What's Up MX

KyOzora

1.5K 677 1.7K

Pada Zaman dahulu duduklah Xion yang termenung... Eh, langsung baca aja deh~ Alpa WUMX : 190721/411 ... Еще

-PROLOG-
02.What's Up.02
03.MOS Ala-ala.03
04.Derita Anak Sekolah.04
05.Coca Cola.05
06.Syial.06
07.Ensiklopedia Ayra.07
08.Oktoheber dengan Milonya.08
09.Lutuhye.09
10.Pacaran Sehat.10
11.Cium.11
12.Faktu.12

01.Bukan Anak Gue.01

4 3 0
KyOzora

HAPPY READING :)

Semburat oranye yang membentang di ufuk timur menyorot wajah kemerahan Mio dengan kunciran khas disertai cahaya pagi yang mendadang kulit. Sekarang masih sekitar pukul sembilan tapi realitanya lain.

Menghitung mundur hari pertama masuk sekolah tinggal sembilan hari lagi. Banyak perlengkapan yang dibutuhkan tentunya.

Ditambah lagi persiapan untuk memasuki masa putih abu-abu kali ini harus mandiri karena bunga sedang rindu kampung halaman katanya.

Peluh membanjiri sekujur tengkuk dan area yang biasa dihadiri peluh. Tak disangka pasar tradisional memang cukup luas. Mencorat-coret daftar list belanjaan yang terbeli dengan sesekali mengecek barang untuk memastikan tak ada yang terlewat.

Kaget disertai was-was mendeteksi ada makhluk astral yang menarik-narik ujung kausnya kasar.

Sepersekian detik kemudian manik hitamnya berserobok. Tergelak Mio memasang wajah sangar mendapati bocah yang tampak sekitar lima tahun sedang mengupil di sebelahnya.

"Siapa lo?" Tanya Mio ketus.

Terkejut bukan main karena dihadiahi senggakan secara live. Matanya dengan sempurna melebar lama saat tertutup kembali ada cairan bening di kedua pipi, jangan lupakan teriakan keras segalaksi andromeda.

Tangisan menggelegar mengisi keramaian pagi itu. Jangan lupakan tatapan berbagai pasang mata.

"Diem gak lo!" geram Mio setengah mampus.

Bukannya diam jeritan si anak malah kian menjadi, bingung bercampur takut namun Mio berusaha santai. Apa yang dirinya harus lakukan? Tenang... di situasi seperti ini hal yang pertama sekali harus dihindari adalah panik lalu selanjutnya berfikir dan mending lari aja.

Memastikan segala belanjaan sudah tertenteng dengan rapi ditangannya, ancang-ancang untuk menerobos keramaian juga siap, let's go melesat.

Sret

Pasrah, Mio hanya terdiam. Baju milik Bunga robek pada lengan kiri karena tarikan brutal. Bukannya merasa bersalah pelaku malah berulah.

"Bundaaa, ikuttt. Gak mau ditinggal sendiri!" gerutu si anak dibuat sangat keras. Bunda katanya? kenapa sangat sok kenal-sok dekat sekali, "Ayra mau ikut, ya, jangan ditinggal. Nanti nangis lagi nih," mohonnya terdengar hampir berbisik.

Pandangan hampir seluruh penghuni pasar tertuju padanya. Selanjutnya terdengar berbagai bisikan tak sedap didengar.

"Hey... maaf, ya, Ayra kita gak kenal. Kamu kesininya sama siapa? Mending tung-"

Tampak ujung bibirnya bergetar kembali bau-bau part dua.

"Argh, terus sekarang mau lo apa hah!"

Inilah alasan Mio tak menyukai anak kecil selain merepotkan, anak yang satu ini banyak tingkah.

Kesal setengah mampus, tadi katanya Bunda bukan? Akan Mio tunjukkan apa itu Bunda yang sesungguhnya.

Menyodorkan sapu ijuk, bungkusan daswol, beberapa sayuran dan telur setengah papan serta terakhir menempatkan caping dikepala mungilnya sedangkan dirinya hanya memegang satu tas penuh bahan dapur yang menurut Ayra itu tak seberapa dibanding bawaannya.

Menyadari ketidak senangan si babu baru--dibaca Ayra--Mio melotot "Lo kalo mau ikut harus berguna jangan jadi beban."

Sehabis mengatakan hal tersebut Mio melenggang dengan langkah dibuat-buat panjang, tujuannya agar Ayra kesulitan menyusulnya.

"Woi, Cebol. Emang lu gak takut? Gue penculik anak-anak, loh," gurau Mio jauh didepan tanpa menoleh kebelakang.

"Takut banget," jawabnya datar.

"Udah cepetan jalan, lo banyak tanya. Panas tau," ketus Ayra kemudian.

Sangat menyelikit sampai membuat hati Mio yang rapuh tertusuk. Dirinya jera berbincang lagi, sudahlah.

