āœ”[SEGERA TERBIT ] SWEET PILLS

By DeaPuspita611

372K 23.1K 601

Aksa baru lulus sekolah menengah kejuruan. Niat hati mau ngelamar kerja ke perusahaan otomotif besar di negar... More

[Day 00] ć…” PROLOGUE
[DAY 1] GRADUATION
[DAY 2] ADHIYAKSA COMPANY
[DAY 3] FAMILY AND FRIENDS
[DAY 4] HIS ANGEL
[DAY 5] DEVIL'S STARE
[DAY 6] DEVIL MEET HIS ANGEL
[DAY 7] ALSTROEMERIA
[DAY 8] DEVIL'S DESIRE
[DAY 10] DANUAR'S GALLERY
[DAY 11] DEVIL'S PROPERTY
[DAY 12] ANGEL'S SCARS
[DAY 13] LAST TASK
[DAY 14] XAVIER ADHIYAKSA
[DAY 15] TRAP
[DAY 16] MESS
[DAY 17] THE BEGINNING
[DAY 18] ONE STEP CLOSER
[DAY 19] BROKEN
[DAY 20] HYACINTH
[DAY 21] SWEET BEHAVIOR
[DAY 22] BEGINNING OF DISASTER
[DAY 23] KING OF THE DEVIL
[DAY 24] LIFE FOR LIFE
[DAY 25] WHAT HAPPEN TO ME?
[DAY 26] BOOM! LIKE FIREWORKS
[DAY 27] THE NIGHT AFTER THE DISASTER
[DAY 28] THE NIGHT AFTER THE DISASTER 2
[DAY 29] THE NIGHT AFTER THE DISASTER 3
[DAY 30] I'M HERE FOR YOU
[DAY 31] CHANCE
[DAY 32] WHAT HAPPENED?
[DAY 33] DISRUPTION
[DAY 34] SWEET LIKE SUGAR
[DAY 35] MONSTER ON THE LOOSE
[DAY 36] UNBEARABLE FEELINGS
[DAY 37] APART
[DAY 38] WITHOUT YOU
[DAY 39] WHEN YOU'RE GONE
[DAY 40] THOUGHT OF YOU
[DAY 41] BEHIND THE SHADOWS
[DAY 42] TREAT YOU BETTER
[DAY 43] ESCAPED
PROMOSI
Sweet Pills

[DAY 9] ANGEL'S GIFT

9.5K 737 5
By DeaPuspita611

Happy Reading in #Day9

#Derana

Derana: tahan dan tabah menderita sesuatu (tidak lekas patah hati, putus asa, dsb.)

Aksa menggerakkan tubuhnya yang terasa kaku karena sudah duduk lebih dari lima jam. Mungkin, karena ia sudah tidak menghitungnya lagi.

Sekarang, hari sudah menjelang sore. Dan dirinya sedari tadi terkurung di ruangan Xavier dengan dalih membantu pria itu bekerja.

Namun, dirinya bahkan tidak dibiarkan menyentuh apapun. Ah, tadi ada. Membuat kopi untuk Xavier.

"Bos, bisakah saya turun? Pekerjaan saya masih banyak. Pak Ferdian bisa saja mencari saya."

Aksa berkata sesopan mungkin, tidak mungkin ia meluapkan rasa kesalnya kepada bosnya ini.

"Bukankah sedari tadi kamu sudah bekerja?"

"Bekerja apa? Dari tadi saya cuma duduk gini."

Bukannya menjawab pertanyaam dari Aksa, Xavier malah kembali sibuk menandatangani kertas-kertas yang tidak ada hentinya berdatangan dari segala departemen.

"Pak..."

Masih tidak ada jawaban. Namun Aksa derana.

"Pak Xavier." Aksa memanggil sekali lagi.

Kini Xavier melihat ke arah Aksa.

"Mau kerjaan?"

"Mau, Pak." Aksa mengangguk cepat.

Xavier menopang dagunya dan menatap Aksa dengan seringai di bibirnya.

"Coba kamu lihat jam tanganmu."

Aksa melihat dengan seksama apa yang diperintah oleh Xavier.

"Sayang sekali ini sudah waktunya untuk kamu pulang ke mes."

"Hah?! Ini 'kan masih jam tiga, Pak. Bukannya karyawan pulang jam enam sore?" Aksa mengernyit bingung, ia diberitahu jam pulang adalah pukul enam.

