āœ”[SEGERA TERBIT ] SWEET PILLS

By DeaPuspita611

372K 23.2K 601

Aksa baru lulus sekolah menengah kejuruan. Niat hati mau ngelamar kerja ke perusahaan otomotif besar di negar... More

[Day 00] ć…” PROLOGUE
[DAY 1] GRADUATION
[DAY 2] ADHIYAKSA COMPANY
[DAY 3] FAMILY AND FRIENDS
[DAY 4] HIS ANGEL
[DAY 5] DEVIL'S STARE
[DAY 6] DEVIL MEET HIS ANGEL
[DAY 7] ALSTROEMERIA
[DAY 8] DEVIL'S DESIRE
[DAY 9] ANGEL'S GIFT
[DAY 10] DANUAR'S GALLERY
[DAY 11] DEVIL'S PROPERTY
[DAY 12] ANGEL'S SCARS
[DAY 13] LAST TASK
[DAY 14] XAVIER ADHIYAKSA
[DAY 15] TRAP
[DAY 16] MESS
[DAY 17] THE BEGINNING
[DAY 18] ONE STEP CLOSER
[DAY 19] BROKEN
[DAY 20] HYACINTH
[DAY 21] SWEET BEHAVIOR
[DAY 22] BEGINNING OF DISASTER
[DAY 23] KING OF THE DEVIL
[DAY 24] LIFE FOR LIFE
[DAY 25] WHAT HAPPEN TO ME?
[DAY 26] BOOM! LIKE FIREWORKS
[DAY 27] THE NIGHT AFTER THE DISASTER
[DAY 28] THE NIGHT AFTER THE DISASTER 2
[DAY 30] I'M HERE FOR YOU
[DAY 31] CHANCE
[DAY 32] WHAT HAPPENED?
[DAY 33] DISRUPTION
[DAY 34] SWEET LIKE SUGAR
[DAY 35] MONSTER ON THE LOOSE
[DAY 36] UNBEARABLE FEELINGS
[DAY 37] APART
[DAY 38] WITHOUT YOU
[DAY 39] WHEN YOU'RE GONE
[DAY 40] THOUGHT OF YOU
[DAY 41] BEHIND THE SHADOWS
[DAY 42] TREAT YOU BETTER
[DAY 43] ESCAPED
PROMOSI
Sweet Pills

[DAY 29] THE NIGHT AFTER THE DISASTER 3

4.8K 356 29
By DeaPuspita611

Happy reading in #day29

#An sich

An sich
Sebuah istilah dari bahasa Jerman; diri sendiri; lepas dari hubungan apapun.

Aksa berdiri si balkon kamar. Menatap sang lunar yang bersinar terang malam ini. Tubuhnya hanya dibalut selimut, karena Xavier tidak memberikannya baju. Membuat udara dingin sangat terasa menyengat kulitnya, namun Aksa terus mengabaikannya. Ia lebih memilih berjalan mendekati pagar balkon.

Gemerincing rantai terdengar seiring ia melangkah mendekati pagar balkon. Rantai yang dikaitkan di sudut ranjang sangat panjang sampai ia bisa berjalan-jalan, namun tetap saja tidak akan bisa keluar dari kamar ini.

"Ah, mereka terlihat sangat bebas."

Binar harapan terpancar jelas di mata Aksa, saat menatap taburan bintang yang menemani sang lunar. Seharian ini, Aksa cukup bebas karena Xavier tidak melakukan sesuatu yang aneh pada tubuhnya.

"Kapan aku bisa bebas dari sini?"

Ia melihat banyaknya penjaga yang berjaga di bawah bahkan sampai gerbang. Harapannya mengarah pada rantai yang mengikat di pergelangan kakinya. Kakinya tampak lebam karena ia mencoba untuk memberontak dan melepaskan diri dari rantai itu tadi.

Tubuh Aksa meluruh bersandar pada pagar balkon. Selimut tebal sangat membantu menghangatkan tubuhnya. Ia sempat berpikir untuk mengambil salah satu kemeja di dalam lemari Xavier, namun mengingat itu milik Xavier, ia tidak berani menyentuhnya sama sekali.

