Through the Lens [END]

By dindaarula

83.9K 9.2K 831

I found you through the lens, then I'm falling right away. --- Ketika bertugas sebagai seksi dokumentasi dala... More

šŸ“· chapter o n e
šŸ“· chapter t w o
šŸ“· chapter t h r e e
šŸ“· chapter f o u r
šŸ“· chapter f i v e
šŸ“· chapter s i x
šŸ“· chapter s e v e n
šŸ“· chapter e i g h t
šŸ“· chapter n i n e
šŸ“· chapter t e n
šŸ“· chapter e l e v e n
šŸ“· chapter t w e l v e
šŸ“· chapter t h i r t e e n
šŸ“· chapter f o u r t e e n
šŸ“· chapter f i f t e e n
šŸ“· chapter s i x t e e n
šŸ“· chapter s e v e n t e e n
šŸ“· chapter e i g h t e e n
šŸ“· chapter n i n e t e e n
šŸ“· chapter t w e n t y
šŸ“· chapter t w e n t y o n e
šŸ“· chapter t w e n t y t w o
šŸ“· chapter t w e n t y t h r e e
šŸ“· chapter t w e n t y f o u r
šŸ“· chapter t w e n t y f i v e
šŸ“· chapter t w e n t y s i x
šŸ“· chapter t w e n t y s e v e n
šŸ“· chapter t w e n t y e i g h t
šŸ“· chapter t h i r t y
šŸ“· chapter t h i r t y o n e
šŸ“· chapter t h i r t y t w o
šŸ“· chapter t h i r t y t h r e e
šŸ“· chapter t h i r t y f o u r
šŸ“· chapter t h i r t y f i v e
šŸ“· chapter t h i r t y s i x
šŸ“· chapter t h i r t y s e v e n
šŸ“· chapter t h i r t y e i g h t
šŸ“· chapter t h i r t y n i n e
šŸ“· chapter f o r t y
šŸ“· chapter f o r t y o n e
šŸ“· chapter f o r t y t w o
šŸ“· chapter f o r t y t h r e e
šŸ“· chapter f o r t y f o u r
šŸ“· f i n a l chapter

šŸ“· chapter t w e n t y n i n e

1.3K 176 18
By dindaarula

Kecanggungan yang sempat tercipta di tengah-tengah Radya dan Alsa lenyap dengan cepat kala gadis berambut sebahu itu mulai mengalihkannya dengan bertandang ke beberapa stan makanan. Yang pertama tentu saja ice cream roll, sesuai yang Alsa inginkan sejak pertama kali Radya menawarkan. Pikirannya betul-betul dapat segera teralihkan tatkala sang penjual menunjukkan kelihaiannya dalam membuat dessert yang satu itu. Alsa memerhatikannya dengan kedua mata berbinar, dan pemandangan tersebut pun tentu tak luput dari pantauan Radya.

Laki-laki itu menggeleng-geleng pelan dengan satu sudut bibir terangkat. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa, melihat Alsa yang selalu tampak antusias dengan sesuatu yang baru pertama ia lakukan dalam hidupnya membuat Radya memperoleh kesenangan tersendiri. Rasanya ia ingin secara sukarela menawarkan diri untuk menemani Alsa mencoba hal baru lain yang dapat membuat ekspresi itu hadir kembali.

Kini satu cup besar berisi strawberry ice cream roll telah sampai di tangan Alsa, sementara untuk Radya hanyalah ice cream cone sebab ia tak begitu menyukai kudapan manis. Tampaknya Radya takkan sanggup menghabiskan porsi yang lumayan seperti milik Alsa.

Stan-stan berikut yang mereka jamahi adalah yang menjajakan aneka street food. Kali ini Radya hanya sibuk mengekori Alsa sebab ia tak begitu tertarik dan kebetulan perutnya memang sudah terisi penuh. Entah hanya karena lapar mata atau memang suka, jumlah plastik berisi beberapa macam makanan kian bertambah saja di tangan Alsa. Radya sempat takjub melihatnya. Ingin melarang karena takut gadis itu terlalu banyak menghabiskan banyak uang, tetapi Radya sadar ia tak berhak. Ia tak bisa apa-apa jika memang itu yang Alsa inginkan.

