Through the Lens [END]

By dindaarula

84.1K 9.2K 831

I found you through the lens, then I'm falling right away. --- Ketika bertugas sebagai seksi dokumentasi dala... More

๐Ÿ“ท chapter o n e
๐Ÿ“ท chapter t w o
๐Ÿ“ท chapter t h r e e
๐Ÿ“ท chapter f o u r
๐Ÿ“ท chapter f i v e
๐Ÿ“ท chapter s i x
๐Ÿ“ท chapter s e v e n
๐Ÿ“ท chapter e i g h t
๐Ÿ“ท chapter n i n e
๐Ÿ“ท chapter t e n
๐Ÿ“ท chapter e l e v e n
๐Ÿ“ท chapter t w e l v e
๐Ÿ“ท chapter t h i r t e e n
๐Ÿ“ท chapter f o u r t e e n
๐Ÿ“ท chapter f i f t e e n
๐Ÿ“ท chapter s i x t e e n
๐Ÿ“ท chapter s e v e n t e e n
๐Ÿ“ท chapter e i g h t e e n
๐Ÿ“ท chapter n i n e t e e n
๐Ÿ“ท chapter t w e n t y
๐Ÿ“ท chapter t w e n t y o n e
๐Ÿ“ท chapter t w e n t y t w o
๐Ÿ“ท chapter t w e n t y t h r e e
๐Ÿ“ท chapter t w e n t y f o u r
๐Ÿ“ท chapter t w e n t y f i v e
๐Ÿ“ท chapter t w e n t y s i x
๐Ÿ“ท chapter t w e n t y s e v e n
๐Ÿ“ท chapter t w e n t y e i g h t
๐Ÿ“ท chapter t w e n t y n i n e
๐Ÿ“ท chapter t h i r t y
๐Ÿ“ท chapter t h i r t y o n e
๐Ÿ“ท chapter t h i r t y t h r e e
๐Ÿ“ท chapter t h i r t y f o u r
๐Ÿ“ท chapter t h i r t y f i v e
๐Ÿ“ท chapter t h i r t y s i x
๐Ÿ“ท chapter t h i r t y s e v e n
๐Ÿ“ท chapter t h i r t y e i g h t
๐Ÿ“ท chapter t h i r t y n i n e
๐Ÿ“ท chapter f o r t y
๐Ÿ“ท chapter f o r t y o n e
๐Ÿ“ท chapter f o r t y t w o
๐Ÿ“ท chapter f o r t y t h r e e
๐Ÿ“ท chapter f o r t y f o u r
๐Ÿ“ท f i n a l chapter

๐Ÿ“ท chapter t h i r t y t w o

1.2K 183 41
By dindaarula

Lalu lintas perlahan-lahan mulai kembali lancar sehingga membuat Radya harus fokus menyetir. Namun, semestinya hal itu tidak dapat menghentikannya untuk bersuara. Alsa menjadi tak tenang sendiri sebab laki-laki itu belum juga memberikan respons. Beberapa pikiran negatif pun mulai menyambangi, seperti: Apakah Radya mendadak berubah pikiran? Apakah saat itu Radya tidak sungguh-sungguh mengatakannya? Apakah ... Radya hanya ingin bermain-main dengannya?

Nggak mungkin, Alsa lekas menyanggah dalam hati. Setelah semua hal yang mereka lewati bersama, Alsa cukup yakin bahwa Radya merupakan tipe orang yang takkan mau repot merelakan waktu hanya untuk hal-hal yang tidak berguna.

Lantas, Alsa yang tak tahan dengan kesunyian di antara mereka ditambah pula rasa penasaran yang membengkak, pada akhirnya ialah yang lebih dulu membuka percakapan kembali.

"Bang," panggil Alsa. Ditatapnya Radya tanpa ragu sedikit pun. "Lo kok jadi diem aja? Gue nungguin lo ngomong dari tadi, tau."

Laki-laki di balik kemudi itu menengok sekilas. Raut pada wajahnya tak terdefinisikan. Lalu kepalanya kembali terarah ke depan bersamaan dengan karbondioksida yang lolos dari mulutnya. "Sori. Gue cuma kaget karena lo mendadak bahas soal itu," aku Radya. "Ini jauh lebih cepat dari yang gue bayangkan, asal lo tau."

Alsa mendengkus pelan. "Akhirnya lo ngerasain apa yang gue rasain waktu itu."

"Lo balas dendam, huh?"

"Emangnya lo merasa dirugikan?"

"... nope. Itu bahkan bukan sesuatu yang buruk." Radya menjeda selama beberapa saat. Laki-laki itu tampak ingin mengatakan sesuatu, tetapi wajahnya terlihat tak nyaman seolah ia tidak ingin membahasnya. Alsa hendak bertanya, sebelum pada akhirnya ia kembali membuka mulut untuk bersuara. "Tapi, sebelum itu, soal semalam ...."

