Twenty Nine

By Millenniums12

1.2K 205 56

[Sequel of Tertukar || Park Jihoon] Yang awalnya mereka pikir akan hilang seiring waktu berlalu, apakah benar... More

Prolog
BAB I
BAB II

BAB III

176 30 22
By Millenniums12

Author's POV

Dering ponsel membuat Selli terbangun dari tidurnya. Bukan alarm yang berbunyi, melainkan ada panggilan masuk dari seseorang yang sukses membuat Selli segera bangkit untuk duduk dan mengangkatnya dengan perasaan cemas.

"Halo, Sus?"

Di tengah diamnya mendengarkan suara di telepon, Selli bangkit berdiri dan mengeluarkan beberapa helai pakaian miliknya dari dalam lemari.

"Udah dikasih obat pereda demam?" Kecemasan makin terlihat jelas di wajahnya. Dilihatnya jam dinding baru menunjukkan pukul 2 dini hari. "Saya ke sana sekarang," ucapnya lagi. Satu detik setelahnya Selli sudah bergerak cepat menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya.

Sebelum pergi, ia mengganti piyama tidur yang dipakainya dengan kaus putih berlengan panjang, sweater rajut pink soft dan rok yang panjangnya di atas mata kaki. Di tengah itu semua, ia mencoba menghubungi Haechan, namun seperti yang dikatakam seseorang di telepon tadi, ponsel laki-laki itu tidak aktif.

Selli berdiri memandangi kontak seseorang setelahnya. Keraguan yang mendominasi membuatnya enggan menghubungi orang itu meski ingin. Ia beralih menelepon Changbin yang untungnya langsung mengangkat teleponnya setelah beberapa detik.

Tak butuh waktu lama, Changbin sampai di depan dengan mobilnya. Wajah 'bangun tidur'nya membuat Selli merasa bersalah sekali karena sudah meneleponnya sepagi ini.

"Maaf banget ya aku ganggu tidur kamu," ucap Selli setelah menutup kembali pagar rumahnya.

"Nggak, Sayang. Nggak apa-apa. Kamu ditelfon Sus Rania tadi?" tanya Changbin seraya membukakan pintu mobil dan melindungi kepala Selli waktu gadisnya hendak masuk ke dalam mobilnya. Ia menyusul segera setelahnya.

"Iya. Katanya, Alea demam sejak dua jam lalu. Suster Rania udah berusaha kasih dia obat, tapi dia terus-terusan muntah."

"Kamu pasti kaget banget." Changbin menatap Selli sesaat dengan wajah cemas. Cepat-cepat ia melajukan mobilnya menuju kediaman Haechan. "Kita langsung bawa Alea ke rumah sakit, ya."

Selli mengangguk setuju akan ucapan Changbin. Jantungnya berdegup kencang akibat cemas setengah mati. Untungnya jalanan sepi dan sama sekali tak ada hambatan di perjalanan menuju rumah Haechan.

Sampai di sana, Changbin mengekori Selli yang sudah berlari lebih dulu untuk masuk. "Alea ..." lirih Selli yang lantas terisak detik itu juga waktu melihat keadaan gadis kecil yang membuatnya datang ke sini di atas tempat tidur.

Gadis kecil itu adalah putri Haechan satu-satunya. Usianya baru 5 tahun. Bisa dibilang, selama 5 tahun terakhir Selli, Jihoon dan yang lainnya mengurus gadis kecil itu bersama-sama. Kejadian tragis yang menimpa ibunya membuatnya harus tumbuh tanpa kehadiran seorang ibu dan bahkan haechan sebagai ayahnya tak bisa menghabiskan banyak waktu di sisinya.

"Kamu duduk duluan di mobil ya. Biar aku yang gendong Alea," ucap Changbin. Selli mengangguk dan kembali berlari keluar lebih dulu, setelah mengambil baju hangat milik gadis kecil yang sudah digendong Changbin.

Mereka segera menuju rumah sakit terdekat setelah Changbin dengan hati-hati menyerahkan gadis kecil yang digendongnya ke pangkuan Selli yang sudah duduk lebih dulu di mobilnya.

Selli terisak di sepanjang jalan. Tangannya berkali-kali mengusap wajah pucat gadis kecil dalam pangkuannya yang terdengar berkali-kali merintih dengan mata terpejam. Ia baru kelihatan sedikit lebih tenang setelah Alea ditangani Dokter.

"Bin, kamu pulang duluan aja ya," ucap Selli pada laki-laki yang kini duduk tepat di sampingnya.

