Tensura: Rimuru and the Paral...

By XRider5

14.7K 1K 303

Dunia Parallel, kira-kira apa yang kamu pikirkan ketika mendengar kata ini? Dunia lain? Kehidupan lain? Cermi... More

Info
Prolog
(A) 1. Pahlawan
(A) 2. Rimuru Teslarnd
(A) 3. Dia?
(A) 4. Mencoba mengerti
(A) 5. Benarkah?
(B) 6. Apa itu?
(B) 7. Ini benar?
(B) 8. Kalian!
(B) 9. Demon lord lain
(B) 10. Pertemuan: Part 1
(B) 11. Pertemuan: Part 2
[Info] Penjelasan penting
(C) 12. Monster
(C) 13. Sedikit istirahat
「𝚃𝚊𝚗𝚍𝚊 𝚋𝚊𝚌𝚊」
(C) 14. Ancaman
(C) 15. Mulai
(C) 16. Tidak diduga
(C) 17. Mengherankan
(C) 18. Mirip bukan berarti sama
(C) 19. Sepotong-sepotong
(C) 20. Malaikat?
(C) 22. Lihat dirimu
(C) 23. Berpisah
(D) 24. Dua sisi
(D) 25. Tuan dan pelayan
(D) 26. Hubungan
(D) 27. Kunjungan

(C) 21. Ditunggu-tunggu

222 24 28
By XRider5

✧𝑻𝒆𝒏𝒔𝒖𝒓𝒂: 𝑹𝒊𝒎𝒖𝒓𝒖 𝒂𝒏𝒅 𝒕𝒉𝒆 𝑷𝒂𝒓𝒂𝒍𝒍𝒆𝒍 𝒘𝒐𝒓𝒍𝒅✧
----------------------------------------------------------

[A/N: ❖ = skip]

Tidak ada kesan apapun yang mereka dapatkan saat melihatnya, entah itu buruk maupun baik. Semua terasa kosong dan seperti tidak ada apa-apa, padahal jelas-jelas ialah yang sudah membuat Yuuki se-menyedihkan itu.

Mereka tidak merasakan apapun, bahkan takut sekalipun.

Meski pandangan mata keduanya setajam mata pedang, tubuh mereka benar-benar lemas. Itu karena mereka tidak merasakan hawa permusuhan apapun, Benar-benar tidak ada sedikitpun.

Orang berjubah yang tadinya menatap gelembung tempat Yuuki tersiksa, kini menoleh kepada Tenial bersaudari. Entah tatapan apa yang ia lemparkan. Tatapan Tajam? Permusuhan? Ataukah mungkin tatapan persahabatan? Tidak ada yang tahu, wajahnya benar-benar ditutupi oleh bayangan.

Beberapa detik kemudian, gelembung itupun menghilang.

Menyisakan tubuh Yuuki yang terkulai lemas dalam keadaan duduk bersandar pada tembok. Anehnya, luka pada tubuh anak itu hilang tanpa sisa, sungguh tidak ada yang tersisa meski itu secuil goresan. Seluruh aksesoris agung menghilang dan tergantikan oleh pakaian yang biasa dipakainya, persis seperti diawal pertarungannya.

Tentu kedua saudari yang menyaksikan hal tersebut memiliki ekspresi heran dalam wajah mereka, apa tujuan orang ini?

Orang itu berjalan menuju tempat Yuuki. Suara langkahnya bergema, menghiasi suasana sekitar yang sangat sunyi karena terjebak dalam linglung.

Berhenti tepat sebelum tiga langkah dari Yuuki, orang itu kemudian berlutut satu kaki dan berdiam sejenak.

"Dia benar-benar membuang mu, ya?"

Tak lama, iapun berdiri.

Pertanyaan yang terdengar retorik tetapi meninggalkan segudang pertanyaan. Keingintahuan yang besar sungguh dapat menjadi pedang bermata dua bagi setiap orang.

Ia mengulurkan salah satu tangannya, tepat kearah ubun-ubun pemuda itu. Dengan suara lembut seperti silir, ia kemudian menyebutkan sebuah nama.

"Beelzebuth."

Segumpal energi hitam pekat dengan bentuk seperti kepala monster muncul, lalu melahap tubuh pemuda itu bulat-bulat.

Tidak, Yuuki tidak menghilang dari tempatnya, karena beberapa detik setelahnya energi itu menghilang dengan sendirinya seperti tertiup angin. Dan Yuuki masih diposisi semula, tanpa bergeser sedikitpun.

Orang tersebut memandangi telapak tangannya, lalu sedikit menengadah dan segera menyadari sesuatu.

"Kenapa jadi sepi sekali?"

Dan saat ia menoleh kearah Tenial bersaudari yang sama-sama tampak bingung, ia kemudian segera menyadarinya.

"Ah.. haha, sepertinya aku sedikit berlebihan?"

Dia segera berjalan mendekati kedua kakak-beradik itu. Masih sama dengan suasana sunyi, tapi entah mengapa malah terdengar mencekam, sampai kapan ini akan berlangsung?

