DERMAGA//

By suroyyanurlaily

3.7K 123 10

๐™ˆ๐™š๐™ฃ๐™œ๐™–๐™ฅ๐™– ๐™จ๐™š๐™ค๐™ง๐™–๐™ฃ๐™œ ๐™–๐™ฎ๐™–๐™ ๐™—๐™š๐™œ๐™ž๐™ฉ๐™ช ๐™ฉ๐™š๐™œ๐™– ๐™™๐™š๐™ฃ๐™œ๐™–๐™ฃ ๐™–๐™ฃ๐™–๐™ ๐™ฃ๐™ฎ๐™–? " Aku selalu menyay... More

PROLOG//
{1}. Awal Cerita//
{2}. Pertemuan Mereka//
{3}. Menikmati Senja Bersamamu//
{4}. Awal Kisah Sang Bumantara & Shandya//
{5}.Apa definisi rumah bagi Bumantara & Sandhya? //
{6}. Kebersamaan//
{8}. Tentang Indiya latita//
{9}. Hari Ini Hujan Turun//
{10}. Di Dunia Ini Masih Banyak Orang Baik//
{11}. Bandung Menangis//
{12}. Hei! you, aku merindukanmu//
{13}. Bulannya Indah Kayak Kamu//
{14}. Apa Itu...Bahagia?//
{15}. Kita hari ini//
{16}. It's Oky//
{17}. Sekuat Sesakit //
{18}. RUMAH//

{7} . Dia Hanya membutuhkan Bulan dan bintang untuk Menemaninya//

80 7 0
By suroyyanurlaily

Happy reading~

Tandai typo!!!


--Dermaga//--

  Waktu berjalan begitu cepat. Padahal, baru kemarin Lilya memasuki SMANDA1. Sekarang tiba masanya memasuki ajaran baru. Lilya memasuki kelas sebelas, dengan ranking yang sangat tidak memuaskan.

Ia akan mendapatkan sesuatu yang baru hari ini, seperti teman sekelas baru, pelajaran baru, penampilan baru. Hanya saja kehidupannya yang tidak pernah berubah.

" Indi!! Kita sekelas lagi!!! " Teriak Lilya setelah melihat nama sahabat nya terpampang di papan pengumuman. Mereka saling berpelukan senang rasanya sekelas bersama orang yang yang sudah kita kenal daripada beradaptasi lagi.

" Yes! Kita sekelas lagi! " Sorak Indi gembira.

" Masuk yuk! " Ajak Lilya kepada Indi untuk memasuki kelas. Kelas XI. MIPA3 terletak di lantai atas yaitu lantai 2, mereka bisa memandang pemandangan di atas sana.

" Gimana liburan lo Lya? " Tanya Indi menaiki tangga satu persatu dengan hati-hati.

" Biasa aja. Kalau lo? "

" Gak ada yang istimewa. "

Sesampainya dikelas, mereka langsung mencari bangku kosong untuk duduk.

" Untung duduk berdua, gak kayak kemarin. Males soalnya duduk sendirian. " Kata Indi, sembari duduk di samping sebelah kanan Lilya.

" Iya. "

Mereka berdua berbicara tentang liburan mereka. Kelas itu semakin ramai dimasuki oleh anak-anak yang berkelas di XI. MIPA3. Salah satunya nata dan catra yang memasuki kelas tanpa raut bahagia tercetak di wajahnya.

" Halo!! Selamat pagi everyone!!! " Suara menggelegar itu menjadi pusat perhatian semua orang yang berada di dalam kelas.

Marella utami namanya. Siapa sih yang gak ngenal tami di sekolah ini. Perempuan berkarakter ceria, rendah hati, selalu senyum, sopan santun, positive vibes dan happy virus nya SMANDA1. Semua orang hampir mengenalnya karena sikapnya yang sangat ramah tamah.

" Halo Lilya, " Sapanya kepada Lilya tak lupa dengan senyum lebarnya.

" Halo juga... Maaf gw gak tau nama lu. " Ucap Lilya sedikit merasa bersalah.

