I Wanna Tell Him

By matapanda09

1.1K 1K 1K

Banyak yang bilang jika masa SMA adalah masa yang paling dikenang dan tak akan bisa untuk diulang. Banyak kis... More

Prolog
01. MOS (Masa Orientasi Siswa)
02. Pandangan Pertama
03. Ini Gak Baik Buat Jantungku
Visual💘
04. Teman Baru dan Kelakuannya yang ini itu
05. Tragedi Kentut Semut
06. Ketegangan berujung Truth or Dare
07. Awal dari Segala Kisah Perbucinan
08. Sebuah Tragedi pada Misi Pertama
09. Ada Hikmah Dibalik Tragedi
10. Tentang Dia
12. Ada Yang Pedas Tapi Bukan Sambal
13. Kegalauan Haura dan Olimpiade

11. Anemia dan Hati yang Berbunga

56 50 148
By matapanda09

Hai, guys!
Aku balik lagi nih dengan chapter baru. Udah lama aku ga update. Sempat mikir buat hiatus, tapi sayang banget sama cerita ini.
Oke deh, tanpa berlama-lama, silahkan dibaca. Jangan lupa beri vote dan komen yups!✨😉
___________________________________________

Setelah sang fajar menampakkan diri di angkasa semesta, seorang wanita yang berbalutkan daster bunga-bunga tengah berkutat dengan peralatan dan berbagai bumbu masakan di dapur.

Ya, wanita tersebut adalah Bundaku. Seorang Ibu muda berusia 30-an yang baik hati walau terkadang galak dan cerewet. Beliau memang sering memarahiku, jika aku memang berbuat salah.

Nasi goreng terenak sejagad raya buatannya sudah matang, lalu Beliau menghidangkannya di atas meja ruang tengah.

Kemudian, aku menikmati makanan tersebut sambil menonton televisi yang tengah menayangkan serial kartun favorit, Scooby Doo.

“Kalau makan itu jangan sambil ngeliatin TV terus, nanti kamu salah nyuap lagi!.” Celetuk Bundaku yang kini duduk di sampingku.

“Iya, Bunda iya.” Sahutku. Aku masih asyik menonton kartun Scooby Doo dengan sesendok nasi goreng yang masih ku pegangi dan belum dimasukkan ke mulut.

“Ahahaha si Shaggy kenapa malah ikutan kabur coba.” Celotehku diiringi dengan tawa.

“Astaghfirullah, Rara. Dimakan dulu itu nasi goreng yang ada di sendoknya!.” Omel Beliau.

Aku sekilas menengok ke arah Bunda, beliau sudah menampakkan wajah garangnya saja, padahal kan masih pagi.

“Iya, Bunda. Ini juga mau dimakan kok.” Sahutku, kemudian menyuapkan beberapa sendok nasi goreng  ke mulut.

“Selesai makan, jangan lupa taruh piring sama gelas kotornya di westafel. Abis itu mandi sama sholat Shubuh!.” Ucap Beliau.

“Udah kenyang, Bun. Aku mau mandi ya.” Timpalku sambil meletakkan sebuah piring yang masih terisi oleh setengah nasi goreng.

Kebiasanku yang sulit diubah sampai sekarang adalah jarang menghabiskan makanan.

Aku buru-buru melesai pergi ke kamar mandi sambil menenteng handuk untuk menghindari omelan dari Bunda.

Kalau boleh jujur, aku memang jarang menghabiskan makanan, karena kurang nafsu makan. Makanya, porsi makanku selalu sedikit dan kalau dipaksakan, aku akan memuntahkannya. Aku tidak mengerti, apakah ini penyakit atau bukan.

Setelah mandi dan sudah rapi mengenakan seragam, aku langsung berwudhu setelah Adzan berkumandang dan melaksanakan shola Shubuh.

Tepat pukul 06.00 WIB,  aku berpamitan kepada Bunda dan berjalan kaki menuju gang depan untuk menaiki angkutan umum (angkot).

Sesampainya di gerbang sekolah, anak-anak OSIS pun memeriksa seragam sekolahku. Aku memang selalu aman jika sedang diperiksa, karena selalu memakai atribut lengkap.