Mereka berdua benar-benar diam tanpa sedikitpun ancang-ancang ingin menyerang, kecuali dari tatapan tajam Ciel yang sangat menusuk.

Tapi bahkan belum sempat sampai sepertiga dari perjalanannya, tiba-tiba sesuatu berhasil mendobrak pintu dan menghancurkannya.

Kebetulan sekali, Tenial bersaudari sedang membelakangi pintu besi yang tadinya baik-baik saja itu.

"Sahabat, aku datang -noda!!"

"Eh?"

Bersamaan dengan pekikan riang nan akrab, seseorang melesat dan berhenti tepat diantara mereka bertiga dengan diikuti hembusan angin.

Rambut twintail merah mudanya bergerak mengikuti arah angin. Mata biru muda itu menatap tajam kearah orang berjubah putih, sedang kedua tangannya menggenggam erat pedang Daemones miliknya.

Ia seperti seekor singa yang tidak akan membiarkan mangsanya kabur dari pandangannya. Dalam posisi siaga yang kokoh, ia berusaha melindungi Tenial bersaudari yang tengah berada dibelakangnya.

Dia adalah Kapten pasukan Red horn, Milim Galeon.

"Menjauh lah, atau kau siap untuk mati!"

Alis kiri orang itu terangkat.

"Kamu kan--"

"Sahabaatt!"

Yang tiba setelahnya adalah seorang pengacau ulung yang sangat terkenal di markas besar ini.

Milim Nava, dia yang datang.

Tidak seperti Kapten Galeon yang berhenti dengan halus meski dalam kecepatan super, Nona Nava ini tampaknya lebih memilih cara yang sangat 'mulus' dalam melakukannya.

Dalam kecepatan tinggi, ia terbang dengan riang kearah orang berjubah itu dan menabraknya hingga terjatuh ke lantai. Suara dentuman yang begitu keras menggelegar, kau bahkan bisa mendengarnya dari luar ruangan kokoh ini.

Sekumpulan asap benar-benar menutupi area sekitar karena dampaknya. Dan saat asap tipis itu telah menyingkir, tampaklah kedua orang gadis sedang berada diatas lantai yang telah hancur bagaikan kawah.

Begitu mereka bertiga (Kapten Milim dan Tenial bersaudari) melihatnya, sontak mereka terbelalak.

Mereka benar-benar merasa tak percaya terhadap apa yang mata mereka tangkap. Ini bukan soal gadis Nava yang datang dan bertindak seenaknya.

Namun ini adalah soal gadis cantik nan indah yang kini dipeluknya.

"Hei, kau mau tempat ini hancur?"

"Itu tidak penting. Yang terpenting sekarang ayo kita main, Rimuru. Aku sudah sangat bosan sejak kemarin -noda."

"Tidak, tidak, tidak, Bisakah kau tidak menyepelekan setiap hal."

Milim menggembungkan pipinya dan memalingkan wajahnya, ia menunjukkan ekspresi tidak senang. Bahkan sikap kekanak-kanakan nya melebihi anak-anak itu sendiri.

"Sia-sia kau bersikap seperti itu."

Sementara Milim merajuk, sosok dari orang berjubah itu kini benar-benar terlihat jelas berkat udara yang sudah menjadi lebih jernih.

Tudung jubah yang tadinya menyembunyikan seluruh kepala hingga wajahnya kini terbuka. Memperlihatkan paras cantik yang sangat elok, mampu menarik hati siapapun yang melihatnya.

Rambut silver kebiruan nya yang sehalus sutra tergerai panjang. Sepasang pupil emas yang lembut nan menawan seperti mampu melihat menembus jiwa, sungguh kecantikan surgawi yang tak akan habis jika didefinitifkan dengan hanya kata-kata semata.

Bahkan mereka bertiga yang menyaksikannya hanya bisa tertegun, tidak, ini lebih tepat disebut membeku karena rasa kekaguman yang tinggi. Sehingga melupakan sesuatu yang benar-benar terang dihadapan mereka.

Menyadari tatapan yang intens dari ketiganya, orang itu merasa tidak tahan dan akhirnya bertanya.

"Etto... apakah ada yang saya bisa bantu?"

""Eh?""

Mereka seperti tiba-tiba tersadar dari sebuah lamunan tanpa batas.

"Ehem," Kapten Milim menarik perhatian. Masih dalam posisi sebelumnya ia lalu berbicara, "Dari gerak-gerik mu, sepertinya kau lebih ingin menyelesaikan ini dengan jalan yang lebih baik, apakah itu salah?"

Mendengarnya, sudut mulutnya tampak terangkat. Dia senang karena apa yang ia inginkan berhasil terbaca.

"Ya, aku suka itu."

Sebuah ruangan besar dengan segala barang dan tema futuristik memenuhinya.