Barulah kini Alsa mengerti kendati Radya membiarkan kalimatnya menggantung begitu saja. Nyatanya Radya memikirkan soal itu dan berniat menjelaskan. Tapi masalahnya, laki-laki itu enggan mengungkit masa lalu yang tentu berpotensi besar akan membuka luka lama. Maka dari itu, sebab telah paham dengan situasinya, Alsa pun melayangkan tatap lekat pada Radya dan berujar, "Iya, gue tau itu mantan lo. Dan bohong kalau gue bilang gue nggak kepikiran. Tapi, sekarang ini gue berusaha buat nggak peduli sama masa lalu lo dan lebih fokus sama keadaan sekarang."

Kontan saja Radya menengok saat Alsa mengatakannya, walaupun tak bertahan lama sebab ia masih harus fokus pada jalanan di depan. Sesaat ia hanya tergeming, sedikit tak menyangka dengan apa yang baru saja didengarnya. Kemudian ia pun membalas, "Lo serius?"

"Iya, serius," jawab Alsa tanpa perlu pikir panjang.

"Udah bener-bener yakin?"

"Yakin."

"Kata-kata lo nggak bisa ditarik, jadi sekali lagi gue tanya." Tepat pada saat itu, lampu merah tampak di depan mata sehingga Radya menginjak rem hingga mobilnya berhenti di antara kendaraan lainnya. Ia pun kini dapat berhadapan sepenuhnya dengan Alsa. Sorotnya yang melembut pun mengunci sang gadis. "Alsanira ... lo mau nerima gue jadi pacar lo?"

Seketika saja Alsa terkesiap. Ini memang bukan pertama kalinya, tetapi gadis itu tak menyangka ia akan kembali mendengar kalimat dengan maksud serupa terlontar dari mulut Radya. Dentuman di balik rusuknya mulai menggila. Perutnya terasa seperti terombang-ambing. Sensasi yang ia dapatkan tak jauh berbeda dengan kala itu. Namun, yang kali ini sudah sangat membuktikan bahwa Radya memang sungguh-sungguh padanya.

Seolah kehilangan kemampuan berbicara, akhirnya jawaban yang Alsa berikan hanya berupa anggukan pelan-pelan dengan lengkungan yang tertarik malu-malu di bibir.

"Baru sekarang lo keliatan malu-malu." Radya menahan senyum geli. "Ke mana perginya keberanian lo yang tadi?"

Alsa mendengkus. Bibirnya mengerucut. "Lo ngomong begitu jadinya ngancurin suasana ...."

"Emang sekarang suasananya gimana? Romantis? Di tengah kemacetan begini?" Jeda sebentar. "Harusnya lo ngomong di tempat yang lebih mendingan."

"Nggak penting di mana tempatnya. Yang penting siapa orangnya."

Sesaat Radya terdiam, lalu ia mengulum senyum seraya manggut-manggut. "Oke, oke. Jadi, gimana? Lo belum jawab yang sebelumnya."

"Ish, masih harus diperjelas juga?" Alsa memasang tampang sebal, tetapi semburat merah tampak timbul di kedua pipinya. "Iya, gue mau. Puas lo?"

Radya sontak tertegun. Sungguh, sebuah jawaban yang penuh dengan keyakinan. Yah, tidak heran sebab ia adalah Alsanira Mahika. Ujung-ujung bibir laki-laki itu pun mulai tertarik lebar. Sebuah senyum yang mencapai mata, sesuatu yang jarang Alsa dapatkan meski mereka telah sering menghabiskan waktu bersama. "Thank you," ungkapnya tulus. Kemudian tak butuh waktu lama bagi sosok Radya yang biasanya untuk kembali dengan berkata, "Awas aja kalau sampe lo nyesel."

"Kalau gitu, jangan bikin gue nyesel," balas Alsa. Pandangannya tertuju ke depan sembari sibuk memainkan jari. Senyumnya tertahan di bibir. Benarkah laki-laki di sampingnya kini sudah resmi menjadi pacarnya?

"I'll do my best, okay?" Radya mengacak singkat rambut Alsa sebelum kembali mengemudi lantaran lampu merah sudah berubah hijau. "Jadi, apa sekarang Baswara Chandra udah resmi tersingkir dari hati lo?"

Senyum geli terpatri di bibir Alsa. Iseng, ia menjawab, "Jangan harap. Dia masih tetap nomor satu."

"Terus, gue?"

"Jauh di bawahnya, lah."

"Baswara anj--"

"Lo berani ngatain Baswara gue?!"

"'Baswara gue'," Radya mencibir. "Pacar lo yang sebenernya siapa, sih?"

