(,) sebelum (.)

By Arrinda_sell

406K 34.7K 4.4K

Koma sebelum Titik. "Tau gak Mas, soal dua tanda baca ini?" Hujan menatap pria itu lalu melanjutkan kalimatny... More

πŸ’02
πŸ’03
πŸ’04
πŸ’05
πŸ’06
πŸ’07
πŸ’08
πŸ’09
πŸ’10
πŸ’11
πŸ’12
πŸ’13
πŸ’14
πŸ’15
πŸ’16
πŸ’17
πŸ’18
πŸ’19
πŸ’20
πŸ’21
πŸ’22
πŸ’23
πŸ’24
πŸ’25
πŸ’26
πŸ’27
πŸ’28
πŸ’29
πŸ’30
πŸ’31
πŸ’32
πŸ’ending

πŸ’01

29.5K 1.2K 203
By Arrinda_sell

Langit nampak cerah hari ini, seakan mendukung dua sejoli yang tengah menghabiskan waktu weekend secara mesra.

Menopang dagu, sekali lagi dia menatap pemandangan itu intens. Mengalihkan pandangan setelah dirasa tak sanggup berlama-lama memandang keduanya.

"Kak Hujan, sini. Dedeknya nendang." pekikan yang berasal dari wanita yang berbadan dua kembali membuatnya menaruh atensi di sana.

Wanita bernama Hujan itu tersenyum sebelum bangkit menghampiri kedua pasangan yang sedang dimabuk bahagia.

"Dedenya nakal, ya." sahut Hujan usai mengelus perut buncit itu dan bisa dia rasakan juga tendangan dari sana. Terlihat sederhana tetapi mampu membuat Hujan kembali merenungkan perbedaan nasib keduanya.

"Hu'um, persis seperti ayahnya." wanita bernama Askia itu menyahut. Kontan saja Hujan mengalihkan pandangan pada pria yang sedari tak berhenti mengelus surai Kia.

"Kok jadi, Mas?"

Suara berat yang masih membuat hati Hujan porak-poranda. Dia adalah Awan Ravastya, suami Kia termasuk suami Hujan sendiri.

"Kan emang bener. Kalo malam tuh, Mas gak pernah diem. Ganggu Kia terus." keluhnya dengan bibir mengerucut. Awan terkekeh mendengarnya dan memang benar dia selalu menjahili istri kecilnya itu.

Keduanya larut dalam obrolan dan sekali lagi Hujan menjadi sosok tak kasat mata diantara kebahagiaan itu. Sebentar saja kehadirannya sudah dilupakan. Maka dari itu tidak ada alsasan baginya ikut nimbrung.

Dengan gerakan pelan dia perlahan menjauhi dua insan itu. Tak ada alasan bagi Hujan terus berada di sana. Dia tak ingin menjadi penonton yang bisa berpotensi membuat hatinya retak lagi dan lagi.

Sebelumnya perkenalkan, dia adalah Pelangi Hujan. Nama yang unik dan dari namanya ini pula mengantarkan Hujan dalam ikatan pernikahan bersama Awan.

Hujan adalah istri pertama, sedangkan Kia adalah istri kedua.

Semua bermula saat Awan pulang dari luar kota. Penyambutan yang Hujan siapkan seharian nyatanya euforia itu harus kandas setelah suaminya membawa wanita lain yang tengah berbadan dua ke rumah mereka.

"Dia Askia Permata. Kami sudah menikah siri dan sedang mengandung 5 bulan."

Bagai bongkahan es, Hujan yang mendengarnya berdiri kaku. Netranya kala itu kosong sebelum Kia menyapanya dengan nada ceria.

"Hai kak Hujan. Namaku Askia, bisa dipanggil Kia."

Perkenalan itu alih-alih membuatnya mengamuk, Hujan malah membalasnya dengan senyum manis andalannya.

Bahkan masih segar diingatan saat Awan menghampirinya dan memberikan pelukan singkat.

"Makasih udah nerima Kia."

Itulah bisikan Awan setelah melihat Hujan nampak welcome dengan kehadiran Kia di rumah mereka.

Menyudahi nostalgianya, Hujan kembali fokus mengaduk susu hamil yang nantinya akan diberikan oleh Kia. Wanita itu tak akan minum bila bukan Hujan yang membuatkannya.

"Kak, pengen wedang."

Kia muncul dari balik sekat dapur dan ruang tamu. Kehadirannya sempat membuat Hujan terkejut.

"Kakak buatin mau?" tawarnya yang segera diangguki oleh Kia.

"Kata mas Awan, wedang jahe buatan Kak Hujan adalah yang terbaik. Maka dari itu aku mendadak pengen. Ngidam kali, ya?"

Hujan mengangguk sebelum menyerahkan gelas berisi susu varian rasa coklat kepada wanita hamil itu.

Hatinya sempat berdesir setelah mendengar ucapan Kia perihal Awan yang memuji wedang jahenya.

Mulai fokus mengiris jahe, Hujan sesekali dibuat tertawa kecil ketika Kia menceritakan awal dibalik pernikahannya dengan Awan.

"Mas Awan ngakunya khilaf. Tapi keluarinnya berkali-kali, jadi karena dia yang pertama dan takut hamil duluan, akhirnya aku nuntut pertanggungjawaban," selorohnya sambil membantu Hujan mengambil panci kecil.