Ruangan ini pada dasarnya hanya memiliki dinding putih bersih, tetapi berkat penggunaan desain modern yang tepat, ruangan ini menjadi sangat hidup dengan diiringi lampu-lampu biru lembut dihampir sela-selanya.

Selusin tempat duduk berwarna terang disusun melingkari meja bundar besar berwarna cokelat yang ada tepat ditengah-tengah ruangan.

Tampaknya ini adalah ruangan yang diperuntukkan untuk aktivitas rapat atau diskusi semacamnya. Meski nyaman, tetapi tetap tak mengundang kantuk.

Karena tempat duduknya benar-benar terbuat dari kayu tanpa embel-embel bantal ataupun bahan lembut lain, membuat tidak ada tempat untuk tidur disini. Apakah ini informasi yang kurang penting? Lupakan.

Suara pintu terbuka lalu terdengar, Memecah kesunyian dari ruangan besar kosong itu.

Dua orang gadis memasuki ruangan dengan hati-hati dan duduk di salah-dua kursi yang saling bersebelahan.

Mereka berdua adalah Rimuru Tenial dan Ciel Tenial.

Menggunakan rok dan pakaian serba hitam formal yang sopan dan rapi, mereka mendatangi pertemuan yang diadakan oleh Kepala Komunikasi Dan Informasi Pusat M.T.A.--- Guy Primodes--- di ruangan ini.

Tapi tampaknya, mereka benar-benar tiba lebih awal.

"Hanya kita berdua."

"Bagaimana tidak, kita saja datang satu jam lebih awal, Kak."

Dari awal mereka memang merencanakan datang lebih awal, dan situasi sangat mendukung dengan pekerjaan mereka yang ternyata bisa selesai jauh lebih cepat. Karena itulah mereka dapat tiba diwaktu yang masih sangat awal.

Demi mengisi waktu luangnya, Ciel pun mengeluarkan buku untuk dibaca.

"Eh, kamu membawa buku?"

"Buku adalah salah satu sumber hiburan, Kakak mau aku hanya celangap dalam satu jam ke depan?"

"Aku mengerti, tapi ini masih pertemuan formal loh. Bisa-bisanya kamu sempat membawa novel."

"Aku sudah sering melakukannya, jadi santai saja."

"Kamu sering melakukannya?"

Rimuru terkejut dengan ketenangan Ciel saat menjawabnya.

Bukankah tidak sopan jika kamu seenaknya melakukan hal lain dan mengabaikan orang yang berbicara di suatu forum?

"Daripada mendengarkan orang yang tinggi bicara tapi tak mengerti apa-apa, mending aku melakukan hal yang bermanfaat saja."

"Kamu tidak bisa mengatakannya sesederhana itu tahu." Rimuru menghela napas pasrah.

Lima belas menit telah berlalu.

Waktu terlewat begitu cepat bagi Ciel, tapi sebaliknya untuk Rimuru yang hanya duduk diam tanpa melakukan apapun.

"Ciel, kamu bawa novel lain tidak?"

"Ada, novel romantis." Ciel tersenyum jahat.

Rimuru mengernyit kesal.

Ciel sengaja membawa novel dengan genre yang paling Rimuru benci, padahal buku yang dibaca Ciel sendiri bergenre sejarah (kesukaan Rimuru).

"Kau sengaja ya. Cih, baiklah, berikan bukunya."

Meski tampak kesal, Rimuru tetap mengambilnya. Dia lebih memilih menahan muntah saat membaca buku itu daripada harus terus kebosanan di 45 menit ke depan.

Disamping itu Rimuru juga heran, bagaimana anak ini bisa menyembunyikan buku sebesar ini tanpa ketahuan? Tapi dia lupakan nya dan lanjut membaca.

Tanpa terasa, akhirnya tiga puluh menit pun berlalu.

Meski sering kali melompati beberapa adegan di novel, Rimuru tetap merasa bersyukur telah mengambil keputusan itu.

Rimuru merasa pasti akan ada orang yang datang, jadi dia meminta Ciel untuk berhenti dan menyembunyikan bukunya kembali. Dia memang yakin tidak akan ada yang marah, tapi dia tetap tidak ingin orang lain merasa terganggu oleh sikap tidak sopan nya.

Dan benar saja. Tidak berselang satu menit kemudian, pintu pun terbuka.

"Kalian datang lebih awal ya?"

"Kenapa kalian tidak mengatakan datang lebih cepat, berapa lama kalian sudah menunggu?"

Yang datang adalah Guy Primodes dan Milim Galeon dalam pakaian formal masing-masing. Terlihat Guy juga melepas ikat kepala nya.

Rimuru dan Ciel berdiri untuk melakukan sikap hormat, lalu duduk kembali.

"Pekerjaan kami ternyata selesai lebih cepat, jadi kami memutuskan untuk datang lebih awal." Jawab Rimuru seraya menyentuh belakang kepalanya.

Guy dan Milim mengambil tempat duduk yang juga bersebelahan, Milim tepat disebelah kiri Rimuru.

