CATATAN PRESMA

By nawanday

7.4K 405 12

Waktu itu, Naela pikir keputusannya menerima tanggung jawab sebagai seorang Presiden Mahasiswa adalah suatu h... More

PRAKATA
PERKENALAN
1. Informasi Mengerikan
2. Janji Temu
3. Berbicara Tentang Keputusan
4. Memikirkan Keputusan
5. Sudut Paling Kanan, Ruang Penuh Ke-dilema-an
6. Musyawarah Kurang Sepakat
7. Sebuah Bantuan Dari Hisyam Danuraksa
8. Perihal Pelantikan
9. Diantara Faradina dan Abibayu
10. Sekelumit Pesan Dari Sang Koordinator
11. Naeka Adhyaksa Pangalila
12. Sinyal Rasa
13. Rapat Besar Perdana
14. Jeda
16. Konsolidasi (Daring)
17. Lampu Merah
18. Alter(n)atif
19. Persiapan Kongres
20. Pelantikan
21. Kongres
22. Resmi
23. Raker
24. Tiga Frekuensi Rasa
25. Menuju Konferensi Nasional

15. Dialog Koalisi

153 9 0
By nawanday

Matahari mulai merendah saat seorang pemuda menghampiri motornya di parkiran. Naeka baru saja selesai bertemu dengan para senior organisasi luar kampus. Dan sebentar lagi ia akan berpindah tempat untuk berkumpul dengan teman-teman mahasiswa demi membahas rancangan kegiatan penting koalisi.

Nyaris sepanjang hari pemuda itu disibukkan dengan urusan seperti ini. Beralih dari satu tempat ke tempat yang lain. Membicarakan banyak hal terutama yang berkaitan dengan kemaslahatan organisasi yang ia pimpin.

Kalau kata adiknya--Naeka itu mirip pegawai pencari nasabah. Dia tidak akan mau pulang kerumah kecuali setelah berjumpa dengan beberapa orang yang berguna untuknya. Bahkan Mama beranggapan demikian. Sejak SMA--anak laki-lakinya itu lebih banyak menghabiskan waktu di luar.

Namun, karena mereka sekarang tak berada di kota yang sama, maka nenek lah yang menjadi saksi bagaimana penilaian dua manusia itu benar adanya. Sesekali nenek yang biasa dipanggil 'uti' oleh Naeka itu akan mengomel sebab dalam sehari cucunya hanya akan pulang untuk berganti pakaian.

Tak butuh waktu lama bagi Naeka untuk sampai ke tujuan berikutnya. Pemuda itu bergegas masuk ke sebuah kedai kopi yang populer dikalangan anak muda. Saat dirinya melewati pintu masuk, nyaris seluruh kursi terisi oleh insan-insan berkelompok di tiap meja.

Naeka mulai mengedarkan pandangan ke tiap bagian disana. Sejenak, pemuda itu melihat jam tangan yang ia kenakan. Dia bahkan tidak telat sama sekali. Mungkin karena itu Naeka tidak menemukan keberadaan rekan-rekannya sebab bisa saja justru mereka yang belum datang.

Cukup lama Naeka berdiri, sebelah pundaknya ditepuk seseorang. Pemuda itu praktis menoleh. Senyumnya merekah kala melihat seorang lelaki yang seumuran dengannya sedang menyapanya antusias.

"Weeehhh .... Pres Yaksa, apa kabar?" Lelaki itu mengulurkan sebelah tangan.

Buru-buru Naeka menjabat tangan itu. "Baik," jawabnya. "Pres Gilang apa kabar? Rakor aman, kan?"

"Aman." Lelaki itu mengangguk-angguk. "Tapi ada beberapa hal yang perlu saya sampaikan."

Keduanya lalu berjalan ke salah satu sudut kedai kopi disana. Kemudian langsung duduk di kursi yang ternyata telah di reservasi oleh Gilang sebelumnya. Sembari menunggu yang lain, mereka memilih berbincang-bincang santai mengenai hasil rapat koordinasi nasional yang Gilang hadiri lima hari lamanya.

Sama seperti Naeka, Gilang adalah seorang Presiden Mahasiswa. Dia menawarkan diri untuk dijadikan delegasi dari aliansi BEM PTS Surabaya sebab Naeka-koordinator sementara--tidak bisa pergi karena harus mengurusi banyak hal yang berkaitan dengan persiapan kongres.

"Gimana Bandung?" tanya Naeka. Dari sekian banyak pertanyaan yang tertata dalam benaknya, pemuda itu sengaja memilih yang paling ringan.