" Kenalin. Nama gw Marella Utami, lo bisa panggil gw Tami. " Lilya mengangguk lalu tersenyum.

" Halo Indi. " Tak lupa juga ia mengucapkan salam sapa kepada Indi tapi, ia tidak memasang senyum lebarnya kepada Indi melainkan wajah julidnya.

" Males gw liat muka lu. "

Tami cemberut mendengar itu, ia duduk di bangku yang masih kosong yang berada di depan bangku Lilya dan Indi.

" Raya!!! Sini duduk. " Ajak Tami sembari menepuk kursi kosong di samping kanan nya.

Keyla raya martadania. Sangat berbeda dengan Tami, ia memiliki kepribadian yang cuek dan pendiam.

Raya berjalan menuju ke barusan bangku mereka dengan wajah lempeng dan mendudukkan bokongnya di kursi.

Kring... Kring... Kring.

Bell berbunyi memekakan telinga. Mereka semua memasuki kelas masing-masing yang sudah ditentukan.

" Lilya, kelas kita mungkin bakal jadi kelas terfavorit. " Bisik Indi.

" Kenapa? "

Indi menunjuk dua orang yang duduk tak jauh dari mereka. Mereka adalah Nata dan Catra, masih ingat Nata?

" Harus banget ya sekelas sama Nata?" Bisik Lilya juga.

" Catra juga. Kalo gini caranya sih... Mana bisa move on gw?! " Resah gelisah Indi

" Demo yuk ke ruang kepala sekolah. " Lanjut Indi membuat Lilya tertawa.

" Kalian lagi bicarain apa sih? " Tami merubah posisinya yang semula menghadap ke depan sekarang mata mereka saling beradu.

" Si Nat---" Belum sempat Lilya memberitahukan kepada Tami, ucapannya langsung ditegur oleh guru yang baru saja masuk membuat mereka langsung diam dan tidak berbicara lagi.

" Jadi, saya adalah wali kelas kalian. Perkenalkan nama bapak Azad Gamil, kalian bisa panggil pak Aza. Ada yang ditanyakan? "

Semua dikelas itu diam saling melirik satu sama lain.

" Tidak ada ya. Em, yaudah kita pemilihan ketua kelasnya aja. Siapa yang mau sukarela menjadi ketua kelas disini. "

Mereka langsung menunjuk kepada satu orang yaitu kepada marella utami dengan senyuman lebar.

" Nggak pak! Aku gak mau. " Tolak Tami keras. Tapi, tak diindahkan oleh pak Aza membuat nya cemberut.

" Deal ya. Nata aidin kafee yang menjadi wakilnya. " Final pak Aza.

" Sabar ya. " Kata Indi dan Raya menepuk bahu Tami berniat menyemangati.

***

Mereka berempat berjalan menuju kantin untuk mengisi cacing-cacing. Selama perjalanan mereka ke kantin, tami selalu mengoceh membicarakan apa yang ia lihat. Lilya seperti ibu-ibu yang sedang menjaga ketiga anaknya. Di antara mereka keempat lilya lah yang paling tinggi kemudian raya dan indi lalu tami.

" Wah, masakan bu kantin gak pernah mengecewakan, selalu enak! " Puji tami, masih mengunyah nasi yang hampir penuh di mulut nya.

" Jangan bicara kalau lagi ngunyah. " Peringat raya sambil melirik sekilas ke arah tami. Yang di angguki  berkali-kali oleh tami tak lupa juga menampilkan senyuman lebarnya.

" Kok lo lucu banget. " Ucap indi sambil mencubit pipi tami gemas.

" Sakit tau. " Kata tami sambil Cemberut sembari mengusap pipinya yang memerah bekas cubitan dari indi.

" Adik-adik kelas kita kenapa pada centil-centil banget sih. " Indi melirik sekitarnya diikuti oleh lilya, raya dan tami, lalu kompak menggelengkan kepalanya melihat adik-adik kelasnya yang sibuk merapikan tataan rambut dan make up nya.