"Nggak, aku temenin kamu di sini sampai Alea boleh dibawa pulang. Aku anterin lagi kalian ke rumah Haechan."

"Aku bisa naik taksi untuk bawa Alea pulang," ucap Selli lagi. Namun Changbin menggeleng, menolak mentah-mentah ucapannya barusan. "Kamu harus istirahat hari ini. Besok kan pasti sibuk lagi, capek lagi. Lagian kamu baru tidur sebentar kan, tadi?"

"Iya, tapi nggak apa-apa, kan bisa aku sambung lagi tidurnya nanti. Lagian sekarang aku nggak ngantuk," ujar Changbin seraya menggenggam salah satu tangan Selli erat-erat. "Malah kamu yang keliatan masih ngantuk. Tidur lagi sini," titahnya, seraya menepuk bahu kirinya sendiri—memberi isyarat agar Selli bersandar padanya.

Selli tersenyum dan menurutinya. Mereka kembali menatap Alea yang masih berbaring di salah satu ranjang IGD rumah sakit. Posisi mereka duduk bersebelahan di kursi tepat di samping ranjang.

Gadis kecil itu baru membaik setelah beberapa jam kemudian. Meski masih kelihatan lemas tak bertenaga, Alea sudah bisa menelan beberapa suap bubur setelah Selli dan Changbin berusaha keras membujuknya.

"Tante, Om Jihoon mana?" Alih-alih menanyakan ayahnya sendiri, Alea justru menanyakan Jihoon.

"Di rumahnya mungkin."

"Aku pengen ketemu Om Jihoon."

"Kalau ada waktu, dia pasti datang ke rumah untuk ajak Alea main kaya biasanya. Jadi tunggu aja, ya. Tante nggak bisa telepon dia. Karena ini hari libur, dia mungkin lagi istirahat sekarang," ucap Selli. Sejujurnya, sejak dini hari tadi ia enggan menghubungi Jihoon duluan setelah berusaha menghindari laki-laki itu selama hampir dua minggu.

Changbin kembali mengantar Selli dan Alea ke kediaman keluarga Haechan. Laki-laki itu masih belum pulang dan masih belum bisa dihubungi juga. Waktu hendak membawa Alea ke kamarnya, langkah Selli dan Changbin sempat terhenti di ruang tamu. Orang tua Haechan sedang duduk ditemani dua cangkir teh hangat dan beberapa kudapan. Tatapan mereka dingin seperti biasanya. Mereka sama sekali tak kelihatan khawatir melihat keadaan cucu mereka sendiri yang cukup mengkhawatirkan.

Selli merasa tak tega waktu melihat Alea sontak memeluk Changbin yang kini menggendongnya dan menyembunyikan wajah pucatnya setelah melihat bagaimana cara kakak dan neneknya menatapnya.

Changbin dan Selli tetap membungkuk dengan sopan. Selli juga mengatakan bahwa ia dan Changbin baru kembali setelah membawa Alea yang dini hari tadi deman dan muntah berkali-kali ke rumah sakit. Namun, mereka sama sekali tak kelihatan peduli. Mereka malah beranjak dari sofa dan mengatakan bahwa mereka akan pergi ke suatu tempat karena memiliki urusan penting.

Selli dan Changbin segera menuju kamar Alea setelahnya. Changbin membaringkan gadis kecil itu di atas tempat tidurnya dengan hati-hati, sementara Selli menyelimuti tubuh mungil Alea dengan selimut bermotif langit malam beserta bulan dan bintang-bintang. Mereka menunggu Alea terlelap sebelum kembali beranjak keluar karena Changbin akan pulang.

Di luar pagar, Jihoon baru datang dengan mobilnya. Ia baru berjalan menuju pagar waktu Selli dan Changbin muncul di teras. Keduanya bicara berhadapan. Selli terlihat memakai hoodie milik Changbin yang kebesaran di tubuhnya.

Jihoon refleks sedikit mundur. Dilihatnya raut wajah Selli entah kenapa kelihatan tak bersahabat. Changbin menggenggam salah satu tangan gadis itu. Sayup-sayup Jihoon bisa mendengar percakapan mereka.

"Jangan terlalu dipikirin, Sayang. Kita semua tau kan, mereka memang selalu kaya gitu. Yang penting Alea masih punya kita semua," ucap Changbin.

Selli menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Tapi kemudian ia mengangguk seraya tersenyum.

"Makasih banyak ya, Bin. Maaf banget aku ganggu waktu istirahat kamu. Sekarang pulang dan lanjutin tidur kamu ya," ucap Selli.

"Iya. Kamu juga lanjut istirahat aja sama Alea. Nanti siang kalau mau dibeliin makanan telfon aku aja, ya."