Di gerbang tadi, aku juga bertemu dengan Rey. Ia terkena hukuman, karena tidak memakai atribut lengkap dan seragam yang jauh dari kata rapi.

Nampaknya, kelasku masih sepi. Baru ada beberapa anak yang sudah tiba di dalam kelas. Itu pun mereka yang sedang kebagian piket hari ini.

Aku menaruh tas ransel di samping kursi Shakayla. Ternyata sudah ada tasnya yang bertengger di kursinya. Dia kemana ya?.

Saat aku hendak ke luar kelas, Shakayla pun datang dari arah luar dan kami berpapasan di pintu.

“Kay, kamu abis dari mana?.” Tanyaku.

“Aku abis dari kantin beli minum, soalnya aku lagi haus.” Sahut Shakayla.

Aku mengekorinya yang saat ini sedang mendudukkan bokongnya di kursi. Ia terlihat sedang mengeluarkan sesuatu dari dalam tas ranselnya.

“Aku mau sholat Dhuha ke Mushola. Kamu mau ikut gak?.” Tawarnya kepadaku sambil membawa mukena tosca miliknya.

Aku hanya mengangguk dan langsung mengikutinya. Sesampainya di Mushola, aku sempat bengong karena aku tidak menngerti bagaimana cara melaksanakan sholat Dhuha.

“Hmm Kay... aku belum pernah sholat Dhuha. Kamu mau gak ngajarin aku dulu tata cara sholatnya?. Maaf ya pagi-pagi udah ngerepotin kamu hehe” Ujarku yang terlampau jujur.
Ya, aku memang belum pernah sholat Dhuha dan yang aku tahu hanyalah sholat tersebut merupakan sunnah, tidak wajib dikerjakan.

“Iya, gak apa-apa kok, Ra. Sini, aku ajarin. Jadi, sholat Dhuha itu minimal dua rakaat dan maksimal dua belas rakaat. Waktu sholat Dhuha mulai dari matahari terbit sampai waktu Dzuhur. Kamu mau sholat Dhuha yang berapa rakaat?.” Tutur Shakayla dengan kesabarannya.

“Dua rakaat aja deh, Kay.” Jawabku. Aku sudah berwudhu, menggelar sajadah, dan memakai salah satu mukena yang tersedia di Mushola.

“Oke deh. Pertama, kita harus baca niatnya dulu. Niat sholat Dhuha itu Ushallii sunnatadh dhuhaa rak’ataini lillaahita’aalaa. Abis baca niat, kamu langsung takbiratul ihram, baca doa iftitah, baca Al-Fatihah sama surat Ad-Dhuha. Rakaat kedua kamu baca Al-Fatihah sama surat Asy-Syams. Pokoknya gerakan sama bacaannya sama kayak sholat wajib, bedanya ini Cuma dua rakaat  aja. Pas rakaat terakhir jangan lupa tahiyatul akhir dan mengucapkan salam, terakhir baca doa setelah sholat Dhuha.” Jelas Shakayla kembali.

“Oh, iya aku ngerti. Kay, kalau aku gak hafal dua surat itu gimana?.” Tanyaku ingin tahu.

“Baca surat lain juga boleh. Islam tidak mempersulit umat. Jadi, kita gak perlu ninggalin sholat Duha gara-gara gak hafal sama surat Ad-Dhuha dan Asy-Syams.” Jawabnya sambil menyunggingkan senyuman.

“Kamu udah ngerti kan, Ra?.” Tanyanya kembali. Aku pun mengangguk dan kami berdua mulai melaksanakan sholat Dhuha.

Setelah selesai, kami bergegas kembali ke kelas. Ternyata, kelas sudah ramai dengan anak-anak yang tengah asyik dengan aktivitasnya masing-masing sebelum bel masuk berbunyi.

**

Yura tiba-tiba memberikan pengumuman disaat kelas kami sedang riuhnya karena pagi hari sudah mendapatkan jam kosong.

Ia berkata bahwa Palang Merah Indonesia (PMI) sedang berkunjung ke sekolah kami dan membuka pelayanan cek golongan darah gratis di ruang UKS. Jadi, semua siswa dan siswi diharapkan bersedia untuk dicek.