" Perasaan kita gak kayak gini deh. Bener gak "

" Bukannya lu osis kenapa gak di sita alat make up nya, " Mendengar perkataan raya, indi langsung menggelengkan kepalanya.

" Serah ketua osis, gw mah ngikut aja." Raya tersenyum kemudian menggeleng kecil.

Mereka sudah selesai makan tapi memilih untuk berdiam di kantin untuk bergosip. Sambil memakai lip- tint di bibir mereka masing-masing tak perlu tebal-tebal seperlunya saja.

" Kalian mau cosplay jadi bu risa, pake lipstik tebal-tebal? " Lilya yang sedang mengoleskan lip tint itu ke bibirnya menggunakan ujung jari telunjuknya terkejut karena suara yang sangat tiba-tiba itu membuatnya menurunkan sedikit cermin yang menutupi matanya untuk melihat siapa yang berbicara, setelah melihat ia langsung melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda tadi.

" Nah kan mulai lagi. " Indi menghela nafas melihat empat orang laki-laki yang mengambil kursi lalu di taruh di antara mereka.

" Kita bicarain apa nih, enaknya. " Ucap candra membuka suara.

" Kalian berdua kenapa disini? " Ayyan melirik kedua orang yang sama sekali tak pernah bersama lilya dan indi.

" Makan lah. " Jawab tami.

" Dan lo siapa? " Lanjut nya bertanya sambil menunjuk perempuan yang dari tadi diam dan menatap ia dengan tatapan datar.

" Kok serem ya? "

Mereka semua tertawa melihat wajah ayyan yang ketakutan.

" Kalian semua jahat. " Ayyan sangat mendramatisir keadaan dengan memeluk candra yang di sebelah nya.

" Apaan sih lo. " Candra melepaskan tangan dan menjauhkan kepala ayyan yang bersandar di dadanya.

" Wah ganteng banget. " Indi menepuk tangan lilya sambil menganga dengan mata berbinar. Lilya mengikuti arah mata indi begitupula dengan mereka berempat langsung menganga melihat visual laki-laki jangkung yang berjalan menuju arah mereka.

" Pangeran dari mana kah ini? "

" Sadar dia lebih muda dari lo. "

Sedangkan lilya ia diam, seperti pernah liat tapi dimana. Ia berpikir lalu menganga setelah mengingat siapa laki-laki itu.

" Kenapa dia sekolah di sini sih?! " Batinnya berteriak, berusaha menutupi wajahnya dengan cara apapun.

" Loh? Kak zida? " Mereka semua yang ada di sana mengerutkan keningnya bingung sedangkan lilya, ia menggigit bibir nya menahan untuk tidak berteriak.

" Yang lo panggil siapa anjir? Gak ada nama zida disini. " Ucap alfa memberitahu sepupunya.

" Itu. " Mereka semua kompak melihat ke seseorang yang sedari tadi menutupi wajahnya menggunakan kedua tangannya.

" Ly, lo kenapa heh?! " Lilya menurunkan kedua tangannya lalu tersenyum gugup.

" Apa kabar zida? " Lilya terkekeh lalu menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

" Lo kenal dia, ris? " Laki-laki itu mengangguk menjawab pertanyaan alfa.

" G-gw baik. " Jawab lilya dengan senyuman canggung, begitupun sebaliknya. Sangat canggung rasanya ketika menyapa teman yang sudah hampir kita lupakan.

" Mereka pacaran atau pernah pacaran? " Bisik rio ke indi.

" Ngapain lo nanya sama gw? "

Sama seperti rio dan indi mereka saling berbisik dan sedikit kepo.

" Gw pergi dulu. Dadah kak zida, kalo mau cari gw telpon kak nata ya. " Ucap paris sambil tersenyum lalu berjalan pergi.

" Woiy! Nanti ke kelas gw! " Teriak alfa yang tak sadar sepupunya ingin pergi, paris mengangguk lalu pergi setelah itu.

" Aigo! Lo kenal paris? " Tanya tami.

