[HIATUS - 2026] Count Family'...

By yoggu033

90.2K 13.7K 1.9K

🎐 @yoggu033 | _CFYM_ (Unreliable Updates - [ON GOING]) Title 제λͺ©: Count Family's Young Master Judul Alternati... More

Tags
Chapter 1 β™—
Chapter 2 β™—
Chapter 3 β™—
Chapter 4 β™—
Chapter 5 β™—
Chapter 6 β™—
Chapter 7 β™—
Chapter 8 β™—
Chapter 9 β™—
Chapter 10 β™—
Chapter 11 β™—
Chapter 12 β™—
Chapter 13 β™—
Chapter 14 β™—
Chapter 15 β™—
Chapter 16 β™—
Chapter 17 β™—
Chapter 18 - 19 β™—
Chapter 20 β™—
Chapter 21 β™—
Chapter 22 β™—
Chapter 23 β™—
Chapter 24 β™—
Chapter 25 β™—
Chapter 26 β™—
Chapter 27 β™—
Chapter 28 β™—
Chapter 29 β™—
Chapter 30 β™—
Chapter 31 β™—
Chapter 32 β™—
Chapter 33 β™—
Chapter 34 β™—
Chapter 35 β™—
Chapter 36 β™—
Chapter 37 β™—
Chapter 38 β™—
Chapter 39 β™—
Chapter 40 β™—
Chapter 41 β™—
Chapter 42 β™—
Chapter 43 β™—
Chapter 44 β™—
Chapter 45 β™—
Chapter 46 β™—
Chapter 47 β™—
Chapter 48 β™—
Chapter 49 β™—
Chapter 50 β™—
Chapter 51 β™—
Chapter 52 β™—
Chapter 53 β™—
Chapter 54 β™—
Chapter 55 β™—
Chapter 56 - 57 β™—
Chapter 58 β™—
Chapter 59 β™—
Chapter 60 β™—
Chapter 61 β™—
Chapter 62 β™—
Chapter 63 β™—
Chapter 64 β™— (a/n)
Chapter 65 β™—
Chapter 66 β™—
Chapter 67 β™—
Chapter 68 β™—
Chapter 69 β™—
Chapter 70 β™—
Chapter 71 β™—
Chapter 72 β™—
Chapter 73 β™—
Chapter 74 β™—
Chapter 75 β™—
Chapter 76 β™—
Chapter 78 β™—
Chapter 79 β™—
Chapter 80 β™—
Chapter 81 β™—
Chapter 82 β™—
Chapter 83 β™—
Chapter 84 β™—
Chapter 85 β™—
Chapter 86 β™—
Chapter 87 β™—
Chapter 88 β™—
Chapter 89 β™— (Sinfhar's arc end)
Chapter 90 β™—
Chapter 91 β™—
Chapter 92 β™—
Chapter 93 β™—
Chapter 94 β™—
Chapter 95 β™—
Chapter 96 β™—
Chapter 97 β™—
Chapter 98 β™—
Chapter 99 β™—
Chapter 100 β™—
Chapter 101 β™—
Chapter 102 β™—
Chapter 103 β™—
Chapter 104 β™—
Chapter 105 β™—
Chapter 106 β™—
Chapter 107 β™—
Chapter 108 β™—
Chapter 109 β™—
Chapter 110 β™—
Chapter 111 β™—
Chapter 112 β™—
Chapter 113 β™—
Chapter 114 β™—
Chapter 115 β™—
Chapter 116 β™—
Chapter 117 β™—
Chapter 118 β™—
Chapter 119 β™—
Chapter 120 β™—
Chapter 121 β™—
Chapter 122 β™—
Chapter 123 β™—
Chapter 124 β™—
Chapter 125 β™—
Chapter 126 β™—
Chapter 127 β™—
Chapter 128 β™—
Chapter 129 β™—
Chapter 130 β™—
Chapter 131 β™—
Chapter 132 β™—
Chapter 133 β™—
Chapter 134 β™—
Chapter 138 β™—
Chapter 139 β™—
Chapter 140 β™—
Chapter 141 β™—
Chapter 142 β™—
Chapter 143 β™—
Chapter 144 β™—
CFYM's notes
Characters References 1
Characters References 2
Characters References 3
Characters References 4
Characters References 5
References
Recap
a/n