"Tapi bukan untuk karyawan baru. Kamu boleh keluar dari ruangan saya, Aksa."

Aksa bangkit dari duduknya. Ia melakukan sedikit peregangan karena otot-ototnya yang masih saja kaku.

"Kalau begitu saya izin kembali ya, Pak." Aksa membungkuk sedikit, lalu berjalan menuju pintu.

"Dan satu lagi..." Xavier menggantungkan kalimatnya yang membuat Aksa berbalik menatap bosnya.

"Jika saya melihat kamu di kantor, saya akan memecatmu. " Xavier berkata tajam sebelum Aksa keluar dari ruangan.

Aksa gemetar hebat, sepertinya Aksa memiliki phobia baru. Phobia akan seringai Xavier yang menakutkan.

"Ah, akhirnya lo balik juga. Dari mana aja, dah?"

Elios pertama kali melihat Aksa langsung menyapa pemuda yang baru mendudukan diri di kursinya.

"Dari ruangan Pak Xavier dari tadi pagi. Pak Ferdian gak nyariin gue, kan?"

Elios tampak berpikir sebentar, "Tadi sih nyariin lo. Tapi setelah nerima telepon, dia gak nyariin lagi."

Aksa tahu pasti saat itu Ferdian tengah mengangkat telepon dari Xavier.

Mengingat Xavier dengan segera Aksa merapikan mejanya, tangannya terulur meraih tas kerja yang tergantung di bawah meja.

Elios sendiri mengernyit heran, mengapa Aksa sudah merapikan mejanya? Jam pulang kerja masih lama.

"Lo mau bolos?"

"Enak aja! Gue disuruh pulang."

"Lo... Dipecat?"

"Anjim! Doa yang baik napa?!"

Elios hanya menggaruk pelipisnya, jika bukan dipecat mengapa Aksa sudah merapikan mejanya? Jangan salahnya Elios jika berpikir Aksa dipecat.

"Pak Xavier nyuruh gue pulang."

"Lha kok enak amat anjir!"

"Maybe... Karena gue karyawan baru? Who knows?"

Tidak! Ini tidak adil! Aksa yang karyawan baru bisa pulang lebih awal. Sedangkan, dirinya dulu, bahkan harus lembur di hari pertamanya bekerja.

Siapa yang menciptakan peraturan seperti ini?! Sialan! Elios iri.

"Gue jadi makin yakin Pak Xavier habis lo jampi-jampi."

"Mulut lo! Gue ini karyawan jujur dan baik hati, mana ada main begituan." Kalau dipikir-pikir, hari ini sudah dua orang yang mencurigai dia memberi jampi-jampi ke Xavier.

Elios ingin menangis saja rasanya. Ia juga ingin pulang, bahkan dirinya belum pernah merasakan pulang lebih awal.

"Aksa~ bawa gue pulang juga..."

"Idih, najis!"

Demi apapun, Aksa geli melihat Elios yang merengek layaknya anak kecil. Bahkan, bibirnya juga dibuat mengerucut agar terlihat imut.

"Gue harus pulang sekarang, Bisa dipecat Pak Xavier kalo gue masih berkeliaran di sini."