" Iya... "

" Wah hebat lu, bisa temenan sama orang seganteng itu. " Puji rio.

" Jadi suka gw. " Lanjutnya yang langsung diberi geplakan oleh alfa.

" Jangan homo. Perjuangin aja noh si kelyn. "

" Dih, orang gw sukanya sama lilya. " Kata itu membuat lilya melotot kan matanya tidak percaya.

" Pawangnya ngeliat noh. " Tunjuk alfa kepada catra yang sedari tadi diam menyimak sambil mengigit ujung pipet plastik berwarna pink.

" Jangan suka gigit ujung pipet candra. " Alfa langsung mengambil pipet plastik yang di gigit candra tadi dan langsung menaruh nya di gelas pop ice.

" Wih, pipet nya jadi anime, gepeng. "
Mereka langsung tertawa begitupula dengan candra, tapi kecuali raya yang sedari tadi diam dan matanya kesana kemari seperti orang yang hilang arah ketika jalan.

" Candra sama lilya pacaran? " Tanya tami.

" Gak! " Ucap mereka berdua kompak.

" Kita cuman sahabatan. " Lanjut candra. Tami mengangguk mengerti.

" Ray, kenapa lo diam bae? " Lilya memperhatikan ada yang aneh dengan raya.

" Kalian lagi bicarain apa? " Tanya raya.

" Lo budeg apa gimana sih? " Alfa memperhatikan raya yang juga memandang nya dengan tatapan datar.

" Iya. Gw tuli. " Jawabannya enteng tapi bisa membuat mereka bertujuh menepuk jidatnya masing-masing.

Ya. Itulah raya perempuan yang diberikan kelebihan oleh Tuhan tidak bisa mendengar sejak kecil. Ia hanya memakai alat bantu mendengar agar bisa mendengar apa yang dibicarakan oleh teman-temannya.

***

" Kita berteduh di sini aja. " Suruh seorang laki-laki kepada laki-laki di depannya yang memeluk boneka doraemon. Pemuda itu menyuruh kembarannya untuk duduk di kursi yang telah disediakan di toko itu.

Sore ini, hujan mengguyur bumi pasundan, yang membuat semua orang yang sedang beraktivitas di luar ruangan berteduh agar tidak terkena oleh tetesan-tetesan air hujan yang membasahi kota bandung.

" Kenapa harus hujan sih? " Kesal candra yang setia bersandar di bahu kakaknya, dengan boneka doraemon berukuran sedang yang berada di dalam dekapannya.

" Bersyukur. Gak ada syukur nya lo. " 

Candra cemberut menggembungkan pipinya sembari memandang tetesan air hujan yang mengalir deras.

Kenapa mereka harus terjebak di tengah-tengah jalan menuju pulang, seragamnya menjadi basah tapi untungnya hari rabu mereka menggunakan baju batik.

-

-

-

Hujan sudah reda sedari tadi. Hujan pergi meninggalkan kota bandung yang sudah basah olehnya.

Lilya keluar dari kamar mandi dengan rambut yang basah, dengan memakai pakaian kaos selutut dipadukan dengan celana sepaha.

Perempuan itu menaruh semangkok mie instan di meja lalu memakannya sambil menonton drama korea kesukaannya.

" Gak papa besok diet. " Tapi kenyataannya dia setiap hari memakan mie instan ataupun terkadang harus keluar untuk membeli makanan. Ia terkadang merasa iri melihat teman-teman sebaya nya yang sudah bisa memasak sedangkan ia tidak sama sekali bisa kecuali memasak mie instan dan air. Ingin belajar tapi tak tahu siapa yang akan mengajari.

Tut... Tut... Tut. Suara telepon itu berhasil menghentikan aktivitas lilya yang ingin menyuap mie instan itu dan segera menjawab telepon ketika tahu siapa yang meneleponnya.

" Ya. Halo pah, "

Lilya, nanti malam papah sama mamah pulang. Seulas senyuman terbit dari sudut bibir lilya mendengar itu.