Chapter 77 β™—

371 61 4
By yoggu033

Dirinya kini berada di dalam struktur bangunan Palis. Marbel-marbel yang digunakan dalam konstruksi bangunan itu memberikan kesan bahwa mereka bukan dipergunakan secara seala kadarnya. Komponen apapun yang digunakan dalam pendirian bangunan tempat para petinggi Sinfhar berkumpul ini dipilih atas dasar pencapaian suatu tujuan tertentu. Valias belum tau tujuan seperti apa itu, pun, pemikiran itu berakar dari kewaspadaannya belaka. Bisa jadi dia hanya melebih-lebihkan dugaan-dugaan yang dia peroleh ketika melihat nampak dari bagian dalam sang bangunan Palis. Bisa jadi mereka hanya batuan-batuan bahan baku pembuatan bangunan yang tidak familiar baginya karena mereka bukan mineral-mineral yang biasa dipergunakan di Hayden, apalagi dunia tempat tinggal asalnya.

Di sampingnya dalam gerakan yang perlahan Alister mendekatkan bibir mulutnya ke telinga Valias, bahkan jika itu artinya dia harus sedikit menekuk pinggangnya merendah. "Anda menyadarinya, Tuan Muda? Kita saat ini berada di sangkar buatan lawan. Apapun yang tersimpan di bangunan ini merupakan kekuasaan mereka untuk mempergunakannya. Bersiaplah untuk kejutan macam apapun."

Dia tidak mengucapkan apapun lagi seraya Valias merasakan senyum yang dimiliki orang tua itu bersamaan sang pelayan yang kembali ke postur tegapnya.

Alister tidak perlu memberitahunya itu. Sedari awal dia juga sudah memiliki kewaspadaannya sendiri. Bahkan jika kewaspadaan itu tidak membuahkan apapun karena Valias tetap tidak memiliki sedikitpun kemampuan untuk melindungi dirinya sendiri di dunia sihir ini.

Tidak lama setelah Valias mengikuti langkah para mage yang menuju ke arah tangga, di depan sana, di anak tangga paling atas, seorang mage mempertunjukkan dirinya.

Mage itu mengenakan setelan yang tidak jauh berbeda dari para mage yang ada di sekelilingnya. Namun kehadiran tiga buah batu permata yang ada di bagian kerahnya seolah memberitahu Valias bahwa mage yang satu itu akan menjadi salah satu mage yang berseberangan dengan kelompok protes Vetra.

Valias melihat mage itu tampak akan bicara. "Dalam tujuan apa kalian berbondong-bondong merangsek masuk ke dalam Palis seperti ini?"

"Merangsek? Itu terlalu liar. Kau lihat kami tidak merusak satu komponen pun tempat ini." Jaeha menunjukkan senyumannya.

Mage itu menaruh lirikannya pada Jaeha sebelum berpindah menempatkan atensinya pada Darius. "Ithnan Darius. Kau yang membukakan pintu pada mereka?"

Memandang mage yang ada di atas anak tangga itu Darius merendahkan suaranya. "Benar. Aku memihak mereka."

Mage itu sesaat membiarkan mata dinginnya tersangkut pada penjaga gerbang bangunan Palis itu. Namun kemudian mulutnya bergerak akan bicara. "Memihak mereka dalam hal apa? Apa yang sedang diinginkan oleh anak-anak yang kau bilang kau pihak ini?"

"Kami akan meminta Gubernur untuk mendengarkan apa yang ingin kami sampaikan, dan menjawab pertanyaan yang kami berikan." Jowan memajukan satu langkahnya ke depan. "Jika beliau menolak, kami berkenan melawan Palis."

Mage yang ada di atas tangga menaikkan sebelah alisnya tanpa merubah ekspresi. "Memangnya apa yang ingin kalian sampaikan pada Gubernur?"

"'Sampaikan pada Gubernur'. Maknanya Gubernur lah yang akan mendengar apa yang hendak kami sampaikan. Kau bukan Gubernur. Hal minimal yang bisa kau lakukan adalah memberitahu beliau tentang keberadaan dan tujuan kedatangan kami. Ketahuilah halangan apapun yang kalian orang-orang Palis hadirkan kami akan tetap memaksa untuk bertemu dengan Selim Jorel." Jaeha memasang muka jengkel.

