buat aku selama ini. Adek tau kalian khawatir sama adek. Tapi tolong... Adek cuma mau terus sama-sama Lafran... Ade-"
"GAK BISA!"
Penjelasan yang diiringi isakan Neil terpotong oleh penolakan mutlak mereka.
Neil memejamkan matanya erat, Ia mendongak ke atas. Setelahnya dia mengambil oksigen menetralkan deru napasnya.
"Aku sudah menuruti semua omongan kalian. Aku sudah mengubur dalam cita-cita yang selama ini aku impikan. Aku berhenti berakting di dunia film demi kalian. Aku juga berusaha belajar pelajaran yang ga aku sukai demi kalian. Aku membuang impianku demi mendapat nilai bagus di sekolah demi kalian. Aku sudah membuang semuanya! Dan aku akan turuti itu. Kalian ingin aku jadi guru? Dokter? Pekerjaan yang aman dari predator? Akan aku turuti semuanya."
Neil menjeda lalu tarik napas dan melanjutkan kembali,
"Tapi tolong... untuk kali ini saja, biarkan aku memilih orang yang aku sayangi dan terus selalu bersamanya... Adek cuman mau Lafran... jangan pisahkan... kita..."
Neil sudah tak kuasa menahan sesak yang ada di dadanya selama ini, terlebih lagi ditimpah oleh ancaman mereka yang akan memisahnya dengan sang kekasih, tentu membuat hatinya semakin hancur.
Dadanya kembang kempis, bahunya bergetar hebat kian derai air matanya yang menganak sungai. Neil semakin terisak.
Membuat seluruh keluarganya memandang satu sama lain.
Carla berdiri dan membawa tubuh bergetar si bungsu dalam dekapannya. Neil membalas pelukan sang Ibu, membuat tangisannya semakin meraung-raung.
Seluruh insan yang ada di sana memandang sendu pemandangan itu, bersamaan dengan rasa pedih dengan pilihan dari si bungsu.
"Kenapa harus Lafran?...," tanya Nicholas menatap Neil dengan kantung mata yang menghitam.
Seminggu penuh dia mencari si bungsu, seminggu penuh dia menaruh dendam pada orang yang bernama Lafran Aditama. Tapi apa ini? Adiknya malah memilih bajingan itu?
"Kere..na dia..Lafran...," jawab Neil sesegukan, nan setia pada dekapan Bundanya.
Negendra dan Nevan tentu sama dendamnya pada Lafran, mereka juga tak henti-hentinya mencari keberadaan Neil ditengah kesibukan mereka masing-masing.
"Itu bukan jawaban..." ucap Nevan seraya menundukan kepalanya dan mengepalkan tangannya. Dia semakin kesumat dengan Lafran.
Herman hela napas beratnya, mengsandarkan tubuhnya pada sofa. Apa yang harus dilakukan sekarang?
"Kamu sudah diperkosa oleh dia, kan?" tuduh Bram yang sudah jengah.
Neil menggeleng brutal, tentu saja tak mungkin dirinya mengatakan yang sebenarnya.
Nagendra berdiri dan memeriksa tengkuk belakang milik si bungsu. Nihil, tak ada tanda mark di sana. Membuat semuanya hela napas lega.
"Kita bicarakan ini besok, sekarang sudah terlalu malam. Biarkan Neil istirahat dulu, dia baru saja pulang," tutur Azkia menengahi agar esok hari semuanya bisa dibicarakan dengan kepala dingin.
Mereka menurut dan mulai memasuki kamar masing-masing, begitu pun dengan Neil.
Dia masih sesegukan mengucek matanya seraya berjalan menuju kamarnya.
Abang-abangnya melewati Neil begitu saja, seakan dirinya tak ada saat melewati lorong lantai dua.
Sedangkan hari-hari biasanya mereka pasti mengucapkan selamat malam dan mengecup kening si bungsu saat akan pergi tidur. Tidak untuk sekarang...
Detik pertama Neil menutup pintu kamar, dia bersender pada pintu, tubuhnya meluruh lalu memeluk kakinya.