"Gue berharap semua anak di kelas ini bersedia buat dicek golongan darahnya. Biar kalian tau kan golongan darah kalian tuh apa. Gue barusan udah cek duluan. Cuman sebentar dan gak sakit sama sekali kok." Seru Yura yang menyakinkan anak kelas kami.

"Ah, yang bener lo Yur?. Yakin gak bakal sakit?." Seru Haris dengan nyaring.

"Ya, masa gue bohong sih sama kalian. Lo kenapa nanya begitu. Takut ya?." Ejek Yura.

"Gue gak perlu dicek, Yur. Gue udah tau kok golongan darah gue itu apa." Timpal Rey sambil tersenyum jahil.

"Emang golongan darah lo apa, Rey?." Tanya Gani dengan raut wajah sok serius sambil membenarkan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya.

"Golongan darah gue C. C.I.N.T.A bwahhahahahaaaa.." Jawab Rey dengan candaan. Ia puas sekali tertawa.

"Dih, garing banget lo. Krik krik jangkrik!." Ejek Fahmi.

"Udah-udah. Ayo, buruan pada ke ruang UKS, soalnya sekarang giliran kelas kita!." Seru Yura.

Tibanya kami di sana, ternyata di depan ruang UKS sudah ramai dipenuhi oleh para siswa dan siswi yang tengah berbaris mengantre. Sepertinya, mereka sangat antusias sekali ya. Berbanding terbalik dengan kelas kami.

Kelasku pun ikut mengantre dan tibalah juga giliranku setelah mengantre panjang. Aku segera memasuki ruang UKS.

Terlihat ada tiga petugas PMI yang melayani. Aku diminta untuk menduduki kursi yang berada di hadapan salah seorang petugas kesehatan.

Kemudian, Beliau menyuruhku untuk menyodorkan jari telunjuk sebelah kanan, kemudian jariku disterilkan terlebih dahulu dengan kapas yang telah dibasahi dengan alkohol. Pada saat jarum lancet itu ditusuk ke ujung jariku, aku pun spontan memejamkan kedua mata.

"Udah dek, matanya boleh dibuka. Jadi, rasanya gak sakit sama sekali kan?." Ucap seorang petugas wanita yang tadi menusukkan lancet jarum kepadaku sambil tersenyum.

Setelah mendengar perkataan dari Beliau, aku pun membuka kedua mata ini. Ya, ku akui rasanya memang tidak sakit seperti disuntik.

Aku melihat darahku diteteskan pada kartu tes golongan darah pada empat kolom yang terdiri dari kolom Anti A, Anti B, Anti AB, dan Anti Rh.

Lalu, aku mulai fokus memandangi sampel darahku pada empat kolom tersebut yang tengah diteteskan serum, lalu diaduk menggunakan tusuk gigi.
Beliau memperlihatkan hasil tes dari kartu golongan darah.

"Haura Aleena, kamu golongan darahnya A ya. Silahkan kartunya boleh dibawa sebagai bukti." Jelasnya padaku.

"Terima kasih ya, Bu." Aku pun menerima kartu golongan darahku.

Ketika aku hendak berdiri dari duduk, tiba-tiba saja pandanganku mengabur dan badanku mendadak lemas.

"Ya ampun, Ra. Kamu kenapa?." Ucap Shakayla yang ku rasa ia tengah menahan badanku agar tidak jatuh dengan kedua tangannya.