Selli menggeleng. "Nggak, aku gak bakal ganggu kamu lagi hari ini."

"Ganggu apanya? Lagian aku masih kangen, mau ketemu kamu lagi nanti siang," ujar Changbin membuat gadisnya tertawa kecil.

"Pokoknya istirahat dulu aja. Nanti sore kalau kita sama-sama ada waktu, kita makan di tempat biasa. Gimana?"

"Setuju banget! Udah lama kita nggak ke sana. Kalau gitu nanti kabarin aku lagi ya."

"Oke. Selamat istirahat, Sayang," ucap Selli.

Jihoon berbalik dan kembali mendekat ke arah mobilnya waktu Changbin mengecup singkat pipi kiri Selli. Ia terpaku sesaat. Kenapa juga dirinya harus putar balik?

Waktu memutuskan untuk kembali menuju pagar rumah Haechan, ternyata Changbin sudah berjalan keluar. Keduanya terpaku sesaat, saling menatap tepat di depan pagar. Seri di wajah Changbin memudar seketika waktu melihat kehadiran Jihoon.

"Kenapa lo ada di sini sepagi ini?" tanya Jihoon memecah keheningan.

"Alea demam tinggi dan muntah-muntah dini hari tadi. Gua sama Selli abis bawa dia ke RS tadi. Kita baru balik dari sana sekitar 20 menit yang lalu," ujar Changbin membuat Jihoon langsung kelihatan cemas. "Lo sendiri ngapain ke sini pagi-pagi?" Ia balik menanyai Jihoon.

"Gua emang selalu sempetin untuk ajak Alea main di hari minggu," ujarnya. "Gimana keadaan dia sekarang?"

"Udah jauh lebih baik. Sekarang dia tidur."

Jihoon hendak bergegas masuk, tapi baru satu langkah melewati Changbin, kekasih Selli itu bicara lagi.

"Pastiin cewek gua istirahat. Dia keliatan capek banget dan kurang tidur," ucap Changbin.

Jihoon cuma mengangguk. Ia sempat mengernyitkan dahi melihat bagaimana cara Changbin menatapnya waktu mengatakan itu. Tapi ia tak ingin ambil pusing. Ia segera masuk karena ingin segera melihat keadaan gadis kecil kesayangannya.

Di samping mobilnya, Changbin berdiri menatap rumah Haechan dengan tatapan sulit dijelaskan. Yang jelas, tak ada lagi senyuman di wajahnya.

Jihoon membuka pintu kamar Alea pelan-pelan. Dilihatnya gadis kecil sang pemilik kamar sedang terlelap di atas tempat tidurnya seperti kata Changbin. Sementara gadis yang salama hampir dua minggu terakhir menghindarinya habis-habisan terlihat terlelap juga di samping tempat tidur dalam posisi duduk memeluk lutut.

Sepasang mata Alea terbuka dan senyumnya merekah waktu melihat kehadiran Jihoon di pintu. Ia nyaris berseru kegirangan memanggil om kesayangannya, namun secepat kilat Jihoon memberi Alea isyarat untuk tidak berisik dengan menempelkan jari telunjuk di bibirnya sendiri.

Waktu Jihoon melangkah masuk ke kamarnya, perlahan Alea bangkit dari tempat tidur dan memberi isyarat agar Jihoon menggendongnya. Jihoon tentu menurutinya. Ia menggendong Alea yang langsung memeluk erat dirinya.

"Om kenapa lama banget datangnya? Aku nungguin Om Jihoon datang ke rumah sakit tadi," bisik Alea sedih.

"Nggak ada yang kasih tau Om bahwa kamu sakit dan dibawa ke rumah sakit. Kalau tau, pasti Om langsung ke sana secepatnya," balas Jihoon. "Kamu kenapa nggak minta Tante Selli buat telfon Om?" tanyanya.

Alea melonggarkan pelukannya supaya bisa menatap wajah Jihoon. "Aku udah bilang pas di rumah sakit, aku pengen ketemu Om Jihoon. Tapi, Tante Selli bilang hari ini waktunya Om istirahat."

Atensi Jihoon kembali pada Selli yang masih terlelap. Terpikir bahwa kali ini Selli benar-benar menghindarinya habis-habisan sampai enggan menghubunginya dini hari tadi.

"Terus sekarang gimana? Alea masih ngerasa sakit?" tanya Jihoon lagi, seraya mendudukkan dirinya di sofa panjang yang ada dalam kamar putri Haechan. Alea duduk di pangkuannya.