Mage itu tidak menanggapi ujaran Jaeha. Namun berikutnya dia berbalik mengambil langkah menaiki tangga ke atas. "Koubun Jaeha. Sekarang aku ingat. Jadi kau tidak hanya ber-omong besar. Kau cukup gigih membangun pasukan kecilmu."

Jaeha mengambil langkah hendak ikut menaiki tangga dengan para mage didikannya mengikutinya di belakangnya. "Kalian meremehkan anak-anak ajaran kalian sendiri. Mereka lebih cerdas dari yang kalian kira. Jangan berpikir kalian berhasil menipu daya mereka, atau kalian akan memakan akibat dari keangkuhan kalian sendiri."

Ujarannya itu tidak ditanggapi oleh sang mage Palis. Jaeha pun tak merisaukannya.

Rombongan itu dibawa ke lantai kedua paling atas. Lantai keempat. Mage tadi menghampiri sebuah pintu besar dan pintu itu terbuka dari dalam. Dari seberang pintu Valias bisa melihat jumlah orang yang sudah ada di dalamnya. Kurang dari lima belas orang. Dan jika Valias meluangkan sedikit lebih banyak waktu untuk menghitung, maka jumlah orang mage Palis yang ada di ruangan itu adalah dua belas orang.

Mage tadi masuk mendahului mereka tanpa mengatakan apapun. Begitupun Jaeha yang langsung menginjakkan kaki ke dalam ruangan tanpa siapapun mempersilahkannya.

"Saerin Jaeha. Aku tidak menyangka ada kisanah sepertimu di Sinfhar kita ini."

Yang bicara tadi adalah seorang orang tua. Rambut dan janggutnya sudah berwarna putih, kulit wajahnya berkerut di beberapa titik, dan suaranya lebih serak daripada orang-orang yang lebih muda. Aksesoris kepala serupa tarbus setinggi sekitar dua puluh lima centi memberitahukan dengan jelas identitas orang itu.

Jaeha di tempatnya merespons. "Aku memang punya kepribadian yang agak menarik. Kalian orang-orang dengan pikiran tertutup tidak akan bisa menyangka kehadiran enigma semacamku. Inilah kenapa aku merancang gerakan memberontak ini." Dia menunjuk kelompok Vetra dengan jempolnya. "Sudah waktunya Sinfhar yang kolot mengalami perubahannya. Selain itu,"

"Kalian punya tuntutan untuk menjawab pertanyaan anak-anak muda ini." Jaeha mendengkuskan napasnya seraya menyeringai. "Mungkin pertanyaannya akan ada lebih dari satu. Ya pokoknya, kalian harus menjawab semua rasa ingin tahu mereka dengan penuh rasa ikhlas."

Sang Gubernur, Jorel, menyangkutkan matanya pada mage umur empat puluhan itu lalu perlahan melirik memperhatikan wajah-wajah seperti apa saja yang ada di dalam rombongan mage muda di belakangnya.

Dia kira di antara mereka akan ada yang cukup dia kenali wajahnya. Salah satu yang dikatakan sebagai pemilik peluang paling besar untuk ikut turut dijadikan subjek penelitian sekaligus percobaannya.

Dan dia menemukannya. Anak yang satu itu tampaknya bergabung dalam pembentukan kelompok ini.

Jorel bicara. "Pertanyaan apa yang ingin kalian cari jawabannya?"

"Tidak kembalinya teman-teman kami." Jowan membuat satu langkah maju lain. Untuk lebih menegaskan bahwa dirinya lah yang bicara, dan bahwa dia mewakili kesungguhan ucapan yang juga merupakan kehendak suara dari teman-temannya di belakangnya. "Mereka dipanggil oleh Palis namun mereka tidak pernah kembali. Selim bahkan tidak memikirkan bagaimana kami sesama mage muda kira-kira akan bereaksi. Kalian pasti memandang kami sebagai anak ayam dalam kandang yang terkurung."

"Atas tujuan apa mereka Selim panggil kemari? Kemana kami harus pergi untuk bisa melihat mereka?"

Sang Gubernur memandangi Jowan. Dia tidak mengenali wajahnya. Tapi dia mengenali wajah tiga orang yang lain. Jaeha, Darius, dan, Caessar.

