Diana, Sang Pemburu Badai

By Winnyraca

143K 33.5K 2.5K

Tamat. Ayahnya terbunuh, dia sendiri mengalami kekerasan serta harus kehilangan tunangan. Namun, Diana tak ma... More

1. Permulaan
2. Anak Kunci
3. Tyo
4. Penjelasan
5. Yang Bisa Dia Percaya
6. Sang Wartawati Genit
7. Pria Dari Jauh
8. Ponsel Ibu
9. The Escort Lady
10. Ada Apa Dengan Saskia?
11. Deposit Box
12. Penjelasan Ibu
13. Target
14. Tyo dan Yoyo
15. Puber Kedua
16. Diincar
17. Begundal Tampan
18. Penguntit
19. Tyo Yang Berdedikasi
20. Apakah Dia Ditolak?
21. Saya Yang Lebih Dulu Jatuh Cinta
22. Preman Kegelian
24. Teman Yang Galak
25. Teruslah Bersamaku Apa Pun Situasinya
26. Membantu Menenangkan
27. Politisi Yang Tidak Sebersih Itu
28. Memeriksa Fakta
29. Motif Hadi Tanusubroto
30. Menyingkirkan Keraguan
31. Alasan Sebenarnya
32. Kebimbangan Sisa Mas Lalu
33. Agenda Rahasia Hadi Tanusubroto
34. Mertua Berto
35. Pacar Terkeren
36. Kekecewaan Tyo
37. Sikap Tyo Yang Aneh
38. Kekasih Yang Cerdas
39. Berhadapan Dengan Bram
40. Benang Kusut
41. Rencana Utomo
42. Delapan Tahun Lalu
43. Keamananmu Prioritasku
44. Kekasih Yang Mengenalnya Dengan Baik
45. Lena
46. Genting
47. Saran Lena
48. Mewawancara Herman Bulaeng
49. Tindakan Bram
50. Pembunuh
51. Pengorbanan Tyo
52. Hanya Tiga Mayat
53. Selamat
54. Siapa Yang Menolong Tyo?
56. Membaca Taktik Hadi
57. Gue Marah, Jo!
58. Rencana Utomo
59. Informasi Yang Menimbulkan Harapan
60. Memancing Di Air Keruh
61. Diana Dalam Bahaya!
62. Bumerang
63. Diana-Pemburu Badai
64. Mengungkap Tabir Kekuasaan
Akhir Kisah-Awal Baru

55. Bambang

1.5K 403 30
By Winnyraca

Pagi!

Yuhuuu!

Maafkan eike yang lupa apdet kemaren. Seharian eike mikir, belum ngapain ya hari ini? Eaaaa!
So, langsung aja deh.

BAGIAN LIMA PULUH LIMA: BAMBANG

Bram memandangi Bambang cukup lama, tanpa mengatakan apa pun, tapi cukup membuatnya merasa gelisah. Ketika akhirnya waktu telah berlalu dalam keheningan yang begitu menyesakkan, Bram pun meraih cangkir tehnya, dan minum dengan anggun sebelum kemudian mulai bicara.

“Pak Bambang punya dugaan kenapa saya ingin bicara dengan Bapak?” tanyanya.

Bambang menimbang jawabannya terlebih dulu. “Ingin bicara tentang RUU mendatang?” sahutnya dengan nada tanya juga.

Sudut bibir Bram terangkat. “Kenapa menebak ke arah sana?”

Bambang mengamati gelasnya sendiri. “Karena para politisi, calon politisi, atau mereka yang berkepentingan dengan UU yang dirancang, biasanya mengajak saya bicara secara pribadi dengan agenda itu. Apakah saya bisa menghubungkan mereka dengan seseorang, menyediakan sesuatu untuk kelancaran lobi dan sebagainya. Tentunya, semua rahasia.”

Bram mengamatinya, lama. “Apakah menurut Bapak, politisi seperti saya masih memerlukan itu? Apakah saya kelihatan kurang dukungan?” ujinya.

