[ āœ” ] SWEET PILLS

By DeaPuspita611

407K 24.6K 619

Aksa baru lulus sekolah menengah kejuruan. Niat hati mau ngelamar kerja ke perusahaan otomotif besar di negar... More

[Day 00] ć…” PROLOGUE
[DAY 1] GRADUATION
[DAY 2] ADHIYAKSA COMPANY
[DAY 3] FAMILY AND FRIENDS
[DAY 4] HIS ANGEL
[DAY 5] DEVIL'S STARE
[DAY 6] DEVIL MEET HIS ANGEL
[DAY 7] ALSTROEMERIA
[DAY 8] DEVIL'S DESIRE
[DAY 9] ANGEL'S GIFT
[DAY 10] DANUAR'S GALLERY
[DAY 11] DEVIL'S PROPERTY
[DAY 12] ANGEL'S SCARS
[DAY 13] LAST TASK
[DAY 14] XAVIER ADHIYAKSA
[DAY 15] TRAP
[DAY 16] MESS
[DAY 17] THE BEGINNING
[DAY 18] ONE STEP CLOSER
[DAY 19] BROKEN
[DAY 20] HYACINTH
[DAY 21] SWEET BEHAVIOR
[DAY 22] BEGINNING OF DISASTER
[DAY 23] KING OF THE DEVIL
[DAY 24] LIFE FOR LIFE
[DAY 25] WHAT HAPPEN TO ME?
[DAY 26] BOOM! LIKE FIREWORKS
[DAY 27] THE NIGHT AFTER THE DISASTER
[DAY 28] THE NIGHT AFTER THE DISASTER 2
[DAY 29] THE NIGHT AFTER THE DISASTER 3
[DAY 30] I'M HERE FOR YOU
[DAY 32] WHAT HAPPENED?
[DAY 33] DISRUPTION
[DAY 34] SWEET LIKE SUGAR
[DAY 35] MONSTER ON THE LOOSE
[DAY 36] UNBEARABLE FEELINGS
[DAY 37] APART
[DAY 38] WITHOUT YOU
[DAY 39] WHEN YOU'RE GONE
[DAY 40] THOUGHT OF YOU
[DAY 41] BEHIND THE SHADOWS
[DAY 42] TREAT YOU BETTER
[DAY 43] ESCAPED
PROMOSI
Sweet Pills

[DAY 31] CHANCE

4.8K 308 15
By DeaPuspita611

Happy Reading in #day31

#papa

Pa·pa
1. miskin; sengsara

Pagi ini, Aksa kembali terbangun di kamar yang sama dengan yang ia tempati kemarin. Namun, ia tidak melihat pria yang menjaganya seharian kemarin. Aksa tidak melihat Xavier di manapun.

"Aksa ingin buang air kecil ..." Aksa berguman pelan, tubuhnya masih terasa sakit. Namun, hasrat di bawah sana tidak bisa ia tahan. Dengan perlahan ia bangun, walaupun merasakan nyeri yang amat terasa, Aksa tetap mencoba bangun.

Tangannya meraba setiap jengkal tembok sebagai tumpuan, Aksa merasakan pinggangnya ingin patah. Ah, rasanya sulit berjalan dengan keadaan seperti ini.

Bahkan, untuk sesaat Aksa harus berhenti karena ngilu yang semakin terasa. Walaupun kemarin Xavier telah memberikan salep, rasa sakitnya tidak hilang dalam sehari.

"Akh!"

Tangan Aksa tergelincir karena kurang kuat menahan beban tubuhnya sendiri, mengakibatkan ia terjatuh dan tersungkur. Air matanya mengalir kala merasakan rasa sakit mulai merayap dari lubang ke pinggulnya.

"Astaga, Aksara!"

Xavier datang dari balik pintu dengan nampan di tangannya sangat terkejut mendapati Aksa tergeletak di lantai memegangi pinggangnya.

"Mengapa kamu turun dari ranjang?! Kamu masih sakit!"

Aksa bergetar ketakutan saat Xavier menghampirinya, ia memang masih sedikit ketakutan saat berhadapan dengan Xavier.

Xavier menggendong bridal Aksa untuk kembali didudukkan di ranjang. Raut wajahnya tidak enak dipandang, ia terlihat marah dan kesal. Tapi, melihat Aksa yang bergetar ketakutan membuatnya harus menekan amarahnya.

"Aksa ingin pipis, Vier ..."

Xavier menghela napas, "Kamu bisa menungguku, Aksa."

"Vier tidak ada di sini saat Aksa bangun ..."

"Okay, my bad. Sekarang aku bantu, tubuhmu masih lemas, Aksa. Perbanyaklah istirahat."

Xavier kembali menggendong Aksa menuju kamar mandi, ia mendudukkan pemuda yang lebih kecil di atas wastafel.