Alsa nyaris saja tergelak. "Masa lo cemburu sama cowok yang jelas-jelas nggak akan pernah bisa gue miliki?"

"Udah tau nggak bisa dimiliki masih aja dipertahanin jadi si nomor satu."

Kali ini Alsa tak bisa menahan tawanya lagi. Ia baru tahu ternyata mengisengi laki-laki itu rasanya semenyenangkan ini. Pantas saja Radya suka sekali melakukan hal itu padanya. Alsa yang kini sudah sepenuhnya merasa nyaman dengannya pun tak perlu lagi merasa canggung ataupun takut seperti saat awal-awal mereka saling mengenal. Terlebih lagi karena sekarang keduanya telah terikat oleh sebuah status hubungan yang pasti.

Usai tawanya mereda, Alsa pun berujar, "Baswara emang si nomor satu. Tapi, di sisi yang lain, ada ruang spesial khusus buat lo--" gadis itu menyunggingkan senyuman manis, "--Faradya gue."

"... damn."

Sekali lagi, Alsa sukses membuat Radya kehilangan kata. Laki-laki itu fokus pada jalanan, tetapi Alsa menangkapnya ketika ia mengerjap tak natural beberapa kali. Kemudian ia menumpukan siku kanan pada kaca, tangan yang semula dipakai menyetir naik guna menyugar rambutnya ke belakang dengan perlahan.

Dan, begitulah akhirnya Alsa dapat menyaksikan langsung untuk pertama kali bagaimana seorang Mahameru Faradya salah tingkah.

-

Seperti biasanya saat Radya mengantarkan Alsa pulang, ia akan menurunkan sang gadis agak jauh dari rumahnya, sesuai dengan permintaannya sendiri.

Sebelumnya Radya bisa mengerti sebab saat itu memang belum ada status apa pun di antara mereka, dan Alsa ingin menghindari serangan pertanyaan dari keluarganya. Namun, dimulai dari hari ini, situasi telah berbeda dan semestinya sepasang insan itu tak perlu lagi sembunyi-sembunyi. Kendati demikian, Alsa berkata bahwa masih terlalu cepat karena ini baru hari pertama, dan pada akhirnya Radya hanya bisa menurut saja.

Tapi sayang, tampaknya semesta malah tidak berpihak kepada mereka kali ini. Sebab tepat di tikungan tempat Radya biasa menurunkan Alsa--persis di depan sebuah Rumah Makan Padang, gadis itu mendapati seorang wanita yang familier terlihat hendak menyebrang. Tak butuh waktu lama baginya untuk menemukan keberadaan mobil Radya dan segera dapat mengenalinya dengan cepat.

"Bang, itu nyokap gue," kata Alsa dengan sedikit panik. "Gimana, dong?"

Tak sesuai perkiraan Alsa, Radya justru menanggapinya dengan begitu santai. "Gimana apanya?" tanyanya retoris. "Ya samperin, lah. Masa lo mau pura-pura nggak kenal sama nyokap lo sendiri?"

"Terus nanti kita harus bilang apa?"

"Tinggal jujur aja, apa susahnya?"

"Terlalu cepet kalau harus bilang sekarang."

"Emang harusnya kapan? Lagian, gue juga butuh ketemu nyokap lo."

"Buat apa?"

"Buat minta restu." Seringai jail mengakhiri kalimat Radya. Laki-laki itu lantas melepas seat belt dan bersiap untuk turun. "Percaya sama gue, semuanya bakal berjalan lebih baik lagi kalau lo mau jujur. Apalagi ini ke ortu lo sendiri."

Alsa kontan mendengkus. Radya tidak tahu saja kalau Mama pernah meragukannya hanya karena Mama menganggap mereka berada di kasta yang berbeda. Yah, sebetulnya memang tidak salah, tetapi bukan berarti sepenuhnya benar. Sebab keluarga Alsa pun pada kenyataannya bukan berada di kasta yang terendah juga. Walau demikian, Mama pasti tetap akan mencari tahu apa pun yang ingin diketahuinya perihal sosok Radya.

Melihat Mama yang sudah mendekati mobil dengan ragu-ragu membuat Alsa sadar bahwa memang tidak ada jalan lain selain menghadapinya. Lagipula, Radya sendiri pun terlihat begitu tenang sehingga Alsa yakin laki-laki itu pasti dapat mengatasi apa pun yang akan terjadi nanti.

"Ya udah, ayo turun, Bang," putus Alsa pada akhirnya. Ia dan Radya pun lekas turun dari mobil.

Laki-laki itu tanpa canggung menghampiri Mama dan mencium tangannya, usai dengan ramah menyapa, "Sore, Tante."

"Mama lagi mau mau ke mana, Ma?" tanya Alsa, sedikit berbasa-basi sekaligus mengulur waktu.

