Loser

By novelyss

3.6K 278 38

Walaupun sudah punya kekasih, Niko tetap suka flirting ke perempuan-perempuan lain, termasuk kepada tetangga... More

Laideniko Adrian
Jingga Dealova
CAST
1
3
Celia Alorien

2

192 15 1
By novelyss

"Kok bisa kaya gini sih, Mi? Gimana ceritanya?" tanya Niko penuh kekhawatiran sambil memapah Maminya sepulang dari klinik.

Padahal sebenarnya Neta, Mami Niko itu masih sangat bisa untuk berjalan sendiri. Namun Niko saja yang terlalu protektif.

"Tadi tuh Mami niatnya mau ke minimarket sendiri naik motor. Kan nggak enak mau ke minimarket depan komplek harus dianterin kamu mulu. Masa mau jalan?" jelas Mami Niko setelah berhasil duduk di sofa ruang tamu. Lecet di kakinya cukup banyak. Setelah menabrak pohon, beliau tertimpa motor yang dinaikinya.

"Ya tapi nggak senekat itu kali, Mi. Masa Mami tiba-tiba langsung bisa pake motor? Harus ada belajar dulu."

"Diajarin siapa coba? Punya dua anak laki-laki aja udah sibuk masing-masing gitu." ucap Neta merajuk.

Niko menghela nafas pelan. "Kan bisa bilang Aiden minta diajarin. Nanti Aiden pasti luangin waktu kok buat ajarin Mami. Bukan malah nekat gitu."

"Iya-iya Mami minta maaf deh. Motornya tadi rusak parah kayanya ya?"

"Gampang. Bisa dibenerin. Yang penting kaki Mami ini."

"Mahal nggak?"

"Miii..."

Niko tidak masalah jika motor maticnya itu rusak parah. Yang terpenting adalah keadaan Maminya sekarang.

"Yaya siapa tau."

Sesampainya Niko di rumah tadi, ia langsung membawa Maminya ke klinik terdekat. Walaupun kata Maminya tidak perlu karena tidak terlalu parah. Namun, tetap saja Niko merasa harus membawa Maminya ke klinik.

"Kamu jangan bilang Mas kamu ya." pinta Maminya.

"Ya harus bilang dong. Biar Mami nggak dibolehin naik motor lagi." ujar Niko.

"Ih kamu mah. Lagian luka Mami nggak separah itu kok. Masih bisa jalan nih!" tiba-tiba Mami Niko berdiri kemudian berjalan pelan. Mengisyaratkan kalau dia memang baik-baik saja. Walaupun memang kaki kanannya masih sedikit sakit akibat tertimpa motor.

"Mi! Jangan banyak gerak dulu!" tegur Niko menyuruh Maminya duduk kembali.

"Dek... Mami beneran nggak papa. Buat pengalaman ini tuh."

"Besok kalau motornya udah jadi, kamu ajarin Mami ya?" bujuk Neta setelah duduk kembali.

Niko hanya bergumam sebagai jawaban.

"Tapi Mami libur dulu bikin kuenya. Sekarang buat istirahat aja."

"Oke?"

"Nggak bisa dong! Itu udah jadi tanggung jawab ke customer Mami. Lagian tadi Mami nekat pake motor tuh buat beli bahan-bahan yang udah abis."

"Padahal harusnya pesenan itu mau diambil nanti malam. Malah sekarang Mami kaya gini."

"Yaudah! Aiden aja yang buatin."

Anyway. Aiden adalah panggilan Niko dari keluarganya. Diambil dari nama depannya, Laideniko.

"Janganlah! Bisa hancur bentuk sama rasanya."

Niko memberengut tidak setuju.

"Mending kamu sekarang beliin dulu bahan-bahannya."

"Tapi ka—"

"Nggak ada tapi-tapian. Mami masih sehat wal afiat. Pokoknya sekarang kamu beliin dulu."

"Mau bantuin Mami kan?" ucap Neta sebelum Niko memprotes lagi.

Niko memutar bola matanya malas.

"Eh eh apa itu?! Nggak sopan! Kamu nggak mau bantuin? Yaud—"

"Nggak kok, Mi! Aiden mau bantu."

