Aland Leon O. (Pre ORDER)

By Mhyka62

1M 134K 11.8K

Hanya kisah seorang pemuda yang terlahir sebagai bungsu di keluarganya, malah bertransmigrasi ke raga Putra s... More

Part:1
Part: 2
Part:3
Part:4
Part:5
Part:6
Part:7
Part:8
Part:9
Part:10
Part:11
Part:12
Part 13
Part:14
Part:15
Info
Part:16
Part:17
Part:18
Part:19
Part:20
Part:21
Part:22
Part:23
Part:24
Part:25
Part:26
Part:27
Part:28
Part:29
Part:30
Part:32
Part:33
Part:34
Part:35
Part:36
Part:37
Part:38
Part:39
Part:40
Part:41
Extrapart
Baru
Promosi
Inpoooooo
PO Aland
Novel Aland
Tentang Extra Part

Part:31

19.4K 2.7K 128
By Mhyka62

Vote and comment juseyo...
...

Aland tertawa mendengarkan perkataan Vano yang lebih tepatnya cicitan itu, tapi untung saja pendengaran Aland tajam jadi dia masih mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oleh Vano.

"Ulangi lagi dong, gue nggak dengar" ujar Aland terkekeh pelan dan mengacak-acak rambut Vano.

"Lo pasti dengar dengan jelas, buktinya lo malah ngetawain gue" ujar Vano mencebikkan bibirnya kesal

"Nggak dengar seriusan, ulangi lagi dong, pendengaran gue agak terganggu nih"

"Lo ngomong yang jelas okay" ucap Aland menatap Vano dengan senyumanya. Vano mengangguk dan menghela nafasnya beberapa kali kemudian menatap Aland intens.

"Abang, makasih ya udah nolongin gue"

"Dan maafin perlakuan dan kata-kata gue yang selalu nyakitin lo selama ini" ujar Vano menatap Aland dengan mata berkaca-kaca.

Aland tersenyum tipis dan mengelus rambut Vano.

"Gapapa" ucap Aland membuat Vano menatapnya tidak percaya, bahkan air matanya sekarang sudah meluncur bebas karena dengan mudahnya Aland memaafkan dirinya.

"Lo terlalu baik bodoh, bego"

"Seharusnya lo marah dan balas gue, tapi dengan mudahnya lo bilang gapapa"

"Lo hiks, jangan terlalu baik jadi orang bisa nggak sih hiks, gue udah nyakitin lo selama beberapa tahun loh hiks"

"Tapi dengan lo kayak gini malah bikin gue semakin merasa bersalah hiks"

Aland membawa Vano kedalam pelukannya dan mengelus rambut Vano. Aland hanya ingin mengabulkan permintaan Aland asli, untuk menjaga dan menyayangi adeknya.

Dan kalau misalnya suatu hari nanti mereka meminta maaf, Aland asli meminta Kenzi untuk memaafkannya, karena mau bagaimanapun Aland asli tidak pernah membenci adek-adeknya itu, mau bagaimanapun perlakuan mereka kepada Aland asli.

"Lah malah bagus dong kalau lo semakin merasa bersalah, itu artinya lo benar-benar menyesal"

"Dan lo selalu ingat kesalahan lo sama  gue, dan dihantui rasa bersalah haha" tawa Aland mengacak-acak rambut Vano

"Hiks gue nyesel bilang lo baik tadi, jahat juga lo Aland hiks, tapi gue lebih jahat" ucap Vano memeluk Aland erat, Aland terkekeh pelan dan mengelus punggung Vano yang bergetar.

"Udah ah nangisnya, lo pasti seperti itu juga ada alasannya" ucap Aland tersenyum melepaskan pelukan mereka.

"Gue yakin, orang yang melakukan kesalahan atau berbuat jahat sekecilpun pasti memeliki alasan kenapa dia melakukan itu, sama juga kayak lo" ujar Aland menghapus air mata Vano.

"Dan lo bisa kan cerita sama gue kenapa lo sampai benci sama gue, supaya gue tau letak kesalahan gue dimana"

"Nggak mungkin kan cuma karena gue anak haram daddy lo" Lanjut Aland, Vano menggelengkan kepalanya dan menatap Aland sendu.