"Nggak. Aku mau main sama Om Jihoon. Tapi kenapa rasanya masih pengen tidur lagi ya? Padahal dari tadi aku tidur terus," ujar Alea heran sendiri. Wajahnya jelas masih pucat. Ia juga masih kelihatan lemas.

"Itu karena kamu lagi sakit. Emang harusnya istirahat. Jadi nanti aja mainnya. Sekarang tidur lagi." Jihoon hendak mengembalikan Alea ke tempat tidurnya, namun gadis kecil itu menolak.

"Aku tidur di sini aja," ucapnya seraya menujuk sofa.

"Loh, kenapa?"

"Biar Tante Selli yang tidur di kasur aku. Kasian tidurnya kaya gitu." Alea kelihatan merasa bersalah. Meski tempat tidurnya cukup untuk dirinya dan satu orang dewasa, Selli memilih untuk tak tidur di sampingnya karena takut membuatnya tak nyaman, berhubung Alea sedang sakit.

Akhirnya Jihoon mengambilkan bantal beserta selimut Alea agar gadis itu bisa berbaring dengan nyaman di sofa. Jihoon juga menuruti permintaannya untuk dibacakan buku cerita sampai terlelap. Dan tak butuh waktu lama untuk itu.

Jihoon bangkit berdiri, meletakkan buku cerita milik Alea di tempatnya, sebelum mendekat ke arah Selli yang masih terlelap dalam posisi duduk. Jihoon ikut duduk berjarak beberapa jengkal di sebelah kiri Selli. Ia duduk dengan posisi yang sama—memeluk lutut dan membenamkan salah satu sisi wajah di atas kedua lutut. Berhubung gadis itu membenamkan pipi kanannya di atas kedua lutut, alhasil Jihoon bisa melihat wajah yang sudah hampir dua minggu tak dilihatnya itu.

Lama sekali Jihoon menatap wajah gadis lugu pecinta warna pink yang kini telah menjadi perempuan dewasa itu. Tak ada yang tahu berbagai macam hal berkecamuk dalam kepalanya. Sampai tiba-tiba, Selli membuka kedua matanya dan membuat Jihoon sedikit membelalakkan mata karena terkejut.

Awalnya, gadis itu sama terkejutnya. Ia terpaku lama sekali menatap Jihoon yang hanya berjarak beberapa jengkal darinya.

"Lo ke mana aja sih?" Jihoon bersuara lebih dulu, dengan lirih. "... Kenapa susah banget buat ketemu lo akhir-akhir ini?" lanjutnya.

Selli bergeming. Bergerak sedikitpun tidak. Ia hanya terus menatap Jihoon dengan tatapan sendu. Sampai akhirnya ia bersuara dengan lirih juga.

"Jangan cari aku ..." ucapnya, "jangan datang untuk nemuin aku lagi. Kadang, rasanya jauh lebih baik waktu nggak liat kamu."

Jihoon tertegun melihat air mata Selli luruh di saat gadis itu kembali memejamkan matanya. Diam-diam sepasang mata Jihoon terasa perih juga. Dan perlahan tangannya terulur untuk menyingkirkan helaian anak rambut yang menutupi wajah cantik Selli.

"Lo harusnya cukup jauhin Felix karena masalah waktu itu. Tapi kenapa gua ngerasa jadi yang paling lo hindarin selama dua minggu terakhir?" Jihoon bicara sendiri kali ini. Karena gadis di sampingnya kembali terlelap.

***

Selli sudah terbaring di atas tempat tidur berbalutkan selimut waktu kesadarannya terkumpul. Ia beringsut duduk dan termenung selama beberapa saat. Ia yakin sekali tadi tertidur waktu duduk di samping tempat tidur Alea. Tapi kenapa sekarang dirinya ada di atas tempat tidur?

Pandangannya menyapu sekeliling ruangan. Sama sekali tak dilihatnya keberadaan Alea di kamar ini. Ke mana perginya gadis itu?

Selli beringsut turun dari tempat tidur. Waktu akan keluar dari kamar Alea, dilihatnya hoodie milik Jihoon di sofa. Dompet beserta ponsel laki-laki itu juga ada di atas meja. Sesaat Selli menatap pintu kamar yang tertutup. Ia yakin Jihoon ada di luar kamar bersama Alea.

Dengan sangat perlahan, Selli berjalan keluar dari kamar Alea. Ia mengendap-endap seraya melihat ke segala penjuru. Masih belum ia temukan keberadaan Jihoon ataupun Alea. Namun suara keduanya terdengar samar-samar dari arah meja makan.

"Kalau aku makan banyak, Om Jihoon mau bakal temenin aku main sampai sore nggak?"