"Adem." Wajah Gilang tiba-tiba berseri. "Ternyata emang bener ya kalau cewek Bandung itu manis-manis."

Mendengar itu, Naeka terkekeh pelan. Mendadak ia merindukan kampung halamannya. Kalau Mama tahu Naeka seharusnya bisa pulang sebentar melalui pertemuan itu, alasan-alasan yang ia tuturkan tak akan bisa menghalanginya dari omelan jangka panjang mengingat sudah sekitar delapan bulan dirinya tak pulang kampung.

"Selama rapat koordinasi ... apa ada masalah?"

Baru akan membuka mulut, kedatangan empat rekan mahasiswa mengalihkan perhatian mereka. Gilang terpaksa  mengurungkan niatnya untuk menceritakan segala hal yang ia dapatkan di Bandung. Ia pikir--sebaiknya menunggu semua orang hadir agar tak ada yang tertinggal informasi. Selain itu, dia juga malas kalau-kalau harus menjelaskan ulang sesuatu yang sudah ia terangkan.

Langit telah menggelap ketika hampir seluruh insan yang dinanti akhirnya datang memenuhi undangan tak resmi itu. Naeka melirik cangkir kopi dihadapannya demi membuktikan bahwa isi didalamnya berkurang banyak seiring dirinya sabar menunggu kehadiran teman-temannya tadi.

Alih-alih memulai diskusi, mereka masih terhanyut dalam senda gurau yang sesekali menyita perhatian pengunjung lain karena terlalu berisik. Naeka mengamati orang-orang yang ada didekatnya. Pemuda itu tidak menemukan wajah yang asing. Seakan menunjukkan kalau seseorang yang berulangkali ia hubungi tak mengindahkan permintaannya.

Naeka meraih ponsel yang ia letakkan di meja. Dia ingin memastikan--apakah pesan yang ia kirimkan sebelum berangkat ke tempat ini benar-benar diabaikan?

Dengan raut wajah datar, pemuda itu mencari aplikasi yang dia inginkan. Netranya menangkap sebuah pesan baru yang menempati posisi paling atas diantara deretan pesan lainnya. Naeka segera membukanya. Sesuai dugaan, gadis itu tidak bisa hadir malam ini. Bahkan ia tidak mendelegasikan anggotanya sebagai bentuk penerimaan atas undangan yang Naeka kirimkan di grup chat koalisi.

Merupakan hal wajar baginya untuk merasa kesal. Sebab nyaris sebulanan ini Naeka bolak-balik menghubungi Naela karena pemuda itu ingin lekas menuntaskan persoalan yang menghambat proses pelaksanaan kongres. Dia telah memperhitungkan langkah terbaik sampai-sampai harus mengorbankan diri untuk tak datang ke pertemuan penting di luar kota tempo hari.

Di tengah kekesalan itu, orang-orang tetap saja sibuk bercengkrama satu sama lain. Seolah menjelaskan jika perkara seperti ini hanya Naeka seorang yang mampu mengatasi. Setelah berpikir lama, pemuda itu kembali menaruh ponselnya. Naeka membiarkan pesan si gadis tak menerima balasan.

Seperti biasa, jika ada diskusi semacam ini maka Naeka yang akan memimpin. Dan seperti biasa pula, saat pemuda itu mulai berbicara, perhatian semua orang langsung terkunci padanya. Setiap kata yang keluar dari bibirnya tak lekat dengan emosional sehingga membuat siapapun betah berlama-lama mendengarnya.

Sampai akhirnya giliran Gilang yang bersuara. Lelaki itu mulai menceritakan hal-hal yang ia dapatkan saat mengikuti rapat koordinasi di Bandung. Wajah-wajah disana tampak menegang ketika Gilang menuturkan satu perkara yang cukup genting.

"Saya sendiri tidak bisa memberitahu secara gamblang mengenai pihak mana saja yang mendesak agar konferensi nasional segera dilaksanakan. Tapi saya rasa hal ini cukup krusial mengingat kita saja belum mengadakan kongres dan memilih koordinator secara resmi," ujar Gilang.

"Kan sudah ada Pres Yaksa," celetuk seorang lelaki bernama Bagas--Presma dari kampus berbeda. "Setidaknya yang perlu kita lakukan sekarang adalah membuat lumbung massa mahasiswa lebih dominan kepada aliansi BEM PTS Surabaya."

"Tidak bisa seperti itu, Pres." Naeka menyela. "Kalau kita mengabaikan hal ini, khawatirnya akan menjadi dasar timbulnya kendala pergerakan kita dikemudian hari. Tidak sedikit yang mengincar posisi Pimpinan Presma Nasional. Karena itu kita harus betul-betul memperhatikan setiap langkah dan keputusan yang hendak kita ambil."

