✔[SEGERA TERBIT ] SWEET PILLS

By DeaPuspita611

371K 23.1K 601

Aksa baru lulus sekolah menengah kejuruan. Niat hati mau ngelamar kerja ke perusahaan otomotif besar di negar... More

[Day 00] ㅡ PROLOGUE
[DAY 1] GRADUATION
[DAY 2] ADHIYAKSA COMPANY
[DAY 3] FAMILY AND FRIENDS
[DAY 4] HIS ANGEL
[DAY 5] DEVIL'S STARE
[DAY 6] DEVIL MEET HIS ANGEL
[DAY 7] ALSTROEMERIA
[DAY 8] DEVIL'S DESIRE
[DAY 9] ANGEL'S GIFT
[DAY 10] DANUAR'S GALLERY
[DAY 11] DEVIL'S PROPERTY
[DAY 12] ANGEL'S SCARS
[DAY 13] LAST TASK
[DAY 14] XAVIER ADHIYAKSA
[DAY 15] TRAP
[DAY 16] MESS
[DAY 17] THE BEGINNING
[DAY 18] ONE STEP CLOSER
[DAY 19] BROKEN
[DAY 20] HYACINTH
[DAY 21] SWEET BEHAVIOR
[DAY 22] BEGINNING OF DISASTER
[DAY 23] KING OF THE DEVIL
[DAY 24] LIFE FOR LIFE
[DAY 25] WHAT HAPPEN TO ME?
[DAY 26] BOOM! LIKE FIREWORKS
[DAY 27] THE NIGHT AFTER THE DISASTER
[DAY 28] THE NIGHT AFTER THE DISASTER 2
[DAY 29] THE NIGHT AFTER THE DISASTER 3
[DAY 31] CHANCE
[DAY 32] WHAT HAPPENED?
[DAY 33] DISRUPTION
[DAY 34] SWEET LIKE SUGAR
[DAY 35] MONSTER ON THE LOOSE
[DAY 36] UNBEARABLE FEELINGS
[DAY 37] APART
[DAY 38] WITHOUT YOU
[DAY 39] WHEN YOU'RE GONE
[DAY 40] THOUGHT OF YOU
[DAY 41] BEHIND THE SHADOWS
[DAY 42] TREAT YOU BETTER
[DAY 43] ESCAPED
PROMOSI
Sweet Pills

[DAY 30] I'M HERE FOR YOU

5K 328 6
By DeaPuspita611

Happy Reading in #Day30


#Dies ater

Dies Ater
berarti "A Black/Fatal Day" dalam bahasa Latin.

Dokter datang tak lama kemudian, membuat Xavier yang duduk di samping Aksa langsung berdiri membiarkan dokter memeriksa keadaan Aksa.

Bahkan, dari posisi ini dokter dengan umur kisaran 30-an akhir dapat melihat seberapa parah luka pemuda yang kini terbaring. Lebam bahkan darah dari luka cambukan yang belum berhenti mengalir.

"Tuan Xavier, tolong miringkan tubuhnya. Saya rasa luka paling parah ada di bagian punggungnya."

Xavier tersentak, benar juga. Ia menyiksa Aksa dalam keadaan tengkurap tadi, jadi dengan hati-hati Xavier memiringkan tubuh Aksa.

Tubuh Aksa hanya ditutupi selimut dari pinggul hingga kakinya. Dadanya terekspos memperlihatkan lebam di beberapa bagian.

Untuk orang yang takut akan darah pasti akan merasa ngilu melihat darah Aksa yang kini mengotori sprei ranjang Xavier. Beberapa luka masih mengeluarkan darah, dan sebagian yang lain menempel pada kain sprei.

Dokter mulai mengobati, membubuhkan obat luka. Xavier memalingkan wajahnya menatap wajah tenang Aksa yang tertidur.

Ia terkekeh pelan menyadari betapa bodohnya pemuda ini, ia memilih berbalik ke arahnya dibanding kebebasan yang selalu ia impikan.

Namun, ada rasa hangat di sudut hati Xavier.

"Tuan Xavier, saya akan membalut lukanya. Harap Anda berkenan membantu."

Xavier mengangguk pelan. Dokter mulai membalut dada Aksa sampai melingkar melewati punggungnya dan dikunci di pinggang Aksa.

"Uhm ... bagian bawahnya juga berdarah, aku meminta obatnya juga."

"Baik, akan saya resepkan obat-obatnya. Sara rasa itu luka sobek karena Anda terlalu kasar dalam bermain, harap oleskan di bagian pinggir. Salep ini akan memberikan rasa dingin walau sedikit perih."

