Diana, Sang Pemburu Badai

By Winnyraca

143K 33.5K 2.5K

Tamat. Ayahnya terbunuh, dia sendiri mengalami kekerasan serta harus kehilangan tunangan. Namun, Diana tak ma... More

1. Permulaan
2. Anak Kunci
3. Tyo
4. Penjelasan
5. Yang Bisa Dia Percaya
6. Sang Wartawati Genit
7. Pria Dari Jauh
8. Ponsel Ibu
9. The Escort Lady
10. Ada Apa Dengan Saskia?
11. Deposit Box
12. Penjelasan Ibu
13. Target
14. Tyo dan Yoyo
15. Puber Kedua
16. Diincar
17. Begundal Tampan
18. Penguntit
19. Tyo Yang Berdedikasi
20. Apakah Dia Ditolak?
21. Saya Yang Lebih Dulu Jatuh Cinta
22. Preman Kegelian
24. Teman Yang Galak
25. Teruslah Bersamaku Apa Pun Situasinya
26. Membantu Menenangkan
27. Politisi Yang Tidak Sebersih Itu
28. Memeriksa Fakta
29. Motif Hadi Tanusubroto
30. Menyingkirkan Keraguan
31. Alasan Sebenarnya
32. Kebimbangan Sisa Mas Lalu
33. Agenda Rahasia Hadi Tanusubroto
34. Mertua Berto
35. Pacar Terkeren
36. Kekecewaan Tyo
37. Sikap Tyo Yang Aneh
38. Kekasih Yang Cerdas
39. Berhadapan Dengan Bram
40. Benang Kusut
41. Rencana Utomo
42. Delapan Tahun Lalu
43. Keamananmu Prioritasku
44. Kekasih Yang Mengenalnya Dengan Baik
45. Lena
46. Genting
47. Saran Lena
49. Tindakan Bram
50. Pembunuh
51. Pengorbanan Tyo
52. Hanya Tiga Mayat
53. Selamat
54. Siapa Yang Menolong Tyo?
55. Bambang
56. Membaca Taktik Hadi
57. Gue Marah, Jo!
58. Rencana Utomo
59. Informasi Yang Menimbulkan Harapan
60. Memancing Di Air Keruh
61. Diana Dalam Bahaya!
62. Bumerang
63. Diana-Pemburu Badai
64. Mengungkap Tabir Kekuasaan
Akhir Kisah-Awal Baru

48. Mewawancara Herman Bulaeng

1.4K 375 31
By Winnyraca

Met Senin pagi!

Udah minggu baru di bulan baru nih. So, biar semangat, yuks ikutan petualangan Diana-Tyo.

Cekidot.

BAGIAN EMPAT PULUH DELAPAN: MEWAWANCARA HERMAN BULAENG

Rosyad memandangi Tyo yang meski berdiri dalam diam, tapi jelas gelisah. Dia mendengkus dan menepuk bahunya. “Napa lo? Takut camer lo kenapa-napa?” tanyanya.

Tyo mengangguk. “Camer udah tua, Bos. Preman banci mana sih yang nyulik perempuan tua buat ngancem anaknya supaya enggak dilaporin ke polisi karena nyolong?”

Rosyad mengangguk-angguk. “Lo yakin, tuh orang nyulik camer lo cuma karena enggak mau ketahuan nyolong duit sepuluh juta doang? Enggak ada lain-lainnya?”

Tidak ada perubahan dalam ekspresi Tyo, dia menatap Rosyad yang balik menatapnya penuh selidik. “Dia minta laporan ke polisi dicabut, apa lagi kalau bukan karena sepuluh juta itu?”

Rosyad mengangkat bahu. “Mana gue tahu? Duit sepuluh juta itu enggak banyak, Ceng. Cuma curut yang nyulik demi sepuluh juta. Orang tua dan bukan perempuan bego pula. Camer lo itu dosen, enggak segampang itu dibawa tanpa perlawanan. Sepuluh juta itu enggak sebanding sama risiko ketangkep polisi, apalagi, cewek lo itu wartawan.”

Tyo tercenung, pura-pura berpikir. “Apa menurut lo, ada motif lain, Bang?”

Rosyad terkekeh. “Lo yang punya selingkuhan, kenapa tanya gue?” ejeknya.

“Maksud lo, apa, Bang? Kenapa jadi nyasar ke pacar gue?” Tyo terdengar tidak suka, membuat Rosyad makin terkekeh.

“Oalah, Ceng. Lo ganteng, pinter, jagoan, tapi kayaknya … lo bego kalo urusannya wadon. Lo pernah enggak, tanya selingkuhan lo itu, kenapa dia mau sama lo? Dia itu beda kelas sama lo, Ceng. Bisa dapet siapa aja yang lebih keren daripada lo, ngapain dia malah buang waktu sama lo? Enggak mikir lo, mungkin dia cuma manfaatin lo doang?”