Walaupun diperhatikan karyawan lain, Aksa tidak terlalu peduli. Toh, dia tidak bolos bekerja. Dia pulang karena diperintah oleh bos mereka. Jadi jangan salahkan dirinya.

~~~~

Aksa tidak bisa melakukan apa-apa. Ia hanya bisa menatap langit-langit kamarnya. Sesekali ia melihat jam weker di atas nakas samping tempat tidurnya. Lily juga sedang tidur di dalam tenda kecil miliknya.

Ukuran ruangan Aksa terbilang besar, dalam satu ruangan bisa memuat seluruh kebutuhan Aksa.

Bagian dapur yang berada disudut ruangan dan kamar tidurnya hanya dibatasi counter kayu yang dapat berguna sebagai meja makan.

Sedangkan di sisi lain ruangan, terdapat lemari dan meja kerja yang tertata rapi di sudut ruangan dengan pintu masuk ke kamar mandi tepat di sebelah meja.

Waktu masih menunjukkan pukul setengah empat sore, tapi ia tidak tahu harus berbuat apa lagi selain berdiam diri dan berbaring. Jika ia kembali ke kantor, sudah pasti ia harus berurusan dengan bosnya. Tapi, jika ia tetap diam seperti ini, ia akan mati karena bosan.

Tiba-tiba, Aksa terpikirkan akan sesuatu yang hampir ia lupakan. Diambilnya handphone
dan membuka sosial medianya.

Aksa memutar badannya, kini ia di posisi dari kepala sampai perutnya di atas kasur, sedangkan kakinya menggantung di ranjang.

"Kira-kira hadiah apa ya yang cocok buat Danuar. Bunga kali, ya? Biasanya banyak tuh yang ngasih buket-buket kek gitu." Ia mencari jenis bunga dan juga arti dari masing-masing bunga yang cocok dengan sahabatnya itu.

Aksa bingung, dilihatnya buket bunga di atas meja kerjanya yang masih segar. "Kayaknya, bunga udah terlalu mainstream banget."

Aksa kini membuka-buka blog tentang lukisan terkenal dengan harga yang sangat mahal, sekilas ia berpikir untuk memberikannya untuk Danuar. Tapi, sesaat setelahnya ia menggeleng kencang.

"Lo bego banget sih, Sa. Kalo lo bawain dia lukisan sama aja lo ga ngehargain lukisan dia yang ada di galeri." Aksa merutuki dirinya.

Tanpa sadar sudah 1 jam berlalu, namun ia masih tidak menemukan satupun hadiah yang cocok untuk pembukaan galeri Danuar.

Aksa membanting handphone-nya sembarangan ke kasur dan membenamkan wajahnya di bantal. Sial, ia benar-benar bingung ingin memberikan hadiah apa untuk Danuar.

"Temen lo bisa tau yang lo suka. Eh, malah lo sendiri gak tau apa kesukaan mereka. Bego banget anjing!" Aksa merasa frustasi sendiri.

Tapi Aksa derana, diambil lagi handphone miliknya dan mencoba mencari kembali. Mana tahu kali ini ia dapat menemukan sesuatu yang bagus.

Mata Aksa menatap satu iklan jam tangan mewah yang sangat cocok dengan temannya itu, ditambah jam tangan itu limited edition.

"Limited edition. Grand sale only tomorrow, start at eight." Aksa membaca dengan teliti tulisan yang ada di layarnya.

Aksa tersenyum lebar, beruntung saja besok hari minggu, ia bisa pergi ke toko itu di pusat kota saat pagi tiba tanpa harus mengantre.

Saat tengah serius mencari detail pembelian, bunyi ketukan pintu dari luar membuat Aksa segera bangkit.

Aksa membuka sedikit pintu miliknya dan melihat seorang pengantar pizza tengah berdiri di depan pintu.

"Dengan Aksara Ranendra?"

"Iya."

"Ini pesanan pizza Anda. Silahkan..."

Aksa membukakan pintunya lebar dan menerima sekotak besar pizza ke tangannya.

Setelah pengantar pizza tersebut pergi, Aksa masih terdiam di tempatnya. Ia benar-benar kebingungan.

Selama di Adhiyaksa, Aksa selalu mengalami kejadian aneh salah satunya pesanan pizza ini.

Ia sama sekali tidak mengingat ia memesan pizza.

Aksa menutup pintu kamarnya menggunakan kakinya. Ia meletakkan sekotak pizza ke atas meja kerjanya yang lumayan besar.

Aksa mengambil secarik kertas yang tertempel di atas kotak pizza tersebut.

____________________
Silahkan dimakan.

-Xavier
____________________


Awalnya, Aksa bingung dari mana datangnya benda-benda ini karena ia merasa tidak memesan apapun. Namun, setelah ia melihat sticky note yang tertempel, ia tidak lagi bingung. Lagi dan lagi bos yang kurang kerjaan.

"Bos satu ini kayaknya memang gila, ya? Gue gak bisa bayangin berapa banyak uang yang dia keluarin buat beliin seluruh karyawan masing-masing sekotak pizza." Aksa membuka kotak pizza itu dan memakan sepotong pizza dengan topping peperoni dan jamur kesukaannya.

Padahal tanpa Aksa ketahui, Xavier hanya memberikan pizza kepada malaikatnya saja. Yaitu dirinya. Aksara Ranendra.

~~~~~~

Aksa hampir melompat kegirangan dengan goodie bag di tangannya.

Tidak sia-sia Aksa pagi-pagi datang ke toko jam dan tidak perlu mengantre membeli jam tangan limited edition itu.

Akhirnya, ia bisa membawa pulang jam tangan yang akan ia hadiahkan untuk Danu. Terakhir, ia tinggal memilih pakaian apa yang akan dikenakannya malam ini.