Ia sembunyikan wajahnya pada lutut yang tertekuk. Isakan mengalun pelan, mengudara walaupun tidak ada yang mendengarkan tangisannya.

Ia merindukan ibunya, ia merindukan ayahnya walaupun mungkin ayahnya itu sedang sibuk akan kerjaannya sendiri, ia juga merindukan para sahabatnya. Ia ingin bebas, ia ingin keluar dari cengkeraman iblis berwajah malaikat yang mengekangnya di jeruji tak kasat mata.

Ia ingin lepas dari Xavier.

BRUAAK

Jantungnya berpacu, saat telinga mendengar dobrakan keras dari pintu. Ia yakin seseorang masuk ke kamar ini.

Keringat mulai mengalir dari pelipisnya, apa ... apa mimpi buruknya datang?

"Aku mencarimu, Sweetheart ..."

Tubuh Aksa merinding, ia semakin meringkuk dalam balutan selimut. Ia ketakutan, ia yakin jika orang yang datang adalah Xavier. Tapi, apa yang terjadi? Mengapa terdengar lebih menakutkan dari malam-malam sebelumnya?

Gemerincing rantai mulai terdengar beradu dengan lantai. Rantai di kakinya sengaja ditarik untuk mendekat.

"Ah! No ... no ..."

Pintu balkon yang terbuka sedikit kini terdorong hingga terbuka lebar. Tubuh tegap Xavier menjulang di depan Aksa.

"Aku menemukanmu, Sweetheart."

Tatapan Xavier kian menajam, tangannya yang masih menggenggam erat rantai kini diseret masuk. Tak ayal membuat Aksa juga ikut terseret. Selimut tebal sebagai penutup kini terlepas membuat tubuh telanjangnya terekspos.

Tangan Aksara bergerak acak mencari pegangan agar tidak terseret lebih jauh. Namun, saat ia sudah mendapat sebuah pegangan, Xavier menarik kakinya lebih kencang. Membuat Aksa menjerit kencang karena rasa sakit bergesekan dengan rantai yang melingkar di pergelangan kakinya. Badannya juga sedikit lecet karena tubuhnya yang bergesekan dengan lantai.

Air mata terus mengalir di kedua pipinya, mungkin kali ini kematian akan menjemputnya. Tapi lebih baik mati daripada tersiksa terus menerus seperti ini.

"ARGH!!"

Aksa dapat merasakan tarikan kuat pada kepalanya, dan tanpa perasaan Xavier melempar tubuh Aksa ke tengah-tengah ranjang. Tangannya dipaksa menyatu untuk diikat ke kepala ranjang dengan posisi tengkurap.

"Ampun ... ampuni aku ..."

Lirihan Aksa dianggap angin lalu oleh Xavier, pria itu bahkan melepas gespernya. Melayangkan satu cambukan kencang ke punggung Aksa.

"SIAL!"

Ctash!

"ACARA YANG AKU SUSUN SIA-SIA!!"

Di setiap perkataan Xavier, akan ada satu cambukan yang mengenai punggung Aksa, bahkan sesekali mengenai betis, pantat, serta kepalanya.

"SIALAN!"

Mata Xavier yang penuh kemarahan tidak goyah, bahkan saat mendengar teriakan Aksa yang terdengar sangat pilu. Sekarang hanya kemarahan yang menguasai Xavier.

"Argh ... ampun ... ampun, Vier ..."

Napas Xavier memburu, setelah puluhan cambukan yang dilayangkan ke tubuh polos Aksa, amarahnya belum surut juga.

Pekikan kesakitan kembali mengudara saat Xavier tidak hanya mencambuknya tapi juga memukulinya. Bahkan, bekas cambukan kini meninggalkan baret merah, ada juga yang mengelupas dan berdarah. Kini bertambah dengan lebam karena menjadi samsak tinju Xavier.