Tyo termangu. “Abang mau bilang….”

“Lo pernah bocorin sesuatu soal geng kita ke dia?”

Tyo langsung menggeleng. “Sumpah, kagak pernah, Bang. Pantang gue ngelibatin perempuan sama gawean gue.”

“Tapi, lo belum lama sama dia. Sebentar lagi, dia bakalan ngorek lo buat jadi sumber beritanya dia, atau … dia cuma manfaatin lo buat jadi pengawal dia, kayak sekarang. Siapa yang tahu berapa banyak musuh cewek lo? Dan tetiba, nyokapnya diculik, bener kan, lo turun tangan?”

Tyo langsung menghela napas. “Bang, kalaupun emang begitu, masa iye, gue kagak bantu nyariin camer gue? Ke mana harga diri gue, camer diculik, gue diem aja? Pantang lepas tangan kalo ada orang yang sengaja cari gara-gara kayak gini.”

Rosyad mengangguk. “Itu gue setuju. Tapi, kalo nanti lo berhasil nyelametin nyokapnya, bubar deh. Gue kagak demen lo pacaran sama wartawan. Risiko.”

“Wah … kagak bisa gitu, dong, Bang! Gue cinta sama dia.”

Rosyad meludah ke dekat kakinya sendiri dan tertawa geli. “Preman kayak lo ngomong cinta itu enggak pantes, Ceng. Bini lo udah dua. Lo pilih, deh. Bubar setelah ini, atau gue kagak ngasih anak-anak bantuin lo sekarang.”

Tyo diam. Rosyad menepuk bahunya.

“Gue kagak sesadis itu juga, kali, Ceng. Gue tahu, kagak gampang nyari cewek secakep si wartawan itu. Lo juga mungkin masih hot-hotnya sama dia. Oke, lo boleh dah, indehoy dulu berapa kali sama tuh cewek, asal jangan sampe bunting, terus lo tinggalin. Gue kasih waktu sampe kita ke puncak dua minggu ke depan. Ngerti? Dua minggu cukup buat indehoy, kan?”

Tyo menelan ludah, dan mengangguk dengan ekspresi terpaksa. “Cukup, Bang.”

“Ya, udah. Sana lo suruh yang lain, yang baru pada balik noh, nyebar juga. Biar camer lo cepet ketemu.”

“Oke, makasih, Bang.”

Tyo berbalik, dan hendak beranjak. Namun, seseorang yang tampak berjalan berlawanan arah dengannya, menuju langsung ke arah Rosyad yang melambaikan tangan, membuatnya tertegun. Dia merasa mengenali pria itu, dan … luka di wajahnya.

******

Diana tidak punya pilihan selain bersikap biasa saja dan beraktivitas normal meski kepalanya terasa penuh dengan kekhawatiran. Bersama Bejo, dia mendatangi dan mewawancara Herman Bulaeng yang masih bersikap ramah kepadanya seperti dulu. Wawancara terlihat lancar, tapi, setelah beberapa saat bicara dan sering kali Diana terdiam di tengah wawancara, pria asal Sulawesi yang terlihat sehat di usia tidak muda lagi itu akhirnya menyadari kalau ada yang tidak beres. Dia menatap Diana yang sedang memandangi catatannya cukup lama, dan mengulurkan tangan untuk menyentuh lutut mantan calon menantunya itu.

“Kamu baik-baik saja, Didi?” tanyanya.

Diana mengangkat kepala dan memandang Herman dengan mata melebar, terlihat merasa tidak enak hati. “Apa, Om? Oh … iya, baik. uhm … kita lanjut?” sahutnya sambil mengulas senyum yang terkesan gugup.

Herman menelisik ekspresinya. “Kamu tidak terlihat baik-baik saja, Didi. Apa … kamu merasa tidak nyaman karena harus mewawancara Om?”

Diana buru-buru menggeleng. “Ah … sama sekali enggak, Om. Cuma … ada sedikit gangguan teknis aja, kok. Boleh saya lanjut ke pertanyaan berikutnya, Om?”

Herman mengangguk. “Silakan.”

Diana melihat ke catatannya lebih dulu. “Bulaeng Corps adalah salah satu yang paling terdampak dalam setiap perubahan undang-undang atau penetapan peraturan baru, itulah sebabnya, netizen berpendapat kalau pihak Bulaeng Corps bisa jadi adalah sponsor dari suap seksual yang dilakukan terhadap anggota dewan, dengan tujuan memuluskan jalan agar undang-undang dan peraturan bisa ditetapkan sesuai dengan keinginan perusahaan serta sekutunya. Apa tanggapan Om Herman soal ini?”