"Hari ini butik buka gak, ya?" Aksa berguman di sepanjang perjalanan. Rencananya, ia akan mampir sebentar ke butik ibunya untuk sekedar membeli satu set pakaian kasual untuk dikenakannya di pembukaan galeri Danu.

Beruntung saja acaranya malam hari, jadi dirinya tidak perlu meminta izin cuti karena memang hari minggu. Jika di hari biasa, ia pasti tidak akan enak pada karyawan lain. Ia karyawan baru, tapi bertingkah seperti karyawan lama.

"Kira-kira boleh bawa teman gak, ya?" Aksa sempat berpikir untuk membawa Nada dan Elios ke acara Danuar mungkin bisa menjodohkan Nada dengan salah satu sahabatnya. Mereka sudah terlalu lama menjadi single.

Aksa langsung saja melajukan motornya menuju butik. Perjalan hanya memakan waktu 30 menit.

"Mama~" Aksa membuka pintu butik lebar-lebar dan langsung memeluk ibunya yang sedang menggunting kain.

"Aksa? Kenapa tidak bilang kalau mau datang? Mama tidak ada persediaan makanan apa-apa hari ini." Lindia membalas pelukan anaknya itu.

"Gak papa, Ma. Aksa mampir ke sini mau beli setelan yang bagus buat pembukaan galeri Danuar malam ini."

Aksa melambaikan tangannya ke arah tante Clara saat mata mereka bertatapan. "Dan satu dress buat Nada juga, Ma."

"Nada? Nada juga diundang?" Bukan Lindia yang bertanya melainkan Clara, ibu dari Nada.

"Engga, Tante. Memang Aksa yang ingin membawa teman, siapa tau sahabat Aksa ada yang kepincut sama Nada."

Aksa tertawa, namun Lindia dan Clara hanya tersenyum. Padahal, mereka sudah menjodohkan Aksa dengan Nada sedari kecil.

"Ayo, Sa. Kamu pilih mana yang kamu suka."

Setelah berputar selama lebih dari setengah jam, Aksa memilih setelan berwarna coklat susu untuk dirinya sendiri dan setelan berwarna hijau untuk Elios.

Tubuh Elios memiliki tinggi dan proporsi tubuh yang hampir sama dengan Aksa, jadi ia bisa memilih sendiri tanpa harus membawa orangnya ke butik.

"Kalau Elios ke butik ini, dia kayaknya bisa gila." batin Aksa. Karena saat pertama kali bertemu dengan Elios, ia menyadari setelan yang dipakai Elios adalah pakaian dari butik ibunya, tapi Elios sama sekali tidak tahu bahwa ia berteman dengan anak dari pemilik butik tersebut.

"Sudah, Nak?" Lindia bertanya pada sang anak.

Aksa mengangguk dan berbalik melihat ibunya, namun matanya langsung dibuat terpukau dengan gaun simpel berwarna biru langit.

"Untuk Nada, Ma?"

"Iya. Tante Clara yang pilihkan sendiri," ujar ibunya.

Setelahnya, semua pakaian yang ia pilih dimasukkan ke dalam goodie bag. Sebenarnya, ia ingin membayarnya, hanya saja ibunya tidak mengijinkannya. Ibu mana yang mengijinkan anaknya membayar di butik milik ibunya sendiri.

Setelah berpamitan Aksa langsung pulang ke mes Adhiyaksa untuk mengejutkan teman kerja dan teman masa kecilnya itu dengan setelan baru yang telah ia bawakan.

Tanpa Aksa ketahui, sedari tadi sepasang mata tidak pernah berhenti memperhatikan setiap gerak-geriknya.

Continue Reading

You'll Also Like

17.2M 821K 69
Bagaimana jika gadis bar-bar yang tak tau aturan dinikahkan diam-diam oleh keluarganya? ... Cerita ini berlatar belakang tentang persahabatan dan per...
1.4M 6.5K 10
Kocok terus sampe muncrat!!..
1M 116K 52
[PRIVATE ACAK! SILAHKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] "NENEN HIKS.." "Wtf?!!" Tentang kehidupan Nevaniel yang biasa di panggil nevan. Seorang laki-laki yan...
146K 9.2K 25
"Hestama berhak tahu kalau ada bagian dari dia yang hidup di dalam rahim lo, Run." Cinta mereka tidak setara. Pernikahan mereka diambang perceraian...