"Hyung... gue harus gimana..." lirih Neil yang terus mengusap air matanya.
.
.
.
.
______________________
Lafran baru saja memasukan mobilnya di depan mansion milik Aditama. Setelahnya Ia membawa langkah kaki lebarnya menuju pintu masuk.
Dia meminta maid yang masih terjaga untuk membangunkan kedua orang tuanya.
Tak lama Emran serta Azura turun menghampiri Lafran dengan piyama dan rambut berantakan.
"HEH! Sontoloyo! Kemana aja kamu hah?!! Yang sini ruwet nyariin sama ngurus tuntutan dari Sanjaya woi! Kamu apain anak orang? Di mana sekarang dia? Balikin ke rumahnya cepet! Dasar pragos!" bentak Emran yang sudah tak kuasa dengan kelakuan putra keduanya itu.
"Udah," jawab Lafran datar.
Azura masih mengerjapkan matanya detik ketiga dia menanyakan apa yang sudah terjadi pada Lafran, sampai bisa menculik anak orang.
Lafran diam. Dia melangkahkan kakinya menuju sofa ruang tamu, duduk dan menumpukan sikut pada lututnya.
"Aku menidurinya, redain rut," ucapnya setia dengan nada datar.
Emran mendongak memijit pangkal hidungnya. Bombastic sekali kata yang keluar dari mulutnya itu.
"By, anak kita yang ini bisa ga sih digadaikan aja. Kan, kita masih punya dua."
Azura menyikut uluh hari sang suami setelah mendengar itu. Detik kedua kakinya bergerak menghampiri putra keduanya itu. Meninggalkan Emran yang tersungkur akibat menahan sakit dari serangan Azura.
"Dia pacarmu? Atau kamu cuma main-main aja kayak biasanya?"
Tanya Azura yang kini dirinya ada di hadapan Lafran.
"Aku mencintainya."
Azura tersenyum mendengar jawaban dari putranya itu. Lanjut mengusak pucuk kepala Lafran.
Emran masih mengusap-usap perutnya seraya mengampiri keduanya.
Detik ke lima Lafran mulai berdiri dan mengucapkan sesuatu,
"Besok ikut aku ke rumahnya."
Setelah mengatakan itu, dia pergi begitu saja meninggalkan ke dua orang tuanya yang masih cengo.
Saat hendak pergi mengambil mobilnya, Lafran merogoh saku celananya mencari handphone.
Mencari nama kekasihnya lalu menekan tombol ikon telepon. Nihil.
Baru ingat jika handphone milik Neil sudah hilang sekarang. Tak ambil pusing Lafran akan tetap ke rumah kelincinya itu besok.
Untuk rencana dan tekad, Ia sudah menyiapkan semuanya selama seminggu ini.
.
.
.
.
.
.
_____________________
Esok tiba, Neil kembali di sidang oleh keluarganya demi putusan apa yang akan dikeluarkan.
Mereka semua ada di ruang keluarga persis seperti semalam.
"Adek ga mau pindah, Yah... Bun...," lirih Neil penuh harapan.
"Pikirkan lagi soal anak itu. Masih banyak orang di luar sana yang lebih baik dari dia!" tegas Herman mengepalkan tangannya erat.
Bram dan Azkia kini sudah kembali ke kediaman Sanjaya mengurus guna sesuatu.
Ketiga Abang Neil juga masih di rumah tak melanjutkan urusan mereka yang menumpuk itu.
Prioritas utama sekarang adalah si bungsu.
"Menyerahlah, dia tidak bisa dipercaya."
Baru sana Nicholas mengatakan itu, tiba-tiba dari arah pintu masuk terdengar deringan bel dan ketukan pintu.
Carla berdiri dari dan beranjak pergi menuju pintu utama.
Detik pertama Ia membuka pintu, matanya terbuka lebar sesaat melihat tiga sosok yang sedang menjadi topik utama saat ini.
"Selamat siang...."
.
.
.
.
.
.
.
.
TBC.......
5 Juni 2023