BANDOENG DIKALA MALAM [ON GOI...

By reginanurfa

2.2K 334 65

Hantu? Batari sama sekali tak percaya dengan hal semacam itu. Hingga suatu waktu, ia berubah pikiran setelah... More

00. PROLOG
⚠️TUNGGU⚠️
01. Hal Yang Tertinggal
02. Rumah Tua
03. Hansen Terheide De Vries
04. Sebuah Pertanda
05. Gangguan Dimulai
06. Pribumi Misterius
07. Menjadi Rebutan
08. Tetangga Sebrang
09. Pertanda Kedua
10. Oma Belinda
11. Terus Membuntuti
13. Kediaman De Vries
14. Meminta Bantuan
15. Tulip Yang Manis
16. Reinkarnasi
17. Si Rambut Pirang
18. Sosok Pendamping
19. Bukan Teka-Teki
20. Sebuah Titik Terang
21. Menyelami Masa
22. Bukan Hilang Ingatan
23. Terjebak Di 1941
24. Tak Ada Jalan Pulang
25. Mereka Bukan Hantu
26. Babu Sang Gundik
27. Pangeran Kembar
28. Pesona Batari
29. Hansen vs Aryan
30. Tragedi Awalan
31. Tamu Istimewa Si Kembar

12. Pertanda Mimpi

54 12 0
By reginanurfa

Di depan rumah megah bercat putih, terlihat empat anak kecil sedang diarahkan sebelum berfoto. Mereka dijajarkan oleh seorang pria Nederland yang membawa kamera tuanya. Sedangkan keempat anak lugu itu hanya patuh ketika diarahkan.

"Baik. Saya umm.. akan mengambil itu.. gambar kalian" Ucapnya terbata dengan aksen begitu khas.

Dua anak laki-laki yang memiliki wajah serupa dan mengenakan pakaian adat jawa itu tersenyum lebar tanpa komando. Sedangkan gadis kecil berkucir dua disebelahnya terlihat bingung. Kemudian disisinya ada anak laki-laki berambut pirang tersenyum seadanya.

Jepret.

Beberapa jepretan diambil menggunakan kamera tua. Belum selesai mereka berfoto, tiba-tiba muncul perempuan berambut pirang dari arah belakang mereka. Perempuan yang mengenakan gaun mengembang itu terlihat menahan emosi. Hingga akhirnya..

"BATARI!!!"

Setelah mendengar sebuah teriakan kencang, Batari langsung membuka kedua matanya sempurna. Dengan kesadaran yang belum terkumpul semua, ia menatap seisi kelas linglung.

Sialan. Mimpi itu lagi.

Dosen bundar yang ada di depan kelas, kini berjalan menghampiri bangku Batari. Wajahnya merah padam ketika melihat ada mahasiswa yang tidur disaat jam pelajarannya berlangsung.

"Ya ampun Batari, pelajaran saya ngebosenin ya? Sampe kamu ketiduran gitu. Cik atuh euy" Protes Bu Tika.

Dengan wajah pucat dan sayu, Batari mendongak menatap dosennya perlahan. "Tidur? Saya ketiduran Bu?"

Mendapat pertanyaan begitu, Bu Tika semakin naik darah. "Ya iya atuh, kalau kamu merhatiin ke depan mah saya juga engga akan ke bangku kamu. Kumaha sih budak teh"

"Kayaknya Riri sakit Bu, tuh liat aja mukanya kayak ayam tiren gitu" Ujar salah satu mahasiswa bersuara.

Mendengar itu, wajah sangar Bu Tika berganti menjadi khawatir. "Bener Ri kamu sakit? Ke UKS aja atuh sana"

Batari mengangguk lemah mengiyakan usulan gurunya. "Kalau gitu saya ke UKS bentar Bu" Ujarnya meraih ransel sambil berdiri.

"Lama juga gapapa, dari pada kamu pingsan disini. Keenakan nanti cowok yang gendong kamu" Balas Bu Tika.

Batari hanya terkekeh pelan, ketika melihat beberapa teman laki-laki yang ditunjuk Bu Tika menampakkan senyum mesum mereka. Menggelikan.

"Bisa jalan sendiri kan?"

Dengan tersenyum lemah, Batari mengangguk. "Bisa, Bu"

"Yakin bisa? Awas ngagulutuk ya" Pesan terakhir Bu Tika.