Bambang menatapnya. “Bapak tidak perlu, tapi mereka yang ada di dalam koalisi, dan para pengusaha yang menjadi sumber dana partai,” jawabnya, berani.

Bram mengerjap, tidak mengira akan mendapatkan jawaban berani dari pria yang selama ini dikiranya adalah eksekutif pengecut yang hanya bersikap diam dan menutup mata, meski ada pelanggaran di depan matanya. Sejenak dia menimbang.

“Pak Bambang sepertinya sering bertemu secara langsung dengan orang-orang di partai saya?”

Bambang mengangguk. “Ya.”

“Dan mereka semua meminta bantuan yang sama?”

Bambang tersenyum tipis, tapi tidak menjawab.

Bram mengangguk. “Bagaimana perasaan Bapak harus menyediakan bantuan seperti itu? Tidak sesuai hati nurani?”

Bambang menghela napas. “Bertahun-tahun saya menjalaninya, sekarang sudah mati rasa.”

“Baiklah, langsung pada intinya. Bapak ada hubungannya dengan artikel Suap Seksual?”

“Saya mengetahui soal artikel itu, dan juga tahu asal kebocorannya.”

“Ah, gadis yang mati itu?”

“Dia tidak bersalah. Dia hanya tidak tahan karena takut identitasnya sebagai escort terbongkar dan membuat malu keluarga.”

“Bukankah dia melakukan itu sejak dulu?”

“Kali ini berbeda. Kali ini dia terancam diekspos, karena pihak pemesan menginginkan dia menyebarkan video skandal, dengan dia dan target sebagai bintangnya.”

“Bukankah itu selalu jadi risiko pekerjaan mereka? Mereka memilih jalan itu sejak awal.”

Bambang menatap Bram tajam. “Mereka memilih melakukan pekerjaan yang tidak terhormat, betul, tapi apakah itu berarti mereka tidak berhak melindungi kehormatan keluarga mereka? Saya rasa mereka masih punya hak itu, Pak,” katanya tegas.

Bram terdiam, menatap Bambang selama beberapa saat dan dalam hati mengakui, pria di depannya ini benar. Seburuk apa pun jalan yang ditempuh para pembawa proposal itu, bukan berarti mereka tidak punya hak untuk tetap menjaga kehormatan keluarga. Adalah sebuah perintah yang kejam menyuruhnya mengekspos diri sendiri dan menaruh noda di wajah keluarga mereka, sebesar apa pun bayarannya.

Namun, awalnya Bram pikir Bambang akan bersikap tidak tahu dan berusaha mengalihkan pembicaraan ke mana saja, sekadar menutupi pengetahuannya soal artikel Diana. Nyatanya, pria itu jelas malah menunjukkan kalau dia mendukung artikel tersebut, dengan tegas menyatakan kalau sistem di mana dia adalah bagian darinya sudah rusak dan tidak dapat dipercaya. Mau tak mau, Bram merasa kagum, sekaligus merasa tidak nyaman.

Karena Bambang membuatnya tidak punya pilihan.

“Saya menghormati pendapat Pak Bambang. Saya juga jijik dengan mereka yang menggunakan segala cara demi mempertahankan posisi mereka yang korup, dan melindungi mereka yang tidak pernah punya batasan dalam bersikap serakah. Namun, ada saat di mana kita harus punya prioritas, memilih yang tidak terlalu busuk di antara yang busuk-busuk. Itu, demi melihat kepentingan yang lebih besar.

“Dengan bocornya sistem yang menjijikkan ini ke media, telah mengurangi kepercayaan warga negara terhadap lembaga terhormat. Menaruh mereka di posisi terekspos, dan  kini semua anggota  dianggap sama buruk, termasuk mereka yang tidak buruk, ikut terkena getahnya. Itu sama sekali tidak boleh, Pak Bambang. Sejelek apa pun lembaga negara dan para pemimpin, tugas kita, sebagai bagian dari sistem untuk memperbaikinya, atau kalau tidak bisa, menutupinya. Bapak gagal untuk itu.”

Bambang tercenung. “Saya tahu. Saya hanya tidak ingin membungkam gadis itu, karena dia punya hak.”