"Benarkah? Kalau begitu syukurlah." Guy pun duduk.

"Kalian sudah merawat luka-luka kalian 'kan? Kalian terluka sangat parah tadi. Haruskah aku membatalkan pertemuan ini?" Milim terus bertanya dengan cemas.

"Eh jangan, senpai. Kami sudah sembuh kok."

Mengabaikan Rimuru, Milim kini beralih menyalahkan Guy.

"Ini salahmu, Guy! Kenapa kau mengajak mereka di saat seperti ini. Kau pikir luka bisa sembuh dalam hitungan detik apa."

"Memang bisa 'kan." Celetuk Guy.

"Bedakan dirimu dengan junior mu!"

"Em tapi, senpai. Luka itu memang menghilang dalam hitungan detik."

Rimuru memotong pertengkaran Milim dan Guy. Kedua kucing-tikus itu terkaget begitu mendengarnya.

"Eh?"

"Tunggu, Rimuru. Bagaimana?" Guy penasaran.

Rimuru lalu menjelaskan.

Tepat setelah tawaran sebelumnya Milim diterima, dirinya dan Ciel akhirnya dibawa untuk dirawat atas luka-luka mereka.

Awalnya semua berjalan normal sesuai prosedur yang seharusnya, mereka juga sempat pulang dalam keadaan penuh dengan perban yang melekat. Hingga sampai Rimuru ditelepon Guy untuk mengikuti pertemuan, tiba-tiba saja mereka merasa terjadi hal aneh pada tubuh mereka.

Sungguh mengejutkan, seluruh luka di sekujur tubuh mereka hilang tanpa sisa seakan memang tak pernah ada. Bahkan tanpa mereka sadari, pakaian dan perban yang awalnya juga kotor karena darah juga bersih seketika. Benar-benar hanya terjadi sesaat.

Karena itulah mereka tanpa ragu menyetujui permintaan Guy, lalu segera pergi bersiap seperti yang seharusnya.

"Eh? Benarkah seperti itu?"

Rimuru mengangguk untuk mengkonfirmasi.

"Kamu tidak merasakan sesuatu apapun saat itu terjadi?" Guy bertanya.

"Kami tidak merasakan apapun kecuali perasaan dingin yang seperti menyelimuti tubuh kami, bukan dingin yang menusuk tapi dingin yang menenangkan. Dan itu terjadi sangat cepat, benarkan Ciel?"

Ciel mengiyakan pernyataan Rimuru.

Guy menghela napas lelah, ia melemaskan badannya dan menjatuhkan dirinya pada sandaran punggung kursi. Begitu banyak hal yang telah terjadi, dan tidak sedikit pula yang ikut membuatnya sakit kepala.

"Baiklah. Saat pertemuan telah dimulai, keluarkan semua pertanyaan yang kalian punya. Dia sudah memberitahuku, dan aku cukup yakin dia akan menjawabnya dengan benar ... Semoga."

"Dia? Siapa yang kau maksud?" Tanya Milim.

"Hm? Ah, aku lupa. Aku belum memberitahumu ya? Sesaat sebelum aku meminta pertemuan ini, aku berunding ringan dengannya. Dia menyebut namanya Ri--"

Suara pintu terbuka dan pekikan girang seorang gadis pendek berambut merah muda memotong kalimat Guy yang sedang menjelaskan.

Perilaku sembrono ini tentu tidak dilakukan oleh siapapun kalau bukan ...

"Oi, Milim. Ini bukan Tempest, jadi bisakah kau lebih lembut?" Celetuk pria jangkung bersurai merah.

“Tidak, tidak, tidak, tolong jangan gunakan negaraku sebagai tolok ukur pada kalimat mu.” Protes gadis bersurai biru.

"Apa? Aku hanya mengatakan apa yang kerap kulihat."

“Berhentilah berbicara omong kosong, Guy.”

Diselingi dengan perdebatan santai, mereka berjalan menuju kursi kosong yang tersisa.

Mereka mengambil tempat duduk yang berseberangan dengan keempat orang sebelumnya, tepat dalam posisi berhadap-hadapan. Gadis bersurai biru ditengah, sedangkan dari sudut pandangnya, Guy Crimson di kanan dan Milim Nava di kirinya.

Gadis bersurai biru itu berseberangan lurus dengan Milim Galeon yang juga bersebelahan langsung dengan Rimuru Tenial.

Kapten Milim tertegun sesaat sebelum tersadar kembali. Dia mencoba menempatkan dirinya pada ketenangan dan mencoba bersikap profesional.

Ternyata tidak hanya Kapten Milim saja, bahkan Tenial bersaudari juga tertegun. Tapi untuk beberapa alasan, pak Guy sudah tidak terkejut lagi.

“Ah, sepertinya semuanya sudah ada di ruangan. Maaf untuk keributan tadi.”

"Tidak perlu minta maaf, Rimuru-san. Kami sejujurnya sudah terbiasa akan hal semacam itu."

Guy menanggapi permintaan maaf dari orang itu dengan ramah.