"Waktu itu aku gak tau kalo Mas Awan udah nikah. Salah dia sendiri gak pake cincin kawin. Seandainya dari awal, mungkin aku gak akan minta tanggung jawab Mas Awan." suara Kia terdengar lirih di bagian akhir kalimat.

Hujan menghentikan gerakan tangannya dan beralih menunduk mengamati jemari manisnya. Di sana ada sebuah benda putih melingkar apik, benda yang tak sekalipun Hujan lepas.

Selama pernikahannya, hanya Hujan yang memakai cincin kawin sedangkan untuk Awan tergolong jarang. Itu karena Awan tipe yang malas menggunakan aksesoris, jadilah cincin kawin mereka berakhir di kotak cincin yang Hujan simpan rapi dalam lemari.

"Gak papa. Malah bagus, itu berarti Mas Awan adalah pria yang penuh tanggung jawab. Kakak akan ngerasa bersalah banget kalo mas Awan nelantarin kamu gitu aja. Kakak gak papa kok." sahut Hujan sambil memasang senyum andalannya. Lain di mulut lain di hati.

Nyatanya kata 'tidak apa-apa' itu adalah tameng kecil Hujan demi menutupi lukanya yang menganga.

Hujan tau, selama dua bulan ini Kia selalu merasa bersalah. Berulang kali Kia mengucap maaf di sela-sela tertentu.

"Maaf."

Kan, baru juga Hujan bilang.

"Ssttt, kalo mas Awan liat nanti dia marah loh. Kamu gak usah ngomong gitu lagi." dan kalimat sama pun akan Hujan lontarkan bila berada di posisi yang sama.

Bukan tanpa alasan Hujan mengatakan ini, melainkan belajar dari pengalaman. Ketika itu tak sengaja Awan melihat wajah Kia yang bersedih setelah mengobrol dengan Hujan.

Alih-alih menghiburnya, Awan malah memarahi Hujan dan menasihatinya agar tidak sembrono dalam berucap. Katanya hormon ibu hamil jauh lebih sensitif.

Kia mengangguk paham, dia berganti mengamati gerak lincah tangan-tangan Hujan saat membuat wedang. Netranya lalu melirik keluar di mana hujan gerimis sedang turun menjadikan Kia mengelus lengannya.

"Mas kan udah bilang, langsung ke kamar aja. Di sini dingin." suara lain terdengar di dapur minimalis itu.

Hujan tak perlu repot-repot menoleh karena dia sudah tau. Awan dan segala bentuk perhatiannya yang tertuang penuh kepada istri kecilnya.

"Makasih selimutnya, Mas."

Awan mengangguk kemudian berganti melirik Hujan yang asik mengamati panci. Aroma jahe menguar membuat Kia tidak sabar mencicipinya.

"Kamu masuk ke kamar, ya. Biar Mas yang anter wedangnya."

"Tapi, Mas..." ucapan Kia menggantung setelah Awan melemparkan tatapan penuh penegasan kepadanya. Mau tak mau Kia mengangguk dan berdiri dari posisinya.

Selepas Kia pergi, Awan mendekati Hujan kemudian ikut melirik kedalam panci.

"Jahe-nya jangan banyak. Kia gak terlalu suka pedes."

Hujan yang sedang melamun, sontak terkejut merasakan suara Awan di belakangnya.

"Iya, Mas."

Lalu setelahnya hening. Entah bagaimana Hujan menjelaskannya. Ketika bersamanya, Awan selalu passive. Lelaki itu jarang bicara panjang lebar atau mengeluarkan ekspresi selain datar. Namun dilain sisi Awan juga perhatian meski perhatiannya tak terlalu ditampakkan.

Seperti sekarang.

Ketika rambut Hujan tidak diikat, maka Awan akan mengambil karet yang selalu Hujan kumpulkan dan ditaruh di atas paku.

"Lain kali rambutnya diikat. Kalau ada yang jatuh ke makanan juga tidak bagus. Bahaya apalagi sampe ke telen sama Kia."

"Iya, Mas."

Desiran beberapa saat lalu yang Hujan rasakan kini meluruh. Dia lupa bahwa di atasnya masih ada Kia—sang istri kedua sekaligus pemilik hati Awan Ravastya.

💍💍💍

Tolong beri tanggapan untuk part pertama.

Kali ini mengambil unsur rumahtangga.

Kalo tanggapannya bagus, bakal aku next.

Moga sesuai dengan selera kalian sebab karakter Hujan bakal berbeda dengan karakter gadis2ku yang lain.

Sampai jumpa di part selanjutnya.

Sayang ReLuvi banyak2😘😘

Continue Reading

You'll Also Like

449K 6.4K 35
Narumi tidak pernah menyangka akan terlibat perasaan dengan mertuanya sendiri. *Cover bikinan temenku @dewandaru Banyak adegan 1821-nya. Bocil jauh...
79.4K 8.2K 29
Bengawan Kanigara terserang "Want-a-Boyfriend Syndrome". Cita-citanya dalam waktu dekat adalah punya pacar yang dapat menemani hari-hari suram sebaga...
503K 10.5K 12
Disclaimer! WAJIB FOLLOW AUTHOR KALAU PARTNYA GA MAU BERANTAKAN Kuno. Satu kata yang selalu terselip di benak Jenni Subagyo mengingat bahwa dirinya s...
67.2K 11.2K 14
Wine memiliki begitu banyak daftar keinginan. Dan dari sekian banyaknya hal yang begitu ia harapkan, semua harus ia wujudkan bersama sang suami, Nare...