Lagi-lagi Batari mengangguk dalam pergerakan lambannya. "Iya bisa, Bu"

"Semangat Ri!! Doaku selalu menyertaimu!!"

"Ayo dikit lagi Ri nyampe pintu! Hiya, hiya, hiya!! Dan akhirnya dia sampai juga diambang pintu pemirsa!"

"Kalau jatoh, bangun sendiri ya Ri! Jangan chat urang!!"

Batari hanya bisa tersenyum tipis ketika meninggalkan kelas dengan gerakan yang begitu pelan. Bukannya membantu, malah disoraki begitu. Semua teman sekelasnya memang membagongkan. Tak ada yang waras. Tapi Batari memaklumi hal itu, karena ia tahu tak ada satu mahasiswapun yang diperbolehkan untuk mengantar temannya ke UKS jika tidak kritis. Kenapa? Karena mereka akan berakhir di kantin, bukan kembali ke kelas.

Ngomong-ngomong soal kejadian barusan di kelas. Batari heran, sudah beberapa kali ia dihantui mimpi yang sama sekali tak dimengerti olehnya. Dan mimpi itu terasa sangat begitu nyata baginya. Sebenarnya pertanda apa ini?

Bruk.

"Akh" Akibat jalan dengan kepala tertunduk, akhirnya kepala Batari terkantuk sesuatu.

"Ou, i'm sorry"

Deg.

Bersamaan dengan sepasang kaki jenjang berbalut jeans hitam bergegas pergi begitu saja, tubuh Batari menegang ditempat. Ada apa ini? Kenapa dadanya terasa sesak tiba-tiba?

Batari segera memutar tubuhnya untuk melihat siapa yang sempat ia tabrak barusan. Tapi dari sekian banyak yang berlalu lalang, siapa orangnya?

Dengan kondisi yang masih lemah serta nafas yang semakin pendek, Batari mulai menyibak satu persatu orang yang berada di sepanjang koridor. Ia terus menunduk menyamakan ciri-ciri yang sempat diingatnya, yaitu celana jeans hitam dan sepatu sport berwarna merah. Bahkan suara berat itu masih menggema dalam gendang telinganya.

Bukan. Bukan. Bukan. Tidak ada. Sial. Sepertinya Batari kehilangan jejak orang yang menabraknya tadi. Hingga tak sadar, tubuh mungilnya limbung ke belakang.

"Ri!"

Dan hap! Tubuh tak bertenaga Batari segera ditangkap oleh sepasang tangan. Belum sempat Batari menoleh untuk mengetahui siapa yang menyangga, kedua matanya sudah tertutup dan tak sadarkan diri.

*****

Perlahan, kedua mata Batari terbuka setelah ada handuk basah hinggap di dahinya. Ia menyerngit pelan sambil berusaha mengubah posisinya menjadi duduk.

"Jangan gerak. Udah, tiduran aja"

Batari mengurungkan niatnya setelah tangan Arsa menahan kepalanya ketika hendak bangun. Kemudian ia menatap melas sang teman. "Tapi kalau tiduran, aku makin pusing Sa" Lirihnya merengek.

Arsa berdecak pelan. Ia mengambil handuk kecil dari dahi Batari lalu membantu gadis itu duduk bersandar ke dinding dilapisi bantal. Disusul, ia duduk ditepi brankar.

"Kamu kenapa sih sampe bisa pingsan kayak gini? Gimana coba kalau aku engga sigap nangkep kamu? Bocor tuh kepala" Omelnya kesal.

Batari menghela nafasnya pelan. Ia melirik Arsa yang kini memasang tampang seperti singa. Galak. "Kamu engga telpon kak Okan atau Mama kan?"

"Engga" Singkatnya. "Lain kali kalau mau ngampus itu, biasain sarapan"

Ya memang benar, Batari tidak sarapan hari ini. Tapi alasan ia lemah begini bukan karena kekurangan gizi. Bahkan tidak makan selama dua haripun, Batari kuat. Yang membuat kondisinya begini hanyalah satu perkara. Mimpi.

"Aku mimpi lagi, Sa" Adunya pelan.

Arsa langsung menarik nafasnya cukup dalam. Ia pandangi kedua mata Batari yang kini meluncurkan tetesan air hingga melintasi kedua pipi tembam itu.

