BYEFRIEND

By hfcreations

8K 1.1K 80

"Life is still going on, meski sempat gagal move on." Keiyona, wakil ketua OSIS Akasia, malas mempercayai rum... More

PERKENALAN
PROLOG
1- Ruang Jones
2 - Kutukan Ruang Jones
3 - Jomlo Again
4 - Jomlowati Patah Hati
5 - Helm Bogo
6 - Paguyuban Jomlo Merdeka
7 - Awas, Kecoak
8 - Teleponan, Yuk!
9 - I Hate Monday
10 - Wita Sarasvati
11 - Kurang Peka
12 - Merindukan Kasih Sayang
13 - Ide Gila Lukas Pranaja
14 - Gebetan Baru Mantan
15 - Hoax
17 - Penawaran Spesial
18 - Telepati (?)
19 - Kesepakatan
20 - Perihal Move On
21 - Jaljayo
22 - Ada Apa Dengan Keiyona
23 - Di Atas Vespa
24 - Dua Jomblo Jalan-jalan
25 - Malaikat Pelindung
26 - Hujan dan Patah Kesekian
27 - Patahan Jadi Serpihan
28 - Api Dalam Jerami
29 - Kembali Berbicara
30 - Jadian
31 - Garis Terdepan
32 - Jatuh Cinta
33 - Persiapan Bazar
34 - Alih Tugas
35 - Keluarga Besar
36 - Kabar Buruk Yang Tertunda
37 - Why ?
38 - Roboh
39 - Perasaan Sebenarnya
40 - Pelukku untuk Pelikmu
41 - Jahat
42 - Tamu Istimewa
43 - Keputusan
44 - Mencuri Dengar
45 - Tentang Jatuh Cinta
46 - Misi Khusus
47 - Pengakuan
48 - Menuju Demisioner
49 - Malam Pesta
50 - Jogja dan Kembali

16 - Terlambat

112 20 0
By hfcreations

BYEFRIEND BY HAZNA NUR AZIZAH

Instagram : @hsnrzz_ & @hf.creations

****

Status Saya

Keras kepala itu wajar, emang lo pernah denger ada manusia yang kepalanya nggak keras?

Rapat mingguan selesai. Tidak banyak yang dibahas, hanya evaluasi upacara bendera Senin kemarin dan beberapa hal mengenai bakti sosial yang akan segera dilaksanakan. Sagara keluar setelah menutup rapat dengan menyampaikan kesimpulan yang dilanjutkan dengan salam. Di belakangnya, menyusul Rendy dan Ayumi yang belum juga berhenti memperdebatkan jumlah uang kas yang lebih.

"Masih mending kalau lebih, lah."

"Tapi, kan, berarti ada kesalahan."

"Yang jelas bukan salah gue."

"Terus lo nyalahin gue, Kak?"

Langkah Sagara terhenti. Nyaris membuat dua orang di belakangnya menubruk.

"Sein dulu, dong, kalau mau berhenti!" Rendy, yang dasarnya sumbu pendek, misuh-misuh tiada henti.

Sagara melipat tangannya di depan dada. "Kalian berisik. Dari tadi nggak berhenti ributin selisih lebih uang kas. Emang selisih berapa?"

Rendy menyenggol lengan wakilnya dengan siku. Membuat cewek berambut panjang, yang kata orang mirip iklan sampo itu, memelototkan mata sipitnya.

"Anu, Kak." Ayumi terbata.

"Nggak ada anu rupiah. Gue tanya jumlahnya."

"Anu ... anu ... dua ribu," cicit Ayumi, satu oktaf lebih keras dari cicitan tikus.

Satu alis Sagara terangkat. Sementara Rendy berpura-pura sibuk dengan ponselnya.

"Cuma dua ribu rupiah yang bikin kalian ribut hampir dua ribu tahun?"

Ayumi menyengir kuda, Rendy memejamkan matanya, dan Sagara cuma bisa geleng-geleng kepala. "Simpan saja duitnya atau buat beli cilok sana. Lumayan dapat dua."

Hanya karena dua ribu rupiah selisih lebih uang kas bulan ini, bendahara OSIS Akasia dan wakilnya berselisih hingga dua jam lamanya, mungkin bisa sampai dua ribu tahun seperti yang Sagara ucapkan kalau Tuhan memberi mereka umur panjang. Sagara menggeleng takjub. Benar-benar di luar nalar.

Namun, tak jauh berbeda dari Rendy dan Ayumi, Sagara sendiri juga sering bertengkar dengan wakilnya. Dan, penyebab pertengkaran mereka tidak kalah sepele dari permasalahan bendahara OSIS Akasia.

Kutukan Ruang Jones!

