Another Life an Extra Antagon...

By nicejollye

961K 66.1K 1.6K

Kisah tentang perpindahan jiwa musim 2 *Cerita belum direvisi, harap maklum jika ada typo maupun kesalahan ka... More

1 (revisi)
2 (revisi)
3 (revisi)
4 (revisi)
5 (revisi)
6 (revisi)
7 (revisi)
8 (revisi)
9 (revisi)
10 (revisi)
11 (revisi)
12 (revisi)
13 (revisi)
14 (revisi)
15 (revisi)
16 (revisi)
17 (revisi)
18 (revisi)
19 (revisi)
21 (revisi)
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
49
50
51
52
53
54
55
56
new story
57

48

9.4K 798 33
By nicejollye


"Ed, udah mau berangkat?" Tanya Calluna ketika melihat saudaranya itu sudah berpakaian rapi lengkap dengan jas dan dasi yang terikat pada lehernya.

"Iya, nih Kak. Gue berangkat dulu, ada meeting penting di kantor. Bye, Kak," balas Edward yang sudah berlari keluar dari rumah.

"Loh, Kak. Edward udah berangkat?" Tanya Mama Calluna yang baru keluar dari dapur.

"Iya, Mah. Katanya ada meeting."

"Anak itu emang, bukannya pamit sama orang tua, mana belum sarapan lagi. Ini juga bekalnya kenapa ditinggal." Mama Calluna menatap sebal pada kotak bekal yang sudah susah payah ia buat.

"Taruh aja, Mah. Nanti biar Calla yang bawain sekalian berangkat kerja."

"Gak ngerepotin kamu? Nanti kamu telat lagi, emang gak ngerepotin kamu?" Mama Calluna terlihat tak enak pada Calluna.

"Lagian kantor, Ed. Searah sama tempst kerja Calla."

"Ya, udah. Biar mama buat lagi satu buat kamu bawa." Mama Calluna segera kembali ke dapur untuk membuat bekal, meninggakan Calluna yang tengah menikmati sarapannya.

Calla berpamitan terlebih dahulu pada papanya yang tengah berjemur di teras depan.

"Pa, Calla pergi kerja dulu."

Hanya anggukan yang diberikan oleh Papa Calluna. Karna hampir separuh bagian tubuhnya mengalami kelumpuhan.

Calluna memasuki mobil, lalu melajukannya meninggalkan perumahan milik keluarganya.

Satu persatu mulai berjalan dengan normal dan membaik, kalian pasti tak menyangka jika orang tua Calluna pemilik salah satu perusahaan, meski kecil dan tak sebesar milik Nagara. Kenapa papanya dulu sering menjual nama Calluna, karna hal itu guna menarik para investor yang sudah seperti lintah darat. Jadi meski proyek yang dikerjakan gagal mereka tak akan marah karna sudah mendapat makam malam dengan seorang artis cantik.

Sedikit menyinggung dengan cara kotor yang sering papanya perbuat. Kini perushaaan itu memberikan bebnannya pada Edward, remaja yang pasti sosoknya akan dipertanyaakan atas kemampuan ysng dimiliki. Hingga kini ia masih penasaran sosok yang membantu Edward. Tak menutup mata Edward memang terlihat memiliki ketertarikan dengan perusahaan, terlihat beberapa malam ini setelah ia tinggal bersama keluarganya, remaja itu sering tidur larut hanya untuk mengerjakan tugas kantor.

Memasuki lobi perusahaan, terlihat sambutan ramah dari para karyawan, seolah berita miring itu tak pernah ada. Calluna langsung diarahkan menuju lantai teratas tempat Edward bekerja.

"Nona Calluna, Selamat siang. Anda ingin bertemu dengan Tuan muda Edward?" Sapa sekretaris Edward yang ia yakin seusia dengan dirinya.

"Iya, tolong bantuannya."

Lalu pria itu menelfon pada sambungan #1 untuk atasan. Setelah mendapat balasan barulah pria itu membukakan pintu ruangan Edward untuk Calluna.

Terlihat dibalik meja kebesaran itu Edward tengah fokus menatap layar laptopnya.

Calluna menggeleng, melihat keseriusan Edwad yang membuat hatinya bangga. Lalu diletakkannya kotak bekal milik Edward.

"Makasih, Kak," ucap Edward tanpa mirik padanya.

"Duh, yang jadi bos besar sekarang sibuk banget."

Edward ternsenyum samar melihat tingkah kakaknya. "Ini biar lo gak perlu susah payah kerja di dunia entertain lagi nantinya. Kan gue mau jadi sugar brother buat lo."

"No. No. Aku gak mau punya sugar brother karna aku mau jadi rich women. Sampai jumpa nanti malam." Calluna berbalik lalu melambaikan tangan dan keluar dari ruangan Edward. Kepentingannya sudah selssia. Ia sekarang harus pergi menuju gedung agensi.

***

Sambutan hangat kembali memeluk Calluna. Ia kembali berdiri didepan awak kru televisi. Menghadiri sebuah acara pencarian bakat. Calluna duduk dibarisan pertama bagian komentator dan juri tamu undangan.