Terakhir, Alsa membeli sebotol air mineral. Namun, oleh karena tangan kecilnya sudah kepalang penuh, ia lekas menoleh pada Radya dan menyengir lucu. Radya dapat langsung mengerti bahwa Alsa tengah meminta tolong. Dengkusan samar pun lolos, tetapi pada akhirnya ia tetap menurut begitu saja.

Kemudian, Radya tersadar. Sepertinya hari ini ia mudah sekali mengalah tanpa mendebat sedikit pun. Seperti bukan dirinya saja.

"Makasih, Bang," ungkap Alsa, masih dengan cengiran yang tercetak di bibir. "Tapi, lo beneran nggak mau beli apa-apa?"

"Tinggal minta ke lo kalau gue pengen," Radya menyahut enteng.

Alsa merengut, kontan menjauhkan tangan, tampak seperti seorang bocah yang was-was mainan miliknya akan direbut.

"Astaga." Radya mendesah malas, lalu bersungut, "Iya, nggak akan minta gue, cil."

"Cil?"

"Bocil."

"Ih, udah dibilang stop bilang gue bocil!"

"Nggak bisa, kalau lo sendiri nggak bisa stop bertingkah kayak bocah."

"Apa sih, Bang? Mau stop gimana kalau tingkah gue emang udah gini dari sananya?"

"Ya udah, terima kenyataan aja kalau gitu, dan nggak usah banyak protes."

Sontak Alsa mendengkus keras dan memilih untuk tak lagi membalas. Kekesalannya kemudian ia lampiaskan dengan makan. Satu tusuk telur gulung berlumur saus lantas mendarat dalam mulut dan ia kunyah cepat. Namun, perlahan gerakannya melambat bersamaan dengan kedua mata membulat. Siapa pun memang tak bisa menolak rasa terbaik yang disuguhkan oleh salah satu olahan telur tersebut, sehingga Alsa pun berakhir menikmatinya dengan tenang seolah perdebatan singkat sebelumnya tidak pernah terjadi.

Radya yang melihat itu kontan menahan senyum geli. "Enak banget kayaknya," komentar laki-laki itu.

"Emang," sahut Alsa, lalu ia menarik satu tusuk lagi dari wadah untuk ia serahkan pada Radya, "nih, cobain. Pasti lo belum pernah makan makanan beginian."

"Tau dari mana?"

"Nebak aja. Soalnya, elo kan orang kaya."

"Kata siapa?"

"Kata siapa, kek. Cukup diliat aja orang-orang juga pasti bisa tau."

Radya menghela napas pendek. "Yang banyak duit bokap gue, bukan gue."

Alsa berdecak pelan. "Ah, udah basi jawaban kayak gitu. Emangnya bokap lo bukan keluarga gitu, Bang? Faktanya, lo sebagai anak udah pasti ikut menikmati hasil jerih payahnya juga."

"Ya jelas, itu emang kewajiban seorang ayah buat nafkahin anaknya."

"Tuh, kan. Nggak usah ngeles makanya."

Radya benar-benar dibuat tak berkutik sebab yang Alsa katakan adalah benar. Namun, ada satu hal yang sama sekali tidak tepat dan Radya ingin langsung membuktikannya. Lantas, laki-laki itu raih lengan Alsa yang memegang tusuk telur gulung dan ia arahkah ke dekat mulut, lalu dilahapnya dalam satu suapan. "Orang kaya kayak gue juga pernah makan beginian," ujarnya di sela-sela kunyahan, "lo kira jajanan gue jaman sekolah salmon seharga lima puluh ribu, kah?"