Dokter itu menyerahkan selembar resep obat yang harus Xavier tebus. "Oh, saya rasa beberapa orang yang mengalami kekerasan akan mengalami gangguan pasca trauma, harap Anda selalu di sisinya untuk menenangkan."

Xavier mengangguk pelan, Aksa hanya mainannya sejak awal. Namun, melihat pemuda itu kini sakit, ada sedikit rasa tidak nyaman di hatinya.

"Ah, satu lagi, Tuan Xavier. Jika keesokan hari tubuh Tuan Aksa mengalami demam, cukup beri dia obat penurun panas. Ini mungkin efek karena kelelahan yang dia alami." Sekali lagi Xavier mengangguk pelan sebagai balasan.

Setelah mengantar dokter, Xavier berbalik untuk kembali merebahkan diri di samping Aksa. Tidak lupa ia menyuruh salah satu anak buahnya untuk menebus obat di apotek terdekat.

Xavier perlahan mendekap tubuh yang lebih kecil, menghangatkannya di dalam pelukannya.

Malam itu, keduanya terlelap dengan tenang. Dengan pria yang lebih tua tertidur nyenyak memeluk si malaikat baik hati yang berhasil meluluhlantakkan perasaannya.

~~~~

Lunar kini berganti bagaskara yang perlahan menyembul. Namun, tidak mengganggu dua orang yang masih tertidur lelap. Wajah keduanya tampak tenang di dalam tidurnya.

Seorang pelayan paruh baya masuk dengan trolinya. Terdapat semangkuk bubur dan susu, juga sepiring fish fillet dengan mash potato.

Melihat tuannya yang masih tertidur, pelayan itu tidak mengganggu dan hanya datang untuk meletakkan sarapan, serta obat yang ditebus oleh bawahan Xavier.

Tidak lama, setelah pelayan itu keluar lenguhan pelan terdengar dari pemuda yang lebih kecil.

Hanya lenguhan serta rintihan pelan yang keluar, namun pemuda yang lebih kecil itu tidak membuka matanya. Membuat pria di sampingnya kini terganggu.

"Aksa ..."

Namun, tidak ada balasan dari si kecil, membuat Xavier kalang kabut karena Aksa terus merintih tanpa ingin membuka mata.

"Open your eyes, Sweetheart ... don't make me scared ..."

Xavier terus mengusap pipi Aksa, bahkan sesekali menepuk lengan Aksa agar pemuda itu segera terbangun.

Saat mengusap pipi Aksa, Xavier dapat merasakan suhu tubuh yang hangat. Ia menekan tombol yang berada di nakas, tidak lama seorang wanita paruh baya masuk. Wanita itu menunduk pelan di hadapan Xavier.

"Bawakan obat penurun panas."

"Baik, Tuan."

Xavier kembali mengelus pipi Aksa, "Wake up, Sweetheart ... it's time to breakfast."

Perlahan, mata dengan bulu mata yang cukup lentik bergetar pelan lalu terbuka. Xavier bisa melihat binar cahaya yang redup di mata Aksa. Dan saat mereka bertatapan, binaran itu berubah menjadi sebuah ketakutan.

Tubuh Aksa bergerak pelan, dan Xavier tahu jika Aksa ingin pergi menjauh darinya. Namun, karena tubuhnya yang kemungkinan mati rasa, Aksa tidak bisa bergerak lebih jauh.

"Pun ... ampun ... ampun ..." Sudut mata itu kembali meneteskan air mata. Dan Xavier tahu ini semua akibat dari kelakuannya.

"Hei ... don't be scared, Sweetheart ..."

Suara rendah Xavier mengalun lembut di telinga Aksa. Pemuda itu tahu jika ia menyia-nyiakan kesempatan untuk melarikan diri. Tapi, melihat betapa hancurnya pria di depannya tadi malam, membuat sudut hati Aksa merasakan sesak dan sakit.

Ia tidak pernah melihat Xavier sehancur itu, ia bisa saja mengabaikannya dan tetap berbalik pergi. Karena pria itu, adalah pria yang sama dengan pria yang selalu menyiksanya selama berhari-hari.

"Jangan pukul ... ampuni Aksa ..."

"No no no ... aku tidak akan memukulmu lagi, i'm sorry, Sweetheart ..."

Aksa dapat melihat jika Xavier kembali meneteskan mata. Dengan tangan yang gemetar, ia usap air mata yang turun di pipi Xavier.

"Don't crying ..."

Rasa bersalah merayap di hati Xavier saat Aksa, bahkan masih bisa tersenyum untuknya.

"Kenapa kamu melakukan hal seperti ini? Aku telah menyakitimu."

"Vier terlihat hancur, Vier juga melukai diri sendiri. Kenapa?"

"Kenapa kamu begitu peduli? Padahal, kebebasan adalah suatu yang kamu impikan."

Aksa menggeleng pelan, ia bahkan tidak tahu mengapa ia harus repot menyia-nyiakan kesempatannya.

"Aksa tidak tahu, tapi di sini terasa sesak melihat Vier menangis ..."

"Bodoh ..."

Xavier kembali menitikkan air mata, saat bibir itu kembali melukiskan senyum. Bahkan, Xavier kini menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Aksa.

"Geli ..."

Ck! Rasa bersalahnya semakin besar saat pemuda itu bahkan bisa tertawa walaupun pelan.

"Benar-benar pemuda bodoh, Ranendra."