Mengetahui dirinya menangis tanpa suara, Batari segera menghapus air matanya. "Maaf Sa kalau kamu bosen denger ini, maaf udah repotin kamu"

Perlahan Arsa mengikis jarak duduknya dengan sang sahabat. Ia mengelus helaian rambut bergelombang Batari.

"Telat kalau minta maaf sekarang. Bukannya kamu emang suka bikin aku repot dari SMP ya?" Kekehnya berusaha mencairkan suasana.

Bukannya berhenti, tangisan Batari malah semakin menjadi. "Ya maap! Soalnya aku belum berani cerita sama Mama sama kak Okan! Takut diomelin.. huaaaa!!"

Arsa menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia meringis melihat Batari semakin terisak. Aduh, kenapa dirinya selalu berada diposisi seperti ini? Takutnya disangka berbuat yang tidak-tidak. Mana di UKS hanya ada mereka berdua.

"Ya udah, gapapa. Ceritanya sama aku aja, oke?" Ujar Arsa berusaha menenangkan. "Jadi gimana? Kamu mimpiin mereka lagi?" Tanyanya.

Kini tangisan Batari mereda. Ia mengangguk sambil memegangi kepalanya yang masih terasa sakit. Mereka? Ya, Arsa tahu beberapa mimpi samar karena Batari menceritakannya. Itupun hanya sedikit saja, karena Batari tidak ingin hal itu menjadi masalah.

"Iya. Aku mimpiin orang-orang itu lagi, Sa. Aneh, padahal aku sama sekali engga kenal mereka" Ungkap Batari.

Arsa hanya mengangguk sekenanya. "Terus tadi kamu ngapain ngeliatin sepatu orang satu-satu?"

Batari terdiam sesaat, lalu menggeleng pelan. "Engga tau"

Arsa kembali menghela nafas pendeknya. Sebenarnya ia juga ingin membantu memecahkan arti mimpi Batari, tapi apalah daya ia tak tahu harus berbuat bagaimana. "Sekarang mending kamu pulang aja. Ayo bangun, aku anterin"

Kini Batari mengangguk. Ia membalas genggaman Arsa yang tertaut di tangannya erat. Dengan motor tuanya, Arsa mengantarkan Batari pulang. Setelah menempuh waktu hampir satu jam, akhirnya mereka sampai ditujuan.

Batari yang sudah turun dari motor, langsung melepas dan memberikan helm pada pemiliknya. "Makasih Sa"

Arsa hanya mengangguk singkat seraya menerimanya. "Sana masuk, istirahat. Aku tunggu disini sampe Mama kamu atau kak Okan pulang"

"Engga usah, aku gapapa kok. Mending kamu pulang aja" Tolak Batari.

"Emang kamu disini engga ada temen seumuran gitu?" Tanya Arsa sembari mengedarkan pandangan ke beberapa rumah didekatnya.

Batari menggeleng. "Engga ada, kecuali cuma satu"

"Siapa?"

"Hansen. Tuh, rumahnya yang itu" Tunjuk Batari pada rumah tua tepat disebrang rumahnya.

Arsa menoleh ke bangunan yang Batari tunjuk. "Hansen? Dia orang luar negeri?"

"Iya, dia orang Belanda"

Wushh..

Saat itu juga, tiba-tiba hembusan angin menjadi kuat. Membuat helaian rambut Batari berterbangan tak karuan. Dan ketika Arsa sibuk menyipitkan mata karena debu menyerbu masuk, tiba-tiba ada yang mendekap Batari dari belakang.

"Jangan beritahu saya.. pada siapapun" Bisiknya tepat ditelinga Batari.

*****

Ada saran atau masukan? :)

*****

reginanurfa
-11052023-

Continue Reading

You'll Also Like

156K 4.3K 190
The Gluttonous house's auction feast had an exceptionally good furnace in constitution of a little girl with sky-high price, everyone in looting. Su...
278K 7.2K 170
After six years of war, my fiancé returned. With a woman and his child in tow. While saying that he couldn't leave her. The same irresponsible fiancé...
22.7K 747 33
Klaus brings a girl, Hayley to the bayou and introduces her to Rebekah. The thing he doesn't know is that they already have met in Australia a long t...
34.5K 3.4K 46
" The darkness closed in around him, like a shroud of silence. Veeranshu's eyes fluttered open, and he was met with an unfamiliar ceiling. Groggily...