"Vier bisa keluar ... Aksa bisa sendiri ..."

Xavier terkekeh pelan mendengar cicitan Aksa yang terdengar seperti tikus. Mengabaikan cicitan Aksa, tangan Xavier terulur menarik tali celana Aksa. Membuat Aksa kelabakan karena Xavier tidak mendengarkannya. Ia bahkan menggenggam kuat celananya saat pria yang lebih tua memaksa menurunkannya.

"Terakhir kali aku tinggal kamu sudah jatuh, bagaimana aku bisa meninggalkanmu untuk yang kedua kali?"

"Tapi Aksa malu ..."

"Aku ingatkan lagi, aku bahkan sudah melihat tubuhmu yang telanjang."

Aksa menunduk dalam, wajahnya memerah saat Xavier memgungkitnya. "Tetap saja Aksa malu ..."

Xavier tidak tahan untuk mencubit pipi chubby Aksa yang menggembung karena pout dari bibirnya. "Tenanglah aku tidak akan macam-macam." Xavier bahkan menggoyangkan pelan pipi Aksa yang ia cubit, membuat si kecil meringis pelan.

Jadi, dengan rasa yang cukup terpaksa Aksa melepas cengkeramannya pada celananya. Ia dibantu Xavier turun dari wastafel dan berdiri menghadap toilet. Xavier perlahan menurunkan celana Aksa sampai lutut.

"Angh!!" Aksa melenguh keras saat Xavier tiba-tiba memegang miliknya di bawah sana. "Apa yang Vier lakukan?!" Aksa bahkan menggeliat tidak nyaman, saat Xavier memegang miliknya. Bahkan, posisi mereka terlalu intim.

"Cepat keluarkan, agar kamu bisa segera makan. Kamu harus minum obat, ingat?"

"Lepas, Aksa bisa sendiri!"

Xavier terkekeh pelan, ia lebih memilih mengalah dan melepaskan milik Aksa. Membiarkan pemuda kecil itu menuntaskan hasratnya sendiri, ia lebih memilih memegangi pinggang Aksa agar pemuda itu tidak limbung.

"Su-sudah ..."

Mendengar cicitan itu Xavier langsung membantu Aksa memakai kembali celananya, bahkan langsung menggendong Aksa kembali ke tempat tidur.

"Lain kali tunggu aku jika ingin melakukan sesuatu, tubuhmu masih lemah."

Aksa mengangguk pelan, lagi pula ia tidak bisa membantah Xavier, bukan?

"Tapi, Vier ... kenapa peduli dengan Aksa?"

Xavier terdiam, ia tidak tahu harus menjawab apa. Karena semua yang dia lakukan atas dasar rasa bersalah.

"Tidak tahu, hanya ingin."

Kini ganti Aksa yang terdiam, sebenarnya ia bingung. Ia ingin bertanya lagi, namun melihat Xavier yang langsung mengambil semangkuk bubur membuat Aksa mengurungkan niatnya untuk bertanya.

Aksa makan dengan khidmat, ia memainkan jari-jarinya. Sedikit canggung saat pria itu menyuapi dirinya. Hanya tersisa setengah tapi Aksa sudah merasa kenyang, ia pun meminta berhenti. Xavier pun langsung menyerahkan segelas air dan beberapa pil obat untuk Aksa.

"Sekarang tidurlah, kamu memang harus banyak istirahat."

"Vier tidak bekerja? Vier sedari tadi terus di sini, tidak bekerja?"

"Tidak, aku mengambil cuti sejenak. Lagi pula, jika aku bekerja siapa yang akan menjagamu?" Aksa mengangguk pelan.

Xavier bangkit untuk menyelimuti Aksa sebatas pinggang. Karena Aksa masih bertelanjang dada karena luka di punggungnya, jadi rencananya hati ini Aksa akan mengganti perbannya.

Saat Xavier ingin beranjak pergi, ia terhenti saat jari kelingkingnya ditahan oleh Aksa. "Vier, Aksa ingin tanya satu hal."

Xavier menghela napas, kembali mengambil duduk di samping Aksa. "Katakan."

"Mama ... apa Aksa bisa menelpon Mama Aksa?"

Binar harapan di mata Aksa akan membuat siapa saja tidak akan bisa menolaknya. Tatapan bak anak kucing yang tersesat membuat orang-orang akan merasa gemas dan tidak kuat menolaknya.

"Tidak."

Ya, kecuali satu orang. Xavier Adhiyaksa.

"Tapi-"

"Tidurlah, Ranendra. Selagi aku berbaik hati."

Aksa bergetar pelan, aura ini kembali mengingatkannya pada kejadian malam itu. Jadi tanpa banyak bertanya lagi, Aksa melepas genggamannya pada melengkung Xavier. Dan memilih memejamkan mata.