Dua jam berlalu, Calluna keluar dari ruang syuting. Kakinya melangkah menuju mesin soda, ia perlu menyegarkan tenggorokannya.

Menggesek kartu atm lalu memilih satu minuman. Sekaleng soda kini digenggamnya. Meneguk dengan tenang menikmati setiap dingin air yang mengalir di tenggorokannya.

Calluna berbalik tanpa sengaja minumannya tumpah pada kemeja pria yang depannya.

"Sorry, aku gak sengaja." Calluna meraih tisu di tasnya lalu membersihkan air sodanya.

Karna tak mendapat respon apapun, Calluna mendongak dan menemukan pria yang tengah menatapnya tanpa kedip. Sorot matanya terlalu mengusik Calluna.

"Sekali lagi aku minta maaf. Kalau begitu aku permisi." Calluna berbalik tanpa berniat beramah tamah.

Pria itu menatap rumit punggung Calluna, lidahnya amat kelu hingga tak ada satu kalimat yang terucap dari bibirnya.

"Maaf, Calla." Terdengar sangat lirih, bahkan telinga pria itu sendiri tak mampu mendengar gumamannya.

"I hate you, Gara."

***

Calluna memasuki rumah, tadi sore Mamanya meminta dirinya untuk pulang lebih awal, wanita itu sedang ingin mengadakan perayaan kecil pada Edward yang sudah bekerja keras menstabilkan perusahaan milik keluarga mereka.

Sebuah totebag berisi Brownis kukus Amanda yang tadi Calluna beli saat pulang kerja. Edward memang menyukai brownis tersebut, terlihat tak masuk akal karna biasanya cowok jarang menjadi pecinta makanan manis.

"Malam, Mah." Sapa Calluna, sambil meletakkan brownis pada meja pantri agar mamanya bisa menatanya.

"Malam, sayang. Sana bersih-bersih dulu, baru kita makan. Jangan lupa pakai baju yang udah mama taruh diatas ranjang kamu. Nanti ada tamu yang mau ikut soalnya."

"Siapa, Mah?"

"Udah, sana mandi jangan banyak tanya. Mama lagi buat masak." Memang seperti itu, Calluna meringis tak enak. Mamanya memang suka mengomel saat dirinya ataupun Edward yang banyak bertanya saat wanita itu sedang fokus memasak.

Mamanya akan berubah menjadi kucing garong saat berkutat di dapur. Karna wanita itu tak suka fokusnya terpecah dan membuat masakannya tak sesuai dengan harapannya.

Calluan tak ambil hati dan emmilih pergi menuju kamarnya. Badannya juga sudah terasa lengket.

Sebuah gaun putih memeluk tubuh ramping Calluna. Ia sedikit mengernyit, apa tak terlalu heboh? Tapi saat mengingat kembali akan ada tamu, ia tak ambil pusing. Memang selayaknya ia berpakaian rapi dan cantik, bukan untuk menarik pria lain tapi untuk menghargai dirinya sendiri dan tubuhnya.

Calluna memasuki ruang makan sudah terdapat papa, mama dan Edward. Ia langsung saja duduk di sebelah Edward.

"Bentar, ya. Kita tunggu tamunya," ucap Mama.

"Emang siapa yang mau datang?" Tanya Calluna saat melihat meja makan yang hampir tumpah ruah berisi berbagai masakan.

"Nanti lo juga tau," balas Edward penuh misteri.

Tak berselang lama suara bel rumah, Mama Calluna berdiri guna menghampiri pintu rumahnya.

"Malam, jeng. Apa kabar?" Terdengar gurau dari arah luar.

"Silahkan duduk jeng dan nak Nagara," ucapan Mama Calluna yang mempersilahkan duduk tamu yang datang menghentikan tatapan Calluna dari arah ponsel pintarnya.

Calluna mendongak, netranya bertatapan dengan Nagara yang sudah duduk manis didepannya. Tanpa sadar tangannya terkepal saat melihat kehadiran Nagara. Pandangannya teralih pada semua yang tengah duduk di kursi terutama Edward.

"Calla, bagaimana kabarmu, nak?" Tanya Regina, memecah suasana suram yang tanpa sadar Calluna buat.

"Baik, Nyonya Regina. Saya sangat baik." Balasan terdengar dingin dan seperti yang terlihat Calluna membuat bentangan jarak untuk keduanya.

Regina merasa sangat bersalah, hingga membuat jarak dekat mereka menjadi jauh seperti sekarang.

"Mama senang mendengarnya. Semoga kamu selalu dikelilingi kebahagiaan." Tulus Regina, tersemat doa dalam setiap ucapannya.

Calluna tak menjawab, suasana canggung terambil alih oleh suara Mama Calluna.

"Kalau begitu mari kita makan."

***

Calluna meletakkan sendoknya, ia buru-buru berdiri tanpa memikirkan untuk mencicipi makanan penutup.

"Calla permisi dulu, Mah. Calla udah kenyang, Calla mau istirahat."