~~~~

Suara langkah kaki bergema di bangunan kosong saat ia melangkah masuk. Keadaan di dalam sungguh lembab, hanya ada cahaya lampu remang-remang yang terpasang tergantung jauh di atasnya. Ia bisa melihat orang-orang yang berlalu lalang, ada yang bertubuh besar, ada yang bertubuh sedang, bahkan ada juga yang sedang duduk bersantai di sana.

Dia berjalan dengan santai, namun tidak ada yang menyadari akan kedatangannya. Rambutnya yang ikal dibiarkan terurai itu, melenggak-lenggok mengikuti alur langkahnya yang halus, bahkan suara sepatunya saat menapak semakin lama semakin menghilang kala ia semakin masuk ke tempat tujuannya.

Ia berhenti tepat di depan suatu ruangan besar. Kusen pintunya yang berbahan kayu itu terukir pahatan gebyok jawa klasik dengan sentuhan warna emas di titik-titik tertentu seperti ukiran tersebut sedang menceritakan tentang sesuatu.

Ia membuka pintu besar itu, langsung disuguhi oleh tatapan lapar dari orang yang sedang duduk di tengah ruangan. Dan ia bisa melihat jajaran pria bertubuh besar yang mengelilingi orang itu tengah menantinya.

"Satu, dua, tiga. Cukup mudah~" Natalie bergumam saat menghitung jumlah penjaga yang ada di sana.

"Untuk seukuran wanita, kamu cukup berani untuk datang ke sini tanpa persiapan apapun." Pria paruh baya itu terkekeh pelan sambil melihat ke arah Natalie yang menunjukkan seringai jahat di wajah cantiknya.

"Cuihh. Kamu yang terlalu meremehkanku, Aaron. Bukankah seharusnya kamu bersantai menikmati hari tuamu?" Natalie mengeluarkan senjatanya dari sarung pistol yang terlilit di paha kanannya yang terekspos. Menghadapi pria paruh baya bernama Aaron tidak akan cukup dengan tangan kosong.

Biasanya, Natalie memakai celana dalam renda dipadukan dengan bra yang warnanya senada, namun hari ini berbeda. Ia memakai celana dalam konservatif berwarna hitam yang menunjukkan sisi maskulin dan juga sisi mengerikannya.

Aaron menggigit bibir bawahnya tiap kali melihat tubuh seksi Natalie di setiap pertemuannya. Ia ingin sekali bermain dengan tubuh ramping, namun tampak berisi di beberapa bagian itu. Memikirkannya saja sudah membuat junior Aaron bangun.

Natalie membelai lembut revolver Smith & Wesson M1917 kesayangannya itu dan tanpa mereka sadari, Natalie sudah menarik pelatuknya yang membut salah seorang pengawalnya jatuh dengan darah yang keluar dari dahi pria besar itu.

"Ups... Sepertinya my baby memang sudah kelaparan." Ucapan Natalie terdengar nakal yang membuat Aaron berdecak kesal.

Aaron memberi isyarat kepada kedua bodyguard yang ada di samping kanan dan kirinya untuk berhadapan dengan Natalie yang sudah siap dalam posisi setengah kuda-kuda. Sangat terlihat nafsu membunuhnya, bahkan seringainya yang semakin lebar.

"Hoc est niger dies ater, cause I'll send you to hell." Natalie berguman sambil memutar-mutar revolver yang ada di tangan kanannya.

(Hoc est niger dies ater = Hari ini adalah hari yang gelap/sial.)

Dua pria di hadapannya itu lebih besar dan tinggi daripada Natalie, namun beruntung saja ia dapat menghindari semua tinju yang dilayangkan ke arahnya.

Natalie menunduk, melompat bahkan menyeret dirinya dari kanan ke kiri hingga kedua pria itu terengah-engah dan berhenti sejenak untuk menarik napas setelah bertubi-tubi mencoba untuk melukai tubuh Natalie, namun tidak mendapat kesempatan itu karena wanita yang mereka hadapi terlalu lincah untuk ukuran wanita biasa. Dia melebihi seorang monster, ia sang malaikat maut.