Tak dapat fokus kejalanan akibat topi bundar yang dikenakannya. Langkah Ayra sempoyongan mengejar kaki jenjang Mio.

Bruk

Ayra terpental. Segala tentengan yang berada ditangannya habis berserak diarea tempatnya jatuh. Untung saja telur berhasil terpeluk. Was-was... dengan segera merapikan segala barang milik Mio, takutnya siempunya melihat.

"Hai, Manis. Kok bisa jatuh." Ada nada khawatir pada penuturannya.

Dengan sigap berjongkok membantu Ayra bangun dan mengumpulkan berbagai barang bawaannya serta menepuk beberapa debu yang menempel.

Mata Ayra berbinar merasakan jantungnya yang berdebar begitu cepat. Alamakjang Ayra gak kuat disentuh-sentuh begini sama cowo ganteng.

"Kamu gapapa kan? Ada yang sakit?" Kerutan dikeningnya meneduhkan hati Ayra yang terbuai.

"Emm, makasih, Kak." Walau ganteng ini bahaya, Ayra tertinggal jauh, tamat riwatnya. Dengan secepat kilat mengejar kepergian Mio.

Lama berlari pandangannya jatuh pada seseorang pakaian putih dibaluri berbagai corak bunga-bunga norak yang mencolok. Sangat mudah dikenali, ketemu... objek sedang menawar buah-buahan segar.

"Tadi sekilo delapan ribu kan, yaudah kubeli dua kilo dua belas ribu, dong," tawar Mio sedari tadi tak kunjung selesai.

"Aduh, gak bisa gitu, Kak. Ngeri kali bah, harga segini aja udah tipis kali untung," respon si empunya jeruk.

"Kasih ajalah, nanti kudoakan banyak rejekimu."

"Karena sama kakak udah ku lepas pun, Kak. empat belas lah biar ada sikit aja pun labaku."

"Ahoo, gak butuh. Udah lah gak jadi." Raut wajah Mio berlagak tersakiti sambil pura-pura mengambil ancang-ancang pergi.

"Ambil lah ambil. Udahlah, kalau sempat gak banyak rejeki gak jual jeruk lagi aku, Kak."

Senyum sumringah menghiasi muka memerah Mio yang terkena pantulan cahaya pagi itu.

"Kalau dari tadi gini kan Bang udah cepat." Tangan ligat Mio memilah jeruk terbaik dan langsung melakukan transaksi.

"Makasih ya Bang, laris manisss." Pamit Mio sambil berjalan segera dengan diikuti Ayra di sampingnya tak menyadari anak itu sudah menghilang beberapa menit yang lalu.

"Eh, Cebol, gue mau pulang nih. Rumah lo dimana? Kalau dekat biar gue antar, kalau jauh kita pisah disini aja."

"Yakali udah lo babuin terus lo tinggal."

"Enggak, kok, becanda."

"Kenapa lo mau-maunya belanja disini? Udah panas, bau, jorok lagi. Gak cocok sama emak-emak kebelet kayak lo"

"Mau ji'er jadi bunda lo"

Jawaban singkat Mio mampu menghilangkan mood baik Ayra. Jelas saja Mio itu realistis tahu, masa iya mau jawab 'gue itu belanja disini selain mau irit duit belanja bulanan, mau cari barang-barang gila yang disuruh senior-senior autentik' kalo jawab gitu rasanya kayak buang-buang jigong.

"Uh, woles. Gue mau pipis dulu ayo temenin".

"Udah kecil, jelek, dekil, cebol, bau, nyusahin lagi."

"Mulut lo kasar juga, ya," kesal Ayra tak tertahankan.

"Baru tau lo, udah ah buruan."

Mereka memilih untuk rehat sejenak di seberang gerbang masuk pasar.

"Nih pegang dulu." Tangannya mengarahkan belanjaan dan ada dompet juga yang sepertinya baru Mio perhatikan.

"Gegayaan punya dompet isinya palingan duit berbi-berbi, dasar, Cebol."

Ayra mengacuhkan hinaan Mio barusan dan segera memenuhi panggilan alam.

Mata Mio kini teralihkan pada pria jangkung yang celengukan yang ingin berjalan keluar tak jauh darinya, tampaknya seperti kehilangan sesuatu. Jati diri misalnya.

Sebentar... Apa yang ada pada tangannya itu  seperti tampak familiar, setelah diperhatikan kembali pun tak ada topi lagi tadi pada si cebol rasanya ia menghilangkannya. Memang dasar.

Si Cebol tak tahu kah mendapatkan caping yang begitu langka bagitu dibutuhkan perjuangan. Malas dan pastinya boros juga membeli lagi. Saat jarak sudah menipis dengannya Mio bertanya dengan hati-hati.

"Maaf, Masnya. Kalau boleh tau topi yang dipegang belinya di mana ya?"