Herman tersenyum. “Sama dengan jawaban mereka yang ada dalam sorotan netizen, Bulaeng Corps tidak terlibat dengan itu semua. Tentu ada lobi yang dilakukan oleh perusahaan untuk keuntungan, tapi tidak sampai harus menyuap dengan seks, dan menyasar pada anggota dewan pula. Itu berlebihan,” sahutnya.

“Begitu?”

“Ya. Lagi pula, anggota dewan kita adalah wakil rakyat terhormat yang terpilih langsung dan tentunya mengemban kepercayaan rakyat, masa iya, mereka melakukan politik kotor dengan menerima suap … katakanlah, seksual, dari kami para pengusaha?”

Kalau saja benaknya tidak sedang kalut, Diana akan menyungging senyum ironis mendengar pernyataan dengan jargon kosong yang disampaikan Herman.

“Bagaimana kalau memang ada bukti yang kami punya, yang membuktikan kalau suap seksual itu ada?”

“Kalau begitu, saya akan bicara dari sudut pandang pembisnis, ya. Kami tidak memiliki keuntungan apa pun, melakukan suap macam itu. Terlalu berisiko, kapan pun bisa bocor, jadi untuk apa? Ada banyak cara lain, yang lebih bermartabat tentunya.”

“Singkat kata, Bulaeng Corps sama sekali tidak terlibat dengan apa pun yang disebutkan dalam artikel?”

“Tepat.”

“Apakah artikel itu mengangkat sesuatu yang tidak ada, atau, artikel itu benar, hanya orang-orang yang dianggap terlibatlah yang kurang tepat?”

“Pilihan kedua. Saya yakin, media yang menaungi kamu bukan media sembarangan yang mengizinkan penayangan artikel tanpa dasar. Tapi, respons pembacalah yang sepertinya terlalu liar.”

“Baik. Itu pertanyaan terakhir. Terima kasih banyak karena menyediakan waktu untuk mengklarifikasi agar tidak terjadi kesalahpahaman.”

“Sama-sama, Didi. Senang bertemu kamu lagi setelah sekian lama.”

Diana tersenyum. Dalam keadaan normal, dia akan berujar dalam hati, yang bener? Namun, kekalutan sedang menguasainya, jadi dia tidak sedang dalam kondisi terbaik untuk bersikap sinis.

Getar di ponselnya saat dia berjabatan tangan dengan Herman, membuatnya bergerak spontan dan terlalu cepat melepaskan tangan sang mantan camer. Dia meraih ponsel sambil tersenyum minta maaf dan buru-buru membuka pesannya.

Kasih bukti kamu sudah menarik laporan dan juga komitmen untuk tidak menelusuri kejadian delapan tahun lalu, kalau tidak, video Bu Dosen mabuk dan digilir banyak laki-laki akan tersebar dan viral. Mengerti?

Diana membeku di tempatnya. Dia menoleh kepada Bejo yang ikut memucat melihat ekspresinya. Untuk beberapa saat mereka saling berpandangan, sehingga tidak menyadari saat Herman bangkit dan berdiri di belakangnya untuk mengintip ke arah ponsel Diana. Pria itu terlihat menegang saat bisa membaca pesan yang tertera.

Kisah masa lalu melintas, seolah-olah dejavu, membuat Herman tanpa sadar merebut ponsel Diana dan membaca pesan dengan lebih saksama.

“Apa ini, Didi?” tanyanya, gemetaran. “Kamu harus lapor polisi!”

Bersambung.

Yes ... that's it for this episode. Buat yang nunggu episode baru podcast Winnyraca di Spotify, sabar ya. Cerita baru yang merupakan spin off dari cerita A Simple Love akan hadir di situ, tapi dibawain secara audio alias didongengin.

Penasaran? Cek di Spotify, Winnyraca, sebentar lagi.

Buat yang gak sabaran buat baca cerita ini sampe abis, cuss ke Karyakarsa.

Wokeh, maacih semua.

Winny
Tajurhalang Bogor 8 Mei 2023

Continue Reading

You'll Also Like

146K 14.5K 54
gatau 🗿 nikmati saja.
1.5K 556 44
"Kamu tahu alasan kenapa malam ada setelah senja?" Pertanyaan tiba-tiba dari Ananta itu membuatku menoleh. "Karena malam gelap, Ta. Sedangkan senja a...
2.7M 192K 57
Hidup seorang Kanthi Tjandra yang tenang berubah seratus delapan puluh derajat gara-gara reuni sialan yang sebenarnya sejak awal tidak ingin ia datan...
188K 6.6K 70
Follow akun ini yuk🤍 Suatu hari seorang gadis yang sedang tidur pada malam hari , ia bertemu dengan sosok yang ia rindukan muncul dalam mimpi nya. Y...