"Penglihatan aku tiba-tiba kayak banyak kunang-kunangnya, Kay. Aku kenapa ya?." Ucapku lirih sambil mengerjap-ngerjapkan kedua netra ini. Lalu, perlahan kunang-kunang itu berubah menjadi kegelapan.

~~~~~~~~~~

Author POV

Haura tiba-tiba saja tak sadarkan diri seusai dicek golongan darahnya oleh salah seorang petugas PMI. Shakayla dan teman-temannya yang lain pun dibuat panik.

Ini untuk kedua kalinya gadis mungil itu pingsan, tapi disebabkan oleh hal yang berbeda. Dua orang siswi anggota PMR pun segera membopong Haura ke ranjang rawat yang sudah tersedia. Ia dibaringkan dengan hati-hati di sana.

Shakayla, Meida, Zea, Gwen, dan teman-teman sekelasnya tentu saja menyaksikan kejadian pingsan tadi. Ada yang bekespresi biasa saja, bahkan ada yang mulai ketakutan.

"Eh Helmi, lo mau kemana?." Seru Yura kepada seorang anak lelaki yang hendak pergi dari ruang PMR dengan tergesa-gesa.

"Gue gak mau ah dicek golongan darahnya. Lagian gak penting ini. Gue mau ke kelas aja." Sahutnya, kemudian berjalan dengan gontai keluar dari area ruangan PMR.

"Lo takut, mi?." Tanya Rey sambil tersenyum jahil.

"Ya elah, udah gede masa takut sama yang beginian sih." Ledek Haris sambil tertawa.

Helmi benar-benar pergi dan berlari menuju kelas. Yura menyuruh Rey, Haris, dan Fahmi untuk membawa Helmi kembali ke ruang PMR.

Kejadian tarik-menarik pun terjadi di area luar ruangan PMR antara Helmi dan ketiga temannya itu.

"Eh, kampret. Gue bilang gak mau. Ya, gak mau!." Bentak Helmi sambil memberontak ingin dilepaskan.

"Mi, lo itu teman baru kita. Teman sejati itu harus kompak. Masa lo gak ikutan dicek sih golongan darahnya. Enak aja lo!." Ucap Rey. Ia terus memegangi kedua tangan Helmi yang diikat ke belakang punggung.

"Lepasin dong. Gue gak mau lah. Gue takut banget. Noh liat, si Haura aja sampai pingsan begitu!." Ucapnya dengan berteriak nyaring. Anak-anak kelas sampai dibuat tertawa olehnya.

Mereka semua tertawa, karena tidak menyangka pada sosok Helmi yang terkenal dengan sikapnya yang nakal ternyata sangat ketakutan dengan hal kecil seperti ini.

"Bisa-bisanya lo takut sama beginian, Mi. Anak nakal kayak lo ternyata penakut juga ya hahahaa..." Celetuk Yura, lalu menyemburkan tawanya.

Ia merasa puas sekali melihat Helmi yang terlihat lucu seperti sekarang. Pasalnya, Helmi itu salah satu anak baru yang nakal dikelas, hobinya bolos dan berkelahi.

"Berisik lo!. Pokoknya gue gak mau, ya gak mau. Jangan dipaksa dong!." Geramnya. Ia pun berlalu pergi dari hadapan Yura dan anak-anak kelas.

Hari ini, sepertinya menjadi hari yang memalukan untuk Helmi. Sabar ya, Mi.

Sementara itu, Haura mulai sadar. Gadis mungil itu mengerjapkan kedua netranya dengan perlahan.

"Alhamdulillah, Haura udah sadar woy!." Seru Zea.

"Gue kenapa?." Ucap gadis mungil itu dengan lirih.

"Kamu barusan pingsan, Ra." Sahut Shakayla.

"Bentar ya, Ra. Gue panggil petugas PMI buat ngecek lo." Timpal Meida, lalu pergi ke luar ruangan rawat.

Salah seorang petuga PMI pun datang. Wanita itu segera memeriksa keadaan Haura.

"Setelah saya cek, sepertinya Haura punya penyakit anemia. Ketika selesai cek golongan darah tadi, ternyata kadar Hemoglobin kamu rendah yaitu di bawah 10 gram/dL. Sebaiknya, kamu memakan makanan yang dapat meningkatkan Hemoglobin kamu, seperti daging, hati sapi atau ayam, ikan, sayur bayam, sayur brokoli, tahu, sayur kol, buah-buahan, dan lainnya." Tuturnya.

Haura hanya merespon dengan angggukan. Petugas PMI tersebut kemudian kembali ke tempatnya semula dan menyarankan Haura untuk beristirahat sejenak di ruangan ini jika masih merasa kurang enak badan.

Badan Haura masih terasa lemas. Barusan, Yura menyarankan agar ia beristirahat sejenak di ruang UKS. Kini, ia hanya ditemani oleh Shakayla dan temannya yang lain sudah pamit untuk mengikuti jam pelajaran selanjutnya.

"Ra, teh manisnya diminum dulu ya. Tadi, aku disuruh anak PMR buat kasih minuman ini ke kamu." Ujar Shakayla sambil menyodorkan segelas minuman tersebut.

Haura pun mulai meminumnya dengan perlahan. Ia terkejut karena minuman itu ternyata masih panas.

"Eh, aku lupa bilang ke kamu kalau teh manisnya itu masih panas, Ra." Celetuk Shakayla.

"Kamu ngomongnya telat, Kay. Aku udah minum dikit teh manisnya." Sahut Haura pelan.

"Hehe maaf ya, Ra." Ucap Shakayla dengan menyunggingkan senyum sampai terlihat gingsulnya.

"Ra, pas kamu pingsan tadi, ada kejadian lucu tau." Sambung Shakayla, kemudia ia menceritakan kejadian Helmi yang ketakutan ketika akan dicek golongan darahnya, setelah melihat Haura pingsan. Alhasil, hanya lelaki itu saja yang tidak dicek golongan darahnya, sementara semua anak kelas bersedia.

"Ahahahaa... Lucu banget sih, Kay." Haura tertawa puas setelah mendengar cerita dari Shakayla barusan. Ia tidak menyangka jika seorang anak nakal seperti Helmi ternyata takut dengan hal kecil seperti itu.

"Ra, sekarang apa yang kamu rasain, masih pusing atau masing berkunang-kunang kah?." Tanya Shakayla khawatir.

"Udah enggak kok, Kay. Aku udah mendingan. Kayaknya, abis jam istirahat, aku bisa balik ke kelas." Ucap Haura dengan yakin.

"Oke, deh kalau gitu." Tukas Shakayla.