" Beneran pah? Jam berapa? "

Nanti jam 8. Kamu tunggu aja mamah sama papah datang ya sayang. Telepon itu dimatikan sepihak oleh papahnya membuat perkataan yang ingin dikeluarkan oleh lilya tertahan tapi tak menghapus senyuman nya.

" Oky. Rencana pertama. " Lilya tersenyum bahagia begitu tau kedua orang tuanya akan pulang.

***

Papah

Jangan pulang malam ini.
19:15.

Pesan singkat itu berhasil membuat seorang laki-laki bertubuh kurus tapi tak tak terlalu kurus menghela nafas berat ketika membaca pesan singkat dari papahnya. Ia menghentikan jalannya lalu melirik ke sekitar jalan kecil yang sekarang ia injak terdapat banyak motor yang lalu lalang, banyak tapi tak terlalu banyak.

Candra melangkah kan kakinya menuju taman yang agak gelap, tak ada rasa takut di dalam dirinya kecuali jika ia bertemu dengan penghuni nya langsung itu sih lain cerita.

" Kayaknya gw harus tidur disini. " Gumamnya sambil menaruh benda persegi ke telinganya menelpon seseorang.

" Halo, yo. Gw diusir lagi nih. " Ia mengatakan itu seolah-olah tidak apa-apa dan bukan beban bagi hatinya.

Apa? Diusir lagi lo?

" Iya. Gw mau numpang dirumah lo. Boleh gak? "

" Boleh sih. Tapi, gw sama mama lagi gak dirumah. Candra mendesah kecewa, langsung mematikan telepon itu tanpa banyak bicara.

Ia menyimpan handphone nya di saku celana lalu memejamkan matanya.

" Yakali gw tidur di sini. Mana banyak nyamuk lagi. " Omel candra tak jelas sambil menggaruk pahanya yang barusan digigit oleh nyamuk.

Ia memandang langit malam yang dihiasi dengan cerahnya bulan dan dikelilingi oleh bintang-bintang sebagai teman.

" Gw tidur di sini aja. " Putusnya setelah lama memikir. Ia akan tidur di sini hanya malam ini. Candra membaringkan tubuhnya di bangku panjang yang ia duduki dengan tangan kanannya sebagai bantal, melamun sembari memandang bulan yang bersinar.

Gw pengen jadi bulan, yang selalu bersinar untuk semua orang.

Gw juga pengen jadi burung, supaya bisa terbang bebas.

" Maaf, tadi saya...Lah candra? " Laki-laki itu juga sama terkejut nya langsung bangun dari rebahannya.

" Ngapain lo disini, lil? " Lilya merenggut kesal + malu. Perempuan itu mendudukkan bokongnya di bangku yang sama dengan candra.

" Gw abis ke depan beli nasi goreng. Terus gw liat lo, awalnya gw kira lo pengemis... Mau gw kasih nasi goreng ni satu, eh ternyata itu manusia berkepala satu. " Jelas lilya sedikit malu.

" Dih, cowok ganteng kayak gw dikira
pengemis. " Ucap candra sedikit narsis sambil memandang lilya sinis.

" Sok banget lo. Ganteng kagak, jamet iya. "

" Jamet ganteng. "

Lilya tak peduli dan tak mendengarkan bacotan dari manusia yang berada di sebelahnya.

" Banyak amat beli lo nasi goreng, buat siapa? " Tanya candra mengalihkan topik.

Lilya tersenyum sebelum menjawab pertanyaan dari candra.

" Papah sama mamah gw malam ini pulang. " Excited lilya tanpa memudarkan senyumannya.

" Jangan terlalu seneng, kalau gak mau bikin hati lo sakit. " Peringat candra.

" Kenapa begitu? "

" Hukum alam emang begitu. Pokoknya jangan terlalu seneng. "

" Hm. "

Lilya memeriksa jam di handphone nya, ia melotot kan matanya ternyata sudah jam 8 lebih ia harus pulang sekarang.