Bagas bungkam. Sementara yang lain mengangguk-angguk seraya memikirkan ucapan Naeka barusan.

Dalam keheningan sesaat itu, seorang perempuan mengangkat sebelah tangan. "Boleh saya mengajukan pertanyaan? Ada sesuatu yang mengganjal di benak saya." Katanya sambil tersenyum tipis.

"Tentu," jawab Naeka.

Nama perempuan itu Samara Pradin Assami. Dia seorang Sekretaris Jenderal Badan Eksekutif Mahasiswa kampus swasta terbaik ketiga di Surabaya. Eksistensinya cukup berpengaruh dalam koalisi ini sebab dirinya terhitung aktif. Kerapkali solusi yang ia berikan mampu memecah kebingungan manakala mereka terjebak dalam sebuah problematika.

"Haruskah aliansi kita turut mengusung calon Pimpinan Presma Nasional? Maksud saya, pasti ada pihak yang lebih siap dan lebih mumpuni untuk hal ini. Apa tidak sebaiknya kita mempersiapkan diri sebagai pendukung yang benar demi tercapainya makna demokrasi dalam konferensi nanti?"

Saat Samara menjelas panjang lebar, Naeka tak sengaja melihat seseorang yang sangat familiar baginya. Pemuda itu berusaha memastikan sosok perempuan yang kini tersembunyi dibalik punggung pengunjung lain. Tetapi, ia tak bisa leluasa sebab obrolan serius menariknya kembali pada diskusi.

"Saya izin menanggapi lebih dulu, ya?" Gilang mengedarkan pandangan hingga menerima anggukan dari seluruh insan disana.

"Mengenai pertanyaan Mbak Samara, sebelumnya, saya mewakili Pres Naeka selaku koordinator BEM PTS Surabaya, mengucapkan terimakasih karena sudah mau mengutarakan unek-unek berupa pertanyaan menarik untuk kemudian kita bahas bersama disini." Gilang menjeda kalimatnya. Sekali lagi, ia menatap tiap wajah sebagai isyarat permohonan agar mereka fokus mendengar apa yang akan lelaki itu sampaikan berikutnya. "Dan untuk semuanya, izinkan saya--sebagai delegasi yang hadir dalam rapat koordinasi nasional tiga hari lalu di Bandung, menyampaikan segenap alasan-mengapa aliansi BEM PTS Surabaya harus mengusung calon Pimpinan Presma Nasional?"

Sejenak, Gilang melihat ke arah Naeka. Benaknya tiba-tiba menampilkan sekelebat memori saat mereka awal berjumpa. Keduanya bertemu dalam sebuah komunitas relawan dan inkubasi kepemimpinan pemuda bernama Sura Gantari  yang cukup populer di daerah Surabaya. Naeka yang kala itu masih identik dengan logat sunda nya, membuat Gilang penasaran lalu beranjak menghampiri. Berlatar belakang dari persamaan status sebagai mahasiswa baru, mereka berdua tak kesusahan mencari topik obrolan walau berlainan kampus. Sampai ketika menjadi Presiden Mahasiswa pun, lagi-lagi takdir seolah memerintah agar dua pemuda itu bekerjasama menjadi penggagas baru pergerakan aliansi BEM PTS Surabaya yang sempat meredup.

Bagi Gilang, Naeka adalah sosok partner paket lengkap. Selain kepiawaiannya dalam berdialog, pemuda itu bagaikan magnet para gadis. Dia yakin kalau mahasiswi di kampusnya akan berbondong-bondong masuk ke organisasi kemahasiswaan apabila Naeka yang menjadi pemimpin disana. Namun, lelaki itu juga sangat mengerti--bahwa Naeka tetaplah Naeka, yang tidak akan peduli pada hal demikian. Berbeda dengan dirinya, Naeka bahkan tak mau melirik sebuah popularitas.

Usai bernostalgia tentang perjumpaannya dengan Naeka, lelaki itu menggeser ingatannya pada rentetan momen rapat koordinasi di Bandung. Gilang berupaya mengingat secara utuh kalimat-kalimat yang ia terima sebagai pesan titipan untuk rekan-rekannya di Surabaya.

Sebelum berucap kembali, Gilang mengambil cangkir berisi americano dihadapannya lantas menyesapnya sebentar.

"Saat rakornas kemarin, Pimpinan Presma Nasional berbicara secara pribadi kepada saya, bahwa beliau meminta agar kali ini Surabaya mau mengajukan satu nama sebagai calon Pimpresnas."