Aksa berteriak sekuat-kuatnya. Ia berharap ada yang mendengarnya dan menolongnya keluar dari siksaan yang tak tertahankan ini. Namun, tangan Xavier lebih cepat, tangan itu menekan kepala Aksa dan membenamkan wajah itu ke kasur yang membuat teriakannya teredam dan ia kesulitan untuk bernapas dengan benar.

Setelah puas memukul dan mencambuk Aksa Xavier melempar gespernya ke sembarang arah, dengan cepat langsung menurunkan celananya sendiri. Terlihat kejantanannya yang berdiri cukup tegak. Dengan kasar Xavier langsung menarik pinggang Aksa agar menungging.

"Tolong ... to-tolong berhenti ... Xavier ..."

Tubuh Aksa meremang, ketakutan semakin merayap dalam hatinya. Ia tidak tahu apa yang dilakukan Xavier di belakangnya setelah tidak merasakan cambukan dan pukulan lagi.

"HNGHH!!"

Tubuh Aksa tersentak saat benda tumpul menerobos masuk ke dalam analnya. Bahkan, masuk dengan paksa tanpa persiapan apapun, membuat Aksa merasakannya sakit yang luar biasa.

"AHH!! Sa-sakit ... keluarkanhh ..."

Tanpa perasaan Xavier langsung menggerakkan pinggang Aksa tanpa menunggu pemuda di bawahnya agar terbiasa dengan miliknya, bahkan gerakannya sangat kasar.

"Hnghh ... ahh ... ahh ..."

"SHIT!!"

"Pe-pelan ... pelan ..."

Aksa mendesah keras, namun bukan nikmat tapi kesakitan. Xavier terlalu kasar bergerak di belakang sana. Aksa bahkan bisa merasakan perih di bagian itu. Mungkin analnya juga sudah berdarah karena perlakuan kasar itu.

"ARGH!!"

Aksa merasakan panas pada bagian kanan pantatnya, karena Xavier kembali menamparnya dengan keras.

Xavier benar-benar menggunakan Aksa sebagai pelampiasan amarahnya. Bahkan, kini si kecil sudah tersendat napasnya.

Tubuh Aksa gemetar, ia dapat merasakan sesuatu membesar dalam analnya. Dan setelah beberapa tusukan, Aksa dapat merasakan hangat mengalir dalam perutnya.

Aksa berpikir Xavier telah selesai menyiksanya, tapi angannya hancur saat Xavier kembali bermain di dalam analnya. Tubuhnya kembali terhentak kuat mengikuti tangan Xavier yang memaju-mundurkan pinggangnya.

"ARGH!!"

Aksa tersentak kala tiba-tiba Xavier menggigit bahunya, rasa sakit langsung menjalar. Tidak sampai di situ, bahkan kepalanya ditarik dan dipaksa menengok ke belakang. Xavier dengan ganas mencium bibir Aksa, bahkan bermain lidah. Ciuman itu tampak panas, bahkan Xavier tidak segan-segan mengabaikan Aksa yabg terlihat kesulitan untuk bernapas.

"Sial! Aku benar-benar lengah karena hama sekecil itu!"

Xavier kembali melampiaskan kemarahannya dengan menampar bongkahan kenyal milik Aksa.

Tubuh Aksa sudah tidak karuan, bercak darah bahkan mengotori sprei. Banyak luka menganga dan lebam di sana-sini. Bahkan, pergelangan tangannya juga tampak terluka karena bergesekan dengan tali.

Aksa hanya bisa menangis, sampai ia merasakan tubuhnya dibalik paksa oleh Xavier.

Untuk sesaat, Xavier tertegun melihat raut wajah Aksa. Air mata yang mengalir, mata sembab, dan hidung yang memerah. Binar takut di mata itu tampak asing bagi Xavier yang sering melihat Aksa yang tampak ceria.

Seakan menyadari sesuatu, Xavier mengeluarkan kejantanannya dan melepas ikatan tali pada tangan Aksa, bahkan Xavier juga melepas ikatan rantai pada pergelangan kaki Aksa. Ia juga melempar kemejanya yang tergeletak di sudut ranjang.