Alsa membelalak. Bukan karena perkataan Radya, melainkan tindakannya. Wajah gadis itu terasa panas, pun detak jantung yang mulai tak karuan sebab jarak sempit di antara mereka. Alhasil, ia pun segera memekik, "Kenapa nggak lo pegang sendiri?!"

Tersangkanya masih sibuk mengunyah telur gulung dan mengerjap polos. Usai tertelan, dengan santainya laki-laki itu menyahut, "Oh, sori, gue kira lo emang mau suapin gue." Ia lantas tersenyum miring sesaat sebelum melahap es krim cone vanila dari tangannya sendiri. Sesaat ia mengernyit karena terasa sedikit aneh akibat baru saja mengonsumsi kudapan asin.

"Nyebelin banget sih, lo!" hardik Alsa sebelum ia melangkah cepat meninggalkan Radya begitu saja di tengah lalu-lalang banyak raga. Sebetulnya, daripada kesal, Alsa hanya salah tingkah dan tak ingin Radya mendapati rona merah di wajahnya. Lantas, makan pun kembali menjadi pelampiasannya.

"Eh, Alsa?

Gerakan kunyahan Alsa terhenti sesaat. Segera saja ia menoleh pada sumber suara, diam-diam tak menyangka dirinya akan bertemu seseorang yang mengenalnya di sana. Namun, kala akhirnya bertemu pandang dengan si pemanggil, kedua matanya kontan membola. Yuri, Sania, serta beberapa kawan satu circle-nya--yang tentu merupakan teman sekelas Alsa--benar-benar berada di dekatnya sekarang.

Gawat, batin Alsa panik. Ia tengah bersama Radya di sana, dan yang Yuri serta Sania tahu adalah hubungan mereka hanya sebatas saling kenal. Mustahil takkan menimbulkan kecurigaan, 'kan? Sebab sepasang yang tak cukup dekat tidak mungkin sampai menghabiskan waktu berdua saja seperti ini.

"Lo sendirian aja di sini?" tanya Yuri, tampaknya masih tak memiliki maksud apa pun, murni hanya penasaran. "Kok nggak bareng Kania sama Jeremy? Tadi kayaknya gue liat mereka cuma berdua doang. Tumben?"

"Oh, itu ...." Mendadak Alsa kebingungan bagaimana harus menjawabnya. Sejenak ia mendelik ke samping, ingin tahu apakah Radya menyusulnya atau tidak.

Tapi, terlambat.

Radya nyatanya sudah tiba di sisinya seraya berkata, "Kenapa gue ditinggalin, sih?"

Alsa sontak menahan napas, bibirnya terkatup rapat.

Oh, sial. Habis sudah dirinya.

Yuri, Sania, dan lainnya tentu tampak tak percaya mendapati kehadiran Radya, terlebih lagi laki-laki itu tengah bersama Alsa. Radya yang menyadari keberadaan mereka pun lantas mengerutkan dahi samar, tetapi ia tak berniat untuk bertanya apa pun.

"Oh ... lo temennya Jeremy, 'kan, Bang?" Yuri yang pertama bersuara, ingin memastikan. "Lo lagi bareng Alsa di sini?"

Radya sedikit memiringkan kepala, tak mengerti kenapa mereka bertanya demikian. Namun, ia tetap menjawab, "Dua-duanya, iya." Lagi-lagi dirinya tak memiliki niat untuk sekadar bertanya siapakah sebenarnya mereka. Sebab sudah pasti Alsa maupun Jeremy mengenalnya.

Yuri lekas beralih memandang Alsa yang hanya dapat tertunduk. Tatapannya agak sinis. "Oh, gitu ternyata," ujarnya dengan intonasi yang terdengar tak natural. "Berarti waktu itu lo bohong ya, Sa? Katanya cuma sebatas kenal, tapi kok bisa sampe berduaan begini?"