Mage muda yang belakangan ini juga sudah direncanakan pengurungannya.

Dia ada di kelompok itu. Ucapan Jorel menjawab Jowan. "Pengorbanan mereka tidaklah sia-sia. Kita sudah harus semakin dekat dengan era baru. Suatu saat kalian akan berterimakasih padaku. Kalian hanya belum merasakan efeknya saja."

Vetra dan teman-temannya bersamaan membelalakkan dan menajamkan pandangan mata mereka. Bahu mereka pun mengeras. "Apa yang Selim lakukan pada mereka? Di mana mereka sekarang?" Vetra mengeratkan pegangannya pada tongkat sihir pendeknya. Dirinya dan semua mage yang lain sangat amat mengerti makna implisit dari kalimat terang-terangan yang digunakan Jorel.

"Di sini." Jorel menjawabnya. "Mereka tidak berhasil bertahan jadi aku memanfaatkan inti mereka untuk kepentingan Sinfhar."

Jantung Vetra berdegup begitu kencang hingga dia merasakan sakitnya. Pupil matanya mengecil dan tangannya yang memegang tongkat bergerak dalam persiapannya mengucapkan mantra.

Namun di saat itu Jorel juga mengangkat pelan tangannya. Dan di sana, sesuatu yang aneh secara tiba-tiba terjadi.

"Huh?"

Caessar merasakan sesuatu yang janggal di keempat lubang di wajahnya.

Sesuatu yang basah mengalir dari kedua ujung matanya. Begitupun dia merasakan sesuatu akan segera mengalir dari kedua lubang hidungnya.

Semua orang di dalam kelompok Vetra satu persatu membungkuk dan perlahan beberapa mulai berlutut dengan bahu menunduk.

Vetra mematung dengan pupil mata mengecil namun mata yang melotot menyadari apa yang terjadi pada teman-teman mage-nya.

"A- Apa ini? Kenapa kita semua mengeluarkan cairan seperti ini?" Salah satu yang telah jatuh berlutut bertanya-tanya dengan kesulitan. Rasa syok dan ketidakmengertian akan ketidaknyamanan ekstrim dari mengeluarkan sesuatu dari hidung yang mengganggu pernapasannya membuatnya pusing.

Yang keluar dari kedua ujung mata dan lubang hidung mereka adalah cairan berwarna hitam. Meskipun itu sudah janggal, namun hal kedua yang kemudian mereka sadari adalah bahwa di antara mereka, ada yang tidak mengalami kondisi yang sama.

"A- Ada apa ini? Kalian kenapa???" Sheena menjatuhkan lututnya membentur lantai memperhatikan rekan-rekan yang terdekat dengan tempat dirinya sedang berada. Nyatanya orang-orang seperti dirinya, Vetra, Jowan, Rhinel, dan keenam orang lainnya yang datang dari Hayden tidak mengalami hal yang sama.

Jowan membeku melihat Caessar mengeluarkan cairan hitam itu. Dia mengepalkan tangannya dan menggeretakkan giginya. "Apa yang terjadi pada mereka?!" teriaknya pada Jorel.

"Kulihat beberapa dari kalian adalah mereka yang berhasil keluar dari Sinfhar. Mereka bisa dijadikan sebagai tawanan kami. Jika kalian menolak untuk menyerah dan mengikuti perkataan kami mereka akan terus mengeluarkan darah hitam itu sampai mereka tidak lagi punya cukup untuk menopang hidup mereka," Jorel berkata. "Apa yang akan kalian pilih?"

Valias memandangi Jorel dari tempatnya.

Orang tua itu benarlah figur yang patut diwaspadai para mage Sinfhar. Kali ini untuk pertama kalinya dia merasakan apa yang dirasakan mereka yang melihat dirinya di tubuh milik Valias Bardev mengeluarkan darah dari hidungnya. Darah hitam itu tidaklah berhenti keluar di suatu waktu tertentu selayaknya mimisan biasa melainkan terus mengalir deras selayaknya darah di dalam pembuluh. Jika tidak dihentikan bisa-bisa para mage itu terkena serangan jantung.

Vetra dan Jowan sadar akan situasi yang sedang dihadapkan kepada mereka. Mereka harus sadar posisi dan menyerah seperti yang diinginkan sang Gubernur.

