[ āœ” ] SWEET PILLS

By DeaPuspita611

408K 24.7K 619

Aksa baru lulus sekolah menengah kejuruan. Niat hati mau ngelamar kerja ke perusahaan otomotif besar di negar... More

[Day 00] ć…” PROLOGUE
[DAY 1] GRADUATION
[DAY 2] ADHIYAKSA COMPANY
[DAY 4] HIS ANGEL
[DAY 5] DEVIL'S STARE
[DAY 6] DEVIL MEET HIS ANGEL
[DAY 7] ALSTROEMERIA
[DAY 8] DEVIL'S DESIRE
[DAY 9] ANGEL'S GIFT
[DAY 10] DANUAR'S GALLERY
[DAY 11] DEVIL'S PROPERTY
[DAY 12] ANGEL'S SCARS
[DAY 13] LAST TASK
[DAY 14] XAVIER ADHIYAKSA
[DAY 15] TRAP
[DAY 16] MESS
[DAY 17] THE BEGINNING
[DAY 18] ONE STEP CLOSER
[DAY 19] BROKEN
[DAY 20] HYACINTH
[DAY 21] SWEET BEHAVIOR
[DAY 22] BEGINNING OF DISASTER
[DAY 23] KING OF THE DEVIL
[DAY 24] LIFE FOR LIFE
[DAY 25] WHAT HAPPEN TO ME?
[DAY 26] BOOM! LIKE FIREWORKS
[DAY 27] THE NIGHT AFTER THE DISASTER
[DAY 28] THE NIGHT AFTER THE DISASTER 2
[DAY 29] THE NIGHT AFTER THE DISASTER 3
[DAY 30] I'M HERE FOR YOU
[DAY 31] CHANCE
[DAY 32] WHAT HAPPENED?
[DAY 33] DISRUPTION
[DAY 34] SWEET LIKE SUGAR
[DAY 35] MONSTER ON THE LOOSE
[DAY 36] UNBEARABLE FEELINGS
[DAY 37] APART
[DAY 38] WITHOUT YOU
[DAY 39] WHEN YOU'RE GONE
[DAY 40] THOUGHT OF YOU
[DAY 41] BEHIND THE SHADOWS
[DAY 42] TREAT YOU BETTER
[DAY 43] ESCAPED
PROMOSI
Sweet Pills

[DAY 3] FAMILY AND FRIENDS

14.9K 1K 8
By DeaPuspita611

Happy Reading in #day3

#Pendar

pen·dar: Merujuk pada cahaya seperti yang tampak pada lendir kelemayar atau pada permukaan laut pada malam hari dsb.

Senyum Aksa terus mengembang bahkan saat ia memasuki rumahnya. Mengingat hari ini ia diterima kerja bahkan tanpa melalui wawancara yang mengerikan atau sejenisnya.

Tapi mengingat obrolannya dengan bawahan bosnya tadi, ia harus menjalani pelatihan terlebih dahulu. Mattheo juga mengatakan jika mereka akan menyiapkan ruangan khusus untuknya tinggal selama masa pelatihan.

Sebuah mes³ dengan fasilitas yang sudah disediakan oleh perusahaan, yang berada tepat di sebelah kantin perusahaan. Sebagai calon karyawan baru Aksa tentu hanya bisa menuruti prosedur yang sudah dipersiapkan. Apalagi ini ada perusahaan besar di negaranya. Tentu pemilihan karyawannya akan seketat ini.

(mes³ /més/: Rumah tempat bersama yg sifatnya sementara atau sebagai tempat menginap tamu)

Mattheo juga mengatakan akan ada beberapa orang baru yang akan menempati mes yang sama dengannya. Ya, bisa dikatakan pesaingnya. Tapi jika Aksa berlatih dengan giat dan mematuhi semua peraturan, ia yakin perusahaan akan membuka jalan untuknya.

Aksa melirik jam yang melingkar di tangannya, ini sudah memasuki jam makan siang. Hari ini, ibunya cukup sibuk di butik karena ada beberapa pesanan besar untuk pernikahan. Dan ibunya harus mengurus langsung jalannya proses tersebut.

Rumah yang cukup besar dengan tiga lantai ini hanya ditinggali oleh keluarga kecil Ranendra. Memang ada beberapa orang yang bekerja, namun tidak semuanya tinggal di rumah itu.

"Bibi!"

"Iya, Aden? Aden butuh sesuatu?"