Melihat Yuri berbicara demikian serta Alsa yang hanya mampu terdiam dan terlihat tak nyaman, membuat Radya segera menyadari ada sesuatu yang tak beres. Sedikit ia dapat memahami bahwa kemungkinan para perempuan itu pernah bertanya perihal hubungan Alsa dengannya, dan jawaban yang Alsa berikan yakni hubungan sebatas saling mengenal. Namun, mereka langsung menuduh Alsa berbohong hanya karena apa yang terlihat sekarang. Dan, tentu saja Radya tak senang mendengarnya.

"Ada masalah?" tanya Radya datar. Sepasang netranya menyorot tajam. "Dia bohong atau nggak, memangnya ngerugiin kalian?"

Yuri tertegun, tetapi ia tetap memberi balasan, "Nggak, gue cuma penasaran aja. Apalagi, Jeremy bilang lo udah ada pacar."

Radya kontan tergeming, tak habis pikir. Apa lagi sekarang? Jeremy ternyata pernah memberi tahu mereka bahwa Radya telah memiliki pacar? Entah apa alasannya, yang jelas kini Radya yang kebingungan harus merespons seperti apa. Namun, melihat Alsa yang terpojok, Radya tentu tak berniat untuk diam saja. Tampaknya, ia benar-benar harus memvalidasi bahwa pernyataan yang pernah gadis itu sampaikan memang benar sebuah kebohongan.

"Memang," aku Radya, lantas ia merangkul Alsa, sedikit mendorongnya hingga kedua lengan mereka menempel, "ini, orangnya."

Semuanya sontak terdiam dengan sorot tak percaya, termasuk pula Alsa yang kini tampak terkejut bukan main. Ia sungguh tak menyangka itulah cara yang Radya pilih untuk membantunya keluar dari situasi tak mengenakkan tersebut.

"Alasan dia bohong simpel sebenernya. Karena kemungkinan kalian bakalan ikut campur lebih jauh dari ini," tukas Radya disertai sindiran yang kian sukses membuat bungkam. "So, ada masalah? Kalau nggak, ya bagus. Kalau sebaliknya, kalian boleh langsung samperin gue, tapi jangan pernah berani buat gangguin Alsa. Bisa dimengerti, 'kan?" Jeda sesaat. "Kalau gitu, kami duluan."

Dan Radya pun lekas membawa Alsa pergi dari hadapan mereka tanpa menunggu respons barang sejenak.

Setelah agak jauh, Radya berhenti dan mengamati Alsa yang masih berada dalam rangkulannya. Wajah gadis itu terlihat syok, belum pulih dari keterkejutan. Yah, bagaimana tidak? Sudah harus berhadapan dengan Yuri dan kawan-kawan, Alsa juga menerima sentuhan dari Radya yang tiba-tiba merangkulnya serta mendengar bagaimana Radya mengakui Alsa sebagai pacarnya--meski tak sungguhan. Radya cukup paham, tetapi ia tak kuasa menahan senyum sebab Alsa terlihat lucu di matanya.

Laki-laki itu lantas membuka botol air mineral di tangannya dan ia arahkan ke hadapan Alsa. Namun, oleh sebab kedua tangan yang penuh oleh makanan, Radya pun turut membantunya minum seraya berkata, "Nih, minum dulu. Kaget banget kayaknya."

Satu teguk, dua teguk, dan Alsa berhasil tampak lebih rileks dari sebelumnya.

Kendati demikian, Radya malah dengan sengaja menyeletuk, "Coba aja waktu itu lo terima gue, jadinya nggak perlu sampe nipu," lalu, "nyesel nggak, lo?"

Alsa tentu saja kembali tertegun, tetapi kini wajahnya tampak merengut sebal dan ia lebih dapat mengontrol diri daripada kejadian sebelumnya. "Nggak sama sekali, karena gue emang bener-bener butuh waktu," ujarnya setengah yakin. Antara iya dan tidak, apa yang Yuri lakukan tadi jelas kembali memberikan pengaruh.

Radya kontan mendengkus, menyesal ia sudah bertanya. "Oke," pungkasnya singkat.