Xavier menyeramkan ...

~~~

Elios duduk temangu menatap layar laptopnya yang berwallpaperkan kapibara. Wajar saja, dia memang penyuka kapibara.

Sudah 2 hari semenjak insiden Adhiyaksa, perusahaan diliburkan semenjak pengeboman itu. Elios masih terbayang-bayang akan kejadian yang terjadi di depan matanya. Ia masih tidak percaya ia bisa selamat dari maut, jika tidak ada Ben yang menolongnya, dia mungkin sudah berada di rumah sakit atau di kubur dalam tanah dengan peti mati.

"Ah iya ... Ben." Elios tersadar dari lamunannya saat teringat nama penolongnya itu. Ia baru terpikirkan untuk mengabari teman barunya itu.

Diambilnya handphone yang terletak di samping laptop dan menekan nomor seseorang yang beberapa minggu lalu sempat saling bertukar nomor saat mereka bertemu di pembukaan galeri milik Danuar Yudhistira.

Hanya dalam beberapa detik, telepon itu diangkat oleh Ben di ujung sana. Senyum Elios langsung merekah saat mendengar suara Ben.

"Kira-kira lo free gak hari ini, Ben?" Elios bertanya dengan harapan jika Ben memiliki waktu luang.

"Bisa dibilang gitu, sih. Soalnya si Ojak lagi ada acara keluarga, awalnya kita mau balap sih, terpaksa ganti di lain hari. Emang ada apa, El?" Kini Ben balik bertanya kepada Elios, tentu saja Elios meneleponnya karena suatu alasan. Lagi pula, Ben cukup bosan berdiam diri di rumah saja.

"Hangout, yuk! Itung-itung gue mau balas kebaikan lo yang udah nolongin gue dua hari lalu pas insiden di Adhiyaksa. Karna, kalo gak ada lo mungkin gue udah jadi ubi."

Untuk beberapa saat, ia tidak mendengar suara balasan dari Ben sama sekali, bahkan Elios sampai mengecek ponselnya berpikir jika Ben mematikan sambungan telpon mereka. Karena tidak ada balasan apapun dari Ben jelas membuat Elios sedikit gelisah dan mengacak-acak rambutnya.

"Hmm... okay. Kirimin gue lokasi lo, gue jemput." Ben langsung mematikan handphonenya setelah jawaban singkat itu, yang mana membuat Elios kebingungan. Padahal maksud Elios mereka bertemu langsung di kafe atau tempat nongkrong semacamnya. Tapi ini ... Ben mengatakan akan menjemputnya?

Bukannya ia tidak mau, ia hanya kebingungan saja. Tapi jika dipikir-pikir, Elios juga tidak keberatan jika dijemput oleh Ben. Dengan cepat, ia langsung saja ia mengirimkan lokasi rumahnya ke Ben. Dan berlalu untuk bersiap-siap pergi.

~~~~~~~

Siang itu, Matahari sedang tinggi-tingginya yang membuat suhu di kota Jakarta itu terasa panas yang luar biasa, bahkan jika mereka tidak menggunakan kemeja lengan panjang, kulit mereka akan memerah karena cuaca panas yang seakan membakarnya.

Elios membiarkan angin menerpa lehernya yang terasa dingin karena sudah dipenuhi dengan keringat, walau kepalanya tidak terkena angin karena tertutup oleh helm.

"Lo gak masalah gue bonceng kek gini, kan?"

"Enggak, kok. Malah gue seneng dapat pengalaman baru naik motor." Elios menggeleng pelan seakan Ben dapat melihatnya.

Ben terperangah, "Lo gak pernah naik motor?" Setidaknya pemuda di belakangnya pernah merasakan naik motor walaupun hanya matic.

"Sebenarnya gue gak bisa naik motor sama sekali. Kendaraan pertama yang gue pelajari tuh mobil." Elios memberi sedikut penjelasan kepada Ben. Memang Elios tidak terlalu kaya, tapi hidupnya juga selalu dilimpahi rejeki, ia tidak pernah seharipun merasakan kepapaan, kata papa tidak pernah ada dalam hidupnya. Ya, walaupun sesekali menghadapi masalah finansial, itu bisa dilalui karena gaji yang Adhiyaksa berikan cukup besar untuk menutupi.

"Anak orang kaya ternyata." Ben melemparkan godaan pada Elios.

"Eh! bukannya lo juga anak orang kaya? Gue mah cuma menengah, masih jauh level gue sama lo yang sederajat sama Yudhistira."

Ben tertawa pelan mendengar perkataan Elios, ia mempercepat laju motornya yang membuat tangan Elios refleks berpegang kuat di pinggangnya.

Tidak lama kemudian, motor yang Ben kendarai berhenti di salah satu lahan parkiran kosong. Ia melepas helm miliknya dan juga membantu melepas helm Elios.