"Kalau seperti ini, tandanya sudah ada keberpihakan sejak awal berarti?" Samara menyerobot.

"Sebentar, Mbak Samara! Saya masih belum selesai." Gilang menarik napas panjang. Mau bagaimanapun juga, dia harus siap menghadapi segala reaksi teman-temannya.

"Pimpresnas tidak semata-mata memberikan mandat tersebut berdasarkan kemauannya sendiri. Ada beberapa pihak yang turut mendesak beliau--salah satunya dari zona Malang."

"Teman-teman sekalian pasti juga memikirkan hal yang sama seperti saya. Kenapa harus Surabaya, padahal seperti yang Mbak Samara sampaikan tadi--pasti ada pihak yang lebih siap dan lebih mumpuni untuk hal ini?"

Semuanya masih membisu. Ada yang bola matanya berputar seolah sedang berpikir keras. Ada pula yang enggan mengalihkan pandangan dari Gilang sejak awal ia bercerita.

"Jawabannya adalah karena Pres Yaksa." Begitu kalimat itu terlontar, mereka kompak memalingkan wajah ke arah Naeka. Membuat yang ditatap praktis menegang. Naeka yang tidak tahu apa-apa tentu terkejut mendapati namanya dijadikan alasan terkait informasi penting yang temannya sampaikan.

"Saya kurang mengerti bagaimana mereka mengetahui hal ini. Kecakapan dan integritas Pres Yaksa dalam mengemban tanggung jawab sudah sampai ke telinga para petinggi BEM PTS Nasional. Dan berdasarkan desas-desus yang saya dengar ketika rakornas kemarin, Pres Yaksa adalah kandidat yang paling diinginkan mayoritas pihak untuk maju mencalonkan diri sebagai Pimpinan Presma Nasional berikutnya. Saya menduga jika Pimpresnas pun berpikir demikian, hanya saja tidak ingin berterus terang karena khawatir munculnya persepsi keberpihakan."

"Jadi ..." Seseorang menginterupsi. "Apakah pihak-pihak yang mendesak agar konferensi nasional segera dilaksanakan adalah pihak yang menginginkan Pres Yaksa maju ke pemilihan?"

Gilang menggeleng. "Bukan, Pres. Sekali lagi saya minta maaf karena tidak bisa mengungkapkan nama-nama yang menekan agar konferensi segera diselenggarakan. Untuk hal ini, sebaiknya kita tetap menulikan diri demi terjaganya hubungan perserikatan BEM PTS seluruh Indonesia. Yang perlu kita lakukan sekarang adalah mendiskusikan keputusan serta menanyakan kesediaan Pres Yaksa untuk memenuhi permintaan pimpinan."

Lagi-lagi semua orang menolehkan diri pada Naeka. Pemuda itu sedang berpikir keras sebab ia tidak ingin tergesa-gesa memberi jawaban yang bisa saja membuatnya menyesal.

"Ada batas waktu penerimaan jawaban?" tanya Naeka pada akhirnya.

"Akhir bulan depan. Karena mereka tahu aliansi BEM PTS Surabaya sedang dalam masa perbaikan. Mereka ingin kita merampungkan urusan disini dulu agar tidak menjadi peluang bagi para pihak yang kontra untuk menyudutkan kita nantinya. Seperti yang saya ceritakan tadi--konferensi nasional seharusnya terselenggara sekitar lima bulan lagi. Namun, karena desakan beberapa pihak, maka kemungkinan besar para panitia akan merombak kembali jadwalnya."

Semakin malam, entah kenapa udara justru terasa makin panas. Gelas-gelas milik individu dalam lingkaran diskusi itu nyaris kosong semua. Saking pusingnya, sebagian dari mereka sampai memijat-mijat pelipisnya.

"Oke." Naeka menegakkan duduknya. "Tidak mudah menentukan keputusan atas perkara sebesar ini. Karenanya, saya berpikir, sebaiknya kita fokus pada persiapan kongres--dengan catatan tetap mendiskusikan hal ini. Kita harus bisa mengatasi kesulitan-kesulitan kecil dulu agar tidak kewalahan menghadapi kesulitan yang lebih besar nantinya."

Naeka merasa jika jawaban diatas adalah respon terbaik yang dapat ia berikan sekarang. Pemuda itu tak akan memaksa rekan-rekannya menuntaskan persoalan yang cukup menguras energi ini. Sebagaimana dirinya, yang lain pasti dilanda pening juga saat ini.

"Oh iya, Pres," celetuk Gilang. "Sudah lihat informasi di grup chat BEM PTSN?"

Naeka mengangkat alis kanannya. "Tentang aksi turun ke jalan?"