Para mage Palis yang sebelumnya berada di belakang Jorel menyita semua tongkat sihir kelompok Vetra dan membawa mereka memasuki sebuah pintu. Di dalam sana Valias tertegun menyadari itu merupakan sebuah lift yang membawa mereka ke lantai bawah. Yang setelahnya dia sadari bukan sekedar lantai dasar yang barusan dimasukinya ketika pertama memasuki pintu besar Palis.

Vetra pun menyadari ini dan buru-buru mendatangi Valias yang terjarak lima orang darinya. "Tuan Muda. Ini sebuah kegagalan. Ini di luar perhitungan kami. Anda harus kembali ke Hayden. Saya masih harus bersama teman-teman saya di sini."

Valias melihat rasa panik di wajah Vetra.

Dia menoleh pada Alister yang juga sudah menyangkutkan mata kepadanya. Lalu dia mencoba menoleh kepada Dylan. Yang nampak diam tapi Valias merasa dia bisa melihat pikiran anak itu yang berkecamuk lewat pancaran matanya.

Valias berkata padanya. "Dylan. Bisa mendengarkanku sebentar?"

Dylan tersentak. Dirinya langsung menoleh pada Valias. "Gulungan yang diberikan Yang Mulia Frey. Kau membawanya bersamamu saat ini?"

Buka mata Dylan melebar. Dia menunjukkannya pada Valias begitu dia mengeluarkannya dari saku pakaian mage Sinfhar yang dikenakannya.

Valias berujar. "Nona Vetra. Sebanyak-banyaknya yang ingin keluar dari kondisi ini. Mereka bisa pergi bersama Dylan." Dia berubah bicara pada anak itu. "Dylan. Kau tau apa yang harus kau katakan pada Yang Mulia Frey. Beritahu dia kalau Kei bisa membantu keadaan di sini."

Dia kembali berkata pada Vetra. "Nona Vetra. Kuminta temanmu yang bernama Edgar bisa mendampingi Tuan Muda Dylan menghadap pada Yang Mulia Frey. Aku dan pelayanku akan tetap di sini."

Mulanya Vetra dihampiri rasa heran kenapa Valias seketika bicara padanya dengan cara yang seolah dirinya adalah seseorang yang lebih muda dari tuan muda bangsawan Bardev itu. Tapi rasa heran itu langsung digeser dengan ketidakmenyangkanya dia tentang Valias yang berkata dirinya akan tetap di sini bersamanya dan juga beberapa teman mage-nya yang lain.

Ada refleks yang menggerakkannya untuk memprotes keputusan yang dibuat tuan muda Bardev itu. Tapi akal sehatnya bekerja cepat untuknya.

Keadaan saat ini adalah keadaan yang genting. Dirinya dan Valias berkomunikasi dengan berbisik-bisik namun segera para mage Palis akan menyadari mereka yang sedang berskema. Vetra harus bergerak cepat dan melakukan tugasnya. "Semuanya dengarkan aku! Edgar kau bertugas ikut dengan Tuan Muda Dylan kembali ke Hayden! Jangan ucapkan apapun dan ikuti dia! Semuanya! Mendekatlah pada Tuan Muda Dylan jika kalian ingin keluar dari sini! Yang ingin tinggal, tetaplah bersamaku!"

Edgar menjadi yang paling pertama mengambil langkah mendekati Dylan. Vetra sudah mengestimasi berapa banyak kira-kira yang akan memilih untuk tetap tinggal. Karena dia tau teman-teman Sinfhar-nya itu pun sedari awal sudah siap mempertaruhkan nyawa mereka dalam bergabung dalam gerakan pemberontakan melawan Gubernur Jorel ini. Tekad yang mereka miliki di awal bukanlah sebuah tekad yang asal-asalan.

Namun dia tidak menyangka tidak ada satupun dari teman-temannya itu yang membuat satu langkah pun kecuali Edgar.

Mereka semua sama sepertinya, akan tetap tinggal.

"Tiba lah dengan selamat." Vetra melekatkan pandangannya pada Edgar. Bersamaan dengan itu para mage Palis mulai menyadari apa yang tengah terjadi setelah seruan Vetra barusan dan sudah bergerak hendak menghampirinya juga Edgar.