Sagara menggeleng-gelengkan kepalanya untuk yang ke sekian kalinya. Bahkan, Sagara yang jomlo dari lahir tidak mempedulikan rumor kacangan itu, kenapa Yona ketar-ketir mencari cara untuk balikan dengan mantannya?

Mantannya nggak sudi kali balikan sama dia. Tak sadar, Sagara mengatai Yona dalam hati, ketika matanya menangkap siluet cewek berponi itu.

"Oi, Bang Gara!" Seseorang berlari untuk menepuk bahu Sagara.

"Udah kelar latihannya?" tanya Sagara pada Keiko yang setengah basah, baru selesai berenang.

Anak klub renang kebanggaan pelatihnya itu mengangguk. "Baru aja, Bang. Boleh nebeng, nggak? Ongkos gue abis, nggak bisa naik angkutan," ujarnya sembari memamerkan cengiran tanpa dosa.

"Nggak bawa motor?"

"Enggak. Lagi dipakai nyokap. Boleh, nggak, Bang?"

Sagara mengangguk mengiakan, tapi tidak dengan suara yang terdengar setelahnya.

"Nggak bisa." Jelas itu bukan suara Sagara, tapi suara cewek berponi yang berlari-lari kecil menghampiri. "Sagara bareng gue."

"Kata siapa?" Alis Sagara menukik tajam.

"Kata gue barusan."

"Yah ... gagal dapat tumpangan, deh, gue." Desah panjang keluar dari mulut Keiko yang kecewa berat. Beruntung Rendy melintas di depannya dan bersedia memberikan tumpangan. Wajah Keiko jadi cerah lagi. Dia juga sempat melambaikan tangan pada Sagara yang sudah ia anggap sebagai kakaknya. Namun, kepada Yona, Keiko membuang muka. Kesal maksimal.

Yona tergelak melihat ekspresi menjengkelkan Keiko yang ditunjukkan untuknya.

Sagara berdehem. "Kapan kita janjian pulang bareng?"

Yona mendongak untuk bisa menatap Sagara yang menjulang lebih tinggi. "Nggak ada janji, ini permintaan gue," ujarnya.

"Nggak bisa. Rumah kita nggak searah." Sagara melanjutkan langkahnya menuju parkiran, berharap Yona akan pergi setelah mendengar penolakannya. Namun, Sagara salah. Yona lebih keras kepala dari apa yang ia kira.

"Emang gue minta lo antar gue ke rumah gue?" Yona bersedekap dada. Bibirnya menyunggingkan senyum menyebalkan.

"Lalu?"

"Gue mau ke rumah lo. Silaturrahim, sekalian mau bilang makasih ke nyokap lo soal bekal waktu itu."

Sagara mengernyitkan dahi. Kenapa tiba-tiba? "Nggak perlu," ucap Sagara tegas. Jelas menolak ide ajaib Yona. "Wadah bekalnya juga udah di rumah, kok."

"Lah, gue yang pengin, kok!" Yona berkeras. Satu di antara sekian hal yang tidak Sagara sukai dari cewek itu.

"Nggak." Singkat, padat, dan jelas. "Lo, kok, keras kepala?"

"Kenapa, sih, lo?" Yona berdecak.

"Lo nggak tau keadaan rumah gue yang—" Ucapan Sagara terpotong.

Yona yang kesal alasan pertamanya tidak Sagara terima, akhirnya mengungkap maksud yang sebenarnya. "Pokoknya gue harus ke rumah lo. Gue mau ngadu ke orang tua lo."

"Ngadu ... apa lagi?" Mirip seperti orang frustrasi, Sagara mengacak-acak rambutnya hingga masai.

"Gue nggak pernah berhasil membuat lo bersedia membantu gue balikan. Mungkin orang tua lo bisa membujuk lo dengan cara mereka."

Demu Tuhan Sagara tidak bisa memahami jalan pikiran wakilnya. "Keiyona! Kenapa lo--"

Drttt ....

Dering ponsel menginterupsi ucapan Sagara. Ia segera mengambil ponsel dari sakunya. Tiga panggilan tak terjawab dan dua pesan belum terbuka dari kontak bernama Pak Jaya.

Buru-buru Sagara membuka isi pesannya. Matanya membulat, jantungnya memompa cepat, napas Sagara tersekat.

"Kenapa, sih? Dapat pesan dari debt collector, ya?"

Suara Yona tidak lagi terdengar, begitu juga dengan suara yang lainnya. Seperti ada ribuan lebah yang berdengung di telinganya. Tanpa mempedulikan Yona, Sagara berlari untuk mengambil vespanya.

"Gara, gue ikut." Yona lari mengejar Sagara dengan langkah-langkah pendeknya.