~~~~~~~~~~~~~

Bel istirahat pun berbunyi. Semua anak berhamburan ke luar kelas, termasuk kelas X-9.

Meida, Zea, dan Gwen langsung bergegas ke ruang UKS untuk melihat keadaan temannya.

Setibanya di sana, kondisi Haura terlihat membaik dan sudah berdiri di depan pintu ruang UKS bersama Shakayla.
Mereka bertiga menghampiri Shakayla dan Haura.

"Rara!!." Seru Meida, kemudian menghambur ke pelukan Haura. Gadis bertubuh mungil itu terkejut, sehingga tubuhnya sedikit oleng.

"Mei, lo tuh jangan main peluk si Rara dong. Badan lo kan gak sebanding sama dia. Tuh liat, dia hampir aja gak bisa nahan berat badan lo!." Omel Zea kepada Meida.

"Hehe sorry deh. Abisnya gue khawatir sama lo, Ra." Sahut Meida. Ia lalu melepaskan pelukannya.

"Tenang, guys. Gue udah gak kenapa-napa kok. Gue cuman anemia aja." Ucap Haura sambil menyunggingkan senyum tulusnya.

"Mending kita cus ke kantin yuk. Udah lapar nih." Ajak Gwen kepada mereka.

Mereka berlima pun berjalan bersama menuju kantin. Tidak disangka, kantin sudah dikerubungi oleh para siswa dan siswi dari berbagai kelas.

"Ya ampun, kantin ternyata penuh. Kita tetap jadi nih masuk ke sini?." Tanya Shakayla dengan raut wajah yang sudah ditekuk.

"Kita udah terlanjur ke sini. Yuk, ke pedagang bakso!." Ajak Meida dengan bersemangat.

Kami pun berjibaku membelah kerumunan orang dengan berdesak-desakan.

Akhirnya, sampailah mereka di tempat pedagang bakso dan ternyata kursinya sudah penuh ditempati oleh anak-anak lain.

"Bang, kira-kira mereka masih lama gak makannya?. Soalnya kita juga mau makan di tempat." Tanya Zea kepada Bang Amir, pedagang bakso terenak seantero sekolah.

"Wah, abang juga gak tau neng mereka udahnya masih lama atau enggak. Maaf ya neng." Sahut Beliau.

Dikarenakan tidak ada kepastian, kami memutuskan untuk mencari makanan lainnya yang tidak terlalu ramai pembeli.

Setelah Zea mengedarkan pandangannya ke sekeliling, akhirnya ia menemukan pedagang soto ayam yang tidak terlalu ramai pembeli.