"Iya dong. Emangnya Alea mau main apa?"

"Lego. Kemarin aku dibeliin lego baru sama Om Noa."

Selli melangkah sepelan mungkin ke arah pintu. Diambilnya sepasang sepatu miliknya dari rak sepatu dengan perlahan. Baru ia akan meraih gagang pintu, seseorang menahan bagian belakang hoodie milik Changbin yang dipakainya sampai ia terkesiap dengan mata membelalak.

Satu detik kemudian terdengar suara Alea. "Tante Selli, mau ke mana?"

Selli memejamkan kedua matanya sesaat. Sebelum mau tak mau berbalik dan sesuai dugaannya, Alea sudah berdiri di hadapannya dengan Jihoon di sampingnya. Laki-laki yang sedang mengenakan apron itu terlihat berdiri menatap Selli seraya melipat kedua tangan di dada.

"Mau ke mana?" Jihoon mengulangi pertanyaan Alea tadi.

"Pulang. A-aku buru-buru. Ada janji sama Changbin," sahut Selli.

"Janjinya nanti sore, kan?" balas Jihoon membuat Selli membelalakkan kedua matanya.

Dari mana Jihoon tahu soal itu? Pikirnya.

"Makan dulu. Gua udah masakin makanan kesukaan lo," ucap Jihoon lantas menarik lengan hoodie yang dipakai Selli sebelum gadis itu mengatakan apapun lagi. Alea ikut menarik tangan Selli dengan wajah kesenangan.

Akhirnya Selli ikut duduk di kursi meja makan. Ia terpaku beberapa saat menatap sepiring kimchi fried rice dengan ham dan corn cheese di atasnya buatan Jihoon. Ia kemudian menyantapnya dengan kikuk. Penyebabnya adalah laki-laki itu. Meski Alea duduk di tengah mereka, Jihoon terus memperhatikan Selli sejak tadi.

"Lo ke mana aja sih belakangan ini?" tanya Jihoon.

"Aku lumayan sibuk—"

"Sibuk menghindar?" Jihoon menyela ucapan Selli.

"Nggak. Siapa yang menghindar? Emang kita kebetulan nggak pernah ketemu aja belakangan ini," ujar gadis itu.

Jihoon tak memperpanjang. Toh, Selli tak akan mengakui sekalipun ia benar-benar sengaja menghindar belakangan ini.

"Kamu dari tadi di sini?" Giliran Selli yang bertanya.

"Dari 3 jam-an yang lalu."

"Perasaan tadi aku tidur di bawah, kenapa jadi ada di atas tempat tidur? Kamu yang pindahin?"

"Ya iya, masa Alea," sahut Jihoon mengundang gelak tawa gadis kecil yang duduk di antaranya dengan Selli.

Sementara Selli tiba-tiba terpikir sesuatu. Sesuatu yang membuatnya cemas sekaligus ragu, apakah itu hanya bagian dari mimpinya atau bukan.

"Tadi pas lagi tidur, aku ada ngomong sesuatu nggak sama kamu?" tanya Selli.

"Nggak tuh. Kenapa?"

Selli bernafas lega. "Nggak apa-apa. Aku mimpi ngomong sesuatu sama kamu, tapi entah ngomong apa."

Jihoon terdiam. Ternyata Selli memang tak sepenuhnya sadar waktu bicara di tengah tidurnya tadi. Jihoon memikirkannya dalam diam. Kenapa Selli merasa lebih baik waktu tak melihatnya? Gadis itu bahkan menitikan air mata waktu mengatakannya. Apa ada di dekat Jihoon membuatnya merasa sakit?

-TBC-



















Haaaaai~
Selamat hari raya idul fitri untuk teman-teman muslim🤍 minal aidin wal faidzin, mohon maaf lahir dan batin🙏🏻
Masih pada semangat gak nih bacanya?
Jangan lupa vote dan komen ya😉

Continue Reading

You'll Also Like

Mom? [ch2] By yls

Fanfiction

108K 11.3K 33
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...
30.9K 6.1K 20
Sudah diam saja, jangan banyak bicara kalau gak mau mati sia-sia. ❝shut up or you'll die❞
95.4K 11.6K 32
Season 1 Kim Seungmin x OC "Senyum lo itu manis, tapi terasa sakit di hati gue" -Felix "I'v found my Princess " -Seungmin Happy Reading~ -Kyu
95.2K 19.9K 21
Tentang meja Jake yang selalu diisi sticky notes oleh penggemar rahasianya. jake shim from enhypen written by hoonestvee, 2020. ✰