"Mau ke warung di blok E, Kak," Mama menjawab seraya menunjuk ke arah jalan yang tadi hendak dilaluinya, "soalnya warung yang di belakang tutup." Kemudian Mama menatap Alsa dan Radya bergantian dengan kerutan samar di dahi, sebelum akhirnya berhenti hanya pada Radya. "Ini Radya mau mengantar Alsa pulang lagi, 'kan? Kok berhentinya malah di sini?"

"Iya, Tan, soalnya--"

"Bang Radya kelaperan di jalan, Ma, makanya mampir buat makan dulu di sini," Alsa menyela cepat dengan tanpa persetujuan Radya. Laki-laki itu seketika tampak tak terima, tetapi nyatanya tidak ada yang salah juga dengan perkataan Alsa. Ia memang menahan lapar selama di perjalanan tadi. Hanya saja, walaupun begitu, bukan berarti ia harus dimanfaatkan seperti itu, 'kan?

Kedua alis Mama terangkat, lalu ia menyahut, "Lho, kalau laper ya mending makan aja di rumah Tante, Radya, nggak usah makan di sini. Tante kebetulan masaknya suka lebih, kan lumayan juga ada yang bantu habisin lauk hari ini."

Radya yang mendengarnya pun terkekeh canggung. Sebelum ia sempat membalas, Mama sudah kembali melanjutkan konversasi dengan sang anak gadis sebagai lawan bicaranya.

"Kak, nanti di rumah langsung siapin aja, ya? Mama ada masak sayur asem, tapi goreng ayamnya nanti tunggu Mama pulang dulu dari warung. Minyaknya habis soalnya." Mama menjeda sebentar, teringat akan sesuatu. "Oh, jangan lupa masak nasi dulu. Yang siang tadi nggak ada sisa seinget Mama."

"Iya, Ma," jawab Alsa, mengangguk patuh. "Di rumah ada siapa, Ma?"

"Nggak ada siapa-siapa. Ravin bakal pulang malam karena ada kerja kelompok katanya. Kalau papa lagi ada acara di kantornya, jadi nggak bisa langsung pulang. Kamu ada pegang kunci rumah, 'kan?"

"Ada, kok."

"Ya udah, kalau gitu Mama tinggal ke warung bentar, ya." Mama beralih pada Radya yang sebelumnya hanya diam mendengarkan. Senyum ramahnya pun tersungging. "Radya, kamu langsung aja ke rumah sama Alsa. Tante mau ke warung dulu. Sebelumnya makasih banyak loh, udah mengantar Alsa pulang. Sepertinya Alsa ada bantuin kamu sesuatu ya, sampai kamu mau jauh-jauh mengantar anak Tante lagi?"

Alsa menahan napas sesaat. Mama rupanya masih mengingat jelas alasan apa yang Radya gunakan saat ia pertama kali mengantarkan Alsa pulang. Diam-diam Alsa melirik ke arah Radya, ingin tahu apa yang akan dilakukannya. Namun, sedikit pun ia tak menatap Alsa seolah tidak memerlukan bantuan. Dan, nyatanya memang tak butuh lama bagi laki-laki itu untuk melontarkan sebuah jawaban yang tampaknya telah ia simpan sejak tadi dalam benaknya.

"Oh, kali ini saya nganterin Alsa pulang sebagai pacarnya, Tante, bukan seniornya."

Seketika saja Mama pun tertegun dengan kedua mata melebar dan mulut sedikit menganga.

📷

author's note:

apakah ini bagian yang kalian tunggu-tunggu, guys? 🤭

haha pokoknya congrats buat radya-alsa yang baru resmi jadian! 🥳🫶🏻

anyway untuk chapter ini segini dulu ya, lanjutannya ada di chapter selanjutnya. kalo aku gabungin di sini jadinya bakalan panjang banget soalnya.

oh ya aku mau ngingetin juga kalo cerita ini belum masuk konflik ya, jadi ... siap-siap aja dari sekarang deh kalian 😊

bandung, 31 mei 2023

love, dinda.

Continue Reading

You'll Also Like

7.4K 1.1K 24
Katanya kalau kita membuat seribu bangau, harapan kita akan terkabul. Campus Life | Romance Written on : 01 January-01 May 2023 ยฉDkatriana
Pretend By fee

General Fiction

1.6M 166K 37
Andina Prameswari bersandiwara menjadi kekasih Gilang Galia Gamadi, jodoh yang disiapkan oleh calon adik iparnya. Setidaknya Andin harus berpura-pura...
Oh La La Laa By -

General Fiction

541K 45.7K 77
Goddess series #1 ------------------------------ Please allow me Into your reality I'll approach you, so hold on to me.. Written in bahasa Start : J...
60.9K 8.9K 37
[Completed] Bagi Gian, tidak ada yang lebih spesial daripada Musik dan mungkin sedikit Adhisti.