Tapi begitu mendengar Guy menyebutkan nama tersebut pada orang itu, seketika Kapten Milim terkejut dalam rasa bingung. Haruskah aku juga mengatakan hal yang sama juga terjadi pada Tenial bersaudari? Karena sudah jelas-jelas hal tersebut terlukis pada wajah mereka.

"Tunggu, Guy! Apa maksud panggilan mu? Jadi namanya.."

“Maaf, saya sepertinya terlambat memberitahu yang lain tentang hal itu,” kata orang itu.

“Perkenalkan, nama saya Rimuru Tempest. Sama seperti mereka berdua, saya juga dari dunia Cardinal.” Dia memperkenalkan diri dengan sopan.

"Ap-- tunggu sebentar!" Kapten Milim mencegat.

“Ya?”

"Aku mengerti kalian dari dunia lain, tapi kenapa setiap orang harus memiliki penampilan yang sama dengan kami? Maksudku, apa yang sedang terjadi sih!?"

“Oke, oke, aku menangkap intinya. tapi sebelum itu ...” Rimuru (prime) menoleh kepada Guy.

“Kau tidak menjelaskannya ya?” dia berwajah kesal.

[A/N: Sekedar pemberitahuan saja. Agar tidak bingung dalam membedakan satu sama lain, mulai dari sini saya akan hanya menggunakan nama pada orang-orang dunia Cardinal (Dunia utama). Saya sesekali bisa saja menambahkan pangkat jabatan, panggilan kehormatan, nama panjang, gelar, atau sejenisnya untuk membedakan mereka.

Tapi yang perlu diingat adalah saya akan sering kali menyebutkan makhluk dunia utama dengan hanya sekedar nama mereka. Contohnya:

• "Rimuru" = Rimuru dari dunia utama.

Tapi di beberapa kesempatan mungkin ada seperti:

• "Raja iblis Guy" / "Guy Crimson" = Guy Dunia utama.

Sedangkan untuk mereka yang merupakan versi alternatif (kembaran) dari karakter dunia Cardinal tetap akan disebutkan pangkat jabatan, panggilan kehormatan, nama belakang, atau sejenisnya dalam diri mereka masing-masing, yang bisa mewakilkan pribadi mereka. Contohnya:

• "Tuan Primodes" / "Guy Primodes" = Guy Alternatif / Parallel.

• "Tenial bermata emas" = Rimuru Tenial.

Saya sebelumnya memang sudah menetapkan sebuah panggilan pada mereka yang merupakan bagian dari dunia Parallel dengan menambahkan "Alter" pada nama mereka 'kan?

Saya memang tetap menggunakannya, tapi tidak di setiap / banyak adegan.

Karena saya hanya ingin merasa mereka benar-benar dibuat hidup; bukan secara terang-terangan terlihat seperti hanya sekedar mainan bagi pembuatnya, melainkan juga bagian dari 'kisah hidup' penciptanya.

Ya sebenernya biar ndak keliatan monoton aja sih..

Catat bahwa peraturan ini akan mulai diterapkan pada cerita tepat saat A/N ini berakhir. Jadi beberapa paragraf diatas tidak dihitung sudah masuk dalam peraturan ini.

Untuk sudut pandang orang pertama, mungkin panggilan mereka akan menyesuaikan dengan posisi sudut pandang masing-masing. Jadi, bisa saja nantinya saat berada di sudut pandang karakter alternatif, mereka bisa saja hanya menyebutkan nama pada sesama karakter alternatif alih-alih tambahan sebutan pada panggilan.

Dan apakah kalian memperhatikan tanda petik Rimuru berbeda dengan yang lain? Saya sengaja melakukannya.

Semoga Anda membaca keseluruhan catatan ini, jika ada pertanyaan bisa langsung ditanyakan,

dan terimakasih untuk perhatiannya.]

Wajah Guy terlihat tidak senang.

"Itukan tugasmu untuk menjelaskan semuanya."

“Tsk, kupikir kau sudah melakukannya. Jadi kau hanya bercerita setengah?”

Guy memejamkan mata dalam diam saat menyilang kan tangannya. Rimuru hanya bisa menghela napas lelah.

“Seperti yang saya sudah beritahukan sebelumnya kepada bapak Guy disana. Selama masih berkaitan dengan 'hal itu', saya akan memberitahu semua jawaban yang kalian inginkan.” Rimuru mengumumkan.

"Heh.. membosankan -noda." Milim tampak protes.

Rimuru mengambil barang dari suatu portal kecil yang muncul. Lalu barang yang berupa toples berisi madu itu ia berikan kepada Milim.

“Makannya pelan-pelan saja.”

"Okey!"

Milim menyantap madu itu dengan lahap.

“Baiklah, kita akan mulai dari pertanyaan Nona Galeon yang sebelumnya.” Rimuru lalu menoleh kepada Milim. “Milim, bulu itu, bisakah aku meminjamnya sebentar?”