_AkhirZaman_

#BukanCerita
#IniBunganyaMio

Hamburan butiran nasi yang dilepehkan menghiasi sekujur baju dan wajah Anggun pada saat itu. Wanita yang berumur pertengahan kepala tiga itu terlihat lelah dikemudian menghembuskan nafas.

"Mm-maaf, Aku enggak selera makan. Nasi gak enak." Siapa lagi kalau bukan ulahnya Mio, gadis kecil yang masih berusia tujuh tahun pada masa itu.

Ini hari ke dua puluh tujuh setelah Mio benar--benar berpisah dengan Mama. Dan saat ini harus digantikan oleh wanita cantik yang Mio tak kenal entah datang dari mana.

Ini kali pertama ada orang asing yang tinggal lama pada kediaman Mio, pasalnya Mama selalu menghandel segala pekerjaan rumah seorang diri.

"Terus kalau gak mau nasi, mau makan apa, dong," kesal. Anggun mengumpulkan nasi yang berhamburan dan memasuki rumah dengan perasaan berkecamuk.

Meninggalkan Mio kembali lagi dalam khayalannya. Kala itu matahari akan terbenam selepas hujan lebat, teras depan rumah adalah spot terbaik untuk menikmatinya.

Mio tidak suka hujan, itu menyesakkan. Suara percikan kian deras akan membuat air naik ke permukaan, yang terlihat memungkinkan untuk dapat tenggelam di dalamnya. Saat terpaksa kena guyuran hujan itu akan basah dan lengket rasanya sangat tidak nyaman. Namun suasana selepas hujan ialah hal yang paling ditunggu.

Masih tidak menyerah Anggun kembali lagi membawakan nampan berisikan roti yang sudah dilapisi selay.

"Makan ini aja mau gak? Nanti aku beliin keju kesukaan kamu deh. Janji" malu-malu Mio menerimanya.

"Gitu dong, Anggun suka Mio tau. Soalnya Mio itu cantik, manis, gak banyak tingkah lagi. Jangan buang-buang makanan lagi ya."

"Mio enggak suka Kam-em, Tante Anggun," tegas Mio sehabis melahap roti terakhir yang berada pada gengamannya.

"Mio gak suka Aku? Sama, Anggun juga gak suka Mio."

"Tante plin-plan ya, katanya tadi suka sekarang enggak."

"Itukan tadi. Aku bukan tante kamu tau sejak kapan aku nikah sama Om kamu!"

"Iyaa, bukan nikah sama Om nya Mio, kan mau nikahnya sama Papanya Mio."

"Ey, anak kecil ngawur. Denger cerita dari mana?" Anggun terkejut setengah mampus.

"Gak usah bohong, Mio udah tau. Kata temen-temen nya Mio setiap yang udah gak punya mama lagi nanti ada tante-tante girang yang gantiin, namanya mama tiri."

"Hahahaha, kurang ajar. Aku disebut tante-tante girang."

"Tuh kan galak, persis banget sama kayak yang temenku bilang."

Anggun lelah dan gemas disaat bersamaan, lebih baik diiyakan sajalah toh nanti lambat laun akan mengerti.

"Makanya baik-baik, Mi. Biasanya kan mama tiri suka nyiksa anak kecil badung kayak kamu."

"Mio gak badung, Bu Anggun!"

Sepertinya sebutan 'Ibu' akan lebih sopan agar tak dikatai badung. Sampai kapan pun Mio tak mau pakai sebutan 'Mama' itu special baginya.

"Kesannya aku jadi kayak guru kamu ya Mi," koreksi Anggun, setelahnya berdiri ingin menuju ke dapur yang berhasil diekori Mio.

"Iya sih, tapi apa dong? Nah iya Bunga aja singkatan dari Bu Anggun."

Meletakkan piring di atas nakas Anggun hanya tersenyum pada penyingkatan Mio yang agak tidak nyambung. Sudahlah, dia hanya Mio Cintami Catura gadis tujuh tahun pada masa itu.

See you next part ;)

KodeAlam: 1555/011023

/tap⭐ kalo suka
trims
👇

Продолжить чтение

Вам также понравится

BONNIE dusty151

Разное

585K 57.7K 37
Ketika menjalankan misi dari sang Ayah. Kedua putra dari pimpinan mafia malah menemukan bayi polos yang baru belajar merangkak! Sepertinya sang bayi...
Ice [✓] J

Фанфик

24.5K 2.6K 35
can i just love you like this way? © sukasukabae - Dec 2018
1.3K 660 33
Part Lengkap ayo baca! Jangan jadi silent readers ya~ BLURB Di malam yang mencekam itu sang kakak hilang kendali karena dendamnya pada sang adik. Ak...
Love in silence || WonSungJin Loouna~shii

Короткий рассказ

839 67 19
Engga bisa bikin deskripsi, kalau kepo lansung baca aja! !!KALAU ENGGA SUKA, ENGGA USAH BACA!! !!INI HANYA SEBATAS HIBURAN JANGAN DIBAWA SERIUS!! !!K...