"Keiyona, tolong, gue nggak ada waktu." Sagara memohon. Dicengkeramnya bahu Yona, ditatapnya manik mata Yona tanpa gentar. Harusnya cewek itu mengalah, tapi keras kepalanya tidak mau mengalah.

"Pokoknya ikut. Gue ikut!" Suara Yona bergetar karena gentar, tapi tekadnya sudah setegar karang.

"Terserah!" Pada akhirnya, Sagara mengalah. Saat ini ada yang jauh lebih penting daripada cewek keras kepala yang duduk di boncengannya.

Remaja laki-laki itu mengendarai vespanya seperti orang kesetanan. Tidak peduli helm yang belum dikaitkan atau tangan mungil Yona yang memegang ujung seragamnya terlalu kencang. Yang ada di pikiran Sagara hanya satu, secepatnya ia harus tiba di rumah sakit.

Pak Jaya:

Syahnaz pingsan dan kamu masih sibuk dengan kegiatanmu?

Tidak berguna!

Bertahan, Kak. Gue mohon.

^^^

Sagara berlari cepat menyusuri lorong rumah sakit. Kakinya melangkah lebar-lebar demi bisa cepat mencapai kamar yang tadi Jaya sebutkan. Jantungnya berdegup kencang. Berulang kali Sagara menyalahkan diri sendiri yang melalaikan kewajibannya menjaga sang kakak, yang sejak satu tahun lalu menginap di rumah sakit. Syahnaz Azila, pasien gagal ginjal yang membutuhkan kantong-kantong berisi darah setiap bulannya.

Tangan Sagara bergetar ketika menyentuh gagang pintu di depannya. Melalui kaca, dia melihat kakaknya yang terbaring lemah dengan jarum-jarum yang menancap di beberapa bagian tubuhnya. Dada Sagara berdenyut ngilu.

Hari ini jadwalnya Kak Syahnaz cuci darah, dan gue lebih memilih rapat mingguan. Bego!

Semenit menatap Syahnaz yang tidur dengan napas teratur, Sagara memutuskan untuk masuk. Di dalam ada Jaya, sosok pria berkumis dengan kemeja rapi, juga Maura, istrinya.

Sagara seperti robot lemah baterai. Saat langkahnya mencapai tepi ranjang tempat Syahnaz terbaring, satu tamparan mendarat di pipi kanannya. Sagara terkejut, tapi tak mampu bereaksi. Cowok itu hanya mencoba untuk mempertahankan raut datarnya. Dia tidak boleh terlihat lemah, sekali pun hatinya menangisi apa yang sedang terjadi.

Lukanya kembali menganga. Sakit sekali.

"Tugas kamu cuma menjaga Syahnaz, mendonorkan darah kamu setiap bulan untuk menyambung hidupnya. Kami tidak meminta lebih. Apa itu terlalu sulit buat kamu?" Jaya menatap Sagara dengan tatapan nanar. Begitu juga dengan Maura yang berdiri di belakangnya.

Sagara menatap lurus ke arah Syahnaz, sama sekali tidak menatap balik Jaya dan Maura. Karena, jika Sagara nekat membalas tatapan mereka, amarahnya tidak akan terkontrol. Satu atau dua pukulan bisa saja melayang, baik dari tangannya, atau tangan Jaya. Meski sejujurnya, bukan masalah besar jika dirinya berakhir bonyok. Sagara hanya mencoba untuk tidak menempatkan Syahnaz pada posisi bahaya.

"Dari mana saja jam segini baru pulang? Lupa kalau hari ini jadwal Syahnaz cuci darah?" Maura melirik ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, sebelum menatap Sagara dengan tatapannya yang tajam.

Sagara menunduk. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain meminta maaf.

"Maaf katamu? Dia hampir mati jika saja rumah sakit ini tidak mencarikan kantong-kantong berisi darah yang cocok dengan darahnya!" Suara Maura meninggi. Beruntung Syahnaz ditempatkan di ruang VIP, sehingga tidak ada pasien lain yang terganggu.

"Saya lupa," lirih Sagara. Kepalanya menunduk seperti pesakitan yang siap diadili.

"Iya. Lupa. Karena kamu nggak tau diri, Sagara. Kami sekeluarga sudah baik mau menampung kamu, tapi balasan kamu? Menjaga Syahnaz saja tidak becus. Mau kamu keluar dari rumah saya?"

Sagara bisa saja dengan lugas menganggukkan kepala dan berkata iya. Namun, lagi-lagi Sagara menekan egonya. Syahnaz lebih penting, jauh lebih penting dari apa saja.

"Maaf. Saya minta maaf."