Bram menghela napas. “Walaupun hanya gadis itu yang membocorkan soal sistem ini, Bapak tetap harus bertanggung jawab. Apalagi, saya yakin Bapak pun ikut terlibat.”

Bambang tersenyum dingin dan malah meminum tehnya. Setelah beberapa saat, dia menatap Bram. “Apa yang akan terjadi pada saya kalau begitu?” tanyanya.

Bram bangkit dari kursinya. “Pilihan di tangan Bapak. Bapak menghilang, atau mati. Semua pilihan tidak enak, tapi saya akan memberi tahu satu hal, ada pihak-pihak kejam yang bisa membuat Bapak tidak punya pilihan begitu mereka tahu Bapak membocorkan sesuatu yang seharusnya rahasia. Bukan hanya Bapak yang akan merasakan risikonya, makanya saya suruh Bapak yang memilih sendiri.”

Bambang mengangguk-angguk. Bram melangkah melewatinya, menepuk bahunya penuh simpati, lalu keluar dari ruangan itu meninggalkan sang kepala rumah tangga gedung dewan termenung sendirian.

“Kita pulang,” katanya kepada Tina dan Ferdy.

“Tidak ada instruksi untuk kami mengenai Pak Bambang?” tanya Tina.

Bram menggeleng. “Dia yang akan memilih sendiri,” jawabnya, murung.

Tina mengangguk patuh dan mengikutinya bersama Ferdy.

*******

“Ini benar-benar pelik, mereka sengaja merusak nama baik kalian sebagai jurnalis, dan konyolnya, melibatkan oknum di polres,” gumam Bayu sambil menggosok dagunya.

Hari masih pagi, saat dia dan istrinya kembali berada di rumah sakit tempat Diana dan ibunya dirawat. Melanjutkan lagi pembicaraan yang terputus karena kondisi Diana yang mulai memburuk semalam. Selang beberapa waktu, Diana memang merasakan kesakitan luar biasa efek perkelahiannya dengan pembunuh misterius itu. Untunglah, di tengah kesakitan, Diana masih bisa menguatkan diri menjawab pertanyaan pihak penyelidik yang mau tak mau datang mengambil kesaksiannya atas instruksi mabes yang dihubungi Bayu.

Bejo yang akhirnya bisa pulang lewat tengah malam setelah melapor, dan ikut hadir pagi-pagi sekali, mengangguk. “Mereka mengatakan kalau kita dicurigai menjadi perantara perdagangan narkoba, Di. Gila, enggak? Gue yang lagi stres dan ketakutan setengah mati, dicecar kayak gitu, histerislah, gue,” katanya, kesal.

“Dengan alasan apa mereka melepaskan Mas Bejo dan ndak menahan padahal mereka punya alasan meski dibuat-buat?” tanya Bayu.

“Karena enggak ada bukti, Pak Kapolres. Saya bantah semua tuduhan, dan pengacara yang ditunjuk perusahaan akhirnya tiba dan membantu saya pulang, biarpun lewat tengah malam.”

Bayu mengangguk-angguk, sementara Ora dan Diana berpandangan.

“Pak Hadi Tanu kayaknya perhatian ya, Di? Dia menjenguk langsung, dan menyuport kalian sepenuhnya. Tapi, boleh, enggak aku sedikit negative thinking? Apa mungkin, dia melibatkan diri karena melihat kalau artikel kamu menguntungkan dia secara politik? Ngasih peluang, mungkin?” tanya Ora terus terang.

Diana dan Bejo saling berpandangan, lalu Diana tersenyum meski langsung meringis kesakitan.

“Jangan khawatir, Ra. Kamu bukan satu-satunya yang negative thinking, kok. Kita juga,” kata Diana. “Tapi, selama dia mendukung kita, enggak masalah, sih. Toh, dia memang bakal diuntungkan kalau orang-orang berengsek di pemerintahan atau dewan kesingkir gegara kasus ini.”

Ora mengangguk-angguk. Saat itu Diana menatapnya lekat.

“Ra, aku mau minta bantuan kamu dan Pak Kapolres,” katanya.