"Umm.. tentu.. apapun untuk sahabat." Disela-sela menyantap madu, ia menyempatkan untuk menjawab.

Suatu portal hitam kecil muncul kembali dan ia menarik benda yang dimaksudnya dari dalam sana.

Sebuah tabung dengan sehelai bulu putih didalamnya lalu diletakkan ditengah-tengah meja, itu adalah bulu yang pernah Guy tunjukkan sebelumnya.

“Kalian pernah ditunjukkan bulu ini sebelumnya oleh Guy 'kan?”

Semua orang membenarkan.

“Pemilik benda ini bernama Feldway, apakah ada yang pernah dengar nama itu?”

Pak Guy memegang dagunya saat berusaha mengingat sesuatu. Nama orang ini, dia pernah mendengarnya.

"Feldway ... Feldway Saphim adalah salah satu pejabat tinggi pemerintahan yang berasal dari ras Malaikat. Meski tidak pernah terlihat menunjukkan kekuatan bertarung karena selalu sibuk dengan urusan pemerintahan, dia sangatlah kuat. Aku mungkin perlu usaha lebih jika ingin menang darinya." Kepala Ruang Pengendali itu menjelaskan yang dia ketahui.

"Kesimpulannya kau jauh lebih lemah darinya." Ejek Guy.

"Satu-satunya kesalahan dalam perkataan mu adalah 'Jauh lebih', karena aku memang bisa menang darinya."

Tuan Primodes masihlah memiliki harga diri yang tinggi. Selama itu belum jelas terbukti, dia lebih suka menyebutnya seimbang.

“Apa menurutmu dia pernah melakukan hal yang mencurigakan?” tanya Rimuru.

"Hm.. dia terlihat cukup cuek. Tapi kalau masalah tentang perang akhir-akhir ini, mengatakan tidak juga tidak bisa. Karena mencari informasi semacam itu darinya sangat sulit, seperti memang sengaja ditutup-tutupi."

Guy alter bahkan juga tidak bisa memastikannya.

“Dunia kita ini seperti sebuah kelereng yang dikelilingi cermin.” Rimuru melepaskan punggungnya pada sandaran kursi.

Rimuru sekali lagi membeberkan rahasia dunia. Dia mengibaratkan sebuah kelereng sebagai objek utama dan cermin sebagai media perantaranya.

Bayangkanlah empat buah cermin datar telah kamu susun sedemikian rupa untuk saling berhadap-hadapan sisi pemantul nya. Lalu kamu letakkan sebuah kelereng ditengah-tengahnya sehingga terpantul lah bayangan kelereng itu oleh cermin-cermin tadi.

Bukankah sekarang kelereng itu terlihat ada lebih dari satu? Satu ada ditengah-tengah lingkaran cermin dan sisanya ada dalam cermin. Tapi tentu yang nyata hanya satu, yaitu yang berada di tengah-tengah lingkaran, yang benar-benar nampak jelas keberadaannya.

Begitulah caranya orang-orang tidak tahu adanya keberadaan dunia Parallel, karena mereka hanya terpaku pada sudut pandang 'kamu'. Sedangkan orang-orang yang penasaran dan terus melemparkan teori begini dan begitu adalah yang meyakini dunia Parallel itu ada.

Bahkan orang yang banyak berpikir juga disebut bodoh, kata-kata ini akan memiliki makna yang berbeda tergantung dari bagaimana kalian memandangnya.

Ada, nyata, dan nampak, seperti itulah dunia tempat mereka lahir dan berpijak. Ada, nyata, tapi tidak nampak, seperti itulah dunia lain yang hidup saling berdampingan.

Tidak, sungguh mereka juga adalah bagian dari itu semua, tapi mereka hanya tidak menyadarinya. Karena memang 'mata' mereka tidak mampu menyaksikannya, juga ada penghalang besar yang menghalangi itu terjadi, untuk segudang kebaikan.

Bayangan kelereng yang dipantulkan oleh cermin itu adalah dunia parallel yang tampak tapi tidak nyata, apakah ada yang benar-benar bisa memastikannya? Aku juga tidak tahu, bisa saja ini hanya mimpi 'kan.

Kamu bisa melihatnya, tapi tidak bisa menyentuh kelereng di dalam cermin itu. Yah.. karena secara harfiah itu hanya cermin, kan sudah kubilang cermin dan kelereng itu hanya sebuah perumpamaan.

Tapi hubungan dunia ini dan dunia lain, nyata 'kan?

"Kenapa aku jadi merinding."

"Ada lebih dari satu cermin, bayangan cermin yang satu akan terpantul lagi pada cermin lain, dengan kata lain bukankah kelereng itu sekarang memiliki jauh lebih banyak bayangan?"

Rimuru tersenyum atas perkataan Kapten Galeon.

“Ada lebih dari ratusan, tidak, ratusan ribu dunia Parallel yang terjalin dengan dunia ini.” Tangannya meraih tabung itu. “Kalian hanya tidak mampu melihatnya.” Lantas ia buka satu-satunya tutup tabung itu.