Aksa berpikir sejenak, biasanya di jam seperti ini ia akan berada di kantin dengan para sahabatnya. Namun sekarang mereka sudah lulus dan mungkin memiliki urusan masing-masing.

"Eum... Tolong buatin makanan ya, Bi. Aksa mau mandi dulu."

"Baik, Aden. Ada hal lain yang Aden butuhkan?"

"Kira-kira Mama pulang jam berapa, Bi?"

Bibi di depannya tampak terdiam mengingat-ingat apakah nyonya-nya menitipkan sebuah pesan atau tidak. "Sepertinya, Nyonya akan pulang malam, Den. Kata Nyonya, butik juga sedang ramai. Tapi, kalo urusan Nyonya sudah selesai, beliau akan pulang cepat."

"Oh, ya udah, Bi. Makasih ya, Aksa naik ke atas dulu."

Tak butuh waktu lama bagi Aksa menyelesaikan ritual mandinya. Kini, pemuda berpipi chubby itu tampak segar dengan handuk di lehernya. Air bahkan masih menetes melewati pelipisnya.

Tangannya terulur meraih ponsel yang tergeletak di meja nakas. Ia harus memberi tahu teman-temannya bahwa ia berhasil diterima di perusahaan.

Ia sebenarnya tahu mereka takut jika ia tidak diterima di sana. Karena itu mereka bersikeras memintanya untuk masuk ke perusahan milik orang tua mereka.

Tapi sekarang dirinya diterima dan akan mulai bekerja besok. Terkadang Aksa masih penasaran apakah ia masih bermimpi atau hal tadi memang benar-benar terjadi.

Aksa membanting tubuhnya ke atas kasur empuk miliknya. Ditatapnya langit-langit kamarnya dan mencoba menenangkan pikirannya.

Suasananya sungguh sepi senyap, ia bahkan tidak dapat mendengar suara yang lain kecuali detak jam dan alunan hembusan napasnya sendiri. Sedari kecil ia sudah terbiasa dengan keadaan rumah yang seperti tidak berpenghuni ini, ayahnya selalu bekerja hingga malam begitu pula butik ibunya yang selalu dipenuhi pelanggan. 

Flowbriz Textile. Perusahaan keluarganya itu tidak terlalu besar, namun terbilang cukup sukses. Tekstil yang dibuat selalu menjadi pilihan pertama para desainer terutama ibunya. Ibunya salah desainer yang sangat dikagumi di kalangan para pejabat negara karena desain-desain pakaiannya yang elegan.

Sedangkan anak-anak mereka sudah mereka tinggalkan bersama para asisten rumah tangga di tambah lagi ayah mereka selalu keras atas segala yang dilakukan. Walaupun begitu, Aksara masih bertahan untuk tinggal bersama keluarganya itu tapi tidak dengan adiknya, Randy.

Tepat hari di mana adiknya berumur 17 tahun, ia memutuskan untuk tinggal di rumah nenek dan jarang sekali mereka bertemu setelah itu. Tindakan Randy ditentang oleh ibunya, tapi ia tidak memperdulikannya dan kabur dari rumah.

Aksa menutup matanya. "Setelah ini, ayo hidup sesuai dengan keinginanmu, Aksa." Ucapnya dalam hati.

Hampir saja ia terlelap, beruntungnya suara ketukan pintu kamarnya membuat dirinya tersadar.

"Permisi, Den. Makanan Aden sudah saya sediakan di meja makan."

"Iya, Bi!"