"Thanks." Elios berkata pelan, sebenarnya setengah malu juga karena kesulitan membuka helm, Ben pun hanya tersenyum membalas perkataan Elios. Ben tipikal orang yang tidak suka terlalu banyak bicara, apalagi faktanya ia dan Elios tidak begitu dekat.

"Ben, gue sedikit penasaran, lo kok bisa tau tuh mobil Viern bakal meledak? Padahal, di pengecekkan terakhir para montir udah make sure kalo mobil dalam keadaan baik."

"Yah ... bisa dibilang kami lumayan ngerti otomotif sih, karna kami juga sering ngotak-ngatik moge sama beberapa jenis mobil." Ben melihat ke arah motornya yang terparkir di parkiran mall, ia tersenyum seakan motor itu adalah kebanggaannya

*Moge: Motor gede

"Pantas aja lo bisa langsung tau dan nolong gue. Gue sumpah bersyukur banget punya temen kaya lo, ya walaupun kita ketemu cuma sekali doang." Elios menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sambil tersenyum canggung ke arah Ben.

"Gimana kalau setelah nongki, kita nonton bioskop selagi kita di mall?" Elios mencoba menawarkan sesuatu hak pada Ben. Canggung juga jika tidak ada pembicaraan di antara mereka.

"Ide yang bagus, oke gue setuju."

Kafe itu tidak terlalu jauh dari tempat parkir mall, sehingga mereka hanya perlu berjalan kaki. Kafe itu terlihat sungguh nyaman dengan wallpaper berwarnakan biru dengan gambar daun-daun hijau yang diletakkan secara asal.

"Kafe yang bagus, nyaman juga." Elios memperhatikan sekitarnya sebelum mengambil buku menu yang diberikan seorang waitress di atas meja dan hampir keseluruhan menunya bertuliskan bahasa inggris. Inilah kelemahan seorang Ellios.

Ia sama sekali tidak mengerti bahasa inggris.

Untungnya, menu itu memiliki gambar jadi ia tidak mempermalukan dirinya sendiri, hanya karena menanyakan arti satu-persatu menu itu.

"Saya pesan cappucino ya, Mbak." Elios langsung mengalihkan pandangannya ke arah Ben yang sepertinya sudah menentukan pilihannya.

"Saya pesan Americano satu, please." Ben tersenyum ke arah mbak waitress itu.

Hanya dalam beberapa saat, pesanan mereka datang. Keadaan cukup canggung karena tidak ada dari mereka yang memulai pembicaraan terlebih dahulu.

"Ekhm, Ben ..."

Ben mengadahkan kepalanya yang sedari tadi menatap minumannya. "Kenapa?"

"Lo mau nonton apa nanti? Fast and Furious? Kalo sekarang itu sih yang terbaru." Lagi dan lagi, Elios harus memulai pembicaraannya dengan Ben.

"Gue udah nonton itu tiga hari lalu bareng Ojak."

Eios mengingat-ingat film apa saja yang sedang ditayangkan di bioskop saat ini. "Little Mermaid?"

Ben menggeleng pelan. "Gue bukan Danuar yang suka sama film musikal."

"Film horror?"

"Gue ngantuk tiap nonton horror."

Huft. Elios mendesah kesal. ternyata sangat sulit mengobrol dengan seorang introvert.

"Jadi, lo sukanya genre film apa?"

Mata Elios langsung membola saat mendengar jawaban dari Ben.

"Gue suka genre film romantis."

Please, itu tidak pernah ada dalam ekspektasi Elios ...

Continue Reading

You'll Also Like

Bed Mate By Ainiileni

General Fiction

541K 18.3K 45
Andai yang mabuk-mabukan di barnya bukan Aruna, Mario tidak akan peduli. Namun karena yang berada di depannya adalah mantan tunangan dari sahabatnya...
STRANGER By yanjah

General Fiction

657K 74.1K 52
Terendra tak pernah mengira jika diumurnya yang sudah menginjak kepala empat tiba-tiba saja memiliki seorang putra yang datang dari tempat yang tak t...
Istri Kedua By safara

General Fiction

613K 19.3K 49
Jangan lupa vote banyak-banyak yah guys,semoga suka dengan cerita ini ā˜†ā˜†ā˜† nadilla di paksa menikah oleh suami orang untuk merawat suaminya yang menga...
DEWASA III [21+] By Didi

General Fiction

102K 259 43
[follow untuk bisa membaca part 21+] KUMPULAN NOVEL-NOVEL DENGAN TEMA DEWASA. BANYAK ADEGAN TAK LAYAK UNTUK USIA DI BAWAH 18 TAHUN. šŸ”žšŸ”žšŸ”žšŸ”žšŸ”ž