(,) sebelum (.)

By Arrinda_sell

329K 30K 4.3K

Koma sebelum Titik. "Tau gak Mas, soal dua tanda baca ini?" Hujan menatap pria itu lalu melanjutkan kalimatny... More

πŸ’01
πŸ’02
πŸ’03
πŸ’05
πŸ’06
πŸ’07
πŸ’08
πŸ’09
πŸ’10
πŸ’11
πŸ’12
πŸ’13
πŸ’14
πŸ’15
πŸ’16
πŸ’17
πŸ’18
πŸ’19
πŸ’20
πŸ’21
πŸ’22
πŸ’23
πŸ’24
πŸ’25
πŸ’26
πŸ’27
πŸ’28
πŸ’29
πŸ’30
πŸ’31
πŸ’32
πŸ’ending

πŸ’04

7.6K 761 93
By Arrinda_sell

Hujan keluar dari toilet dengan perasaan lega usai membuat hajatnya. Tadi di sela Hujan mengejar Awan sebenarnya kandung kemihnya penuh. Jadilah ketika berlari, rasanya semakin menjadi hingga membuatnya memilin masuk toilet karyawan yang berada di bawah tangga.

Kembali berjalan ke arah ruangan kebesaran Awan, Hujan berpapasan dengan Ari yang baru saja keluar dari ruangan suaminya.

"Loh, Mba Hujan. Saya kira Mba udah pulang." tutur Ari sedikit terkejut melihat eksistensi Hujan yang tengah melempar senyum.

"Saya dari toilet. Niatnya mau pulang sama Mas Awan." akunya ingin masuk kedalam tetapi Ari keburu berujar.

"Tapi bos udah pulang 3 menit lalu sama sepupunya. Saya kira sekalian sama Mba Hujan."

Hujan menoleh, netranya melebar kemudian berlari cepat menyusul suaminya.

Tadi ketika dirinya datang, Hujan hanya membawa ponsel serta rantang makanan. Sopir keluarga ia suruh pulang karena niatnya Hujan mau pulang bareng bersama Kia.

Berlari cepat ke arah lobi, Hujan bisa melihat punggung suaminya yang berjalan ke parkiran lengkap dengan Kia.

"MAS AWAN!" panggil Hujan di sela larinya. Namun entah didengar atau tidak, Awan tetap berjalan sampai keduanya memasuki mobil.

"MAS!!" teriakan Hujan bersamaan roda mobil Awan berjalan meninggalkan parkiran.

Hujan yakin Awan masih mendengar teriakannya, bahkan lelaki itu sempat meliriknya ke arah spion tepat Hujan berada di belakang mobilnya.

Sadar usahanya sia-sia, Hujan menghentikan larinya. Beruntung sudah jam masuk jadi Hujan tidak menjadi tontonan karyawan selain resepsionis.

Tubuhnya lalu meluruh ke tanah, entah mengapa Awan tega melakukan ini. Sikapnya itu seakan menggambarkan bahwa Hujan memiliki salah padahal bila diingat-ingat Hujan sama sekali tidak melakukan kesalahan selain lupa menyiapkan air minum pria itu.

Apa wajar dia marah sampai segitunya karena masalah sepele?

"Lah, ngapain lu ngesot di situ?" teguran itu berhasil membuat Hujan mengangkat kepalanya. Ternyata Oci.

Hujan tersenyum masam kemudian bangkit. Sebisa mungkin dia tidak menunjukkan wajah suramnya di hadapan Oci.

"Mau pulang. Tapi lupa bawa dompet." akunya dengan bahu terkulai lemas, tak lama tubuh Hujan menegak.

"Ci, pinjam uang dong. Nanti sampe rumah gue ganti."

Oci menggeleng, alih-alih memberikan apa yang Hujan minta, pria dengan rambut sedikit gondrong itu menarik tangannya.

"Pulang bareng gue aja. Sekalian kita reuni di jalan."

"Eh, gak papa? Bukannya lo mau langsung ke kantor?" ujarnya terheran-heran sembari mengikuti tarikan Oci menuju mobil putih pria itu.

"Urusan gue udah selesai. Udah ah  gak usah banyak tanya."

Akhirnya Hujan mengangguk pasrah, tak apa dia mengikuti Oci. Toh rumah pria itu dan rumahnya searah.

💍💍💍

"Makasih, ya." tutur Hujan begitu mobil Oci berhenti di depan rumahnya yang pagarnya masih terbuka lebar.

"Yoi. Kapan-kapan kita ngobrol lagi."

Hujan mengangguk, sebenarnya dia ingin menawarkan Oci masuk. Tapi mengingat kondisi rumah saat ini ia jadi enggan.

Berlalunya Oci dari hadapannya, Hujan berbalik. Baru dua langkah, sosok suaminya tengah berdiri di depan pintu seraya bersedekap dada menyambutnya.

"Puas mainnya?" tanyanya tanpa lupa memasang ekspresi datar andalannya.

Alis Hujan menyerngit, dia memilih abai dan melenggang masuk kedalam. Anggap saja dia masih kesal lantaran Awan meninggalkannya tadi.