Aksa yang tadinya ingin hampir tertidur, bangkit lagi untuk keluar. Ia mengabaikan ponselnya yang berisik. Mungkin itu pesan dari teman-temannya yang sedang heboh bertanya bagaimana bisa ia diterima di Adhiyaksa.

~~~

Bagaskara kini berganti sang rembulan ditemani para bintang. Aksa duduk terdiam di balkon kamarnya. Ingatannya kembali pada percakapan keluarganya saat makan malam tadi.

Jam tujuh lewat sedikit, ibunya pulang. Tak berselang lama ayahnya juga sudah berada di rumah. Aksa yang tahu makan malam akan segera tiba, segera turun dan duduk di salah satu kursinya.

Senyum di wajahnya belum juga menghilang, ia tidak sabar memberi tahu orang tuanya jika ia berhasil diterima sebagai calon karyawan di perusahaan besar Adhiyaksa.

Tepat pukul setengah delapan, semua keluarganya berkumpul di meja makan. Ayahnya duduk dengan angkuh di kursi utama, sedangkan ibunya tengah melayani sang ayah.

Senyum Aksa bertambah lebar saat ibunya meletakkan secentong nasi di piringnya.

"Sudah mencari kerja?"

"Papa, ini baru mau makan. Bisa dibahas nanti saja, kan?"

Aksa tahu jika ibunya tengah mengkhawatirkan dirinya, jadi dia menggeleng pelan saat ibunya melirik ke arahnya.

"Sudah kok, Pa."

Ibunya yang tadi menghela nafas pelan melihat kelakuan suaminya, kini melihat ke arah Aksa. Benarkah putranya diterima?

"Hari ini, Aksa ngelamar kerja di Adhiyaksa dan Aksa keterima, bisa mulai pelatihan kerja besok."

"Bagus, setidaknya anak sepertimu bisa berguna di perusahaan seperti itu. Aku tidak mau anak gagal untuk mengurus perusahaanku kelak."

Aksa menunduk. Mungkin sekarang dirinya hanya bisa mengatakan akan berusaha sebisa mungkin, tapi kelak ia akan membuktikan jika dirinya bisa berhasil.

"Pa."

Melihat Aksa yang terdiam setelah perkataan suaminya, ia tidak terima. Mengapa suaminya tidak bisa melihat sedikit kerja keras anaknya. Belum mencoba saja sudah dikatai gagal.

Rezaㅡ ayah Aksa, hanya mengabaikan istrinya yang terlihat tidak suka dengan perkataannya.

"Iya, Pa. Aksa akan bekerja keras, supaya bisa jadi yang Papa inginkan."

"Seharusnya memang begitu, kamu dibesarkan untuk jadi berguna buat keluarga ini."

"Sudah, sekarang lebih baik kita makan." sela Lindia, mencoba menghentikan pembicaraan yang bisa saja menyakiti hati anaknya.

"Aksa..."

Aksa menoleh, senyumnya langsung terbit saat ia melihat ibunya berdiri di pintu balkon.

"Ada apa, Ma?"

"Enggak, Mama kira Aksa sudah tidur ternyata malah nongkrong di balkon."

"Cuma mau liat rembulan ditemani bintang, Ma." Ucap Aksa lalu mengalihkan pandangannya kembali dan menatap angkasa yang dipenuhi bintang yang berpendar terang.

Lindia ikut duduk di sofa balkon milik anaknya. Tangannya terulur mengusap kepala sang anak menyiratkan ketenangan dan rasa sayang.

"Selamat, anak Mama. Akhirnya bisa diterima di perusahaan besar, Mama ikut senang."

"Aksa juga gak nyangka kalo bisa keterima, padahal kata HRD di sana banyak yang ngelamar tapi malah mengundurkan diri."

Tangan Lindia yang mengusap kepala Aksa tadi turun mengusap rahang anaknya. "Baik-baik ya di tempat kerja. Apa perusahaan tempat kamu kerja ngasih syarat tertentu?"

"Ah, itu..." Aksa ragu mengatakan bahwa ia harus tinggal di mes. Bukannya ia tidak mau, hanya saja Aksa tidak ingin meninggalkan ibunya. Memikirkan seminggu tanpa bertemu ibunya saja sudah membuat ia ketakutan, bagaimana dengan satu bulan penuh? Sudah seperti mimpi buruk bagi Aksa.

Lindia melihat keraguan dan ketakutan di mata Aksa. Ia yakin ada hal yang membuat ragu putra sulungnya itu.

"Aksa boleh cerita ke Mama, apapun itu." ucap Lindia sambil mengelus rambut Aksa lembut seperti mengelus kepala anak usia 5 tahun.

"Aksa yakin Mama tidak akan setuju dengan syarat yang diberikan tempat kerja Aksa."

Ia dapat melihat senyum terukir di wajah ibunya, "Mama pasti setuju apapun keputusan kamu, Nak."