"Betul. Ada isu pemerintahan yang perlu kita kawal demi menemukan titik terang."

"Mengenai apa?" Samara bertanya.

"Pasal RKUHP yang bermasalah," sahut Gilang. "Rencananya sih seminggu lagi aksi turun ke jalan dilaksanakan serentak."

"Tapi kita harus melakukan kajian dulu." Samara menekankan tiap kata. "Kita harus paham--apa yang hendak kita suarakan nanti!"

"Itu sih jelas," respon Gilang cepat. "Minggu depan, gimana?"

"Minggu depan ada UTS, Pres." Salah satu dari mereka menyahut, diikuti anggukan kepala yang lain.

"Oh iya, saya lupa. Hehe."

"Pokoknya nggak boleh ada demo sebelum kita mengkaji permasalahannya." Samara menegaskan, lagi.

Gilang hanya mampu menghela napas. Ia kehabisan kata-kata jika berhadapan dengan perempuan tegas seperti Samara.

"Yang punya solusi, monggo disampaikan!" ujar Gilang.

"Begini saja." Setelah sekian menit memilih diam, Naeka berujar kembali. "Kita adakan konsolidasi online guna mempelajari isu yang mendasari aksi kita nanti. Diskusi online merupakan satu-satunya solusi efisien yang kita punya saat teman-teman sedang disibukkan dengan UTS. Bagaimana?"

"Setuju!" kata mereka serempak.

"Tapi saya minta tolong, meskipun kita tidak bertatap muka langsung, saya harap teman-teman tetap mengikuti kajian tersebut semaksimal mungkin. Kalau perlu ajak seluruh anggota BEM dari kampus masing-masing untuk turut andil dalam konsolidasi ini," tambahnya.

Tak ada yang menyanggah lagi. Semua orang mengiyakan permintaan Naeka. Mereka enggan berlama-lama di kedai ini sebab rasa kantuk perlahan mulai menghampiri.

Sebenarnya masih ada yang ingin Naeka bahas disini. Namun, saat melihat wajah rekan-rekannya tampak lesu, pemuda itu memutuskan untuk membahasnya di lain hari.

Naeka menutup diskusi itu sembari menyelipkan beberapa pesan tentang tugas-tugas yang harus mereka selesaikan dalam waktu dekat. Dia juga tidak lupa berterimakasih kepada tiap individu yang telah meluangkan waktu untuk hadir dalam diskusi hari ini.

Ketika satu per satu dari mereka mulai beranjak meninggalkan kedai, Naeka teringat sesuatu. Pemuda itu celingak-celinguk mencari keberadaan perempuan yang sangat dikenalnya. Naeka yakin jika ia melihat Nabila tadi. Keningnya mulai berkerut kala benaknya berusaha menerka alasan Nabila pergi ke kedai di malam hari, sementara jelas-jelas perempuan itu mengatakan kalau ia tengah tak enak badan. Naeka tidak lupa sebab dirinya berniat akan mampir ke indekos Nabila setelah pulang dari pertemuan ini untuk memeriksa keadaannya dan membawakan makanan.

......

Karena di chapter ini Gilang termasuk tokoh penting, dan kemungkinan akan sering muncul di chapter berikutnya, jadi sebagai bonus--aku tunjukin seperti apa visual seorang Gilang itu.

Gilang Andi Saputra
Presiden Mahasiswa Universitas Nawasena (kampus swasta terbaik kedua di Surabaya)
Periode 2022-2023
Mahasiswa semester 6
Jurusan teknik mesin

Cakep, kan?

"Lang, Gilang ... nggak harus Naeka, kamu pun yang jadi Presma aku ya bakal daftar BEM paling awal dan rajin ikut rapat setelahnya, mweheee."--Nawa.

"Eh eh, motorku rusak. Bisa bantu benerin hatiku, nggak? Katanya anak mesin?!" --Nawa (lagi).

Continue Reading

You'll Also Like

2K 305 41
Azriel Jemian Pradipta namanya, kerap di panggil Jemian atau ian. Cowok misterius yang menjadi wakil ketua Dream Riders Gang atau biasa disingkat DRG...
317K 36K 39
[Part of Collaboration To Celebrate NCT Dream's Anniversary - HAECHAN as Albirru] Versi buku bisa dibeli di Shopee Lunarbooks.id "Tidak ada yang lain...
439K 4.6K 85
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
20.5K 3.2K 13
Kenapa namanya kostan kembang gula? Ya. Nggak tau. Biar manis aja. Publish 2024, 12th March, Bintang Senja by Tuan Kopi. All rights reserved