Seketika aura putih tipis menyebar dan memenuhi seluruh ruangan.

'Apa ini? ini bukan aura yang kami rasakan sebelumnya. Ini jauh lebih kuat!' Iblis Primodes merasakan perbedaan besar dari aura tersebut.

Memang yang terlihat dari luar hanyalah energi tipis seperti aliran air keluar dan menyebar, tapi nyatanya tidak se-remeh itu.

Energi itu benar-benar sebuah intimidasi mutlak, bahkan mampu membuat salah-dua dari orang terkuat dari organisasi ini tak mampu berbicara karena tertindas olehnya. Apalagi kedua bersaudari yang berada disana.

Tapi sebaliknya bagi orang yang berada di seberang mereka. Ketiga orang itu menyeringai begitu merasakannya.

“Wah, wah, kamu benar-benar membenciku bukan? Padahal aku hanya membela diri.” Rimuru menatapnya seakan sedang berbicara pada bulu itu.

Seketika muncul gumpalan energi hitam yang menyapu dan menelan semua aura itu. Diikuti Rimuru yang menutup kembali tabungnya, aura itupun sepenuhnya hilang dari udara.

"Bahkan bulu yang sudah terputus saja mampu bereaksi terhadap keberadaan mu, tampaknya hanya kehancuran yang menunggu begitu kalian bertemu." Sarkas Guy yang dibalas wajah poker oleh Rimuru.

"T- tunggu ... aura apa ... barusan?" pak Guy bertanya diantara napas tersengal-sengal nya.

“Itu milik ham-- seseorang yang barusan kita bahas.”

"Feld.. way?"

Rimuru mengangguk demi mengkonfirmasi tebakan dari dirinya yang lain.

“Meski aku mengumpamakan dunia Parallel seperti kelereng dan cermin, nyatanya tidaklah sesederhana itu.”

Rimuru melemparkan sebuah batu merah oval kearah Guy Primodes. Mata mereka berempat melebar begitu melihatnya.

"Hei tunggu, kau yang mencurinya?" Tanya pak Guy blak-blakan.

'Aku keceplosan! Meski auranya sangat beda, tapi dia tetap saja memiliki wajah yang serupa dengan Rimuru.' pikir Tuan Primodes panik.

"Benar, dia yang mencurinya."

“Hei bukan aku! Dan kenapa malah kau yang membalasnya.” Rimuru menatap kesal kepada Guy.

Dia menghela napas lelah, lalu kembali beralih kepada pak Guy dan kelompoknya untuk menjelaskan.

“Batu itu adalah makhluk hidup. Meski tidak memiliki tangan dan kaki, dengan kekuatan Feldway, benda itu mampu pergi untuk meretas sistem keamanan markas ini, pak.” Rimuru menjelaskan.

Kapten Milim merebut batu itu dari tangan Tuan Primodes. Dia mencoba mengecek kembali Ruby itu.

"Tidak ada?"

“Aku sudah menghancurkan inti nya, itu menjadi batu biasa sekarang.”

"Tung- dia punya inti!?" Kapten Galeon tampaknya baru menyadarinya.

Begitupun juga tiga lainnya yang tampak tak percaya, padahal mereka sudah memeriksanya.

“Ah, sepertinya kalian kurang memperhatikan? Inti nya memang berukuran sangat kecil, jadi tentu sulit dilihat dengan mata telanjang.”

Rimuru mencoba menenangkan mereka.

“Biasanya intinya akan seperti setitik daging seukuran debu. Karena energi Feldway yang 'spesial' dan baru kalian lihat, jadi tentu tidak bisa dideteksi oleh teknologi biasa.” Rimuru menjelaskan.

Dia mengatakan batu itu berhasil meretas sistem keamanan gedung dengan menempel pada inti sirkuitnya keamanan terdekat, secara diam-diam tentunya.

Begitu merasakan aura kecil Feldway melalui transformasi Yuuki, Rimuru akhirnya turun tangan untuk melepas batu itu sebelum akhirnya menginterupsi pertarungan Yuuki.

“Hei teman-teman,” Rimuru memanggil Tenial bersaudari. “Apa kalian juga merasa Yuuki seperti orang gila seiring berjalannya pertarungan waktu itu?”

"Ah, kami melihatnya, kan Ciel?"

Saudarinya mengangguk setuju. "Apakah karena efek dari kekuatan pria Feldway itu?"

Rimuru membenarkan hipotesis Ciel.

“Meski memberikan kekuatan yang luar biasa secara instan, 'berkah' kekuatan Feldway juga merusak mereka yang tidak bisa menanganinya. Kekuatan yang terlalu berat bagi bocah itu.”

Rimuru memasang wajah menyesal, dia lantas berdiri dari kursinya dan membungkukkan badannya. “Tolong maafkan aku, karena aku, kalian menjadi incarannya.”

Tenial bersaudari tampak panik saat melihat Rimuru merendahkan kepalanya dan meminta maaf dengan tulus.