"Maafin gue, lo nggak pernah salah kok sama gue"

"Dari kecil gue iri sama lo karena mommy lebih sayang sama lo, apalagi ketika gue tau kalau lo bukan anak kandung mommy"

"Gue ngerasa nggak adil, gue ngerasa lo ngerebut mommy dari gue"

"Apalagi saat mommy meninggal, dia malah manggil nama lo dan khawatirin lo"

"Gue marah, gue iri dan tanpa tau alasan kenapa mommy kayak gitu, gue memilih benci sama lo" jelas Vano dan diangguki mengerti oleh Aland.

"Vino bilang sama gue kalau mommy ngelakuin itu, karena melindungi lo dari orang-orang yang ngehina lo"

"Mommy tau kalau lo nggak bersalah, tapi lo yang malah menerima semua kebencian itu"

"Dan gue sekarang sadar, nggak seharusnya gue juga ikutan benci sama lo, padahal bagaimanapun lo tetap abang gue"

"Gue seharusnya bisa jadi sandaran buat lo, dan selalu menguatkan lo dari orang-orang yang ngehina lo"

"Maaf, gue tau ini sudah terlalu lama, tapi gue benar-benar minta maaf a-abang"

"Maaf" ucap Vano menatap Aland lekat dan menghapus air matanya.

"Gapapa" ujar Aland tersenyum dan memeluk Vano.

"Gue sayang sama kalian Vano, kalian adek gue"

"Gue nggak akan pernah membenci kalian, walaupun hati gue terluka, tapi dengan dekat dengan kalian udah jadi obat buat gue"

"Terima kasih karena sudah menerima gue sebagai abang kalian"

"Walaupun ini sudah terlambat, tapi gue bisa ngerasain perasaan hangat di diri gue, dan gue yakin kalau Aland sedang tersenyum melihat kalian seperti ini" batin Aland mengelus punggung Vano yang kembali bergetar, dan tersenyum menghapus air katanya di balik punggung Vano.

.

.

.

.

.

.

Aland sekarang sedang membantu Bimo mengerjakan pekerjaan kantornya, dengan perlahan Bimo menjelaskannya pada Aland, dan dengan cepat tanggap Aland langsung mengerti dan melanjutkan pekerjaan itu dengan diawasi oleh Bimo.

"Bagus, memang saya tidak salah mempercayakannya sama kamu" ucap Bimo

"Terima kasih" ucap Aland tersenyum tipis dan melihat Vano yang dari tadi memperhatikan mereka.

"Opa masih lama nggak, Vano mau main basket sama bang Aland" ujar Vano melihat jam sudah menunjukkan pukul 2 siang dan itu artinya sudah 2 jam Aland berkutat dengan berkas-berkas itu.

"Kalian bisa bermain nanti sore Vano, dan di luar sekarang masih panas" ujar Bimo memeriksa hasil pekerjaan Aland.

"Nggak bisa Opa, nanti Azka dan Bang Vino malah pulang, dan Vano gagal main berdua sama bang Aland"

"Yaudah itu lebih baik, kalian bisa bermain bersama" ucap Bimo acuh tanpa melirik Vano yang tampak kesal.

"Dikit lagi kok Van, sabar" ujar Aland mengelus rambut Vano, dan akhirnya diangguki oleh Vano dengan bermain ponselnya.

Awalnya Vano bingung kenapa Opanya itu menyuruh Aland mengerjakan pekerjaan dari perusahaannya, dan setelah Bimo mengatakan kalau Aland yang akan mengurus dan mewarisi perusahannnya nanti, tentu saja membuat Vano kaget.

Sedangkan Aland yang melihat Vano tampak diam, mulai khawatir lagi karena takut Vano kembali membenci dirinya. Tapi ternyata Vano tidak mempermasalahkan hal itu, dan mengatakan kalau Aland memang berhak menerima itu.

Lagian cita-cita Vano dari dulu ingin menjadi dokter dan membuat rumah sakit miliknya sendiri, dia memang tidak berminat bergabung di dunia bisnis keluarganya itu.