"Pergi ... pergi sebelum aku berubah pikiran."

Aksa meringsut ketakutan, perubahan Xavier terasa ganjil di matanya. Namun, tak ayal ia mencoba melarikan diri. Ia mencoba turun dari ranjang setelah memakai kemeja Xavier yang tampak kebesaran di badannya.

Setelah menapak pada lantai, ia mencoba berlari untuk segera kabur. Namun, rasa sakit di analnya langsung menjalar, membuat Aksa langsung jatuh terjerembab. Rasa perih dan sakit bercampur menjadi satu.

Ia sama sekali tidak bisa merasakan kakinya lagi. Kakinya terasa kebas akibat luka-luka yang terbentuk di sana.

Namun, ia tidak hilang akal. Ia mencoba menyeret tubuhnya untuk sampai di pintu keluar.

BRUAGH!

Hanya berjarak beberapa jengkal dari pintu saat Aksa mendengar dentuman keras yang disebabkan oleh Xavier yang tiba-tiba membalik laci nakas. Bahkan, lemari kecil itu sampai patah.

"ARGH!! SIAL!! SIAL!! SIAL!!"

Aksa ketakutan, saat Xavier juga menendang ranjang, bahkan ranjang itu sampai tergeser jauh. Ditambah, Xavier juga membanting lampu yang diletakkan di nakas.

Aksa ketakutan melihatnya, ia mencoba tidak peduli. Tujuannya kali ini adalah melarikan diri, saat Xavier juga sedang lengah.

Ia menyeret tubuhnya yang tidak berdaya hingga sampai di depan pintu yang menjulang tinggi itu. Baru saja ia ingin menyentuh kenop pintu itu, Aksa memutar kepalanya untuk menatap Xavier yang masih sibuk menghancurkan barang-barang di sana.

Aksa ingin cepat-cepat keluar dari sini, tapi hati kecilnya tidak bisa berbohong. Ia peduli pada Xavier, entah kapan perasaan peduli itu muncul. Mengingat beberapa kali Xavier memperlakukannya dengan lembut, berhasil membuat hatinya berdesir. Dan sekarang, yang ia tahu Xavier sedang dilanda masalah cukup besar, bahkan ia tidak mengetahuinya.

Dalam hati Aksa, ia masih memiliki sedikit kepercayaan bahwa Xavier adalah seorang malaikat, dan menjadi iblis hanya karena keadaan yang sulit.

Aksa menyentuh kenop pintu itu, tapi bukan untuk membukanya melainkan sebagai penopang untuk membantunya berdiri.

"Akhhh ... shhh ..." Aksa mendesis sekali lagi setelah merasakan sakit yang semakin menjalar, bahkan sampai pinggangnya. Ia bahkan merasakan cairan keluar dari bagian belakangnya.

"Ahh ... aku berdarah." Aksa berguman pelan saat melihat darah yang mengalir dari anus menuju kakinya.

CRASHHHH!

Aksa mendongak saat mendengar suara itu. Betapa terkejutnya, saat ia melihat Xavier yang semakin tidak terkendali.

Aksa mencoba menyeimbangkan dirinya dan berjalan ke arah Xavier, walaupun dengan langkah tertatih. Ia sakit, namun melihat Xavier yang terlihat lebih sakit dan depresi, ada sedikit perasaan yang mengganggunya. Apalagi saat Aksa melihat darah mengalir di tangan Xavier akibat meninju cermin yang tergantung di dinding dekat balkon itu.

"Vier ... to-tolong berhenti."

Xavier tidak mendengar perkataan Aksa, ia sibuk dengan pikiran dan amarahnya. Benar-benar hanya amarah yang menguasainya sekarang.

"VIER!" Aksa memukul keras pundak Xavier yang membuat Xavier masih dengan ekspresi marah yang sama memutar badannya dan menatap Aksa bagaikan an sich, ia sedikit tidak percaya.