Permintaan maaf Sagara tidak diindahkan meski cowok itu sudah merendahkan pundaknya berulang kali. Jaya akhirnya pergi begitu saja bersama dengan istrinya.

Sepeninggalan dua orang itu, Sagara meluruh. Punggungnya merosot ke dinding. Dia duduk melantai dengan lunglai. Jika dibiarkan, mungkin dirinya sudah hancur. Luluh lantak. Tak dapat lagi diselamatkan. Namun, Sagara harus tetap berdiri tegak. Dia punya seseorang yang harus ia lindungi.

"Maaf, Kak. Gue terlambat." Setetes air mata yang sejak tadi dia tahan, meluncur, pecah di atas lantai rumah sakit yang dingin.

^^^

Yona membekap mulutnya. Ia melangkah mundur dengan pelan ketika pasangan suami istri keluar dari ruangan VIP di depannya. Yona tidak mengerti, kenapa bibirnya melengkung ke atas di saat dua orang yang melewatinya bahkan tidak menyadari keberadaannya.

OK, lupakan. Ini bukan saat yang tepat untuk berdebat dengan isi kepalanya sendiri.

Kaki Yona gemetar waktu kembali mendekati pintu ruang yang sedikit terbuka. Sebenarnya, Yona tidak berniat menguping, dia bahkan tidak tau maksud dan tujuan Sagara datang ke tempat menyeramkan ini. Iya, menyeramkan. Yona tidak menyukai aroma obat-obatan yang menyeruak, apalagi suara brankar berisi pasien yang didorong beramai-ramai. Mengerikan. Namun, ketika telinganya tanpa sengaja menangkap sayup-sayup pertengkaran yang terjadi di dalam ruangan berplakat VIP itu, Yona memperoleh sedikit informasi. Bahwa, yang terbaring lemah di dalam sana adalah kerabat Sagara.

"Jadi, yang bikin lo bawa vespa kayak orang kesetanan itu kerabat lo, ya, Gar? Bukan debt collector kayak dugaan gue?" Yona melipat bibirnya. Kemudian berderap lebih dekat dengan pintu untuk melongok keadaan di dalam.

Seorang gadis berwajah pucat terbaring lemah di atas ranjang. Sedangkan Sagara hanya terlihat ujung sepatunya. Yona tidak bisa melihat keseluruhan tubuh Sagara karena cowok itu duduk melantai dan bersandar pada dinding yang bersebelahan dengan pintu.

Sekelebat kalimat yang diucapkan dengan nada tinggi timbul-tenggelam di kepalanya.

"Dia hampir mati jika saja rumah sakit ini tidak mencarikan kantong-kantong berisi darah yang cocok dengan darahnya!"

Apa separah itu keadaan kerabat Sagara? Dan, kenapa Sagara yang disalahkan?

Gelembung-gelembung pertanyaan memenuhi kepalanya. Yona mendadak menyesal telah memaksa Sagara untuk menuruti keinginannya.

Sekarang segalanya tampak masuk akal. Bagaimana Sagara lebih memilih menghabiskan waktunya di sekolah, tersenyum getir saat Yona menyinggung soal mamanya, juga menolak modus Yona yang ingin bersilaturrahim ke rumahnya. Ya, keluarga Sagara tidak seharmonis yang Yona kira.

Yona ingin masuk kemudian menemani Sagara, tetapi saat ini dia tidak punya muka. Malu rasanya ingin menampakkan diri setelah apa yang terjadi. Mungkin, jika Yona tidak menangis seperti anak kecil di tangga dan tidak memaksa Sagara untuk memboncengkannya, rapat selesai lebih cepat dan Sagara tidak jadi terlambat.

Sayangnya, penyesalan selalu datang di akhir. Saat ini, Yona lebih baik mengutuk dirinya dan segera pergi. Namun, belum sempurna ia berbalik, pintu ruangan terbuka. Sagara keluar dengan wajah kuyunya.

"Gar, lo—"

"Apa yang lo dengar, belum tentu sama dengan apa yang lo pikirkan. Apa yang lo lihat, belum tentu sama dengan apa yang lo bayangkan."

Kepala Yona berputar. "Bisa, nggak, ngomongnya pelan-pelan biar gue paham." Kalimat itu meluncur begitu saja dari mulutnya.

Continue Reading

You'll Also Like

719K 52.4K 32
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
3.2M 267K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...
3.6M 175K 64
[SEBELUM BACA YUK FOLLOW DAN VOTE SETIAP CHAPTER SEBAGAI BENTUK PENGHARGAAN BUAT AUTHOR YANG CAPE CAPE MIKIR ALURNYA, YA WALAU MUNGKIN ADA YANG GAK M...
279K 9.3K 23
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...