"Istirahat, sayang. Kamu pasti lelah seharian kerja." Mama Calluna mengizinkan, terlihat putrinya keluar dari ruang makan tanpa repot berpamitan dengan yang lain. Sepertinya putrinya marah pada mereka semua.

Nagara juga ikut berdiri, Mamanya yang paham dengan niat Nagara segera mengangguk tanpa menunggu ucapan pria itu.

"Saya permisi ke belakang tante." Pamit Nagara. Setelah melihat kepergian keduanya Edward hanya bisa menghela nafas.

"Ini salah, Ed. Harusnya Edward tadi bilang sama Kakak soal makan malam. Pasti Kakak Calla marah sama Ed."

"Kamu udah benar, Ed. Mereka harus segera berbaikan. Harusnya tante yang minta maaf soal malam ini jadi canggung karna kehadiran kami." Regina yang merasa tak enak membuat suasana jadi canggung.

"Gak Jeng, aku yang undang kalian sebagai rasa terima kasih atas uluran baik tangan kalian membantu Edward dan perusahaan kami." Meski tau hal itu tak luput demi rasa bersalah mereka pada Calluna dan bentuk bantuan lewat Edward.

"Gak pelu dibahas lagi, kami tulus membantu Edward dan kalian semua."

Beralih pada Nagara, ia berhasil memegang lengan Calluna yang akan naik keatas tangga.

"Calla," panggil Nagara dengan lirih.

"Lepas, Gara." Calluna menghempaskan tangannya, namun gagal karna pria didepannya menahan dengan kuat.

Emosinya kembali memuncak setiap melihat Nagara. "Mau apa lagi? Udah selesai semua, aku dan kamu sudah berakhir Gara. Tugas mulia kamu membantu Agnes juga sudah sukses, kan? Lalu apalagi yang kamu inginkan?"

"Calla, aku minta maaf untuk itu semua, aku sudah mengakhiri rencana Agnes namun wanita itu..."

"Sekalipun kamu mengakhiri rencana itu dipertengahan jalan, rencana Agnes tetap sukses mempermalukanku dan menghancurkan mentalku!" Benar bukan? Sekalipun tak sampai selesai bantuan Nagara tetap merusak harga diri Calluna.

"Calla, aku mohon maafkan aku. Aku sungguh menyesal tentang semuanya. Aku juga gak bisa mengelak kalau aku juga ikut andil. Tapi perasaanku padamu itu tulus padamu, aku sungguh jatuh cinta padamu, Calla." Nagara tak bisa membohongi perasaan tertariknya pada Calluna. Meski timingnya tidak tepat dalam mengakui semuanya.

"Hah, apa sekarang perasaanmu penting untukku? Apa kamu gak malu setelah semua luka yang kamu berikan, kamu masih berharap aku akan menerima dan percaya pada ucapanmu!" Calluna menangis tanpa sadar, ia muak! Ia tak bisa beradu argumen lagi dengan Nagara. Bohong jika ia tak pernah tertarik pada pria didepannya.

Nagara dengan segala kesempurnaannya dan minusnya adalah dia pria bodoh yang bisa mengorbankan kebaikannya untuk sahabatnya.

"Tolong jangan menangis," ucap Nagara, tangannya terulur mengusap lelehan air mata di pipi Calluna.

"Kamu jahat," balas Calluna dengan sesengukan.

"Aku tau."

"Kamu menyakitiku, Gara."

"Maaf..." Nagara menarik Calluna kedalam dekapannya. Ia memang brengsek, namun apakah tak ada sama sekali kesempatan kedua untuknya.

Calluna mencoba memberontak, bahkan kepalan tangannya terus memukul dada Nagara.

"Lepas, Gara! Kamu jahat, aku membencimu."

Pria itu tak sedikitpun melepaskan dekapannya. Hingga Nagara merasa Calluna berhenti meronta. Isakan lirih masih terdengar di telinganya.

"Berikan aku kesempatan kedua, Calla. Aku gak akan mengecewakanmu lagi. Jika bukan di hatimu, setidaknya berikan aku kesempatan menjadi temanmu."


***

Silahkan tinggalkan jejak🪨

Continue Reading

You'll Also Like

1.5M 137K 61
Kedua orang tuanya tak menginginkan kehadirannya. Dia hanyalah alat bagi kedua orangtuanya tuk mendapat harta warisan dari kakeknya. "Cuman benda kec...
368K 33.4K 34
WAJIB FOLLOW AKUN AUTHOR SEBELUM BACA Berubahnya sang antagonis Antagonist tobat ✅ Nama lengkapnya Aqeela Zia Rahardian, gadis yang mendekam di penja...
1.5M 105K 30
{ FOLLOW SEBELUM MEMBACA } Naina sang tokoh figuran novel yang berstatus menjadi istri dari Allegeo Dexter. Naina yang mati di bunuh oleh suruhan tok...
1.9M 154K 43
disaat dirinya jatuh sejatuh-jatuhnya, dimana semuanya tidak bisa diperbaiki lagi, pria itu datang dan memeluknya.. "kau tidak diijinkan untuk menyur...