Sama seperti cara Alsa sebelumnya, Radya turut melampiaskannya dengan makan. Laki-laki itu pun melahap habis es krim yang hanya tersisa sedikit beserta cone-nya. Lantas ia kembali membuka botol air mineral milik Alsa. "Bagi minum," ujarnya, terdengar sedikit ketus.

"Tapi jangan kena--"

Terlambat. Air sudah meluncur ke dalam kerongkongan Radya, dengan bibir menempel tepat pada bagian ujung botol.

Lagi dan lagi, Radya memberinya kejutan. "Kenapa lo langsung minum dari situ sih, Bang ...," Alsa berkata pasrah.

Sekonyong-konyong Radya berhenti meneguk dan menjauhkan botol. Sejenak ia pandangi Alsa, dan kesadaran segera menghantamnya. Namun, alih-alih merasa bersalah dan meminta maaf, yang terlontar dari mulut laki-laki itu justru sangat jauh dari perkiraan.

"Did I just ... steal your 'first kiss'?"

Dengan kecepatan super, rasa panas pun segera merambati wajah Alsa.

"Aah! Dasar, gunung berjalan!"

-

Puncak acara Dies Natalis Universitas Santosha akhirnya kembali berlanjut. Seluruh penonton yang mayoritasnya adalah mahasiswa mulai memadati area panggung, bahkan dapat terbilang jauh lebih ramai dari sesi sebelumnya. Hal ini dikarenakan adanya guest star ternama yang akan tampil, ditambah pula penampilan spesial dari unit-unit kegiatan mahasiswa yang sudah tak diragukan lagi prestasinya. Tak sedikit pula yang sengaja datang hanya untuk memberi support pada rekan terdekat yang akan menunjukkan kebolehannya di sana.

Contoh nyatanya saja seperti dua mahasiswi yang berada persis di belakang Alsa dan Radya.

Omong-omong, sepasang manusia itu masih betah bersama-sama menikmati sisa acara hari ini. Kania dan Jeremy yang entah berada di mana menjadi salah satu faktor utama. Sementara Radya, lebih karena ia malas pulang ke rumah, tak mau merasa sepi. Ojan dan beberapa kawan dekatnya pun tidak berniat menonton sampai malam. Alhasil, hanya Alsa yang dapat menemaninya, dan tentu ia sama sekali tak masalah akan hal itu.

Dua orang MC telah naik ke atas panggung dan mulai memandu acara dengan terlebih dahulu menyapa penonton. Sontak tepukan tangan meriah dan sorakan antusias memenuhi pendengaran.

Suasana kian ramai lagi ketika MC menyebut bahwa acara dibuka dengan penampilan fashion show dari UKM Modelling Universitas Santosha.

Dan, semuanya pun berawal dari sana.

"Emang nggak sia-sia gue datang dari awal!" Suara seorang perempuan dari belakang Alsa dan Radya mulai terdengar, yang kemudian lekas disusul dengan yang lainnya.

"Lo datang cuma mau liat anak-anak modelling doang apa gimana, dah?"

"Ya nggak, tapi itu paling utama! Gue suka banget liatin cewek-cewek yang didandanin cakep-cakep."

"... tapi, lo pun cewek, 'kan?"

"Ya terus kenapa, anjir? Kalau ngefans segender emangnya udah pasti belok, gitu?!"

"Yeh, ngegas amat. Emangnya gue ada nuduh lo, hah?"

Musik kemudian menggema, kembali mengundang kehebohan, yang semakin menjadi saja kala satu per satu model mulai naik ke atas panggung dan berjalan melenggak-lenggok dengan penuh percaya diri. Outfit serta riasan mereka begitu memukau hingga mengundang decak kagum para penonton serta mendatangkan berbagai pujian positif. Namun, tak ada yang menyadari bahwa satu di antara banyaknya audiens justru tampak sangat tak menikmati acara.

"Ah, Karenina Gunawan!"