Ora melirik suaminya. “Memangnya kamu percaya dia? Dia kan polisi, dan orang-orang yang sekarang ini lagi bikin kamu kesannya jelek, polisi juga?” sahutnya, membuat Bayu membelalak.

“Bojo!”

“Aku percaya kalau Pak Kapolres enggak sama dengan banyak polisi korup di luar sana, Ra,” tukas Diana, menghentikan protes Bayu, sekaligus, menimbulkan senyum di bibir Ora.

“Terima kasih, Mbak Diana,” ucap Bayu, lega, yang memancing tawa istrinya.

“Dibelain, ya, Kangmas?” godanya. Dia kembali menatap Diana. “Oke, aku dan Kangmas Bayu bisa bantu apa?”

Diana mengembuskan napas, keras. “Aku ingin kalian bantu aku menyelidiki sekaligus menyiapkan gugatan terhadap sekelompok orang, yang kemungkinan adalah pelaku penculikan Ibu, dan juga pembunuhan terhadap Bapak delapan tahun lalu. Kamu sudah punya sebagian buktinya, Ra, dan aku sudah punya bukti lain yang melengkapi.”

Ora dan Bayu terdiam sejenak, lalu mereka berpandangan, dan kembali melihat kepada Diana. Penuh keyakinan, Ora mengangguk. “Oke. Kita akan siapkan gugatannya.”

Diana langsung tersenyum lega. Saat itu sebuah pesan masuk ke ponsel, yang langsung dia buka. Keningnya berkerut saat melihat isinya. Dari Bambang atau Hanif dalam kontaknya, memberi tahu sebuah alamat dan nomor kotak pos. Tidak enak hati, dia menoleh kepada Bejo yang langsung menangkap gelagat tidak baik.

“Kenapa, Di?” tanya Bejo.

Diana menyerahkan ponselnya untuk dibaca Bejo yang langsung ikut mengerutkan kening.

“Ini … kayak pesan ….”

Diana mengangguk. “Mirip pesan Saskia.”

Mendadak ponsel Bejo berdering, yang langsung diangkatnya tanpa menunggu. Informasi yang didapatnya dari koordinator berita membuatnya kaget setengah mati.

“Jo, buruan lo pergi ke alamat yang gue kirim, dampingin Silvia buat ngeliput. Ada kecelakaan mobil, dan penumpangnya sampai keluar dari kaca depan, terus kecebur Kanal Banjir Barat. Buruan, katanya itu kepala rumah tangga gedung dewan, Bambang Sujatmiko.”

Bejo ternganga. “Pak Bambang ..?”

BERSAMBUNG.

Wokeh! Gimana nasib Bambang alias Hanif? Cuss ... tunggu besok ya.

Kalian gak dilarang ngingetin eike kalo Senin atau Rabu sore eike blom apdet ya. Asli, eike sering lupa. Oce?

Buat yang nungguin podcast Winnyraca format baru alias audiobook, alias didongengin? Tungguin pertengahan Juni nanti ya.

Buat yang pengen baca sekaligus abis, di Karyakarsa tuh, tinggal beberapa bab lagi sih.

Wokeh, maacih udah mampir, vote, dan komen. Lopyuh ol.

Winny
Tajurhalang Bogor 30 Mei 2023

Continue Reading

You'll Also Like

275K 13.4K 26
⚠️ tw // s h *Meet the summer ... Dia adalah musim panas. Musim panas yang hangat dan ceria. Musim panas yang membawa tawa dan bahagia. Musim panas b...
628K 46.5K 36
[15+] Apa jadinya jika bad boy bisa dipesan lewat aplikasi? Aku Erza Miller Pambudi yang luar biasa menawan dan menarik hati. Literally, sexy! Sebaga...
66.6K 8.3K 33
Satu-satunya yang Adina syukuri adalah dia kembali satu sekolah dengan Shad. Namun ada yang tidak beres. Teman kecilnya itu sekarang berteman akrab d...
78K 6.1K 48
Cerita pertama author jadi maaf kalo aneh