November adalah bulan terburuk bagi Emerald. Hanya satu berita buruk yang dia dapatkan tapi itu meruntuhkan dunianya.
"Manusia gagal"
Kalimat pertama yang terlintas saat itu. Penantian panjang dan semua usaha yang dia kerahkan dengan mudahnya dipecahkan dalam sekali lihat. Tidak ada yang mengetahui seberapa keras Emerald bertarung hanya untuk sebuah kehormatan. Memar ditangannya dia sembunyikan dengan baik tetapi tidak dengan netranya yang sayu. Luka yang diterimanya selama ini, dibiarkan begitu saja dan tidak mengizinkan siapa pun mengobatinya.
Emerald membiarkan dirinya tenggelam membawa luka yang akan membekas seumur hidupnya. Tidak ada udara dibawah sini, rasa sesak ini mencekiknya terlalu keras. "semua akan baik-baik saja", Emerald mencoba memanipulasi pikirannya. Semua kata "semangat" yang terucap hanya sebuah penghibur yang tidak terlalu berarti. Takdir begitu lucu padanya, melambungkannya setinggi mungkin lalu menjatuhkannya hanya dengan jentikan jari.
Mencoba bernapas di dalam kegelapan dan berharap cahaya akan muncul. Namun, itu semua hanya harapan semu. Mereka bilang,
"jika kau tidak berusaha maka tidak akan ada jalan keluar".
Emerald pernah berusaha dan dia ditampar oleh kegagalan. Rasa takut itu, seperti rantai yang mengikat badannya. Takut untuk berusaha dan takut untuk kecewa lagi. Emerald ingin menjadi pengecut saja untuk saat ini.
"jika aku datang terlebih dahulu pada-Nya bagaimana?" Emerald pernah berpikir seperti itu. Atensinya tidak berarti lagi. Dunia tidak membutuhkan manusia gagal sepertinya. Lelah, Emerald ingin berteriak tetapi pita suaranya melemah. Emerald memejamkan mata dan berkata
"hei, mari berdamai aku sudah lelah dengan semua ini".
Keberanian yang Emerald lakukan saat ini hanyalah menyerah dan berdamai dengan rasa sakit. Perlahan tapi pasti, Emerald melihat cahaya yang dia dambakan selama ini. Perasaan hangat yang tidak pernah dirasakannya, bolehkah Emerald berharap perasaan ini bisa menyembuhkannya.