"Aksa?"

Aksa tersenyum saat Xavier menyebut namanya, namun bukannya semakin tenang, amarah Xavier malah semakin memuncak.

"SUDAH KUBILANG PERGI!"

"Ti-tidak akan." Suara Aksa semakin kecil, namun tatapan matanya menatap pasti ke arah mata Xavier.

"DASAR KAMU-"

Mata Xavier membola saat yang lebih kecil menarik tengkuk lehernya dan menempelkan bibir kenyal itu ke bibirnya untuk sesaat.

"Tenanglah, semua masalah pasti ada jalan keluarnya." Ucapan Aksa mengalun lembut, ditambah suaranya yang sedikit serak karena terlalu banyak digunakan untuk berteriak meminta tolong sebelumnya.

Hanya tempelan bibir dengan bibir saja cukup membuat Xavier bungkam. Ia sempat mengira tadi hanya an sich semata, namun Aksa benar-benar ada di sana. Tubuh Xavier jatuh dan berlutut di lantai itu dengan Aksa yang memeluknya dengan kuat.

Padahal ia sudah begitu kejam memperlakukan Aksa, namun pemuda itu masih berbaik hati berbalik ke arahnya untuk sekedar menenangkannya.

Xavier membalas pelukan Aksa, setetes air matanya jatuh di wajahnya. Kapan terakhir kali ada orang yang peduli dengannya sampai seperti ini?

"Kenapa kamu kembali?" Xavier bertanya sembari mengelus lembut punggung kemeja kebesaran Aksa yang sudah dipenuhi warna merah, bahkan tangannya juga tanpa ia sadari sudah mengeluarkan banyak darah.

Aksa tidak menjawab pertanyaan Xavier sama sekali. Pelukannya melemas yang membuat Xavier sontak memegangi tubuh Aksa yang terkulai di dalam dekapannya.

Xavier panik melihat Aksa yang tidak sadarkan diri, bahkan wajah si kecil itu sudah pucat pasi.

"AKSA!" Ia mengguncang tubuh kecil itu, tapi tetap tidak ada balasan. Langsung saja ia membopong badan Aksa keluar dari ruangan itu.

"PENGAWAL! PANGGIL DOKTER!!" Xavier berteriak membuat seisi mansion itu langsung panik.

Beberapa orang mengikuti Xavier masuk ke ruang utama, tempat di mana Xavier membawa Aksa. Xavier merebahkan badan kecil Aksa ke ranjangnya yang luas, beberapa orang pergi mengambil beberapa kebutuhan, seperti baju dan P3K.

Xavier menggenggam tangan pemuda yang lebih mungil. Ia tidak pernah mengkhawatirkan seseorang sampai seperti ini, bahkan Mattheo yang sudah mengikutinya selama bertahun-tahun tidak ia khawatirkan seperti ini.

Tapi, pemuda ini? Hanya dengan perlakuan kecilnya, berhasil membuat seorang Xavier Adhiyaksa kalang kabut?

"Please, open your eyes, Sweetheart ... i'm beg you ... please ..."

Untuk pertama kalinya, mereka melihat seorang pria dingin seperti Xavier menangis layaknya anak kecil.

Continue Reading

You'll Also Like

5.8M 281K 61
[FOLLOW DULU SEBELUM BACA YA MANIEZZZ] Kisah 2 pasangan yang dijodohkan oleh orangtua mereka. Arlando jevin demort, cowok berusia 18 tahun harus men...
945K 21.3K 49
Elia menghabiskan seluruh hidupnya mengagumi sosok Adrian Axman, pewaris utama kerajaan bisnis Axton Group. Namun yang tak Elia ketahui, ternyata Adr...
SCH2 By xwayyyy

General Fiction

134K 18.4K 48
hanya fiksi! baca aja kalo mau
3.9M 87.3K 54
"Kamu milikku tapi aku tidak ingin ada status terikat diantara kita berdua." Argio _______ Berawal dari menawarkan dirinya pada seorang pria kaya ray...