" Cand, maaf ya gw gak bisa lama-lama. Gw pulang dulu, dadah. " Kepergian lilya dari taman membuat candra mengalihkan pandangannya ke langit menyaksikan bulan yang bersinar dengan ditemani oleh bintang di setiap sisinya.


-

-

-

" Aku pulang. " Adrian tersenyum lalu merentangkan tangannya meng-kode lilya untuk memeluk tubuh tegapnya.

" Aku kangen banget sama papah. Mamah mana? "

" Lagi mandi. " Jawab singkat adrian sambil melepaskan pelukan itu.

" Oiya pah! Tadi aku beli nasi goreng loh! " Beritahu lilya sambil mengangkat tinggi kresek hitam itu sembari tersenyum lebar.

" Makan bareng ya? " Lanjutnya. Adrian tahu, ada harapan di setiap kata-katanya. Ia tak tega, ia menganggukkan kepalanya membuat lilya senang.

" Mamah... Gimana? "

" Nanti papah beritahu mamah. "

Lilya semakin bahagia mendengar itu, berjalan ke dapur lalu mempersiapkan piring dan sendok kemudian menaruh satu-persatu nasi bungkus yang berisi nasi goreng yang belum terbuka itu di piring.

Tolong, hari ini buat lebih istimewa.

" Lilya!!! " Papahnya memanggil dengan cukup keras mau tak mau ia langsung menghampiri papahnya yang ternyata sudah ada mamahnya.

" Mamah. " Lilya tersenyum canggung kepada afifa yang sama sekali tak melirik nya.

" Em, lilya maafin papah ya. Papah sama mamah gak bisa makan malam bareng sama kamu. " Senyuman lilya lebar dan bahagia luntur berubah menjadi senyuman yang dipaksakan.

" T-tapi aku udah beli banyak nasi goreng nya. " Lirih lilya.

" Tinggal di buang, itu aja gak becus. "
Perkataan mamahnya selalu membuat hatinya remuk.

" Maaf ya lilya. Tiba-tiba sekertaris papah nelpon. " Jelas papahnya.

" Lalu mamah? Mau kemana? " Tanya lilya yang menyadari mamahnya membawa tas.

" Mamah mau pulang. "

" Bukannya mamah udah pulang? "

Sekali aja mah..

" Mamah lagi males di sini. "

Aku kira... Malam ini bakal istimewa.

" Yaudah, kami pergi dulu ya. " Keduanya berjalan menuju mobil memasukinya kemudian kendaraan bermotor empat itu hilang dari pandannya. Lilya melambaikan tangannya pelan lalu berhenti. Tak ada yang diharapkan. Lilya kembali ke dapur memperhatikan nasi yang udah ia tata dengan rapi dengan sepenuh hati, sekarang semangatnya pudar.

Matanya memerah dan hidungnya terasa sangat sakit ia mengepalkan tangannya berusaha menahan bendungan air yang akan segera meledak dari matanya.

Sekuat apapun ia menahan, sekuat apapun seseorang pasti akan memiliki sisi lemah. Lilya memasuki 3 nasi goreng itu ke dalam kresek dengan tangan yang bergetar, merasakan air yang membasahi pipinya ia langsung menghapus nya.

" Gw harus apa sama ini. " Ucapnya memandang kresek itu. Ia yang semula sangat bahagia seketika sirna, hanya ada hati yang seperti diremas.

Seketika ia terpikirkan oleh pemuda tadi yang ia temukan di taman, seperti mempunyai harapan lagi ia tersenyum menghapus air matanya. Kemudian, mengeluarkan satu nasi goreng itu dari kresek kemudian menaruhnya di etalase yang biasa ia gunakan untuk menyimpan makanan yang tersisa. Ia menaruh dua sendok plastik di dalam kresek itu, berharap candra, laki-laki itu belum makan malam.

Sesampainya di taman, ia tak menemukan hidung pemuda itu di tempat ia menemukan candra tadi. Mengedarkan pandangannya ke kiri dan ke kanan tapi nihil tak ada orang yang ia cari.

Ia duduk sendirian di bangku tadi sambil memandang bulan.