"Woy, makan soto ayam aja yuk. Kebetulan gak terlalu ramai nih!." Ajak Zea kepada mereka berempat.

Ternyata, pedagang soto ayam tersebut berada di seberang pedagang bakso. Ya, tentu saja mereka harus berjibaku dengan kerumunan orang lagi agar sampai di tujuan.
Kantin di sekolah kami yang hanya ada satu dan cukup luas, membuat para siswa dan siswi harus punya kesabaran extra jika ingin mengelilingi tiap pedagang yang ada di sini.

Melihat kondisi Haura yang sempat pingsan saat tadi pagi, mereka pun memutuskan untuk membeli soto ayam.

Sampainya di tempat pedagang soto ayam, Zea segera memesankan soto ayam untuk teman-temannya.

"Kalian minumnya apa?." Tanya Zea kepada mereka berempat yang tengah duduk santai di kursi yang tersedia.

"Es teh manis nya dua, jus jeruknya satu, sama air putih satu." Sahut Gwen.

Lalu, Zea segera memesan sesuai dengan permintaan mereka. Akhirnya, mereka berlima memakan soto ayam dengan khidmat.

"Ra, nih gue pesanin hati ampela khusus buat lo, biar ngebantu naikin HB." Ucap Meida sambil menaruh setusuk hati ampela di mangkok soto milik Haura.

"Makasih ya, Mei." Balas Haura sambil tersenyum.

Mereka pun menyantap makanan diselingi dengan obrolan dan candaan.
Setelah selesai menghabiskan soto beserta minumannya, mereka berjalan beriringan menuju kelas dan tentu saja harus melewati kerumunan terlebih dahulu.

Berhasil keluar dari wilayah kantin, Meida mengajak mereka untuk pergi ke koperasi sekolah, karena ia ingin membeli makanan yang manis-manis sebagai pencuci mulut.

Meida pun membeli roti berisi selai strawberry, satu buah eskrim, dan lima bungkus permen. Haura juga memutuskan untuk membeli sebotol minuman manis yang menyegarkan.

Ketika ia hendak membayar minumannya ke kasir, tiba-tiba ada sebuah kaki yang berbalutkan sepatu hitam seperti sengaja menengkas sebelah pergelangan kakinya. Badannya pun terhuyung ke depan dan sudah siap terjerembap ke lantai, jika saja tidak ada tangan yang sigap menahan badannya.

Untungnya, ada sepasang tangan kekar yang berhasil menahan badannya, sehingga ia tak jadi terjatuh.

Lelaki tersebut terkejut, bahkan Haura lebih terkejut lagi. Matanya pun membola seketika. Perasaan malu nan berbunga pun bersatu-padu dalam dirinya.

"Eh, kamu?." Ucap lelaki tampan tersebut yang kini sedang memegangi bahu Haura.

"K-kak Fajar?." Sahut Haura dengan gugup.

Debar jantung Haura kian bertalu. Ia dengan spontan menegakkan badannya, lalu mundur selangkah dengan cepat.

"Ma-maaf ya, kak. Tadi beneran gak sengaja." Ucap Haura pelan sambil menundukkan pandangannya.

"Iya, gak apa-apa. Lain kali hati-hati ya." Ujar Fajar dengan wajah datarnya.

"Ra, gue cariin ternyata ada di sini." Seru Meida yang tiba-tiba saja menghampiri mereka berdua.

"Eh, ada kak Fajar juga." Sambungnya sambil tersenyum sopan.

"Ra, ayo buruan bayar ke kasir. Sebentar lagi jam istirahat selesai!. Ujar Gwen dengan tidak sabaran.

Lengan Gwen langsung disikut oleh Zea. "Lo ngerti situasi dong." Bisik gadis berwajah oriental tersebut kepada Gwen.

Gwen pun menyunggingkan senyuman. "Gak apa-apa kok, Ra. Kalem, abis istirahat kan pelajaran sosiologi kok. Jadi, Santai aja Ra."

Fajar, Haura, dan teman-temannya kini berada di luar area koperasi sekolah. Haura membisu. Setelah kejadian tadi, ia hanya diam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

"Kak Fajar kayaknya lagi nungguin temen ya?." Tanya Meida mencoba berbasa-basi.