"Kamu boleh pergi Aland" ujar Bimo membereskan berkas-berkas itu,

"Saya permisi tuan besar, kalau butuh sesuatu lagi anda bisa memanggil saya" ujar Aland dan dibalas deheman oleh Bimo dan menatap Aland

"Setelah selesai bermain dengan Vano, kamu istirahat, saya tidak mau kalau kamu malah sakit dan jadwal kamu yang sudah saya siapkan berantakan"

"Ingat, setelah makan malam kamu masih harus belajar" ujar Bimo

"Iya, saya tidak akan lupa"

"Saya permisi" ujar Aland dan diangguki oleh Bimo, mendengar itu Vano tersadar dari lamunannya dan langsung berdiri menarik tangan abangnya itu menuju lapangan basket.

"Hmm bang, abang nggak terpaksa kan nurutin semua perkataan Opa" ujar Vano saat mereka berada di dalam lift

"Kenapa hmm, emangnya lo liat gue kayak terpaksa ya" ujar Aland

"Nggak juga sih, gue liat abang menikmatinya"

"Nah, gue juga senang kok belajar tentang bisnis gitu" ujar Aland mengelus rambut Vano

"Tapi benaran kan abang nggak ngerasa tertekan karena Opa itu" ujar Vano menatap abangnya itu lekat

"Yahh setidaknya sekarang Opa lo itu sedikit berubah, dari pada dulu"

"Dulu gue bahkan nggak ada waktu buat main, tapi sekarang dia berikan gue jadwal di mana gue belajar dan bermain, dan not bad lah menurut gue" ujar Aland keluar dari lift itu, sedangkan Vano manggut-manggut mengerti dan menyamakan langkahnya dengan abangnya itu.

"Iya sih, semenjak Opa keluar dari rumah sakit, dia sedikit lebih lunak" ujar Vano

"Mungkin dia dapat hidayah di rumah sakit" ucap Aland, Vano terkekeh mendengar itu dan melemparkan bola basket pada Aland.

"Tapi bukannya tetap nyebelin ya bang, kalau jadwal udah diatur gitu, saat abang belum puas bermain tapi harus cepat-cepat pulang supaya Opa nggak marah" ujar Vano menerima lemparan bola basket itu dan mendriblenya.

"Hmm sedikit, tapi gue punya hak apa buat membantahkan"

"Begini saja gue udah bersyukur" ujar Aland menghela nafasnya pelan dan melemparkan bola basket itu hingga masuk ke dalam gawang.

"Abang kalau capek, jangan dipendam sendiri ya"

"Abang boleh ngeluh dan istirahat saat abang memang butuh istirahat"

"Abang jangan memaksa diri abang sendiri, jangan sok kuat menghadapi ini semua sendiri"

"Sekarang abang punya gue, Azka dan bang Vino" ucap Vano membuat Aland terkekeh dan menghapus air matanya yang menetes.

"Aneh aja gue dengar ini langsung dari lo" ujar Aland mengacak-acak rambut Vino

"Iss kan gue udah..."

"Apa-apaan ini" ucap seseorang membuat Vano dan Aland langsung menatap sumber suara.

.

.

.

.

.

Saat mengetahui Aland dan Vano berbaikan, membuat Azka langsung super Extra mendekati Aland. Bahkan setelah pulang sekolah, dia selalu berada di samping Aland dan memeluknya.

Aland yang jengahpun akhirnya mengunci pintu kamarnya dan mengabaikan Azka yang menggedor-gedor pintu kamarnya itu, hingga Hendry menghentikan Azka dan membiarkan Aland untuk beristirahat.

Dan sekarang, Aland malah terkekeh pelan melihat Azka yang sudah berada di pintu kamar nya saat jam makan malam tiba.

"Lo kenapa hmm?" ucap Aland merangkul Azka

"Gue gapapa bang, gue kangen berduaan sama abang" ujar Azka memeluk pinggang Aland dan melangkah memasuki lift.

"Yaudah, nanti sehabis gue belajar, kita nonton bareng gimana?"