" Bisa gak sih waktu di ulang kembali? Kalo bisa gw gak bakal sebahagia itu, gw gak bakal se-mengharap itu. Hati gw sakit. " Ia kembali mengeluarkan air matanya hanya saja bedanya ini sedikit deras, ia menutup mulutnya berusaha agar tak bersuara.

Tolong, hati gw sakit.

" Udah, gak usah nangis. " Buru-buru lilya menghapus air matanya dan tersenyum seolah-olah tak terjadi apa-apa.

" C-candra? Lo dari mana? "

" Lo nangis? Gara-gara tadi? "

" Kenapa? Gak sesuai ekspektasi lo? Gakpapa, itu udah konsekuensinya. " Lilya menggigit bibir nya pelan, matanya kembali berkaca-kaca seakan-akan mengingat perkataan candra satu jam yang lalu.
' Jangan terlalu seneng, kalau gak mau bikin hati lo sakit. '

" Jangan nangis. Nih gw kasih-- eskrim. " Sogok candra sambil menyodorkan satu eskrim kepada lilya.

Lilya mengambilnya. Bergantian menyodorkan kresek hitam yang sedari tadi dipegangnya.

" Ini apa? "

" Lo udah makan malam? " Dijawab gelengan oleh candra.

" Pas! Banget. Makan bareng yuk! " Lilya mengeluarkan nasi goreng itu kemudian memberikan satu kepada candra. Mereka berdua pun makan nasi goreng itu sesekali berbicara, ralat candra lah yang selalu mengajak lilya berbicara tentang sesuatu yang lilya tidak tahu.

" Baru kali ini gw liat cowok secerewet kayak lo, " Ucap lilya di sela-sela mengunyah nya.

" Karena gw istimewa. " Jawaban candra membuat lilya seketika ingin mengeluarkan nasi goreng di mulutnya.

Candra menyuap nasi goreng terakhirnya setelah itu memasukkan sampahnya di kresek hitam tadi, ia melirik kearah lilya yang masih memakan nasi goreng nya yang masih banyak.

" Cewek kalo makan, kenapa lama banget ya? " Tanya candra sambil memakan eskrim yang sudah agak mencair.

" Mana gw tau. "

" Btw, gw udah kenyang. Lo mau habisin nasi gw? " Lanjut lilya sambil memegang perutnya memberikan nasi yang tinggal setengah itu kepada candra, laki-laki itu dengan senang hati menerimanya.

" Belum kenyang lo cand? " Candra mengangguk sambil tersenyum terpaksa.

Lilya geleng-geleng sembari membuka eskrim yang sudah mencair. Tapi, dia tetap memakannya.

" Kok hati gw masih sakit ya? " Lilya membuka sesi curhatan sembari memandang langit malam.

Candra melirik perempuan yang berada di sebelah nya lalu beralih ke bulan yang masih setia dengan sinarnya.

" Mau nangis? Nangis aja, gw gak bakal ngetawain lo kok. Tumpahin aja rasa kesedihan lo, tumpah rasa kecewa lo sama orang tua lo. "

" Lo tau? Gw benci nangis. Gw benci... Gw benci Ketika keliatan lemah, gw gak suka itu. " Jelas lilya sambil mengusap air matanya yang mulai turun membasahi pipi tirusnya.

" Ada saatnya lo keliatan kuat, ada saatnya pula lo harus keliatan lemah. Lagian, perempuan kalo nangis bukan berarti dia lemah, tapi ada sebuah rasa yang selama ini yang ia tutupin di kehidupannya. Jadi, gapapa kalo lo keliatan lemah. Nangis aja. " Candra merangkul bahu lilya lalu menggeser nya agar lebih dekat dengan perempuan itu. Lilya juga, menyandarkan kepala nya di dada candra.

Bener saja lilya semakin menangis menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya.

" Jangan lap ingus lo di baju gw dong, akhh! " Dadanya di pukul oleh lilya sangat keras sedangkan lilya ia memandang candra dengan tajam dan masih menyandarkan kepala di dada candra seolah tak ingin lepas.