"Iya, saya lagi nungguin Safar. Dia minta ditungguin di sini, tapi belum datang juga." Sahut Fajar.

Akhirnya, orang yang ditunggu pun datang juga. Lelaki berperawakan jangkung itu menghampiri mereka.

"Jar, sorry banget udah bikin lo nunggu lama. Gue abis dari kamar mandi soalnya." Ujar Safar. Ia merasa tidak enak kepada temannya yang sudah bersedia menunggu.

"Iya, selow gak apa-apa kok. Mau balik ke kelas sekarang gak?." Tawar Fajar.

"Ayo. Eh tunggu..." Sahut Safar. Ia pun memandangi Haura dan teman-temannya dengan tatapan sulit diartikan.

"Eh, ada bocah-bocah ini juga ternyata. Ada si Haura juga lagi. Pantesan, lo betah nungguin gue Jar hahaha.." Ledek Safar.

Fajar yang mendengar ledekan dari lelaki jangkung itu pun nampak salah tingkah. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali. "Apaan sih lo. Ekhem.. jangan dengerin omongannya si Safar ya. Dia emang suka gak jelas."

Haura dan temannya pun tertawa. Gadis mungil itu bukan hanya tertawa saja, hatinya pun ikut menghangat dan terasa seperti ada banyak kupu-kupu berterbangan.

"Teman kalian tumben kok diam aja sih, lagi sakit gigi ya?." Goda Safar. Ia kini tengah memandangi Haura dengan seringai jahilnya.

"Jangan ngeliatin temen kita mulu Kak, nanti jatuh cinta lho." Celetuk Meida sambil tersenyum geli.

"Ra, kamu ngomong dong. Kapan lagi coba bisa ketemu sama kak Fajar." Bisik Shakayla kepada Haura.

Haura pun menyahut. "Aku gak sakit gigi kok."

Meida buru-buru menimpali perkataan temannya yang singkat itu, "Iya, kak. Haura emang lagi gak enak badan. Tadi, dia abis pingsan di UKS."

Tiba-tiba Meida mendapatkan cubitan di lengannya oleh Haura.

"Lo apa-apan sih pake segala ngomong begitu. Gue kan malu." Bisik gadis mungil itu kepadanya.

"Abis kena bola basket lagi atau kena apalagi nih?." Timpal Safar.

"Kepo banget dah. Teman gue ini lagi anemia." Sahut Zea dengan jengkel.

Entah kenapa, setiap berhadapan dengan Safar, ia pasti selalu jengkel mendengar perkataan lelaki tersebut yang ceplas-ceplos tanpa disaring terlebih dahulu.

"Sekarang udah mendingan, Ra?." Kali ini bukan Safar yang bertanya, melainkan Fajar.

Haura dan teman-temannya dibuat kaget sekaligus terpana mendengar pertanyaan Fajar barusan.

"U-udah mendingan kok, Kak. Ini aku abis abis makan soto." Sahut Haura sambil tersenyum. Dalam hatinya tentu saja merasa senang sekali.

"Kayaknya hati gue udah banyak bunga-bunga nih. Gawat, bentar lagi bisa jadi taman bunga nih." Gumamnya dalam hati.

Seketika, bel masuk pun berbunyi. Haura dan teman-temannya pun segera berpamitan kepada kedua lelaki itu untuk kembali ke kelas. Mereka berpisah di antara belokan taman sekolah.

Sepanjang jalan menuju kelas, Haura tak henti-hentinya menyunggingkan senyuman. Kalau ada orang yang melihatnya, mungkin ia akan disangka sudah gila.

Satu ide pun muncul dari benaknya, sepertinya ia akan mendiskusikan hal ini dengan teman-temannya.

***

Gimana nih cerita di chapter 11 ini, seru gak?. Oh iya, kemarin aku gak sengaja ketemu sama Fajar yang asli di minimarket lho. Kalau aku liat sih, gak ada yang berubah dari wajah dan penampilannya. Tetep menawan hehe. Pasti Haura seneng banget deh kalau ketemu sama dia.

Continue Reading

You'll Also Like

747K 76.2K 44
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
436K 30.9K 26
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
326K 18.3K 66
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
4.3M 256K 61
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...