"Wahh benaran ya bang, cuma kita berdua kan, Vano dan Vino nggak diajak" ujar Azka

"Nonton bareng lebih seru dek, kenapa nggak diajak aja mereka" ujar Aland

"Iss abang ihh nggak peka, abang kan udah seharian main sama Vano, abang juga udah nonton berdua sama Vino, dan sekarang giliran gue bang" ucap Azka tampak kesal, karena saingannya harus bertambah, walaupun Vano dan Vino juga adek Aland, tapi tetap aja dia merasa kesal.

"Haha baiklah, nanti lo tidur bareng gue, kita nonton diam-diam berdua"

"Jangan bilang-bilang sama mereka" ujar Aland dan dibalas anggukan semangat oleh Azka.

"Kalau itu pasti aman bang hehe"

Aland terkekeh gemes dan mengacak-acak rambut Azka kemudian melangkah menuju ruang makan dimana semuanya sudah berkumpul di sana.

"Selamat malam" ujar Azka dan Aland kompak dan duduk di kursinya.

"Malam" jawab yang berada di sana dengan kompak. Seperti biasa mereka makan dengan hening kecuali Rafael dan Azka yang sedikit berceloteh membuat mereka gemes melihat tingkah kedua pemuda itu.

Aland tersenyum tipis, dia jadi teringat dengan keluarga kandungnya lagi, biasanya kalau sedang makan seperti ini Bundanya akan mengambil makanan kesukaannya dan abang-abangnya akan mengganggunya, tapi sekarang keadaan sudah berbeda.

Tanpa sadar mata Aland berkaca-kaca dan itu tak luput dari perhatian orang-orang yang ada di dekatnya.

"Aland kenapa?" Tanya Hendry, Aland menoleh dan menggelengkan kepalanya, namun tanpa sadar air matanya itu malah menetes.

"Abang kenapa nangis?" Tanya Vino khawatir

"Ahh nangis apa nya, gue gapapa kok"

"Matanya kelilipan nih" ujar Aland menghapus air matanya dan tersenyum.

"Kamu yakin gapapa Aland, kalau ada apa-apa kamu bisa cerita sama daddy" ujar Hendry dan diangguki oleh Aland.

"Saya gapapa tuan"

"Kalau gitu, saya ke atas dulu"

"Guru pembimbingnya udah datang tuh" pamit Aland dan melangkah pergi menuju kamarnya, menghiraukan berbagai tatapan orang-orang yang menatapnya.

Sesampainya di kamarnya, Aland langsung mengambil buku di laci meja belajarnya dan menatap gambar keluarganya yang dia gambar beberapa hari yang lalu, karena dia tidak ingin melupakan mereka.

"Ayah, Bunda, Abang, Kenzi kangen"

"Kalian baik-baik saja kan"

"Kenzi di sini baik-baik aja kok, doain Kenzi ya supaya bisa ngehadapi ini semua"

"Kenzi sayang kalian" batin Kenzi memeluk gambar itu, dan lagi-lagi air matanya menetes. Aland menggigit bibir bawahnya dan membenamkan wajahnya di meja belajar itu.

Beberapa menit kemudian Aland menghela nafasnya beberapa kali dan menghapus air matanya.

"Ayoo Ken, lo nggak boleh gini"

"Lo pasti bisa jalani kehidupan baru lo ini, semangat" ucap Aland tersenyum dan mengambil laptopnya dan melangkah ke ruang santai di lantai 2 itu, dimana biasanya dia belajar di sana.

.

.

.

.

.

Hendry masuk ke kamar Putra sulungnya itu, dilihatnya Aland dan Azka bukannya tidur tapi mereka malah asyik-asyiknya menonton film padahal sekarang sudah menunjukkan pukul 12 malam.

"Heem"

"He em" ujar Hendry lebih keras, membuat Azka dan Aland langsung mendongak.

"Ehh tuan, kok belum tidur" ujar Aland menggaruk pipinya yang tidak gatal.

"Seharusnya daddy yang tanya itu, kenapa kalian belum tidur"

"Besok kalian masih sekolah" ujar Hendry dengan ekspresi datarnya.