•••

Jingga terus merasa tidak enak hati seharian ini. Mulai dari kepada kelompok belajarnya karena harus datang terlambat. Sampai kepada Ardan yang sedari siang tadi sudah ia repotkan. Selepas dari cowok itu futsal, Ardan memaksa untuk mengantar Jingga kembali ke kampus untuk mengambil motor yang mogoknya. Kemudian Ardan dengan sabarnya mengantar dan menunggui Jingga di bengkel. Ardan memang sebaik itu.

Namun apakah Jingga terbawa perasaan? Jawabannya tentu saja iya. Dia hanya perempuan biasa yang akan menaruh rasa jika diberi perhatian sebegitu besarnya. Ya menurut Jingga perhatian besar karena dia tidak pernah mendapatkan itu semua dari seorang ayah. Alasan itu juga yang membuat Jingga susah mendapatkan pacar. Dia terlalu takut menjalin sebuah hubungan. Mengingat sosok laki-laki dalam keluarganya telah gagal.

Tapi dengan Ardan, Jingga merasakan sebuah kenyamanan. Walaupun dia tidak pernah memperlihatkan itu. Dia juga tidak berniat untuk mengutarakan perasaannya kepada siapapun. Jingga tahu sangat tahu jika Ardan menyukai Andrea, sahabatnya.

Ingin rasanya Jingga membantu Ardan untuk mendapatkan Andrea sebagai balas budinya terhadap kebaikan cowok itu selama ini. Sayangnya, Andrea sudah memiliki kekasih yaitu Bian, salah satu sahabat Ardan juga. Entahlah. Jingga juga bingung dengan semua kerumitan ini.

Jingga memilih singgah di minimarket dengan motornya yang telah normal kembali. Ardan sudah pulang karena tempat kostnya memang dekat dengan kampus. Bengkel untuk menservice motor Jingga tadi pun terletak hanya di belakang kampus.

Setelah memarkirkan motornya, Jingga segera berjalan memasuki minimarket. Sambil berjalan dia memastikan dompet masih ada di tasnya. Takut nanti sudah berada di kasir tapi dompetnya tidak ada. Kan malu.

DUG!

"Anjrit!" terdengar umpatan tertahan yang membuat Jingga yang sedang memeriksa dompet pun mendongak. Jingga juga merasakan dingin pada kemeja yang dipakainya. Sial. Dia menabrak seorang laki-laki yang sedang membawa es krim.

"Es krim gueeeee!" laki-laki itu masih menatap nanar es krim yang sudah tidak berbentuk. Jingga yakin es krim itu masih utuh. Dia jadi merasa bersalah. Sekaligus kesal karena kemejanya ikut kotor.

"Kalau jalan tuh li—"

Sial kedua. Seseorang yang ditabraknya petang ini adalah seseorang yang ditabraknya siang tadi! Kalau tidak salah namanya Niko.

"Aduh! Kayanya kita emang jodoh deh."

Sumpah. Jingga jadi menyesal telah merasa bersalah. Kini justru dia kesal 100%.

Jingga mendengus kesal cukup keras.

"Loh kok jadi lo yang marah? Lo kan yang nabrak gue." protes Niko.

"Oke gue minta maaf. Tapi kayanya lo juga salah. Lo harusnya liat kalau gue lewat sebelah sini. Jadi lo bisa lewat agak minggiran. Gue juga rugi. Baju gue kotor kena es krim lo." jawab Jingga tak mau kalah.

"Siapa suruh jalan sambil nunduk. Gue juga nggak tau lo bakal lewat sebelah sini. Jadi salah lo ya. Jangan mentang-mentang lo cantik jadi seenaknya gini."

"Siapa juga yang seenaknya?!"

"Heh anak muda! Kalau mau ribut jangan di tengah jalan gini dong! Ngalangin orang masuk aja!" tegur seorang bapak-bapak yang ingin memasuki minimarket.

"Maaf, Pak. Pacar saya emang suka marah-marah."

Jingga melotot tidak terima dengan sahutan cowok yang ia ketahui bernama Niko itu.

"Buk—"

Sebelum Jingga melayangkan protesnya. Dengan cepat Niko menarik tangan Jingga untuk menjauh dari depan minimarket itu.

"Lo apa-apaan sih tarik-tarik gue! Pake acara bilang kalau gue pacar lo. Kenal aja nggak!" semprot Jingga setelah keduanya telah menjauh. Dirinya berhasil melepaskan lengan yang digenggam cowok itu.

"Tadi pagi kan udah kenalan."

"Nggak bilang pacar juga!"

"Ya siapa tau. Ucapan kan doa."