Akan tetapi Awan malah menarik pergelangan tangannya menyebabkan Hujan meringis.

"Apa-apaan sih, Mas! Harusnya tuh aku yang marah karena ninggalin aku, bukan sebaliknya." sentaknya tak sedikitpun membuat cengkraman Awan mengendur malah kian kuat.

"Kamu gak sadar kesalahan kamu? Coba ingat." tekannya menyebabkan Hujan berhenti meronta.

"Mas marah karena aku lupa sediain air? Oke kalo gitu, aku minta maaf. Aku kira di ruangan Mas udah ada disiapin." Hujan memilih mengalah karena sadar bila dia ikut terbawa emosi yang ada semuanya makin runyam. Tetapi mengapa wajah Awan semakin keruh?

"Mas gak permasalahin itu. Yang Mas permasalahin kedekatan kamu sama cowok itu. Sadar Rain, kamu udah bersuami gimana tanggapan orang liat kalian. Dan kamu malah minta anter pulang sama dia."

"Aku gak minta dianter! Mas yang ninggalin aku. Kalo gak ada Oci aku udah ngesot di jalan. Dan Mas jangan sembarang ambil kesimpulan, Oci itu teman aku. Gak lebih." seru Hujan sekaligus berhasil melepas cengkraman Awan di lengannya.

"Mas gak peduli. Pokoknya hari ini terakhir Mas liat kamu jalan sama dia." putusnya berlalu meninggalkan Hujan yang masih mengatur napasnya.

"Mas egois."

Langkah Awan terhenti kemudian berbalik menghadap Hujan. "Mas gak egois. Mas hanya mikirin reputasi kamu di sini. Cobalah ambil sisi positif sama keputusan Mas." usai mengatakan itu, Awan berlalu meninggalkan Hujan yang kini menangis tanpa suara.


💍💍💍

Usai pertengkaran mereka, baik Hujan maupun Awan kompak tidak saling berbicara. Gambaran ketika mereka bertengkar memang seperti ini dan biasanya Hujan yang akan selalu memulai pembicaraan.

Kia yang menjadi pengamat cukup bingung menghadapi suasana akward di meja makan.

"Mas, Kak. Jangan diam-diam gini dong. Aku sedih liatnya. Biasanya rame." ujat Kia sambil menunjukkan tampang sedihnya. Hal yang sekarang menjadi pusat perhatian dua orang lainnya yang sedang terlibat perang dingin.

Menghela napas sejenak, Hujan melemparkan senyum menenangkan. "Kia, ini lumrah terjadi di rumahtangga kok. Ibaratnya kayak sayur tanpa garam. Hambar kalo gak ada pertengkaran. Pun sekaligus bisa mengeratkan sebuah hubungan."

"Benar tuh, Mas?" Kia beralih pada Awan dan lelaki itu mengangguk.

"Kalo gitu ayo bertengkar, Mas. Mana kali hubungan kita semakin erat." seloroh Kia menjadikan Awan maupun Hujan saling pandang. Tak lama kedua orang itu tertawa meninggalkan Kia yang kebingungan.

"Harus ada sebab akibat, Sayang."

Hujan mengangguk setuju atas ucapan Awan barusan. Meski ada sesak dirasakan saat kalimat terakhir itu keluar dari mulut suaminya. Hujan tak ingin menunjukkan wajah sedihnya.

Usai makan bersama, Hujan membereskan piring-piring kotor. Kia hendak membantu namun keburu Awan melarangnya dengan dalih tidak boleh cape.

"Love you."

Deg!

Belum ada beberapa langkah, suara Awan akan pengakuan itu menghentikan langkah Hujan menuju dapur.

Tubuhnya berbalik lalu setelahnya menyesali keputusannya. Ternyata ungkapan itu bukan untuknya, melainkan diperuntukkan Kia yang saat ini tengah menyengir.

"Love you too, Mas."

Hujan melanjutkan langkahnya menuju dapur diiringi pegangan kuat tangannya pada piring mengerat.

💍💍💍


Dobel sesaknya sampe sini masa.

Suerr, kalo ada cowok macam Awan di dunia nyata bisa gerek dia.

Tangkyu yg udah setia dukung cerita ini.

Pokoknya terus beri dukungan supaya cerita ini rame.

Sampai jumpa di part selanjutnya.

Sayang ReLuvi banyak2😘😘

Continue Reading

You'll Also Like

542K 51.4K 118
Gadis Sekarwangi, tidak pernah menyangka jika rumahtangga yang ia bangun bersama suaminya, Pradipta harus berakhir ditengah jalan karena sang suami k...
1.5M 117K 55
Meta memutuskan pulang kampung untuk menemani orang tua ketika mendengar bahwa sang adik harus merantau karena kuliahnya, namun seperti dugaannya, ke...
2.3M 12K 25
Menceritakan kehidupan seorang lelaki yg bernama Nathan. dia dikenal sebagai anak baik yg tidak pernah neko neko dan sangat sayang pada keluarganya...
164K 11.2K 55
Naksir bapak kos sendiri boleh gak sih? boleh dong ya, kan lumayan kalau aku dijadikan istri plus dapet satu set usaha kosan dia