"Lah daddy besok juga kerja, tapi belum tidur juga tuh" ujar Azka dan diangguki oleh Aland.

"Daddy beda sama kalian, daddy udah sukses dan jadi bos, jadi mau kapanpun daddy pergi ke kantor nggak masalah, nggak kan ada yang marah dan hukum daddy" ujar Hendry menutup laptop milik Aland.

"Sekarang kalian tidur" tegas Hendry, Aland mengangguk berbeda dengan Azka yang menggerutu kesal, padahal tinggal sedikit lagi film itu akan selesai dan tadi adegannya sedang seru-serunya tapi daddynya itu seenaknya saja mengganggu.

"Daddy, bentar lagi ya" ucap Azka menunjukkan puppy eyesnya

"Nggak Azka, sekarang kalian tidur atau daddy hukum" ancam Hendry. Azka berdecak kesal dan akhirnya rebahan memeluk Aland. Sedangkan Aland terkekeh pelan dan langsung mengelus rambut adeknya itu.

Selang beberapa menit dengkuran halus pun terdengar pertanda Azka sudah menuju alam mimpinya, berbeda dengan Aland yang masih terjaga dan menatap Hendry yang masih berada di kamarnya itu.

"Apa ada yang mau tuan bicarakan pada saya?" Tanya Aland dan dengan hati-hati melepaskan tangan Azka yang memeluknya. Kemudian duduk di sofa yang ada di kamarnya itu, dimana Hendry sudah duduk di sana.

Hendry tersenyum dan mengelus rambut putra sulungnya itu serta menatapnya lekat.

"Kamu ada masalah hmm, coba cerita sama daddy" ujar Hendry

"Saya gapapa" ucap Aland tersenyum

"Jangan bohong Aland, kamu tadi tampak tidak baik-baik saja"

"Bahkan kamu sampai tidak fokus belajar tadi, ada yang membuat perasaan kamu nggak nyaman hmm" ujar Hendry lagi

"Maaf, besok saya akan lebih fokus"

"Kesalahan seperti tadi tidak akan terulang lagi" ujar Aland menatap Hendry tanpa ekspresi

"Bukan begitu maksud daddy Aland, daddy nggak masalahin itu"

"Tapi daddy tidak suka melihat kamu tampak murung seperti tadi, kamu ada masalah kan?"

"Coba cerita sama daddy, mana tau daddy bisa membantu kamu" ujar Hendry

"Saya gapapa tuan, hanya saja saya sedang merindukan seseorang yang berharga" ujar Aland menghela nafasnya pelan dan menatap ke depan. Hendry mengangguk mengira kalau Aland sekarang merindukan Almarhum istrinya, seseorang yang dulu selalu berada di samping Aland.

"Ada daddy di sini, kamu tidak sendirian lagi Aland" ujar Hendry membawa Aland ke dalam pelukannya. Aland yang menerima pelukan itu terkejut apalagi merasakan pelukan yang terasa nyaman itu, semakin mengingatkannya pada sosok ayahnya dulu.

"Ayah"....







Tebece

Continue Reading

You'll Also Like

22.6K 1.8K 29
Series ini akan tayang 2021. Novel terjemahan ini sudah diberi izin oleh author Author : Brave2Y (fb/twitter) Indonesia trans : rouchass (wattpad) Me...
751K 55.1K 49
BEBERAPA BAGIAN SEDANG DI REVISIā— Alkan si bocah ajaib. Mampu merubah takdir dari seorang remaja yang bahkan tidak ia kenali menjadi kesayangan semua...
366K 26.3K 39
Bagaimana jika seorang GEO MAHENDRA ALEXANDER bertransmigrasi ke tubuh seorang MELFINO GIO BRAMANTYA yaitu seorang anak yg dibenci oleh keluarganya ...
vanca By miuu

Teen Fiction

734K 60.5K 42
awal nya dia hanya ingin merokok dipinggir jalan untuk melepas semua bebannya tapi kenapa tiba tiba dia ada di kamar? dan kenapa rumah nya beda bahk...