Natalie tidak membuang kesempatan. Sebelah tangan Natalie yang kosong, dengan sigap mengambil taser dari saku sarung pistol tadi dan dalam waktu sepersekian detik taser itu sudah mendarat manis di leher pemuda yang lebih tegap. Membuat pria itu jatuh tersungkur tidak sadarkan diri, sedangkan yang satu lagi, ia berhasil memasukkan revolver itu ke mulut pria yang masih hidup itu dan menembakkannya ke langit-langit mulut tanpa aba-aba hingga cairan kental dan organ yang sudah hancur keluar dari bagian kepala itu.

Natalie menyeka pipinya yang terciprat tetesan darah, namun masih menyisakan warna merah di sana seakan wanita itu menggunakan darah sebagai blush on-nya.

BRUGH

"Ahhh~ padahal aku ingin bermain dengan tubuh gagah ini. Lihat betapa besar tubuhnya, ahh ... pasti bagian bawah sana tidak kalah besar. Tapi sayangnya aku tidak bisa berlama-lama di sini~" ucap Natalie saat kakinya yang telanjang itu menapak di wajah salah satu mayat itu dan melangkah melewatinya.

"Dan sekarang giliranmu."

Tidak ada orang lain di ruangan besar itu, bahkan jarak Natalie dengan Aaron hanya sekitar satu meter saja. Ujung mulut revolver yang panas itu sudah mengarah tepat di dahi om-om mesum itu.

Bukannya takut, Aaron malah semakin menyandarkan dirinya ke kursi kulit yang ia duduki. "Seperti katamu, hoc est niger dies ater. Tapi sepertinya tidak." Jujur Aaron semakin terangsang melihat kekejaman Natalie di hadapannya. Apalagi saat dihadapkan tubuh seksi milik Natalie, lihatlah buah dada yang menonjol seakan menantang dirinya.

Kaki yang sebelumnya ia naikkan sebelah ke atas kakinya lain, kini dilebarkan hingga menunjukkan bagian tengah celananya yang sudah ketat karena sesuatu yang menggembung di sana.

"Bukankah kamu biasa bermain-main dulu dengan musuhmu, Natalie Arawinda? Play with me like other Arawinda did to me." Aaron menaikkan sebelah alisnya, menggoda Natalie yang air wajahnya sudah berubah muram dan jijik melihat kelakuan Aaron.

DOR! DOR!

Natalie yang amarahnya sudah diubun-ubunnya itu langsung menarik pelatuk revolvernya dan membuat Aaron mati hanya dalam sepersekian detik. Dua peluru itu menembus ke dadanya, dan satu lagi ke kejantanannya.

Sial! Bahkan, Natalie merasa jijik bersentuhan dengan pria tua itu. Membayangkan ia melakukan hal itu, membuat tubuhnya merinding.

"Itu balas dendam untuk keluargaku yang semua kamu bunuh, Aaron I- ahh... Aku baru ingat kamu tidak menyandang nama itu lagi."

Natalie memutar badannya keluar dari ruangan itu, namun kali ini semua mata tertuju padanya. Mereka yang berada di luar ruangan, baik penjaga dan pelayan dari Aaron, tidak ada yang berani mendekati Natalie setelah melihat ruangan yang terlihat seperti lautan darah.

Namun, tanpa sepengetahuannya, ada sepasang mata menatap Natalie dengan tatapan amarah.

"Kamu juga akan mati di tanganku, Nata the Thanatos. Bahkan, sang dewi kematian sepertimu akan bernasib sama seperti Arawinda yang lain."

Continue Reading

You'll Also Like

Gus Fahry By yaa_rhm

General Fiction

3.5M 269K 60
"Diantara semua nikmat yang ada, Una adalah nikmat termanis yang pernah Aa' terima," -ungkap Fahry tulus pada una *** "Una harus nikah sama Gus Fahry...
5.8M 280K 61
[FOLLOW DULU SEBELUM BACA YA MANIEZZZ] Kisah 2 pasangan yang dijodohkan oleh orangtua mereka. Arlando jevin demort, cowok berusia 18 tahun harus men...
Cafuné By REDUYERM

General Fiction

112K 10.4K 35
(n.) running your fingers through the hair of someone you love Ayyara pernah memiliki harapan besar pada Arkavian. Laki-laki yang ia pilih untuk menj...
137K 8.5K 24
"Hestama berhak tahu kalau ada bagian dari dia yang hidup di dalam rahim lo, Run." Cinta mereka tidak setara. Pernikahan mereka diambang perceraian...