" Lo tau nggak kenapa bintang jatuh dari langit setiap kali lo lewat? "

" Kenapa? "

" Sama seperti gw, mereka pengen dekat sama lo." Lilya tersenyum geli mendengarkan gombalan dari laki-laki itu.

" Dapet dari goggle ya. " Tuduh lilya sembari menunjuk muka candra tersenyum geli.

" Tau aja lo bocil. "

" Cuih. Sorry, tinggi gw udah hampir setara sama lo. Gak usah sombong. " Candra tersenyum lalu mengerucutkan bibir nya sambil bersedekap dada.

" Sok imut lo jink. " Umpat lilya.

" Cih. Gw udah imut dari dulu kali. "

" Ehm... Makanya jangan hilangin ini."
Lilya menempelkan ujung jari telunjuknya kepada pipi candra, mereka berdua saling pandang selama beberapa detik.

" Kenapa pipi gw? "

" Jangan hilangin pipi tembem lo. " Mohon lilya sembari menjauhkan jari telunjuknya.

" Tembem? Haha, yang tembem itu mah catra, gw nggak. "

" Lo juga. "

Setelah itu, lilya kembali bersandar di bahunya candra.

" Nyaman banget ya? " Tanya candra menggoda lilya sembari menggerak-gerakkan bahunya yang membuat kepala lilya bergoyang.

Bug!

Lilya memukul kembali dada candra tapi kali ini pelan.

" Maybe... Bahu lo bakal jadi favorit gw untuk bersandar, candra. " Jawab lilya sambil memejamkan matanya. Mereka berdua diam sembari menikmati angin malam yang lumayan dingin.

" Mau jadi pacar gw? " Lilya membuka matanya terkejut lalu mengangkat kepalanya untuk memperhatikan wajah candra, tidak ada yang serius di mata itu.

" Gak mau. Gw gak percaya sama yang namanya cinta. " Tolak lilya kembali bersandar.

" Kenapa begitu? "

" Terlalu sering di jatuhin, makanya gw gak percaya lagi. " Tiga anggukan dari candra sebagai jawaban.

" Lagian ya, gw gak cinta sama lo. " Lanjut lilya membuat candra menurunkan bahunya berat.

" Gw prenjon dong kayak Rio? " Mereka berdua tertawa entah apa yang mereka tertawakan.

Mereka berdua melanjutkan pembicaraan sampai tak mengingat waktu. Suasana malam ini semakin hari semakin dingin, pohon-pohon dan rerumputan bergerak sesuai irama ketika ada angin yang menerpa.

Hari ke hari kedua sahabat itu semakin dekat dan selalu mendukung ketika salah satu dari mereka sedang merasa sedih.

***

"Bagian terbaik dari kenangan adalah saat membuatnya."

" Aku tidak akan merasakan sendirian di bumi pasundan ini. Karena, ada kamu yang menemani ku. " ~ PAY.


JANGAN LUPA UNTUK VOTE & KOMEN YA, BESTAI..

Continue Reading

You'll Also Like

2.5K 222 5
ELLEANARA XAVIER. Seorang anak perempuan yang selalu mengira dirinya sangat tidak pantas untuk mendapatkan kebahagiaan kecil dari siapapun. Sedari ke...
2.4M 218K 52
TERSEDIA DI GRAMEDIA๐Ÿ“ "Aku terlalu lelah untuk terus berkelana di bawah hujan." Legenda Negeri Angkasa. Sosok laki-laki yang rasa sabarnya tidak per...
33K 2.9K 41
Dia tersenyum untuk menutupi duka, tertawa untuk menutupi luka dan pura-pura terlihat bahagia di depan semua orang. Ini kisah dia Laut yang memiliki...
3.3K 855 27
โš ๏ธWarningโš ๏ธ Vote sebelum scrollโ€ผ๏ธ ... Dia Cevia, pengidap gagal ginjal kronik yang terpaksa kehilangan sahabat masa kecilnya - Nathanio Hermawan - ka...