Aksa memantapkan hatinya. "Sebenarnya Aksa masih dalam tahap pelatihan di tempat kerjaan dan mungkin Aksa akan tinggal di mes perusahaan dengan calon karyawan lainnya."

Dadanya serasa ingin meledak akibat detak jantungnya. Ia benar-benar takut ibunya tidak akan mengijinkannya.

"Kamu boleh tinggal di sana. Mau berberes malam ini? Sini biar mama bantu."

"Tapi cuma Aksa yang bisa temani Mama. Apa perlu Aksa memohon pada Randy untuk pulang agar bisa menemani Mama? Setidaknya selama Aksa di sana." Tanpa sadar air mata Aksa jatuh menetes di pipinya namun ia langsung menghapus dengan kain lengan bajunya.

"Tidak perlu, Mama baik-baik saja. Lagipula Mama bakal sibuk terus di butik. Kamu enggak perlu khawatir."

Mata coklat Aksa berpendar setelah mendengar kata ibunya dan mengijinkan Aksa untuk tinggal di mes untuk sementara.

Ibu satu-satunya sosok yang perduli dengan anak-anaknya. Ia masih bingung mengapa ayahnya selalu keras dengan kedua putranya.

Aksa memeluk Lindia dengan erat.

"Sudah larut, Ma. Mama pergi tidur sana." Ucapnya sembari melonggarkan pelukannya. Aksa benar-benar seperti anak berumur 5 tahun jika bersama ibunya.

Lindia mengangguk dan berlalu dari ruangan Aksa dan meninggalkan Aksa sendirian.

Aksa merasa tidak mengantuk, ia berpikir untuk bergadang malam ini mungkin hanya sekedar bermain games atau menonton series.

Bunyi pesan masuk membuat Aksa membuka handphone-nya yang sedari tadi siang yang ia hiraukan setelah memberi kabar gembira.

_________

Aksara: GUE KETERIMA DI ADHIYAKSA!!!
15.26

Ozarn : LO SERIUSAN DITERIMA DI ADHIYAKSA?? GUE GA PERCAYA!
15.27

Danuar: Teman gue ini memang yang terbaik. Gak kayak lo yang taunya ongkang-ongkang kaki, Jak!
15.27

Ben: Congrats, Sa. Kapan mulai kerja?
15.27

Ozarn: Enak saja. Walau gitu, duit tetap jalan, bro!
15.28

Danuar: Pamer. Btw kapan masuk kerja, Sa?
15.29

Ozarn: Lo kok gak jawab sih, Sa?
15.29

Ozarn: SUMPAH GUE PENASARAN LU KENAPA BISA DITERIMA. TETANGGA GUE AJA PULANG DARI ADHIYAKSA LANGSUNG NANGIS PARAH!
15.30

Ozarn: Yo, Sa?!
15.33

Danuar: Dia mungkin tidur setelah capek karena wawancara, Jak.
15.33

Ozarn: SA!? BANGUN OIII!
15.50

Ben: Berisik, bangsat!
15.59

Ozarn: Udah bangun belum lu, Sa?
22.45

Danuar: LO BISA DIAM GAK SIH, JAK! AKSA JAM SEGINI UDAH JADI PUTRI TIDUR!
22.46

________

Aksa tertawa membaca satu-persatu pesan dari temannya itu. Ia ingin membalasnya, namun ia mengurungkan niatnya karena ia ingin melihat ekspresi teman-temannya secara langsung terutama Ozarn yang pasti sangat heboh.

Ia melihat di bagian ujung layar handphone-nya, waktu sudah menunjukkan pukul 11.01.

"Sebaiknya aku berberes untuk besok." ia berjalan ke arah lemari miliknya namun ia merasa gelisah dan merasa seperti ada yang menatapnya.

Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling kamarnya, namun tidak ada yang berubah dari kamarnya. Bahkan pintu balkon rumahnya sudah ia tutup baik pintu ataupun tirainya.

Aksa tidak takut akan hal mistis seperti hantu atau yang semacamnya, hanya saja kali ini yang ia rasakan berbeda, ia seperti diawasi namun tidak yakin oleh siapa atau apa.

"Siapa?" Panggilnya pelan.

Continue Reading

You'll Also Like

2M 47.7K 54
Elia menghabiskan seluruh hidupnya mengagumi sosok Adrian Axman, pewaris utama kerajaan bisnis Axton Group. Namun yang tak Elia ketahui, ternyata Adr...
460K 53.9K 66
Prisha nyaris menghabiskan dua windu hidupnya untuk mencintai seorang saja pria. Terjabak friendzone sedari remaja, Prisha tidak pernah menyangka jik...
766K 39.5K 39
Cinta mereka tidak setara. Pernikahan mereka diambang perceraian. Ketika kata cinta datang terlambat, semuanya hampir tidak selamat. "Saya membebaska...
Bed Mate By Ainiileni

General Fiction

549K 18.4K 45
Andai yang mabuk-mabukan di barnya bukan Aruna, Mario tidak akan peduli. Namun karena yang berada di depannya adalah mantan tunangan dari sahabatnya...