"T- tidak, itu tidak masalah samasekali, Rimuru-san! Mendapatkan pertolongan darimu saja sudah merupakan sebuah inayat bagi kami. Jadi tolong angkatlah kepala anda." Rimuru Tenial bersuara dengan panik tatkala saudarinya juga ikut mengangguk-angguk.

Rimuru kaget dan sedikit tersenyum paksa saat mendengar suatu kata masuk dalam kalimat itu.

Firasatnya seperti mengatakan ini akan mengarah ke hal absurd jika terus berlanjut lebih jauh. Jadi dia dengan segera tegak dan kembali duduk seraya berkata pada dirinya sendiri bahwa itu hanya halusinasinya.

Mereka berdua memang benar-benar terluka parah saat itu. Meski menyakitkan, tapi mereka yakin itu tidak ada apa-apanya dibandingkan takdir yang menunggu mereka.

'Ini masih belum ada apa-apanya.' pikir dua gadis kembar itu bersamaan.

Mereka masihlah seorang pemula yang minim pengalaman, pasti masih lebih banyak lagi 'rasa sakit' yang lebih menyakitkan daripada saat itu dimasa depan, dan mereka sadar akan hal itu.

Rimuru yang seolah mendengar suara hati mereka pun tersenyum karenanya.

"Kalau boleh bertanya, apakah Feldway menyerang Rimuru dan Ciel karena salah-satunya adalah versi lain dari dirimu?" Kapten Milim bertanya.

Ia menanyakannya atas dasar perkataan Rimuru (Prime) barusan dan kebencian Feldway terhadap Rimuru yang sebelumnya disebutkan. Tentu itu membuka jalan pertanyaan baru bagi setiap orang yang tidak mengetahuinya.

"Itu benar," Guy bersuara. "karena Rimuru-kun 'lah yang sudah menggagalkan setiap rencana besar yang telah gambarnya selama lebih dari ribuan tahun, tidak aneh jika dia marah." Dari nada bicaranya, ia terlihat senang.

“Kenapa setiap kau yang bicara, kalimatnya pasti membuatku seperti orang jahat. Dia ingin menghancurkan dunia! wajarlah aku ingin menghentikannya.”

"Apa itu adalah bagian dari cerita yang dijelaskan Guy sebelumnya?" pak Primodes baru menyadarinya.

“Benar,” dan Rimuru membenarkan. “Dia mencoba membangkitkan Tuannya yang bahkan tidak ingin dibangkitkan. Dia melakukan segala cara, juga menyentuh apa yang dilarang oleh entitas yang ingin ia bangkitkan. Dan.. jadi seperti inilah dia, terombang-ambing dalam ruang angkasa yang rumit dengan kekuatan yang melemah.”

"Sekarang kau yang terdengar seperti mengejeknya."

“Benarkah? Kau membuatku merasa bersalah.”

Guy Primodes memegang dagunya saat mencoba berpikir lebih luas.

Setelah berpikir seperti lebih jauh, dia mulai sadar ini adalah pembicaraan yang amat berat, saking beratnya bahkan telah masuk ke ranah konsep susunan dimensional antar dunia secara nyata, tidak, ini lebih dari itu. Ini sungguh sudah sangat jauh dari pemahaman makhluk fana seperti mereka.

Tapi karena terseret dengan pembawaan santai orang-orang didepannya ini, dia malah juga ikut terhanyut dengan pikiran yang sesekali kosong. Padahal ini perkara yang sangat serius, Ini perkara tentang keselamatan dunianya! Tapi orang-orang ini mampu dengan nada bicara enteng membahasnya.

'Sudah kuduga mereka itu tidak bisa lagi disandingkan dengan semua makhluk di dunia ini... Apakah artinya mereka ini adalah Dewa? Apakah ada Dewa yang menyebalkan seperti kepala merah itu? Tidak, dia pasti bukan.'

Sempat terbesit dalam benaknya tentang konsep sebuah makhluk abstrak nan tinggi seperti Dewa yang awalnya tidak ia yakini mampu dibuktikan keberadaannya, tapi dia segera menepisnya dan kembali fokus dalam pembicaraan ini.

Setelah berpikir cukup lama, Iblis Primodes itu akhirnya bertanya kembali.

"Apakah saya boleh tahu, bagaimana kalian sampai ke dunia kami?" Senyuman dengan makna tersirat terpampang dalam wajahnya.

Masih ada segudang pertanyaan yang belum terjawab. Kini juru bicaranya telah ada dihadapan mereka semua, hanya perlu menunggu waktu untuk mendapatkan semuanya.

Pembicaraan ini masih sangat panjang.

#𝙴𝙽𝙳 𝚃𝙷𝙴 𝙲𝙷𝙰𝙿

Jangan lupa vote👍

Continue Reading

You'll Also Like

251K 37K 67
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
83.6K 7.8K 21
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
73K 6.6K 50
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...
514K 5.5K 88
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...