Seruan yang menyebut nama itu kian memperkeruh suasana hati. Dan, segalanya menjadi lebih tak terkendali ketika percakapan dari arah belakang kembali terdengar.

"Ternyata lo cuma pengen nontonin si Karen catwalk, ya?"

"Ya iyalah! Bidadarinya FIB, tuh, mana mungkin nggak gue support?" Jeda. "Anjir, anjir, cantik parah sih, gila. Lagi ngampus aja udah keliatan attractive, apa lagi pas mode model begini, coba? Makin-makin aja jadinya. Apa nggak nyesel ya, itu cowok yang pernah mutusin dia?"

Ia, Radya, secara otomatis berusaha menajamkan pendengaran.

"Hah, cowok yang mana maksud lo?"

"Mantan terakhirnya, lah. Habis itu nggak pernah pacaran lagi dia, kalau gue perhatiin. Bisa jadi karena trauma, makanya nggak mau buka hati lagi."

"Eh, bentar, deh. Kok gue nggak tau kalau Karen punya mantan?"

"Karena pacaran in private, makanya jarang diumbar. Tapi pernah sesekali muncul kok, di instastory dia."

"Oh ... oh, kayaknya gue tau, deh. Terus, putusnya kenapa?"

"Entah gimana detail-nya, yang jelas cowoknya yang mutusin duluan. Makanya gue heran. Karen kurangnya apa, coba? Kok bisa disia-siain gitu aja? Emang bego, sumpah. Bener-bener bego kalau kata gue."

Dalam hati, Radya tertawa hambar. Ia lantas menghirup udara banyak-banyak. Sepasang matanya tertuju lurus pada seorang Karenina Gunawan yang tengah berpose sebelum ia kembali berbalik dan melenggang dengan lihai. Tak ada yang dapat Radya rasakan selain muak, terlebih lagi karena ucapan-ucapan tak berdasar yang ia tangkap. Kini mood-nya benar-benar hancur, dan yang ingin ia lakukan hanyalah terbebas dari lautan manusia di sana.

Lantas Radya meraih lengan Alsa yang tengah fokus menonton pertunjukan dengan takjub. Dahi gadis itu seketika berlipat, bingung. Namun, tak ada yang terucap dari mulut Radya untuknya.

Laki-laki itu kemudian berbalik, dan ia segera mendapati bagaimana seorang perempuan di belakangnya terlihat terkejut. Satu sudut bibir Radya pun terangkat naik. "Lain kali, coba pastiin dulu orang yang mau lo gibahin nggak ada di sekitar lo," ujar Radya datar, lalu tanpa memedulikan reaksi orang sekitar, ia lekas membelah kerumunan bersama dengan Alsa--yang masih berusaha mencerna apa yang sebenarnya telah terjadi.

Namun, satu hal pahit yang akhirnya berhasil Alsa sadari adalah: belum lama waktu berlalu sejak ia begitu mengagumi kecantikan salah seorang model, yang rupanya ialah mantan pacar dari laki-laki yang disukainya sendiri.

📷

bandung, 18 april 2023

Continue Reading

You'll Also Like

253K 38.4K 59
[Selesai, beberapa part sudah di unpublish] Kata Maaf rasanya tidak lagi akan cukup -Bobby A.k.a Barra- Rank 1 in #chicklit 11 maret 2021
4.9K 725 7
DISASTER COMESSY: Disaster comedy-messy ā€¢ā€¢ā€¢ Jungkir balik Asha, mengejar Awan dan S.T. ā€¢ā€¢ā€¢ ***** Benar katanya setelah masuk kuliah kehidupan kita ak...
166K 18.1K 46
Sesbania Maheswari, menyukai Ginelar Juangkasa karena tingkah baik cowok itu yang selama ini Seses salah artikan. Seses kira, Juang menyimpan rasa, n...
60.9K 8.9K 37
[Completed] Bagi Gian, tidak ada yang lebih spesial daripada Musik dan mungkin sedikit Adhisti.