Dylan menempelkan perhatiannya pada Valias. Valias melihat Vetra yang mengucapkan sesuatu pada Edgar, merasa dia juga perlu mengucapkan sesuatu lagi pada Dylan sebelum para mage Palis mencapai mereka setelah dihalangi oleh para teman mage Vetra. "Berhati-hatilah, namun tidak perlu menjadi takut. Kami yang tetap di sini akan baik-baik saja."

Valias sudah mempersiapkan tenaga tempur terbesar Hayden. Seorang figur tunggal yang sudah diarmori dengan sebuah kekuatan absolut. Kondisi seperti ini, akan menjadi sebuah masalah sepele begitu dia sudah setuju untuk meminjamkan kekuatan tokoh utamanya. "Beritahu Kei untuk menemuiku di sini."

Dylan terdiam namun di saat yang sama pupil matanya bergetar saat memandangi wajah serta pasang mata Valias.

Perasaan itu muncul lagi. Perasaan bahwa yang ada di hadapannya bukanlah remaja yang sungguh-sungguh seumuran dengannya. Remaja di depannya itu, berumur setidaknya sepantaran dengan Putra Mahkota Calon Raja Frey. Tapi kenapa dia bisa terlihat begitu muda hingga tampak seusia dengannya? Dylan tidak mengerti.

Suara Edgar yang menyampaikan kesiapannya untuk merobek kertas bersama Dylan di sela keributan kecil yang diciptakan dari para mage Palis yang berusaha melewati halangan dari kelompok Vetra mengejutkannya. "Tuan Muda Dylan. Izinkan saya."

Dylan dengan cepat meraih fokus dan kesadaran akan urgensinya. Dia raib dari ruangan itu bersama Edgar dibarengi perkamen pemberian Frey yang terobek.

Jaeha di tempatnya menggerutu seraya dia dengan keadaan kelelahan menyeka sisa-sisa cairan darah hitam yang tadi dikeluarkannya. "Bocah. Apa manfaatmu di sini? Kenapa kau tidak ikut dengan anak tadi saja kembali ke rumahmu? Kau mau mencoba menjadi pahlawan tanpa aksi?"

Valias tidak merespons. Alister di sebelahnya tertawa. "Tidak saya sangka Anda membiarkan saya tetap di sini. Merasa kehadiran saya akan berguna?"

Mendengar ujaran pelayan tua itu Valias membiarkannya tidak terjawab. Dia hanya tau kalaupun dia memberitahu Alister untuk pergi bersama Dylan orang tua itu akan menolak dengan segala keangkuhannya. Valias mengetahui betapa maniak-berpetualang nya pria yang sudah bertambah umur itu.

Sedangkan Valias sendiri? Dia akan tinggal bersama kelompok Vetra. Karena dia berperan memberikan solusi ketika para mage itu mengalami kebuntuan.

27 Efra, 1768

01/08/2023 20.08 2130

_______________

a/n: nulis ini serasa antara hidup dan mati. Kalo sensasi bacanya kerasa crooked maapin dulu ya. Pas ada kesempatan bakal someway somehow berusaha aku perbaikin. Insyaallah //digampar

2nd a/n: naskah mentah ya teman-teman. Bismillah entar bisa dipoles lagi

3rd a/n: mau ngomong aja 17 Agustus nanti bakal jadi hari berojol ke-tiga tahunnya CFYM yang sebelumnya dijudulin VB (Valias Bardev). Halah

Continue Reading

You'll Also Like

3.9K 302 13
[Original Story] Ervanell Concleas, seorang pengawal raja Arkain Vandella tewas di tangan musuh saat melindungi rajanya. Beberapa tahun setelah kemat...
2.5K 270 12
Arin siswi SMA yang sangat cuek dan tidak peduli pada apapun jika dirasanya tidak penting. Dia juga paling di hindari oleh semua murid bahkan tanpa a...
8.5K 963 34
Di zaman penjajahan Belanda, punya Mammie dan Pappie tentara, juga tinggal bersama keluarga tiri kira-kira seru? Nggak tuh! [Inspirasi dari Dimas Van...
565 96 8
Keabadian. Janji yang tenggelam. Keputusasaan yang terbakar. Tubuh yang dipertanyakan. Serenio bangsawan muda yang memulai debutnya dibalik bayangan...