"Hih!" Jingga jadi gregetan sendiri mendengar jawaban Niko.

"Oke gue udah minta maaf. Sekarang mau lo apa?" Dia mencoba bersabar agar urusannya segera selesai dengan cowok gila ini.

"Beliin lagi lah es krimnya!"

Jingga menarik nafas dalam berusaha menambah kesabarannya. "Oke. Tunggu,"

Belum sempat Jingga melangkah, tangannya ditahan oleh Niko.

"Apalagi sih?!" kekesalan Jingga semakin memuncak.

Niko menunjuk kemeja Jingga dengan dagu.

"Kemeja lo kotor gitu. Yakin nggak malu?"

Jingga menunduk memperhatikan kemejanya. Dia lupa kemejanya telah terkena es krim. Walaupun hanya sebesar tutup kaleng sarden tapi tetap saja terlihat jelas karena warnanya sangat kontras. Kemeja JIngga berwarna biru pastel dan es krim yang mengenai kemeja itu berwarna coklat.

"Gara-gara lo!" marah Jingga. Dia juga salah. Tapi melihat Niko malah menjadi kesal.

"Marah-marah mulu."

"Bawain," suruh Niko menyerahkan kantong plastik minimarket yang sedari tadi dipegangnya dan entah isinya apa.

"Dih?" tentu saja Jingga tak langsung menerimanya.

"Tolong dong." Niko malah semakin menyodorkan kantong plastik itu. Mau tidak mau Jingga menerimanya. Cukup berat ternyata.

Tiba-tiba cowok itu melepas jaketnya kemudian memberikan ke Jingga.

"Apa?" tanyanya tak mengerti.

"Pake buat nutupin itu."

"Terus lo?"

"Gampang. Rumah gue deket." Jingga menerima jaket Niko. Jadi kedua tangannya kini penuh memegang barang.

Deringan ponsel Niko membuat keduanya diam.

Niko terlihat langsung mengambil ponselnya kemudian mengangkat panggilan tersebut.

"Iya, Mi?"

"..."

"Anu ini habis beli bensin,"

"..."

"Iya-iya ini mau pulang."

"..."

"Celia? Dari kapan?"

"..."

"Ïya Miii,"

Jingga hanya menyimak sampai Niko memutuskan panggilan.

"Eh sorry jadi lama bawainnya." Niko mengambil kantong plastik dari tangan Jingga.

"Pake tuh jaketnya." suruhnya.

"Gue balik duluan ya."

"Es krimnya?"

"Kalau kita ketemu lagi. Lo temennya Ardan kan?"

Jingga mengangguk.

"See you, cantik." kemudian Niko berlalu. Tidak lupa mengerlingkan mata padanya.

Jingga bergedik ngeri. Sungguh tidak habis pikir dengan kejadian seharian ini yang terus saja bertemu dengan cowok gila itu.

Matanya terus mengarah pada Niko yang hendak menyebrang dengan motornya. Dan ternyata rumah cowok itu benar-benar dekat. Motor Niko memasuki gang komplek yang persis berada di seberang minimarket tempat Jingga berdiri sekarang.

•••

Ketemu lagi dengan cerita ini!
Kangen nggak sih...
Aku sih kangen nulis cerita mereka.

Btw mau ingetin jangan lupa ikutan PO Novel BIREA yaa!💗💋
Pokoknya ceritanya udah aku rombak jadi nggak akan nyesel belinyaaa🤗.
Ada kaitannya juga sama cerita cerita aku yang lainn. Juga akan ada sequel dari versi novel! Yuk buruan ikutan PO-nya.

See u.

Continue Reading

You'll Also Like

591K 56.7K 126
Gadis Sekarwangi, tidak pernah menyangka jika rumahtangga yang ia bangun bersama suaminya, Pradipta harus berakhir ditengah jalan karena sang suami k...
1M 83.1K 56
Irish ragu dengan apa yang ia lihat kali ini. Ia tidak minus. Seratus persen ia yakin pandangannya tidak bermasalah. Dia juga tidak punya kemampuan u...
69.5K 11.2K 10
Satu hal yang terpatri di kepala Declan setiap kali menatap mata Reola. Mereka sejauh Asia-Afrika.
2.4M 13K 26
Menceritakan kehidupan seorang lelaki yg bernama Nathan. dia dikenal sebagai anak baik yg tidak pernah neko neko dan sangat sayang pada keluarganya...